Penyesuaian ejaan
Penyesuaian fonem
Tanpa perubahan
Dengan perubahan
Penyesuaian akhiran
Tanpa perubahan
Dengan perubahan
Jika kata nama seluruhnya berbahasa Inggris, terjemahkanlah seluruhnya atau jangan serap
sama sekali!
Penyesuaian awalan
Tanpa perubahan
1. a-, ab-, abs- ("dari", "menyimpang dari", "menjauhkan dari")
2. a-, an- ("tidak", "bukan", "tanpa")[3]
3. am-, amb- ("sekeliling", "keduanya")
4. ana-, an- ("ke atas", "ke belakang", "terbalik")
5. ante- ("sebelum", "depan") [4]
6. anti-, ant- ("bertentangan dengan")
7. apo- ("lepas", "terpisah", "berhubungan dengan")
8. aut-, auto- ("sendiri", "bertindak sendiri")[5]
9. bi- ("pada kedua sisi", "dua")[6]
10. de- ("memindahkan", "mengurangi")
11. di- ("dua kali", "mengandung dua ...")
12. dia- ("melalui", "melintas")
13. dis- ("ketiadaan", "tidak")
14. em-, en- ("dalam", "di dalam")
15. endo- ("di dalam")
16. epi- ("di atas", "sesudah")
17. hemi- ("separuh", "setengah")
18. hemo- ("darah")
19. hepta- ("tujuh", "mengandung tujuh") [7]
20. hetero- ("lain", "berada")
21. im-, in- ("tidak", "di dalam", "ke dalam")
22. infra- ("bawah", "di bawah", "di dalam")
23. inter- ("antara", "saling")[8]
24. intro- ("dalam", "ke dalam")
25. iso- ("sama")
26. meta- ("sesudah", "berubah", "perubahan")
27. mono- ("tunggal", "mengandung satu")[9]
28. pan-, pant-, panto ("semua", "keseluruhan")
29. para- ("di samping", "erat berhubungan dengan", "hampir")
30. penta- ("lima", "mengandung lima")[10]
31. peri- ("sekeliling", "dekat", "melingkupi")
32. pre-("sebelum", "sebelumnya", "di muka")[11]
33. pro- ("sebelum", "di depan")
34. proto- ("pertama", "mula-mula")
35. pseudo-, pseud- ("palsu")
36. re- ("lagi", "kembali")[12]
37. retro- ("ke belakang", "terletak di belakang")
38. semi- ("separuhnya", "sedikit banyak")
39. sub-[13]("bawah", "di bawah", "agak", "hampir")
40. super-, sur- ("lebih dari", "berada di atas")
41. supra- ("unggul", "melebihi")
42. tele- ("jauh", "melewati", "jarak")
43. trans- ("ke/di seberang", "lewat", "mengalihkan")
44. tri- ("tiga")
45. ultra- ("melebihi", "super")
46. uni- ("satu", "tunggal")
Dengan perubahan
Catatan kaki
1. ^ Dalam penulisan modern biasa dieja sebagai
2. ^ Tidak semua akhiran -ty bahasa Inggris dialih-bahasakan menjadi -tas walaupun tak
dimungkiri bahwa mayoritasnya demikian, dalam hal ini berlaku kata-kata seperti sekuriti
dan properti (bukan propertas), tetapi Kamus Besar Bahasa Indonesia juga memuat lema
baik untuk 'sekuritas' maupun 'sekuriti'. Kata-kata lainnya misalnya kuantitas memang
menggunakan penerjemahan -tas.
3. ^ sering diterjemahkan dengan awalan tak-, Contoh: takpadan (asimetri)
4. ^ sering diterjemahkan dengan awalan purba-, Contoh: purbatanggal (antedate)
5. ^ sering diterjemahkan dengan awalan swa-, Contoh: swadidik (autodidak)
6. ^ sering diterjemahkan dengan awalan dwi-, Contoh: dwibahasa (bilingual)
7. ^ sering diterjemahkan dengan awalan sapta-, Contoh: saptamarga
8. ^ sering diterjemahkan dengan awalan antar-, Contoh: antarnegara (internasional),
antarbagian (interseksi)
9. ^ sering diterjemahkan dengan awalan eka-, Contoh: ekatuhan (monoteis)
10. ^ sering diterjemahkan dengan awalan panca-, Contoh: pancasila
11. ^ sering diterjemahkan dengan awalan pra-, Contoh: pratayang, prasangka, praduga
12. ^ sering diterjemahkan dengan awalan ulang-, Contoh: ulangsusun, ulangbuat
13. ^ sering diterjemahkan dengan awalan anak-, Contoh: anakjenis, anakbenua
Contoh : jika (ain arab) diikuti dengan (a) menjadi (a). dalam kaidah bahasa Indonesia diserap
menjadi (a) saja. Seperti kata (manfaah) diserap dalam bahasa Indonesia, ejaan kata serapannya
menjadi (manfaat). (asr) diserap dalam bahasa Indonesia, ejaan kata serapannya menjadi (asar).
(saah) diserap dalam bahasa Indonesia, ejaan kata kata serapannya menjadi (saat).
Proses penyerapan itu dapat dipertimbangkan jika salah satu syarat di bawah ini
terpenuhi, yaitu :
Istilah serapan yang dipilih cocok konotasinya
Istilah yang dipilih lebih singkat dibandingkan dengan terjemahan Indonesianya
Istilah serapan yang dipilih dapat mempermudah tercapainya kesepakatan jika istilah Indonesia
terlalu banyak sinonimnya
Secara umum kata serapan itu masuk ke dalam bahasa Indonesia dengan empat cara,
yaitu :
1. Adopsi, terjadi apabila pemakai bahasa mengambil bentuk dan makna kata asing itu
secara keseluruhan, contoh : supermarket, plazza, mall.
2. Adaptasi, terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil makna kata asing itu,
sedangkan ejaan atau penulisannya disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia, contoh :
pluralization pluralisasi, acceptabilitu akseptabilitas.
3. Penerjemahan, terjadi apabila pemakai bahasa mengambil konsep yang terkandung
dalam bahasa asing itu, kemudian kata tersebut dicari padanannya dalam bahasa
Indonesia, contoh : overlap :tumpang tindih, try out :uji coba, psychologist ahli
psikolog.
4. Kreasi, terjadi apabila pemakai bahasa hanya mengambil konsep dasar yang ada dalam
bahasa Indonesia. Cara ini mirip dengan cara penerjemahan, akan tetapi memiliki
perbedaan. Cara kreasi tidak menuntut bentuk fisik yang mirip seperti penerjemahan.
Boleh saja kata yang ada dalam bahasa aslinya ditulis dalam dua atau tiga kata,
sedangkan bahasa Indonesianya hanya satu kata saja, contoh :
PERSPEKTIF ANALOGI
Analogi adalah keteraturan bahasa, suatu bahasa dapat dikatakan analogis apabila satuan tersebut
sesuai atau tidak menyimpang dengan konvensi-konvensi yang telah berlaku.
Pembicaraan kata serapan apabila bertujuan untuk mengetahui perubahan-perubahan atau
penyesuaian-penyesuaian yang terjadi tentu dilakukan dengan membandingkan antara bahasa
pemberi pengaruh dengan bahasa penerima pengaruh. Untuk membicarakan kata serapan ke
dalam bahasa Indonesia tentu dilakukan dengan memperbandingkan kata-kata sebelum masuk ke
dalam bahasa Indonesia dan setelah masuk ke bahasa Indonesia.
Banyak sekali kata-kata serapan ke dalam bahasa Indonesia yang ternyata telah sesuai dengan
sistem fonologi dalam bahasa Indonesia baik melalui proses penyesuaian atau tanpa melalui
proses penyesuaian. contoh :
Action aksi
Dance dansa
Ecology ekologi
Fonem a,s,d,e,f,g,h,I,k,l,m,n,o,r,s, dan t adalah fonem-fonem yang sesuai dengan sistem fonologi
dalam bahasa Indonesia, dengan demikian termasuk pada kriteria yang analogis, artinya sesuai
dengan fonem yang lazim dalam bahasa Indonesia.
Apabila dikaitkan dengan kenyataan historis ternyata ada kenyataan yang menarik untuk
dicermati yaitu fonem kh dan sy.
Kedua fonem ini diakui sebagai fonem lazim dalam sistem fonologi bahasa Indonesia. Namun
apabila diselidiki lebih teliti secara historis, ternyata kedua fonem ini bukan fonem asli
Indonesia.
Pada awal munculnya dalam bahasa Indonesia bisa dianggap sebagai gejala penyimpangan atau
gejala anomalis, tetapi setelah demikian lama berlangsung serta frekuensi kemunculan yang
cukup tinggi, lama-kelamaan akan dianggap sebagai gejala yang wajar, tidak lagi dianggap
gejala penyimpangan, dengan demikian hal ini dapat disebut sebagai gejala yang analogis.
Perpektif anomaly
Anomali adalah penyimpangan atau ketidakteraturan bahasa. Suatu aturan dapat dikatakan
anomali apabila satuan bahasa tersebut tidak sesuai atau menyimpang dengan konvensi-konvensi
yang berlaku.
Metode yang digunakan untuk menentukan anomali bahasa pada kata-kata serapan dalam bahasa
Indonesia di sini adalah sama dengan metode yang digunakan untuk menetapkan analogi bahasa
yaitu dengan memperbandingkan unsur intern dari bahasa penerima pengaruh, suatu kata yang
tampak sebagai kata serapan dibandingkan atau dilihat dengan kaidah yang berlaku dalam bahas
Indonesia.
Apabila kata tersebut ternyata tidak menunjukan kesesuaian dengan kaidah yang berlaku berarti
kata tersebut masuk kata yang anomalis.
Semua kata-kata asing yang masih diserap secara utuh tanpa melalui penyesuaian dengan kaidah
di dalam penulisan, pada umumnya merupakan kata-kata yang anomalis di dalam bahasa
Indonesia, contoh :
Bank bank
Intern intern
Modern modern
Kata-kata seperti di atas termasuk anomali bahasa karena tidak sesuai dengan kaidah di dalam
bahasa Indonesia. Hal-hal yang tidak sesuai di sini adalah : [nk], [rn], ejaan tersebut tidak sesuai
dengan ejaan dalam bahasa Indonesia.
Kadang-kadang juga ditemukan kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia dan
ditulis sebagaimana aslinya, akan tetapi untuk muncul sebagai gejala anomalis karena secara
kebetulan kata-kata tersebut tidak menyimpang dengan kaidah bahasa Indonesia, contoh :
Era era
Label label
Formal formal
Edit edit
Etalase etalase
Kata-kata dalam contoh di atas, proses penyerapannya dilakukan secara utuh sebagai satu
kesatuan. Jadi kata federalism tidak diserap secara terpisah yaitu federal dan isme, kata bilingual
tidak diserap bi lingua al.
kata serapan dari bahasa inggris yang aslinya berakhir dengan tion yang diserap ke dalam bahasa
Indonesia dengan mengalami penyesuaian sehingga berubah menjadi si diakhiri kata berlangsung
dengan frekuensi sangat tinggi.
Kenyataan ini melahirkan masalah kebahasaan yaitu munculnya akhiran sasi yang melekat pada
kata-kata yang tidak berasal dari bahasa inggris sehingga timbul kata-kata seperti :
Islamisasi = islam+sasi
Jawanisasi = jawa+sasi
Polarisasi = pola+sasi
Sebenarnya akhiran (sasi) di dalam bahasa Indonesia tidak ada. Dengan demikian hal ini
termasuk gejala anomali bahasa. Namun masalah selanjutnya adalah tinggal masalah pengakuan
dari para pakar yang memiliki legalitas di dalam bahasa. Apakah akhiran (sasi) ini dianggap
resmi atau tidak di dalam bahasa indonesia. Jika dianggap tidak resmi berarti akhiran (sasi) ini
benar merupakan gejala anomali. Tetapi jika akhiran (sasi) ini sudah bias diterima sebagai
akhiran yang lazim dalam bahasa Indonesia maka ada perubahan dari anomali menjadi analogi.
Analogi dan anomali bahasa terjadi di dalam bahasa Indonesia dan secara khusus terjadi di dalam
kata-kata serapan ke dalam bahasa Indonesia. Suatu gejala bahasa pada awalnya bisa dianggap
anomali, namun setelah berlangsung terus menerus dengan frekuensi yang tinggi bisa berubah
menjadi analogi.
Suatu gejala bahasa pakah termasuk ke dalam analogi atau anomali sebenarnya tergantung pada
keberterimaan masyarakat terutama mereka yang memiliki legalitas tentang bahasa.
Penyimpangan bahasa dari konvensi dengan frekuensi yang kecil cenderung dikatakan sebagai
gejala yang anomalis.
Istilah melayu atau malayu berasal dari kerajaan malayu, sebuah kerajaan hindu-budha pada abad
ke-7 di hulu sungai batang hari, yaitu wilayah pulau sumatera.
Kerajaan Sriwijaya diketahui dari abad ke-7 masehi diketahui memakai bahasa melayu sebagai
bahasa kenegaraan. Lima prasati kuno yang ditemukan di sumatera bagian selatan peninggalan
kerajaan itu menggunakan bahasa melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa
sansekerta, suatu bahasa indo-eropa dari cabang indo-iran.
Ada bebarapa prasasti yang bertuliskan bahasa melayu kuno dengan memakai huruf pallawa
(India) yang banyak dipengaruhi bahasa sansekerta, jadi bahasa pada waktu itu belum
menggnakan huruf latin. Bahasa melayu kuno ini kemudian berkembang di berbagai tempat di
Indonesia, terutama pada masa Hindu dan pada masa awal kedatangan Islam (abad-13).
Teks yang terdapat dalam kutipan naskah prasasti Kedukan Bukit adalah:
Swastie syrie syaka warsaatieta 605 ekadasyii syuklapaksa wulan waisyaakha dapunta hyang
naayik di saamwan mangalap siddhayaatra di saptamie syuklapaksa wulan jyestha dapunta
hyang marlapas dari minanga taamwan.
(selamat! Pada tahun syaka 605 hari kesebelas pada masa terang bulan Waisyaaka, tuan kita
yang mulia naikk di perahu menjemput Siddhayaatra. Pada hari ke tujuh, pada masa terang bulan
Jyestha, tuan kita yang mulia berlepas dari Minanga Taamwan.)
Dalam kutipan naskah tersebut terdapat beberapa kata yang mengalami perubahan fonem, seperti
fonem /w/ menjadi /b/ atau /sy/ menjadi /s/.
Beberapa kata yang mengalami perubahan fonem tersebut, saat ini dapat digolongkan sebagai
kata serapan dalam bahasa Indonesia.
Berikut ini perubahan fonem dalam kutipan naskah prasasti Kedukan Bukit:
Perubahan fonem sy s
syaka : saka
waisyaakha : waisak
Perubahan fonem w b dan w p
wulan : bulan
saamwan : sampan
Minanga Taamwan diartikan sebagai muara yang berada di daerah Palembang.
Tanggal 11 bulan terang Waaisyakha (tanggal 23 April 683 M) Dapunta Hyang naik perahu.
Tanggal 7 bulan terang Jyestha (tanggal 19 Mei 683 M) Dapunta Hyang berangkat dari Minanga
Taamwan.
Berdasarkan penanggalan tersebut, waktu yang ditempuh kira-kira selama 26 hari perjalanan.
Berdasarkan selang waktu itu, para ahli menyimpulkan perjalanan Dapunta Hyang tanggal 11
bulan terang Waaisyakha itu langsung menuju Minanga Taamwan.
Dalam kutipan naskah ini menggunakan bahasa Melayu Kuno, sedangkan hurufnya menggunakan
huruf latin. Pada kenyataannya huruf yang digunakan dalam naskah yang sesungguhnya
merupakan sebuah prasasti, jenis hurufnya adalah huruf Pallawa.
Tujuan yang terdapat dalam kutipan naskah tersebut mengabarkan kemenangan yang diperoleh
raja Dapunta Hyang dari peperangan melawan Melayu.
Peristiwa yang terdapat dalam naskah tersebut adalah peristiwa perjalanan Dapunta Hyang ketika
menuju peperangan dan akhirnya memperoleh kemenangan.
Dapunta Hyang merupakan gelar bagi raja Sriwijaya, yaitu Raja Sri Jayanasa.
Lingua franca ini secara merata berkembang di kota-kota pelabuhan yang menjadi pusat lalu
lintas perdagangan. Ejaan latin bahasa melayu mulai ditulis oleh Pigafetta, setelah tiga abad
kemudian ejaan ini baru mendapat perhatian dengan ditetapkannya ejaan van Ophuijsen.
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahas melayu mulai terlihat di tahun
1901, Indonesia mengadopsi ejaan van ophuijsen. Bahasa melayu sendiri menyerap kosakata dari
berbagai bahasa terutama dari bahasa sansekerta, Persia, arab dan eropa.
Bangsa Indonesia mengadopsi kata dari bahasa-bahasa asing seperti dari Sanksekerta, Cina,
Arab, Portugis, Belanda dan Inggris. Tentu saja, kata-kata dalam bahasa asing belum tentu juga
orisinil dari bangsanya, ada banyak kata bahasa asing yang berasal dari bahasa asing lainnya.
Contohnya kata Manajemen (bahasa Indonesia). Kata ini kita ambil dari bahasa Inggris
Management, namun sumber asli kata dasarnya berawal dari beberapa bahasa bangsa lain;
dimulai dari bangsa Latin.
Sistem pemberian afiks (imbuhan) pada kata dasar dalam bahasa Inggris dan Indonesia sangat
berbeda. Perhatikan pemberian imbuhan yang menimbulkan perubahan makna gramatikal dalam
bahasa Inggris berikut:
Ketika masuk ke dalam bahasa Indonesia, tidak semua bagian dari kata manage tersebut yang
digunakan:
Manajemen (kata benda) = Penggunaan sumber daya secara efektif untuk mencapai
sasaran. (KBBI)
Manajer (kata benda) = Orang yang mengatur pekerjaan atau kerja sama di antara
berbagai kelompok atau sejumlah orang untuk mencapai sasaran. (KBBI)
Manajerial (kata sifat) = Berhubungan dengan manajer:keterampilan -- yang tinggi
sangat diperlukan bagi setiap pemimpin. (KBBI)
Namun kata manage tidak digunakan sebagai kata kerja. Untuk menjadi kata kerja, kita dapat
menggunakan prefiks (awalan) me- sehingga bentuknya menjadi me-manage. Masalahnya, kata
manage tersebut tetap menjadi bahasa Inggris dan tidak berubah menjadi kata baku bahasa
Indonesia. Mengapa? Karena fonem (bunyi) dari kata manage tidak sesuai dengan bentuk
morfem-nya, bagi orang Indonesia; jika ingin menjadi bahasa Indonesia maka bentuknya harus
seperti Menej. Jika bentuknya seperti manage maka penyebutan dalam bahasa Indonesia harus
seperti ma (makan) na (nasi) ge (g).
Memang ada ditemukan juga banyak kata serapan dari bahasa Inggris yang tidak berubah
bentuknya seperti kata Moderator. Tapi penyebutan kata Moderator masih sesuai dengan
kebiasaan lidah orang Indonesia.
Kata managed dalam bahasa Indonesia juga tidak digunakan. Untuk menyatakan sesuatu yang
telah di-manage kita hanya mengatakan Sudah ditangani/diatur/disusun atau mudahnya
Sudah dilakukan.
Analysis (kata benda) = Penyelidikan terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan, dan
sebagainya) untuk mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk
perkaranya, dan sebagainya). (KBBI)
Analyse (kata kerja) = Melakukan kegiatan analisis.
Analyst (kata benda) = Orang yang melakukan kegiatan analisis.
Analytical (kata sifat) = Analitis/Analitik. (KBBI)
Menurut KBBI kata Analisa adalah bentuk tidak baku dari kata Analisis, lalu dari mana kata
Analisa? apakah dari kata analyse dengan argumen bahwa pengucapannya lebih mendekati?
Sebenarnya kita tidak perlu mengatakan bahwa penulisan kata Analisa adalah salah atau tidak
baku.
Kita dapat menggunakan kata Analisa sebagai kata benda untuk menyatakan kata kerja
Analisis sehingga kita bisa mengatakan Dia menganalisis sesuatu untuk dijadikan analisa.
Bahasa Indonesia hanya memiliki satu kata kerja Analisis dan satu kata sifat Analitis saja dari
kata analysis sementara kebutuhannya lebih dari itu.
Perhatikan juga imbuhan dari bahasa Inggris yang bentuknya tetap dalam bahasa Indonesia,
yakni sufiks (akhiran) tor dan -er. Afiks tor dan er berfungsi untuk menyatakan kata benda
sebagai pelaku suatu perbuatan. Contoh katanya seperti Inisiator, Mediator, Operator,
Manajer dan sebagainya. Jika afiks tor dan er sudah ditentukan sebagai aturan yang baku
dalam bahasa Indonesia, maka seharusnya kita juga dapat mengatakan Analisator dan/atau
Analiser untuk menyatakan pelaku, tapi dua kata ini tidak digunakan dan memang tidak ada
dalam database KBBI.
Apa alasannya afiks tor dan er tidak dapat digunakan pada banyak kata lain? Apakah aturan
kita menyerap bahasa asing hanya berdasarkan pengucapannya saja dan tidak dengan makna-
makna gramatikalnya? Tentu kita harus memiliki garis pedoman lebih lanjut dulu untuk
mengelola kata-kata serapan dari bahasa asing.
Contoh lainnya yaitu adanya afiks ir dan sasi untuk menyatakan kata benda atau kata kerja.
Contoh katanya adalah Koordinir, Politisir, Akomodir, Politisasi, Kriminalisasi.
Mungkin sebagian ahli akan mengatakan bahwa afiks ir tidak ada dalam bahasa Indonesia.
Nyatanya afiks ir benar-benar ada dan digunakan luas oleh masyarakat Indonesia. Masalahnya
sekarang, apakah afiks ir mau diakui dan disahkan atau tidak.. menurut KBBI, afiks ir adalah
bentuk tidak baku.
Yang juga perlu dibuatkan pedoman khususnya adalah mengenai kapan digunakan afiks sir dan
kapan digunakan sasi. Jika kata Konfrontasi dan Konfrontir dapat digunakan, apakah kita
juga bisa menggunakan kata Kriminalisasi dan Kriminilisir sebagai bentuk baku-tidak baku?
Demikian sebagian kecil kasus bahasa yang saya dapatkan selama mengembangkan aplikasi
AHOC IGT (Indonesian Grammar Tool).
Proses penyerapan bahasa asing ke dalam bahasa Indonesia dapat dipertimbangkan jika salah
satu syarat di bawah ini terpenuhi, yaitu:
Kata serapan lumrah terjadi antarbahasa. Proses serap-menyerap kata terjadi setiap kali ada
kontak bahasa melalui pemakainya. Bunyi bahasa dan kosakata merupakan unsur bahasa yang
bersifat terbuka/mudah menerima pengaruh sehingga dalam kontak bahasa proses serap-
menyerap unsur asing akan terjadi. Hal ini terjadi bisa dikarenakan adanya kebutuhan dan
kemampuan seseorang yang kurang memahami bahasa sendiri. Dalam proses penyerapan bahasa,
pasti akan timbul perubahan-perubahan. Sebab, tidak ada proses penyerapan yang terjadi secara
utuh. Proses penyerapan terjadi dengan beberapa penyesuaian, baik dalam ejaan antarbahasa
maupun ucapan.
Dalam hal kosakata, bahasa Indonesia telah banyak menyerap unsur-unsur asing. Beberapa
kosakata bahasa Indonesia juga dipengaruhi oleh bahasa asing, seperti bahasa Belanda, bahasa
Arab, bahasa Inggris, dan bahasa Sanskerta. Unsur-unsur bahasa asing ini masuk ke Indonesia
ketika bangsa Indonesia mengalami kontak budaya dengan bangsa asing. Unsur-unsur asing telah
menambah sejumlah besar kata ke dalam bahasa Indonesia. Dengan adanya perkembangan
bahasa ini, maka muncullah masalah-masalah kebahasaan. Misalnya, adanya kosakata yang
diserap secara utuh dan dengan penyesuaian-penyesuaian, yang ternyata tidak lepas dari
permasalahan analogi dan anomali bahasa.
1. Perspektif Analogi
Analogi adalah keteraturan bahasa. Satuan bahasa dikatakan analogis bila satuan tersebut sesuai
dengan konvensi-konvensi yang berlaku. Perubahan/penyesuaian yang terjadi dalam kata serapan
dapat diketahui dengan membandingkan kata-kata sebelum masuk ke dalam bahasa Indonesia
dan setelah masuk ke dalam bahasa Indonesia. Akan tetapi, kata serapan yang dikaitkan dengan
analogi bahasa dilakukan dengan membandingkan unsur-unsur intern bahasa penerima pengaruh
itu sendiri. Artinya, untuk mengetahui bahwa kata tersebut benar-benar kata serapan, maka perlu
dilihat aslinya tanpa harus mengetahui proses perubahan/penyesuaian. Hal yang perlu diingat
adalah bagaimana keadaan kata tersebut setelah masuk ke dalam bahasa Indonesia -- sistem
fonologi, sistem ejaan, dan struktur bahasa.
Banyak kata serapan yang sesuai dengan sistem dalam bahasa Indonesia, baik melalui proses
penyesuaian atau tanpa proses penyesuaian. Contoh:
Aksi - action (Inggris)
Derajat - darrajat (Arab)
Jika dikaitkan dengan kenyataan historis, fonem /kh/ dan /sy/ diakui sebagai fonem lazim dalam
sistem fonologi bahasa Indonesia (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1994:15). Namun,
bila diselidiki lebih teliti secara historis, kedua fonem ini bukan fonem asli Indonesia. Semua
kata yang menggunakan fonem /kh/ dan /sy/ masih bisa dilacak aslinya berasal dari bahasa Arab.
Jika fonem /kh/ dan /sy/ bukan asli Indonesia, maka pada awal munculnya dalam bahasa
Indonesia bisa dianggap sebagai gejala penyimpangan/anomalis. Namun, setelah berlangsung
lama, disertai frekuensi penggunaannya yang tinggi, maka dianggap sebagai gejala yang
analogis. Fonem-fonem lain yang merupakan fonem serapan adalah /f/, /q/, /v/, dan /x/.
Sistem ejaan berhubungan dengan pembakuan. Pembakuan didasarkan pada Ejaan Yang
Disempurnakan. Ada pembahasan khusus tentang penulisan unsur serapan (Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, 1994:38). Menurut taraf integrasinya, unsur pinjaman ke dalam
bahasa lndonesia dibagi menjadi (1) unsur pinjaman yang belum sepenuhnya terserap ke dalam
bahasa Indonesia. Contoh: reshuffle. (2) Unsur pinjaman yang pengucapan dan penulisannya
disesuaikan dengan kaidah bahasa Indonesia -- merupakan analogi bahasa. Contoh: Sentral -
central.
2. Perspektif Anomali
Semua kata asing yang secara utuh diserap ke dalam bahasa Indonesia, tanpa melalui
penyesuaian dengan kaidah di dalam penulisan. Contoh: Bank - bank (Inggris); jum'at - jum'at
(Arab).
Selain itu, terdapat pula kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia dan ditulis
sebagaimana aslinya. Jika termasuk dalam gejala anomalis, kata-kata tersebut tidak menyimpang
dari kaidah dalam bahasa Indonesia. Contoh: era - era (Inggris); formal - formal (Inggris).
Struktur yang dimaksud adalah struktur kata. Kata bisa terdiri dari satu morfem, bisa juga
tersusun dari dua morfem atau lebih.
Kata-kata asing yang diserap ke dalam bahasa Indonesia bisa terdiri dari satu morfem, dua
morfem atau lebih. Misalnya: federalisme - federalism (Inggris); bilingual - bilingual (Inggris);
eksploitasi - exploitation (Inggris).
Proses penyerapan untuk kata-kata tersebut dilakukan secara utuh sebagai satu satuan.
Contohnya, kata "Federalisme" tidak diserap secara terpisah yaitu "Federal" dan "isme".
Kata serapan dari bahasa Inggris yang memiliki akhiran "tion", diserap ke dalam bahasa
Indonesia menjadi berakhiran "si" karena mengalami penyesuaian. Ternyata hal ini
memunculkan masalah kebahasaan, yaitu munculnya akhiran "sasi" yang melekat pada kata-kata
yang tidak berasal dari bahasa Inggris, seperti: islamisasi - islam + sasi; kristenisasi - kristen +
sasi
Dalam linguistik, proses pembentukan ini disebut "anologi". Istilah anologis wajar digunakan
karena menggunakan bentuk yang sesuai dengan bentuk yang telah ada. Maksudnya,
penggunaan struktur neonisasi didasarkan pada kata "mekanisasi" dan sejenisnya yang telah ada.
Akhiran "sasi" dalam bahasa Indonesia termasuk gejala anomali bahasa. Mengapa? Karena jika
kita bandingkan dengan kaidah gramatikal, khususnya berkaitan dengan struktur morfologi kata,
akhiran (sasi) di dalam bahasa Indonesia tidak ada. Hal ini berpotensi memunculkan
permasalahan baru, yaitu masalah pengakuan dari para pakar yang memiliki legalitas di dalam
bahasa. Akhiran (sasi) merupakan gejala anomali apabila akhiran "sasi" dianggap tidak resmi
dalam bahasa Indonesia. Namun, jika akhiran "sasi" bisa diterima sebagai akhiran dalam bahasa
Indonesia, maka ada perubahan dari anomali menjadi anologi. Proses penyerapan seperti ini juga
terjadi pada bahasa Arab. Contoh: insani - insani; duniawi - dunyawi.
Awalan (prefiks / prefix) adalah imbuhan yang terletak di awal kata. Proses awalan (prefiks) ini
di sebut prefiksasi (prefixation). Berdasarkan dan pertumbuhan bahasa yang terjadi, maka
awalan dalam bahasa indonesia dibagi menjadi dua macam, yaitu imbuhan asli dan imbuhan
serapan, baik dari bahasa daerah maupun dari bahasa asing. Awalan terdiri dari me, di, ke, ter,
pe, per, se, ber, dan dijelaskan dalam contoh.
1. Awalan me- pada sebuah kata dasar berfungsi untuk membentuk kata kerja aktif. Awalan
pe- pada suatu kata dasar dapat berfungsi menjadi kata benda. Perubahan awalan me-
menjadi meng-, pe- menjadi peng- terjadi jika kata dasar yang mengawali memiliki
bunyi: /a/, /e/, /g/, /h/,/i/, /u/, /o/, /k/
o Contoh: ambil mengambil, hancur penghancur
2. Perubahan awalan me- menjadi men-, pe- menjadi pen- terjadi jika kata dasar yang
mengawali memiliki bunyi: /c/, /d/, /j/
o Contoh: coba mencoba, dorong pendorong
3. Perubahan awalan me- menjadi mem-, pe- menjadi pem- terjadi jika kata dasar yang
mengawali memiliki bunyi: /b/, /f/, /v/
o Contoh: beli membeli, pembeli
4. Perubahan awalan me menjadi meny-, pe- menjadi peny- terjadi jika kata dasar yang
mengawali memiliki bunyi: /s/
o Contoh: siksa menyiksa, penyiksa
5. Kata dasar yang memiliki bunyi /p/, /t/, /k/ diubah menjadi /m/ dan /n/
o Contoh: pakai memakai, pemakai
6. Kata dasar yang tidak mengalami perubahan bunyi awalan adalah: /l/, /m/, /n/, /r/.
o Contoh: lamar melamar, pelamar
7. Awalan ber- dan per- berfungsi membentuk kata kerja aktif.
8. Untuk kata dasar yang diawali dengan r, maka awalan ber- menjadi be-, per- menjadi pe-.
o Contoh: Renang berenang, perenang
9. Awalan di- dan ter- berfungsi membentuk kata kerja dan membawa arti yang pasif.
Penempatan obyek di depan sebagai subyek dalam kalimat dan pemindahan pelaku
menjadi obyek dalam kalimat dapat diterapkan untuk kedua awalan ini.
o Contoh: Kotoran itu diinjak oleh temanku. (membawa arti pasif)
o Kotoran itu terinjak oleh temanku. (membawa arti pasif)
10. Awalan se- berfungsi untuk membentuk kata benda.
o Contoh: Ikat seikat, Indah seindah
11. Awalan ke- berfungsi membentuk kata kerja intransitif ( tidak membutuhkan obyek).
o Contoh: Luar keluar (Ia sedang keluar .)
o Dalam kedalam (Mereka sedang kedalam.)
Awalan-awalan (imbuhan dari bahasa asing) pada kata-kata serapan yang disadari adanya, juga
oleh penutur yang bukan dwibahasawan, adalah sebagai berikut:
a- seperti pada amoral, asosial, anonym, asimetris. Awalan ini mengandung arti tidak
atau tidak ber.
anti- seperti pada antikomunis, antipemerintah, antiklimaks, antimagnet, antikarat yang
artinya melawan atau bertentangan dengan.
bi- misalnya padab ilateral, biseksual, bilingual, bikonveks. Awalan ini artinya dua.
de- seperti pada dehidrasi, devaluasi, dehumanisasi, deregulasi. Awalan ini artinya
meniadakan atau menghilangkan.
eks- seperti pada eks-prajurit, eks-presiden, eks-karyawan, eks-partai terlarang. Awalan
ini artinya bekas yang sekarang dinyatakan dengan kata mantan.
ekstra- seperti pada ekstra-universiter, ekstra-terestrial, ekstra linguistic, kadang juga
dipakai pada kata-kata bahasa Indonesia sendiri. Contoh: ekstra-ketat, ekstra-hati-hati.
Awalan ini artinya tambah, diluar, atau sangat.
hiper- misalnya pada hipertensi, hiperseksual, hipersensitif. Awalan ini artinya lebih
atau sangat.
in- misalnya pada kata inkonvensional, inaktif, intransitive. Awalan ini artinya tidak.
infra- misalnya pada infrastruktur, inframerah, infrasonic. Awalan ini artinya di tengah.
intra- misalnya pada intrauniversiter, intramolekuler. Awalan ini artinya di dalam.
inter- misalnya interdental, internasional, interisuler, yang biasa di Indonesiakan dengan
antar-.
ko- misalnya pada kokulikuler, koinsidental, kopilot, kopromotor. Awalan ini artinya
bersama-sama atau beserta.
kontra- misalnya pada kontrarevolusi, kontradiksi, kontrasepsi. Awalan ini artinya
berlawanan atau menentang.
makro- misalnya pada makrokosmos, makroekonomi, makrolinguistik. Awalan ini
artinya besar atau dalam arti luas.
mikro- seperti pada mikroorganisme, mikrokosmos, microfilm. Awalan ini artinya kecil
atau renik.
multi- seperti padamultipartai, multijutawan, multikompleks, multilateral, multilingual.
Awalan ini artinya banyak.
neo- seperti pada neokolonialisme, neofeodalisme, neorealisme. Awalan ini artinya
baru.
non- seperti pada nongelar, nonminyak, nonmigas, nonberas, nonOpec. Awalan ini
artinya bukan atau tidak ber-.