Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kejadian hipospadia saat ini cenderung muncul pada 1 diantara 500 kelahiran bayi laki-
laki (Behrman, Kliegman, & Arvin, 2000). Di Indonesia banyak terjadi kasus hipospadia karena
kurangnya pengetahuan para bidan saat menangani kelahiran karena seharusnya anak yang lahir
itu laki-laki namun karena melihat lubang kencing di bawah maka dibilang anak itu perempuan.
Hipospadia merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana
muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal hingga glands penis.
Muara dari uretra dapat pula terletak pada skrotum atau perineum. Semakin ke proksimal defek
uretra maka penis akan semakin mengalami pemendekan dan membentuk kurvatur yang disebut
chordee. Masalah yang ditimbulkan akibat hipospadia dapat berupa masalah fungsi
reproduksi, psikologis maupun sosial. Pada kasus ringan, meatus berada tepat di bawah ujung
penis, pada sebagian kasus yang berat meatus terletak pada perineum antara dua
skrotum(Muscari, 2005). Tatalaksana pasien dengan hipospadia adalah dengan operasi, yang
bertujuan untuk memperbaiki baik fungsi maupun kosmetik. Dari berbagai metode operasi
tersebut dikenal operasi 1 tahap (onestage) dan beberapa tahap (multistage).
Berdasarkan uraian diatas, maka penyusun tertarik dan termotivasi untuk menyusun
Laporan Kasus Keperawatan Anak dengan mengambil kasus berjudulAsuhan Keperawatan
pada An. T dengan Hipospadia Di Ruang Dahlia RS Pantiwilasa Citarum Semarang.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa/mahasiswi mampu mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan Hipospadia
2. Tujuan Khusus
a. Memahami definisi Hipospadia
b. Mengetahui etiologi, patofisiologi Hipospadia
c. Mengetahui manifestasi klinik Hipospadia
d. Mengatahui penatalaksanaan asuhan keperawatan Hipospadia

BAB II
KONSEP DASAR HIPOSPADIA

A. Pengertian
Hipospadia adalah kelainan kongetinal berupa kelainan letak lubang uretra pada pria dari
ujung penis ke sisi ventral (Corwin, 2009).
Hipospadia adalah kegagalan meatus urinarius meluas ke ujung penis, lubang uretra
terletak dibagian bawah batang penis, skrotum atau perineum (Barbara J. Gruendemann & Billie
Fernsebner, 2005).
Dan menurut (Muscari, 2005) Hipospadia adalah suatu kondisi letak lubang uretra berada
di bawah glans penis atau di bagian mana saja sepanjang permukaan ventral batang penis. Kulit
prepusium ventral sedikit, dan bagian distal tampak terselubung.
Klasifikasi hipospadia menurut letak orifisium uretra eksternum :
1. Tipe sederhana adalah tipe grandular, disini meatus terletak pada pangkal glands penis. Pada
kelainan ini secara klinis umumnya bersifat asimtomatik.
2. Tipe penil, meatus terletak antara glands penis dan skrotum
3. Tipe penoskrotal dan tipe perineal, kelainan cukup besar, umumnya pertumbuhan penis akan
terganggu.
Derajat keparahan hipospadia :
a) Ditentukan oleh satu posisi meatus uretra : glands, korona, batang penis sambungan dari batang
penis dan skrotum dan perineum
b) Lokasinya
c) Derajat chordee (Anak-hipospadia)

B. Etiologi
Penyebab sebenarnya sangat multifaktor dan sampai sekarang belum diketahui penyebab pasti
dari hipospadia. Namun ada beberapa faktor yang oleh para ahli dianggap paling berpengaruh
antara lain :
1. Secara embriologis, hipospadia disebabkan oleh kegagalan penutupan yang sempurna pada
bagian ventral lekuk uretra (Heffiner, 2005).
2. Diferensiasi uretra pada penis bergantung androgen dihidrotestoteron (DHT). Defisiensi
produksi testoteron (T), konversi T menjadi DHT yang tidak adekuat atau defisiensi lokal pada
pengenalan androgen (kekurangan jumlah atau fungsi reseptor androgen) (Heffiner, 2005).
3. Terdapat presdisposisi genetik non-Mendelian pada hipospadia, jika salah satu saudara kandung
mengalami hipospadia, resiko kejadian berulang pada keluarga tersebut adalah 12%, jika bapak
dan anak laki-lakinya terkena, maka resiko untuk anak laki-laki berikutnya adalah 25%
(Heffiner, 2005).
4. Kriptorkismus (cacat perkembangan yang ditandai dengan kegagalan buah zakar untuk turun ke
dalam kandung buah zakar) terdapat pada 16% anak laki-laki dengan hipospadia (Heffiner,
2005).
5. Dihubungkan dengan penurunan sifat genetik (Muscari, 2005).
6. Faktor eksogen antara lain pajanan pranatal terhadap kokain, alkohol, fenitoin, progestin, rubela,
atau diabetes gestasional (Muscari, 2005).

C. Patofisiologi
1. Kelainan terjadi akibat kegagalan lipatan uretra untuk berfusi dengan sempurna pada masa
pembentukan saluran uretral embrionik
2. Abnormalitas dapat menyebabkan infertilitas dan masalah psikologis apabila tidak diperbaiki
(Muscari, 2005).
Fungsi dari garis tengah dari lipatan uretra tidak lengkap terjadi sehingga meatus uretra terbuka
pada sisi ventral dari penis. Ada berbagai derajat kelainan letak meatus ini, dari yang ringan
yaitu sedikit pergeseran pada glans, kemudian disepanjang batang penis hingga akhirnya di
perineum. Prepusium tidak ada pada sisi ventral dan menyerupai tapi yang menutup sisi dorsal
dari glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee , pada sisi ventral menyebabkan
kurvatura (lengkungan) ventral dari penis (Anak-hipospadia).
D. Pathways
Lampiran

E. Manifestasi Klinik
Gambaran klinis Hipospadia :
1. Kesulitan atau ketidakmampuan berkemih secara adekuat dengan posisi berdiri
2. Chordee (melengkungnya penis) dapat menyertai hipospadia
3. Hernia inguinalis (testis tidak turun) dapat menyertai hipospadia (Corwin, 2009).
4. Lokasi meatus urine yang tidak tepat dapat terlihat pada saat lahir (Muscari, 2005).

F. Pemeriksaan Penunjang
Diagnosis dilakukan dengan dengan pemeriksaan fisik pada bayi baru lahir atau bayi. Karena
kelainan lain dapat menyertai hipospadia, dianjurkan pemeriksaan yang menyeluruh, termasuk
pemeriksaan kromososm (Corwin, 2009).
1. Rontgen
2. USG sistem kemih kelamin
3. BNO IVP karena biasanya pada hipospadia juga disertai dengan kelainan kongenital ginjal
4. Kultur urine (Anak-hipospadia)

G. Komplikasi
Komplikasi dari hipospadia antara lain :
1. Dapat terjadi disfungsi ejakulasi pada pria dewasa. Apabila chordee nya parah, maka penetrasi
selama berhubungan intim tidak dapat dilakukan (Corwin, 2009)
2. Pseudohermatroditisme (keadaan yang ditandai dengan alat-alat kelamin dalam 1 jenis kelamin
tetapi dengan satu beberapa ciri seksual tertentu) (Ramali, Ahmad & K. St. Pamoentjak, 2005)
3. Psikis (malu) karena perubahan posisi BAK
4. Kesukaran saat berhubungan saat, bila tidak segera dioperasi saat dewasa (Anak-hipospadia)
Komplikasi pascaoperasi yang terjadi :
1. Edema / pembengkakan yang terjadi akibat reaksi jaringan besarnya dapat bervariasi, juga
terbentuknya hematom/ kumpulan darah di bawah kulit, yang biasanya dicegah dengan balutan
ditekan selama 2 sampai 3 hari pascaoperasi
2. Striktur, pada proksimal anastomis yang kemungkinan disebabkan oleh angulasi dari anastomis
3. Rambut dalam uretra, yang dapat mengakibatkan infeksi saluran kencing berulang atau
pembentukan batu saat pubertas
4. Fitula uretrokutan, merupakan komplikasi yang sering dan digunakan sebagai parameter untuk
menilai keberhasilan operasi. Pada prosedur satu tahap saat ini angka kejadian yang dapat
diterima adalah 5-10%
5. Residual chordee /rekuren chrodee, akibat dari chordee yang tidak sempurna, dimana tidak
melakukan ereksi artifisial saat operasi atau pembentukan scar yang berlebihan di ventral penis
walaupun sangat jarang
6. Divertikulum (kantung abnormal yang menonjol ke luar dari saluran atau alat berongga)
(Ramali, Ahmad & K. St. Pamoentjak, 2005), terjadi pada pembentukan neouretra yang terlalu
lebar atau adanya stenosis meatal yang mengakibatkan dilatasi yang dilanjut

H. Penatalaksanaan
Tujuan utama dari penatalaksanaan bedah hipospadia adalah merekomendasikan penis menjadi
lurus dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga aliran kencing
arahnya ke depan dan dapat melakukan coitus dengan normal (Anak-hipospadia).
1. Koreksi bedah mungkin perlu dilakukan sebelum usia anak 1 atau 2 tahun. Sirkumsisi harus
dihindari pada bayi baru lahir agar kulup dapat dapat digunakan untuk perbaikan dimasa
mendatang (Corwin, 2009).
2. Informasikan orang tua bahwa pengenalan lebih dini adalah penting sehingga sirkumsisi dapat
dihindari, kulit prepusium digunakan untuk bedah perbaikan (Muscari, 2005).
3. Dikenal banyak teknik operasi hipospadia yang umumnya terdiri dari :
Operasi hipospadia satu tahap (One stage urethroplasty) adalah teknik operasi sederhana yang
sering digunakan, terutama untuk hipospadia tipe distal. Tipe distal inimeatusnya letak anterior
atau yang middle. Meskipun sering hasilnya kurang begitu bagus untuk kelainan yang berat.
Sehingga banyak dokter lebih memilih untuk melakukan 2 tahap. Untuk tipe hipospadia
proksimal yang disertai dengan kelainan yang lebih berat, maka one stage urethroplasty nyaris
dapat dilakukan. Tipe annghipospadia proksimal seringkali di ikuti dengan kelainan-kelainan
yang berat seperti chordee yang berat, globuler glands yang bengkok ke arah ventral (bawah)
dengan dorsal : skin hood dan propenil bifid scrotum. Intinya tipe hipospadia yang letak lubang
air seninya lebih ke arah proksimal (jauh dari tempat semestinya) biasanya diikuti dengan penis
yang bengkok dan kelainan lain di scrotum

I. Pengkajian fokus
1. Kaji biodata pasien
2. Kaji riwayat masa lalu : antenatal, natal
3. Kaji riwayat pengobatan ibu waktu hamil
4. Kaji keluhan utama
5. Kaji skala nyeri (post op.)
6. Pemeriksaan fisik :
a. Inspeksi kelainan letak meatus uretra
b. Palpasi adanya distensi kandung kemih

J. Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa pasien pre operasi :
1. Managemen regimen terapeutik tidak efektif b.d pola perawatan keluarga
2. Perubahan eliminasi (retensi urine) b.d obstruksi mekanik
3. Kecemasan b.d akan dilakukan tindakan operasi
Diagnosa pasien post operasi :
1. Kesiapan dalam peningkatan managemen regimen terapeutik b.d petunjuk aktifitas adekuat
2. Nyeri b.d prosedur post operasi
3. Resiko tinggi infeksi b.d invasi kateter
4. Perubahan eliminasi urine b.d trauma operasi

K. Intervensi
1. Managemen regimen terapeutik tidak efektif b.d pola perawatan keluarga
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan managemen regimen
terapeutik kembali efektif
b. Intervensi
b.1.Jadilah pendengar yang baik untuk anggota keluarga
b.2.Diskusikan kekuatan keluarga sebagai pendukung
b.3.Kaji pengaruh budaya keluarga
b.4.Monitor situasi keluarga
b.5.Ajarkan perawatan dirumah tentang terapi pasien
b.6.Kaji efek kebiasaan pasien untuk keluarga
b.7.Dukung keluarga dalam merencanakan dan melakukan terapi pasien dan perubahan gaya hidup
b.8.Identifikasi perlindungan yang dapat digunakan keluarga dalam menjaga status kesehatan

2. Perubahan eliminasi (retensi urine) b.d obstruksi mekanik


a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24jam diharapkan retensi berkurang.
b. Intervensi
b.1. Melakukan pencapaian komperehensif jalan urine berfokus kepada inkotenensia
b.2. Menjaga privasi untuk eliminasi
b.3. Menggunakan kekuatan dari keinginan untuk BAK di toilet
b.4. Menyediakan waktu yang cukup untuk mengosongkan bladder (10 menit)
b.5. Menyediakan perlak di kasur
b.6. Menggunakan manuver crede, jika dibutuhkan
b.7. Menganjurkan untuk mencegah konstipasi
b.8. Monitor intake dan output
b.9. Monitor distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi
b.10. Berikan waktu berkemih dengan interval reguler, jika diperlukan

3. Kecemasan b.d akan dilakukan tindakan operasi


a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan cemas berkurang atau
hilang
b. Intervensi
b.1.Ciptakan suasana yang tenang
b.2.Sediakan informasi dengan memperlihatkan diagnosa, tindakan dan prognosa dampingi pasien
untuk menciptakan suasana aman dan mengurangi ketakutan
b.3.Dengarkan dengan penuh perhatian
b.4.Kuatkan kebiasaan yang mendukung
b.5.Ciptakan hubungan saling percaya
b.6.Identifikasi perubahan tingkat kecemasan
b.7.Bantu pasien mengidentifikasi situasi yang menimbulkan kecemasan

4. Kesiapan dalam peningkatan management regimen terapeutik b.d petunjuk aktifitas


adekuat
a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan kesiapan meningkatkan
regimen terapeutik baik
b. Intervensi
b.1.Anjurkan kunjungan anggota keluarga jika perlu
b.2.Bantu keluarga dalam melakukan strategi menormalkan situasi
b.3.Bantu keluarga menemukan perawatan anak yang tepat
b.4.Identifikasi kebutuhan perawatan pasien di rumah dan bagaimana pengaruh pada keluarga
b.5.Buat jadwal aktifitas perawatan pasien di rumah sesuai kondisi
b.6.Ajarkan jadwal keluarga untuk menjaga dan selalu mengawasi perkembangan status kesehtana
keluarga

5. Nyeri akut b.d prosedur post operasi


a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri berkurang atau
hilang
b. Intervensi :
b.1.Kaji secara komperehensif mengenai lokasi, karakterisktik, durasi, frekuensi, kualitas, intesitas
dan faktor pencetus
b.2.Observasi keluhan nonverbal dari ketidaknyamanan
b.3.Ajarkan teknik relaksasi
b.4.Bantu pasien dan keluarga untuk mengontrol nyeri
b.5.Beri informasi tentang nyeri (penyebab, durasi, prosedur antisipasi nyeri)
b.6.TTV
b.7.Anjurkan untuk menurunkan stress dan banyak istirahat
b.8.Beri pasien posisi nyaman

6. Resiko tinggi infeksi b.d invasi kateter


a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama3 x 24 jam diharapkan tidak terjadi infeksi
b. Intervensi
b.1.Catat karakteristik luka, drainase
b.2.Bersihkan luka dan ganti balutan dengan teknik steril
b.3.Bersihkan lingkungan dengan benar
b.4.Monitor peningkatan granulasi, sel darah putih
b.5.Kaji faktor yang dapat meningkatkan infeksi
b.6.Ajarkan pada pasien dan keluarga cara prosedur perawatan luka

7. Perubahan eliminasi urine (retensi) b.d trauma operasi


a. Tujuan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan retensi urine berkurang
b. Intervensi
b.1.Monitor intake dan output
b.2.Monitor distensi kandung kemih dengan palpasi dan perkusi

BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Pengkajian
Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 Juli 2012, jam 08.29, di ruang dahlia RS Panti wilasa
1. Identitas Data
Nama : An. T
Alamat : Purwodadi
Tanggal lahir/Umur : 22 Maret 1999/13.4 th
Jenis kelamin : Laki - laki
Agama : Islam
No Register : 461168
Tanggal masuk : 29 Juli 2012
Dx. Medis : Hipospadia
2. Nama Penanggung Jawab
Nama Ayah : Tn. A
Pekerjaan : Wiraswasta
Nama Ibu : Ny. S
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
3. Keluhan Utama
BAK lancar tetapi tidak memancar
4. Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 9 Juli 2012, An. T rencana akan di sirkumsisi di dokter. Namun, baru diinsisi
sedikit dokter tidak berani melanjutkan sirkumsisi. Lalu dari dokter dirujuk ke RS Karyadi
Semarang. Di RS Karyadi mengantri banyak pasien, karena dari dokter menyarankan agar tidak
terlalu lama maka An. T dari RS Karyadi dibawa ke RS Panti Wilasa Citarum Semarang pada
tanggal 29 Juli 2012. Oleh dokter poli umum RS Panti Wilasa dianjurkan untuk operasi. Operasi
tanggal 30 Juli 2012 jam 19.00. sekarang An. T dirawat di ruang Dahlia RS panti Wilasa
Citarum Semarang. An. T mengatakan cemas akan menjalani operasi, An. T terlihat gelisah.
5. Riwayat kehamilan dan kelainan
a. Prenatal
Ny. S mengatakan selalu memeriksakan kehamilannya ke bidan, setiap 1 bulan sekali, dan sudah
mendapat imunisasi TT dan tidak ada riwayat penyakit selama hamil.
b. Intranatal
Ny. S mengatakan melahirkan secara normal dibantu oleh bidan dengan BBL : 3100 gr, PB : 50
cm.
c. Postnatal
Ny. S mengatakan An. T diberi ASI eksklusif dan diberi makanan tambahan (MPASI) setelah
5 bulan usianya.
6. Riwayat kesehatan masa lampau
a. Penyakit waktu kecil : Tidak ada
b. Di rawat di RS : Belum pernah
c. Obat yang digunakan : Tidak ada
d. Tindakan operasi : Belum pernah
e. Alergi : Udang
f. Kecelakaan : Tidak ada
g. Imunisasi : BCG, Polio, DPT, Hepatitis B
7. Riwayat kesehatan keluarga
a. Genogram Ket :
: laki2

: perempuan

: pasien

b. Penyakit keturunan : Ny. S mengatakan keluarga tidak ada yang menderita penyakit
hipospadia, dan an. T tidak memiliki penyakit keturunan seperti asma, hipertensi, DM.
8. Riwayat sosial
An. T dirawat oleh kedua orang tua dan nenek, dengan keadaan rumah bersih, dekat dengan
keramaian (jalan raya), dilingkungan perumahan.
9. Pola sehari-hari
a. Pola istirahat
An. T mengatakan sebelum dan selama sakit tidur 8 10 jam/hari.
b. Personal hygiene
An. T mengatakan sebelum dan selama sakit mandi 2 x/hari.
c. Pola eliminasi
An. T mengatakan sebelum dan selama sakit BAB 1 x/hari, BAK 5 x/hari (1500 cc). BAK
lancar tetapi tidak memancar.
d. Pola aktifitas latihan
Dalam kegiatan sehari-hari an. T dapat melakukan perawatan diri mandiri, makan/minum sendiri
dan aktifitas sendiri.
e. Pola nutrisi
An. T mengatakan sebelum dan selama sakit an. T makan 3 x/hari, minum 9 gelas/hari
10. Pemeriksaan fisik
a. KU : Baik kesadaran : composmentis
b. TTV : N : 82 x/menit TD : 110/70 mmHg S : 36.3C
RR : 24 x/menit
c. Kepala
Mesochepal, simetris, rambut hitam, tidak rontok, bersih, tidak ada pembesaran lingkar kepala
d. Mata
Sklera putih, tidak ada secret mata, tidak menggunakan alat bantu penglihatan (kacamata)
e. Hidung : tidak ada pernafasan cuping hidung, hidung bersih
f. Mulut : mukosa bibir lembab, tidak ada stomatitis
g. Telinga : tidak ada secret, tidak menggunakan alat bantu pendengaran
h. Dada : Simetris
i. Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : ictus cordis terba di intercosta 4-5
Perkusi : sonor
Auskultasi : terdengar bunyi jantung lup dup
j. Paru paru
Inspeksi : pengembangan paru simetris ka dan ki
Palpasi : vokal fremitus normal
Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
Auskultasi : vesikuler, tidak ada ronchi/whezing
k. Abdomen
Inspeksi : simetris, datar, tidak ada lesi, bekas operasi
Auskultasi : bising usus normal 28 x/menit
Perkusi : timpani
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa abdomen, tidak ada benjolan
l. Genetalia : kelainan letak meatus uretra di penil
m. Ekstremitas : tidak terdapat luka, bekas operasi
n. Kulit : berwarna sawo matang, utuh, turgor baik
11. Data Penunjang
Laboratorium

Pemeriksaan Hasil Nilai Satuan


HEMATOLOGI
Darah Rutin
Hb 13.6 12.8 16.8 g/dl
Lekosit 6.0 4.5 13 10^9/L
Eritrosit 4.8 4.4 5.9 10^12/L
Hematokrit 38.2 L 41 53 %
Trombosit 436 H 150 400 10^9/L
Differential Count
Eosinofil
Basofil 4 15 %
Netrofil Batang 0 01 %
Netrofil Segmen 1 36 %
Limfosit 55 25 60 %
Monosit 32 25 50 %
Gol. Darah 8H 16 %
Koagulasi O
PPT
PPT test
PPT kontrol 16.1 12 19 Detik
PPTK 16.7 12.3 18.9 Detik
PTTK test
PTTK kontrol 40.5 27 42 Detik
Kimia Klinik 36.0 27.0 43.0 Detik
Ureum
Creatinin 27.0 < 31 mg/dl
0.8 <1 mg/dl
1. Data Tambahan
Dilakukan pengkajian pada tanggal 31 Juli 2012, jam 15.00 (post op. Urethroplasty)
Dilakukan tindakan operasi (urethroplasty) tgl 30 Juli 2012 jam 19.00
Luka post op. Sepanjang penis, dari scrotum sampai glans penis, dan melingkar sepanjang glans
( 5 cm), letak meaatus uretra di penil
An. T mengatakan merasakan nyeri didaerah sekitar penis, dengan skala 5, nyeri tiba-tiba
berlangsung sekitar 2 menit, an. T terlihat meringis, dan tampak berhati-hati ketika merubah
posisi
Terpasang prosedur invasi kateter, BAK tanggal 31 Juli 2012, jam 17.00 : 1000 cc, jam 19.00 :
200 cc
Pemeriksaan TTV tanggal 31 Juli 2012, jam 19.00 : N : 66 x/menit,
TD : 110/70 mmHg, S : 36C, RR : 24 x/menit
Terpasang infuse RL : 15 tpm
Minum : 7 gelas/hari

A. Analisa Data
Nama : an. T
Umur : 13.4 th
No Data Masalah Etiologi
1. DS : an. T mengatakan cemas menghadapi Cemas Prosedur
operasi pembedahan/ancaman
DO : an. T terlihat gelisah pada status kesehatan
2. DS : - Gangguan pola Obstruksi anatomik
DO : berkemih
- BAK lancar tetapi tidak memancar
- Letak meatus uretra di penil
- BAK 5x/hari (1500 cc)
- Minum 9 gelas/hari

B. Diagnosa, Intervensi dan Rasionalnya


Nama : an. T
Umur : 13.4 th
No Tanggal/jam Dx. Kep Intervensi TT
Tujuan Tindakan Rasional
1. 30/7/12 Cemas b.d prosedur Setelah - Kaji tingkat - Untuk
09.00 pembedahan/ancaman dilakukan kecemasan Ps. mengetahui
pada status kesehatan tindakan (Berat, sedang, tingkat
keperawatan ringan) kecemasan dan
selama 2 x 15 tepat cara
menit memberikan
diharapkan asuhan
cemas hilang keperawatan
dengan KH : - Untuk
- Kaji TTV
- Ps. mengetahui
mengungkapkan seberapa tingkat
cemas kecemasan ps.
berkurang/hilan - membantu
g - Beri dukungan mengurangi
- Ps. terlihat emosional kecemasan
rileks - membantu
- TTV dalam - Ajarkan teknik mengurangi
batas normal relaksasi kecemasan
TD : < 140/90 - Agar ps.
mmHg - Beri pengetahuan Mengetahui
RR : 16 -24 dengan tentang jalannya
x/mnt menjelaskan operasi dan
N : 60-90 x/mnt tentang uji kecemasan
S : 36.5-37.5C diagnostik pasien
tindakan operasi berkurang
dan pengobatan.
2. 30/7/12 Gangguan pola Setelah - Monitor intake & - Mengetahui
09.10 berkemih b.d dilakukan output balance cairan
obstruksi anatomik tindakan - Menyediakan - Mengurangi
keperawatan waktu yang cukup distensi
selama 1x7 jam untuk kandung kemih
diharapkan pola mengosongkan
berkemih lancar bladder

- Monitor distensi - Mengetahui


kandung kemih kondisi kandung
kemih
- Menyediakan - Mencegah
perlak dikasur adanya
perembesan
- Mencegah urine tanpa
konstipasi sengaja
- Mengurangi
distensi
kandung kemih

C. Implementasi
Nama : an. T
Umur : 13.4 th
No. Tgl/jam Implementasi Respon pasien TT
DP
1,2 30/7/12 - Mengkaji tingkat kecemasan dan DS :
10.10 mengajarkan teknik relaksasi - an. T mengatakan cemas
- Menyediakan perlak di kasur akan menghadapi operasi
- Memonitor intake dan output namun setelah diajarkan
teknik relaksasi, diberi
- TTV dukungan emosional dan
12.00 diberi pengetahuan
- Memonitor distensi kandung kemih
- Mengkaji tingkat kecemasan mengenai operasi an. T
- Memberi pengetahuan tentang uji mengatakan cemas
diagnostik dan jalannya operasi serta berkurang
- Memberikan dukungan emosional - minum 4 gelas, BAK 3 x
DO :
- terdapat perlak di atas kasur
- an. T terlihat lebih rileks
- tidak ada distensi kandung
kemih
- minum 4 gelas ( 800 cc)
- BAK 3x ( 600 cc)
- S : 36.3C
- N : 84 x/menit
- TD : 100/80 mmHg
- RR : 26 x/menit

D. Evaluasi
Nama : an. T
Umur : 13.4 th
No. Tgl/jam Evaluasi TT
DP
1. 30/7/2012 S : an. T mengatakan cemas berkurang
13.45 O : an. T terlihat lebih rileks, N : 84 x/menit, S : 36.6C,
TD : 100/80 mmHg, RR : 26 x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi pantau TTV
2. 30/7/2012 S : an. T mengatakan sudah minum 4 gelas, BAK 3x
13.45 O : Mi 4 gelas ( 800 cc), BAK 3x ( 600 cc)
Tidak ada distensi kandung kemih, terdapat perlak di atas
kasur
A : Masalah teratasi
P : Hentikan intervensi

ASUHAN KEPERAWATAN
Post op. Urethroplasty

A. Analisa Data
Nama : An. T
Umur : 13.4 th
No Data Masalah Etiologi
1. S : an. T mengatakan nyeri seperti kesemutan, Nyeri akut Agen cidera
dengan skala 5, disekitar penis, tiba-tiba selama (Prosedur post. Op)
2 menit
O:
- P : nyeri tiba-tiba
- Q : nyeri seperti kesemutan
- R : nyeri terasa di daerah sekitar penis
- S : skala nyeri 5
- T : terjadi selama 2 menit
- An. T terlihat meringis dan tampak berhati-hati
ketika bergerak atau merubah posisi
2. S:- Resti infeksi Pertahanan tubuh
O : terdapat luka post. Op di penis, terbalut kassa primer tidak
steril adekuat (integritas
Lebar luka : sepanjang penis dari scrotum sampai kulit tidak
glands penis dan melingkar sepanjang glands utuh/insisi bedah)
Panjang Luka : 5 cm
B. Rencana Keperawatan
Nama : an. T
Umur : 13.4 th
No Tgl/jam Dx. Kep Intervensi TT
Tujuan Tindakan Rasional
1. 31/7/2012 Nyeri akut b.d Setelah dilakukan - Kaji karakteristik - Mengetahui
15.10 agen cidera tindakan nyeri karakteristik nyeri
(prosedur post. keperawatan selama - TTV
Op) 3 x7 jam - Mengetahui tanda
diharapkan nyeri - Ajarkan teknik kegawat daruratan
berkurang atau relaksasi - Membantu
hilang dengan KH - Beri ps. posisi mengurangi nyeri
- Skala nyeri 4-0 yang nyaman - Membantu
- Ps. terlihat rileks - Kolaborasi untuk mengurangi nyeri
- TTV dalam batas pemberian - Membantu
normal : analgetik mengurangi nyeri
- TD : <140/90
mmHg
- RR : 16-24 x/mnt
- S : 36.5-37.5C
- N : 60-90 x/mnt
2. 31/7/2012 Resti infeksi b.d Setelah dilakukan - Kaji lebar luka, - Mengetahui
15.10 Pertahanan tindakan selama 3 x letak luka seberapa besar
tubuh primer 7 jam diharapkan faktor resiko
tidak adekuat tidak terjadi infeksi - Kaji faktor yang - Mengetahui
(integritas kulit dengan KH dapat penyebab infeksi
tidak utuh/insisi - Tidak ada tanda- menyebabkan
bedah) tanda infeksi seperti infeksi
(rubor, tumor, - Bersihkan - Meminimalkan
kalor, dolor, lingkungan terjadinya
fungiolesa) dengan benar penularan infeksi
- Ganti balut setiap - Meminimalkan
hari terjadinya infeksi
- Kolaborasi untuk - Menambah daya
pemberian tahan tubuh
antibiotik dan anti terhadap
pendarahan virus/bakteri

C. Catatan Keperawatan
Nama : An. T
Umur : 13.4 th
No Tgl/jam Implementasi Respon TT
DP
1,2 31/7/2012 - Mengkaji karakteristik nyeri S : an. T mengatakan nyeri terasa disekitar
15.00 - Mengkaji karakteristik luka penis, seperti kesemutan, terjadi selama 2
(lebar luka & letak luka) menit secara tiba-tiba
- Mengajarkan teknik relaksasi - An. T bersedia melakukan relaksasi
O:
- Mengkolaborasikan untuk - P : nyeri tiba-tiba
16.00 - Q : nyeri seperti kesemutan
pemberian analgetik dan anti
pendarahan - R : nyeri disekitar penis
- TTV - S : nyeri dengan skala 5
- T : nyeri selama 2 menit
- Memberi ps. posisi yang nyaman - Injeksi Kalnex 250 mg (jam 16.00)
- Mengkolaborasi untuk - Injeksi toraxic 20 mg (jam 16.00)
20.00 - Injeksi ceftriaxon 1 g (jam 20.00)
pemberian antibiotik
- Ps. terbaring dengan posisi semi fowler,
kaki mengangkang/terbuka
- TD : 120/70 mmHg
- S : 36.4C
- N : 85 x/menit
- RR : 24 x/menit
- An. T terlihat melakukan relaksasi nafas
dalam
- An. T terlihat berhati hati dalam bergerak
atau merubah posisi
- Lebar luka : sepanjang penis dari scrotum
sampai glands penis dan mengitari glands
penis
- Panjang luka : 5 cm
- Letak luka : di penil
1,2 1/8/2012 - Mengkaji karakteristik nyeri S : an. T mengatakan sudah tidak
07.30 - TTV merasakan nyeri
O : an. T terlihat rileks,
08.00 - Mengkolaborasi untuk - TD : 110/70 mmHg
pemberian anti pendarahan dan - S : 36.2C
antibiotik - RR : 20 x/menit
- N : 78 x/menit
- Mengkaji karakteristik luka - Injeksi Kalnex 250 mg (jam 09.00)
- Injeksi ceftriaxon 1 g (jam 09.00)
11.25 - Luka bersih terkontaminasi, berwarna
merah, tidak berbau
- Luka di sepanjang penil

D. Catatan Perkembangan
Nama : an. T
Umur : 13.4 th
No Tgl/Jam Evaluasi TT
DP
1. 31/7/2012 S : an. T mengatakan nyeri terasa disekitar penis, seperti
20.30 kesemutan, terjadi selama 2 menit secara tiba-tiba,
An. T bersedia melakukan relaksasi
O:
- P : nyeri tiba-tiba
- Q : nyeri seperti kesemutan
- R : nyeri disekitar penis
- S : nyeri dengan skala 5
- T : nyeri selama 2 menit
- Injeksi toraxic 20 mg (jam 16.00)
- An. T terbaring dengan posisi semi fowler, kaki
mengangkang/terbuka
- TD : 120/70 mmHg
- S : 36.4C
- N : 85 x/menit
- RR : 24 x/menit
- An. T terlihat melakukan relaksasi nafas dalam
- An. T terlihat berhati hati ketika bergerak atau merubah
posisi
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi kaji karakteristik nyeri, beri posisi
nyaman dan kolaborasi untuk pemberian analgetik
2. 31/7/2012 S:-
20.30 O:
- Lebar luka : sepanjang penis, dari scrotum sampai glands
penis, melangkar sepanjang glands
- Panjang luka : 5 cm
- Letak luka : di sepanjang penil
- Injeksi kalnex 250 mg (16.00)
- Injeksi ceftriaxon 1 g (16.00)
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi kaji karakteistik luka, kolaborasi
untuk pemberian antibiotik dan anti pendarahan
1. 1/8/2012 S : an. T mengatakan sudah tidak merasakan nyeri
13.00 O:
- An. T terlihat rileks
- TD :110/70 mmHg
- S : 36.2 C
- N :78 x/mnt
- RR : 20 x/mnt
A : Masalah teratasi
P : program pulang, hentikan intervensi
2. 1/8/2012 S:-
13.00 O:
- Lebar luka : sepanjang penis, dari scrotum sampai glands
penis, melingkar sepanjang glands
- Letak luka : di sepanjang penil
- Luka berwarna merah, tidak berbau, luka bersih
terkontaminasi
A : Masalah teratasi
P : program pulang, hentikan intervensi
- Beri penkes tentang diit tinggi protein (mempercepat proses
penyembuhan), dan membersihkan luka dengan NaCl

BAB IV
PEMBAHASAN

Dalam bab pembahasan ini penulis akan membahas permasalahan tentang Asuhan ,
Keperawatan pada An. T dengan hipospadia di ruang anak, RS. Pantiwilasa Citarum semarang.
Pembahasan akan diuraikan sesuai masalah yang ditemukan dengan menggunakan
pendekatan konsep dasar yang mendukung. Penulis akan menguraikan tentang kesenjangan yang
muncul pada asuhan keperawatan antara teori dengan kasus yang penulis kelola. Penulis akan
membahas tentang diagnosa yang muncul, yang tidak muncul, serta dukungan dan hambatan
dalam melaksanakan tindakan keperawatan pada an. T .
A. Diagnosa yang muncul
1. Cemas b.d prosedur pembedahan/ancaman pada status kesehatan
Kecemasan penulis ambil sebagai diagnosa pertama kali sebelum menjalani operasi
karena tindakan operasi dapat menaikkan tingkat kecemasan pasien dan meningkatkan hormon
pemicu stress (Ibrahim, 2006). Perawatan pre operasi yang efektif dapat mengurangi resiko post
operasi, salah satu prioritasnya adalah mengurangi kecemasan pasien. Cemas merupakan reaksi
normal pasien terhadap ancaman pembedahan. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi tingkat
kecemasan yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain jenis kelamin, usia,
pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan tipe kepribadian sedangkan faktor
eksternalnya antara lain ancaman terhadap integritas biologis dan ancaman terhadap konsep diri
(Stuart and Sundeen, 1998).
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan pada pre operasi didapatkan data subyektif yaitu
an. T mengatakan cemas menghadapi operasi dan data objektif yang kami dapatkan pasien
terlihat gelisah.
Untuk mengatasi atau mengurangi tingkat kecemasan pasien maka dilakukan intervensi
dan implementasi yang tepat dan sesuai. Implementasi yang kami lakukan adalah mengkaji
tingkat kecemasan pasien, apakah sedang, berat, ringan, lalu kami memberi pasien dukungan
emosional, mengajarkan pasien teknik relaksasi nafas dalam dan memberi pengetahuan tentang
jalannya operasi.
Dengan implementasi tersebut kami mengevaluasi keadaan pasien dan didapat hasil
masalah cemas teratasi sebagian ditandai dengan pasien tidak lagi terlihat gelisah, pasien
melakukan teknik relaksasi dengan tarik nafas dalam, pasien juga mengungkapkan cemas
berkurang. Tetapi kami tetap melanjutkan intervensi untuk tetap memberi dukungan emosional
serta mengkaji tanda tanda vital pasien.

2. Gangguan pola berkemih b.d obstruksi anatomik


Kami mengambil diagnosa ini sebagai diagnosa kedua pre operasi karena dari hasil
pengkajian kami dapatkan data obyektif BAK lancar tetapi tidak memancar, dimana keadaan
tersebut dapat menyebabkan pengosongan bladder tidak maksimal.
Untuk menangani gangguan pola berkemih tersebut, maka kami melakukan
implementasi diantaranya menyediakan perlak di kasur, memonitor intake dan output, dan
memonitor distensi kandung kemih.
Dari hasil implementasi yang kami lakukan di dapatkan hasil yaitu kandung kemih tidak
mengalami distensi, BAK 4 x (1500 cc).

3. Nyeri akut b.d agen cidera (prosedur post operasi)


Nyeri adalah perasaan sensoris dan emosional yang tidak nyaman, berkaitan dengan
(ancaman) kerusakan jaringan (Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja, 2007). Dalam kebutuhan
dasar manusia, nyeri merupakan perasaan yang tidak nyaman yang dapat menyebabkan
komplikasi lain seperti cemas, takhikardi apabila tidak diatasi secara cepat dan tepat.
Untuk itu kami mengangkat nyeri akut sebagai diagnosa prioritas ke tiga, dimana dalam
kasus ini ditemukan data pengkajian yaitu an. T mengatakan merasakan nyeri disekitar peni,
nyeri terasa seperti kesemutan, dengan skala 5, nyeri juga terasa tiba tiba dengan selang waktu
selama 2 menit.
Dengan implementasi tersebut kami mengevaluasi perkembangan pasien dan didapatkan
hasil an. T sudah tidak merasakan nyeri, intervensi dihentikan dan pasien diperbolehkan pulang.
4. Resiko infeksi b.d pertahanan tubuh primer tidak adekuat (integritas kulit tidak utuh/insisi
bedah)
Dalam kasus post operasi tentunya terdapat jaringan kulit yang terbuka. Jaringan
tersebut menjadi luka bedah dan sebagai pintu masuknya mikroba-mikroba, serta bakteri dan
virus ke dalam tubuh. Dalam hal ini resiko infeksi penulis angkat sebagai diagnosa prioritas
karena pasien beresiko mengalami infeksi dengan luka yang terdapat pada penis.
Dari hasil pengkajian yang kami lakukan didapatkan data antara lain lebar luka
sepanjang penis, dari glans sampai skrotum, termasuk jenis luka bersih terkontaminasi. Untuk
mengurangi resiko infeksi yang mungkin terjadi maka kami melakukan implementasi antara lain
mengkaji luka apakah terdapat tanda-tanda infeksi, lalu mengkaji faktor-faktor yang bisa
menyebabkan infeksi seperti kebersihan tempat tidur, dan membersihkan lingkungan dengan
benar juga perlu diperhatikan, kami juga melakukan kolaborasi untuk pemeberian antibiotik dan
anti pendarahan dengan tujuan tubuh mendapatkan daya tahan eksternal, apabila luka masih
belum kering bisa dilakukan implementasi untuk ganti balut setiap hari sampai luka kering.
Dari implementasi yang kami lakukan, didapatkan evaluasi yaitu tidak terdapat tanda
tanda infeksi seperti rubor, kalor, dolor, tumor, dan fungiolesa, dan luka berwarna merah, tidak
berbau, karakteristik luka bersih terkontaminasi.

B. Diagnosa yang tidak muncul :


a) Managemen regimen terapeutik tidak efektif b.d pola perawatan keluarga
b) Kesiapan dalam peningkatan managemen regimen terapeutik b.d petunjuk aktivitas adekuat
c) Perubahan eliminasi urine b.d trauma operasi
Semua itu tidak kami angkat sebagai diagnosa prioritas karena dalam pengkajian data
yang kami lakukan tidak ada batasan-batasan karakteristik yang memperkuat diagnosa tersebut.
Diagnosa tambahan tersebut akan muncul saat pasien apabila terjadi komplikasi komplikasi
lebih lanjut pasca operasi. Jadi diagnosa yang kami prioritaskan adalah cemas berhubungan
dengan prosedur pembedahan/ancaman pada status kesehatan, gangguan pola eliminasi
berhubungan dengan obstruksi mekanik, nyeri akut berhubungan dengan agen cidera (prosedur
pasca operasi), resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan tubuh primer tidak adekuat
(integritas kulit tidak utuh/insisi bedah).
C. Dukungan dan hambatan
Keberhasilan penulis dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan tidak lepas dari faktor
pendukung yang ada selama melakukan asuhan keperawatan 3x7 jam, diantaranya adalah :
1. Kepercayaan yang diberikan oleh perawat klinik kepada penyusun untuk melakukan perawatan
pada pasien selama 3x7 jam.
2. Kepercayaan pasien dan keluarga terhadap kemampuan perawat dan sikap kooperatif dari pasien
selama tindakan keperawatan.
3. Bimbingan oleh perawat dan penguji yang sangat membantu dalam keefektifan prosedur
pelaksanaan tindakan keperawatan.
Sedangkan faktor penghambat keberhasilan tindakan keperawatan yang dihadapi penyusun
adalah :
1. Terbatasnya kemampuan dan pengetahuan penyusun tentang penatalaksanaan asuhan
keperawatan pada pasien
2. Kurang teliti dalam melakukan pengkajian dan menganalisa data untuk memastikan intervensi
yang sesuai dengan kebutuhan pasien
3. Kurang mendalami dalam melakukan pengkajian terhadap pasien mengenai psikologis dan
tingkat pengetahuan pasien dan keluarga tentang operasi
4. Keterbatasan pengetahuan tentang cara pendokumentasian tindakan keperawatan yang benar dan
tepat
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan dengan judul Asuhan Keperawatan Pada An. T
dengan Hipospadia di Ruang dahlia RS Panti Wilasa Citarum Semarang dapat disimpulkan
bahwa diagnosa yang muncul adalah kecemasan berhubungan dengan akan dilakukan tindakan
operasi, gangguan pola eliminasi berhubungan dengan obstruksi mekanik, nyeri akut
berhubungan dengan agen cidera (prosedur post operasi), dan resiko infeksi berhubungan dengan
pertahanan tubuh primer tidak adekuat (integritas kulit tidak utuh/insisi bedah). Pada tahap ini
penulismenarik kesimpulan :
Hal hal yang harus diperhatikan perawat dalam penatalaksanaan pasien pre dan post
urethroplasty adalah :
- Sbelum operasi dilakukan perawat harus melakukan pengkajian pre operasi awal, rencanakan
metode penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan pasien, perawat sebisa mungkin melakukan
wawancara terhadap keluarga pasien dan pastikan kelengkapan pemeriksaan pre operasi dan
tentukan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai. Sebelum operasi kasus yang banyak terjadi
adalah pasien mengalami kecemasan untuk itu sebagai perawat harus bisa memberi dukungan
emosional kepada pasien, dan mengkomunikasikan status emosional pasien kepada tim bedah.
- Setelah dilakukan operasi tentunya terdapat luka terbuka, maka dari itu perawata harus mampu
memanagemen untuk meminimalkan terjadinya infeksi. Dan selain itu nyeri akibat jaringan kulit
yang tidak utuh dapat mengganggu kenyamanan pasien, perawat harus bisa membantu
mengurangi nyeri dengan teknik relaksasi, memberi posisi yang nyaman bagi pasien atau
mengkolaborasikannya kepada dokter untuk pemberian analgetik.
B. Saran
Saran yang dapat penulis berikan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien pre dan
post urethroplasty dengan hipospadia adalah :
1. Bagi Perawat
Peningkatan pemahaman, pengetahuan dan ketrampilan tentang teori dan prosedure asuhan
keperawatan penting agar dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat dan sesuai dengan
yang dibutuhkan klien maka dari itu perawat klinik di Ruang dahlia perlu mengikuti sejumlah
pelatihan pelatihan keperawatan.

2. Bagi Akademik
Pengetahuan dalam tindakan asuhan keperawatan di ruang anak sangat diperlukan maka
untuk akademik bisa menambah jam jam kuliah seperti kunjungan di rumah sakit dan praktek
laboratorium sesering mungkin, agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan
pengetahuannya. Jadi sewaktu mahasiswa terjun ke lapangan mahasiswa sudah memiliki bekal
dan siap mengaplikasikannya.
DAFTAR PUSTAKA

Anak-hipospadia. (t.thn.). Dipetik Agustus 5, 2012, dari Scribd: http://ml.scribd.com


Barbara J. Gruendemann & Billie Fernsebner. (2005). Buku Ajar Keperawatan Perioperatif Vol. 2. Jakarta: EGC.
Behrman, Kliegman, & Arvin. (2000). Ilmu Kesehatan Anak ed. 15 Vol 3. Jakarta: EGC.
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku : Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Heffiner, L. J. (2005). At a Glans Sistem Reproduksi Ed. 2. Boston: EMS.
Muscari, M. E. (2005). Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik Ed. 3 hal : 357. Jakarta : EGC.
Nanda. (2010). Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC.
Ramali, Ahmad & K. St. Pamoentjak. (2005). Kamus Kedokteran. Jakarta: Djambatan.
Schwartz, S. I. (2000). Intisari Prinsip - prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.
Tjay, Tan Hoan & Kirana Rahardja. (2007). Obat - Obat Penting. Jakarta: EMK Gramedia.

Anda mungkin juga menyukai