Anda di halaman 1dari 69

MAKALAH

SISTEM IMUN & HEMATOLOGI II


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM
IMUNOLOGI
“POLIO”

Di susun oleh :
Lisa Rustiani
NPM : 712.6.2.0375
UNIVERSITAS WIRARAJA SUMENEP
FAKULTAS ILMU KESEHATAN PRODI KEPERAWATAN
TAHUN 2013-2014

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena berkat dan rahmat
beliaulah penulis dapat menyelesaikan sebuah makalah yang berjudul ” ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN POLIO” untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Sistem Imun & Hematologi II dengan baik dan tepat pada waktunya.
Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing penulis yaitu
Zakiyah Yasin, S.Kep.,Ns. yang telah membimbing dalam pembuatan makalah ini. Dan penulis
juga mengucapkan terima kasih banyak kepada semua pihak yang telah membantu penulis
dalam penyelesaian makalah ini. Baik berupa materi-materi, pemikairan dan lain sebagainya.
Sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Dan penulis mengharapkan makalah ini
dapat bermanfaat nantinya bagi para pembaca.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih memiliki kekurangan dan sangat
jauh dari kata sempurna, seperti kata peribahasa yaitu tak ada gading yang tak retak. Oleh karena
itu, penulis mengaharapkan saran dan keritik yang bersifat membangun dari para pembaca demi
kesempurnaan makalah ini.
Sumenep, 05 Januari 2014

Lisa Rustiani

Daftar Isi

Kata Pengantar .........................................................................................................


Daftar Isi ...............................................................................................................
BAB I Pendahuluan ...............................................................................................................
1.1 Latar Belakang ...............................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ...............................................................................................................
1.3 Tujuan ...............................................................................................................
1.4 Manfaat ...............................................................................................................
BAB II Laporan Pendahuluan ...................................................................................................
2.1 Teori Medis ...................................................................................................
2.2 Teori Asuhan Keperawatan ...........................................................................
BAB III Laporan Kasus ...................................................................................................
BAB IV WOC (Kasus) ...................................................................................................
BAB V Pentup ...................................................................................................
Datar Pustaka ...................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Polio adalah penyakit yang sangat menular yang disebabkan oleh virus.Polio menyerang
sistem saraf, dan dapat menyebabkan kelumpuhan total dalamhitungan jam. Virus ini memasuki
tubuh melalui mulut dan berkembang biak dalam usus. Gejala awal adalah demam, kelelahan,
sakit kepala, muntah,kekakuan pada leher dan nyeri pada anggota badan. Satu dari 200
infeksimenyebabkan kelumpuhan ireversibel (biasanya di kaki). Di antara mereka yanglumpuh,
5% sampai 10% meninggal ketika otot pernapasan mereka lumpuh.(http:// www. Litbang.
Depkes.go.id).Di Indonesia banyak dijumpai penyakit polio terlebih pada anak-anak halini
disebabkan oleh asupan gizi yang kurang. Disamping asupan gizi juga dapatdipengaruhi oleh
faktor keturunan dari orang tua, apalagi dengan kondisi di negeriini yang masih banyak dijumpai
keluarga kurang mampu sehingga kebutuhan gizianaknya kurang mendapat perhatian.Peran serta
pemerintah disini sangat diharapkan untuk membantu dalam menangani masalah gizi buruk yang
masih banyak ditemui khususnya di daerah terpencil atau yang jauh dari fasilitas pemerintah, sehingga
sulit terjangkau oleh masyarakat pinggiran.Kalau hal ini tidak mendapat perhatian, maka akan
lebih banyak lagi anak-anak Indonesia yang menderita penyakit polio.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah yang kelompok angkat dalam makalah ini,antara lain :
1.Bagaimana konsep Poliomyelitis?
2.Bagaimana asuhan keperawatan pada anak dengan Poliomyelitis?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
1.Menjelaskan konsep Poliomyelitis.
2.Menjelaskan asuhan keperawatan pada anak dengan Poliomyelitis.

1.3.2 Tujuan Khusus


1.Menjelaskan definisi Poliomyelitis.
2. Menjelaskan etiologi Poliomyelitis
3. Menjelaskan manifestasi klinis Poliomyelitis.
4.Menjelaskan patofisiologi Poliomyelitis.
5.Menjelaskan penatalaksanaan Poliomyelitis.
6.Menjelaskan asuhan keperawatan pada anak dengan Poliomyelitis.

1.4Manfaat
Menambah pengetahuan mahasiswa tentang konsep teori dan asuhankeperawatan pada
anak dengan Poliomyelitis.
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN

2.1 TEORI MEDIS


a. Definisi
Polio, kependekan dari poliomyelitis, adalah penyakit yang dapat merusak sistem saraf
dan menyebabkan paralysis. Penyakit ini paling sering terjadi pada anak-anak di bawah umur 2
tahun. Infeksi virus ini mulai timbul seperti demam yang disertai panas, muntah dan sakit otot.
Kadang-kadang hanya satu atau beberapa tanda tersebut, namun sering kali sebagian tubuh
menjadi lemah danlumpuh (paralisis). Kelumpuhan ini paling sering terjadi pada salah satu atau
kedua kaki. Lambat laun, anggota gerak yang lumpuh ini menjadi kecil dan tidak tumbuh secepat
anggota gerak yang lain. Poliomielitis adalah penyakit menular yang akut disebabkan oleh virus
dengan predileksi pada sel anterior massa kelabu sumsum tulang belakang dan intimotorik
batang otak, dan akibat kerusakan bagian susunan syaraf tersebut akanterjadi kelumpuhan serta
autropi otot. Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralysis atau lumpuh yangdisebabkan oleh
virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk
ketubuh melalui mulut, menginfeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir kesistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan
(paralysis).

b. Klasifikasi
1.Polio non-paralisis Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu,
dansensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung. Otot terasa lembek jika disentuh.
2.Polio Paralisis Kurang dari 1% orang yang terinfeksi virus polio berkembang menjadi
polio paralisis atau menderita kelumpuhan. Polio paralisis dimulai dengan demam. Lima sampai
tujuh hari berikutnya akan muncul gejala dan tanda- tanda lain, seperti: sakit kepala, kram otot
leher dan punggung, sembelit/konstipasi, sensitif terhadap rasa raba.

Polio paralisis dikelompokkan sesuai dengan lokasi terinfeksinya,yaitu:


1) Polio SpinalStrain
Polio SpinalStrain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel
tanduk anterior yang mengontrol pergerakan padabatang tubuh dan otot tungkai.
Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu
penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan
terjadipada kaki. Setelah poliovirus menyerang usus, virus ini akan diserap olehkapiler darah
pada dinding usus dan diangkut ke seluruh tubuh. Poliovirus menyerang saraf tulang belakang
dan motorneuron yang mengontrol gerak fisik.
Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki
kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang
saraf tulang belakang dan batangotak. Infeksi ini akan mempengaruhi sistem saraf pusat dan
menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembangbiaknya virus dalamsistem saraf
pusat, virus akan menghancurkan motorneuron. Motorneuron tidak memiliki kemampuan
regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari
sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas. Kondisi
inidisebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusatdapat
menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada dada dan perut, disebut quadriplegia.
Anak-anak dibawah umur 5 tahun biasanya akan menderita kelumpuhan 1 tungkai, sedangkan
jika terkenaorang dewasa, lebih sering kelumpuhan terjadi pada kedua lengan dantungkai.
2) Bulbar Polio
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut
terserang. Batang otak mengandung motorneuron yang mengatur pernapasan dan saraf otak,
yang mengirim sinyal ke berbagai otot yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal
dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf
auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan
berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke
jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.

Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga
sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan
mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf otak
yang bertugas mengirim ‘perintah bernapas’ ke paru-paru.
Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat
‘tenggelam’ dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan
trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru.
Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan ‘paru-paru
besi’ (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan
mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan
mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian
udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat
menyebabkan koma dan kematian.
Tingkat kematian karena polio bulbar

c. Epidemologi
Selama 3 dekade pertama di abad ke 20-,80-90% penderita polio adalah anak
balita,kebanyakan dibawah umur 2 tahun. Tahun 1955,di Massachusett Amerika Serikat pernah
terjadi wabah polio sebanyak 2.771 kasus dan tahun 1959 menurun menjadi 139 kasus.Hasil
penelitian WHO tahun 1972-1982,di Afrika dan Asia Tenggara terdapat 4.214 dan 17.785 kasus.
Dinegara musim dingin,sering terjadi epidemic dibulan Mei-Oktober,tetapi kasus sporadic tetap
terjadi setiap saat .Di Indonesia ,sebelum perang dunia II, penyakit polio merupakan penyakit
yang sporadic-endemis,epidemi pernah terjadi di berbagai daerah seperti Bliton sampai ke banda,
Balikpapan, bandung Surabaya,Semarang dan Medan Epidemi terakhir terjadi pada tahun
1976/1977 di Bali Selatan. Kebanyakan infeksi virus polio tanpa gejala atau timbul panas yang
tidak spesifik. Perbandingan asimtomatik dan ringan sampaiterjadi paralisis adalah 100:1 dan
1000:1.

Terjadinya wabah polio biasanya akibat:


a.Sanitasi yang jelek
b.Padatnya jumlah penduduk
c.Tingginya pencemaran lingkungan oleh tinja
d.Pengadaan air ber`sih yang kurang

Penularan dapat melalui:


a. Inhalasi
b. Makanan dan Minuman
c. Bermacam serangga seperti lipas dan lalat.

Penyebaran dipercepat bila ada wabah atau pada saat yang bersamaan dilakukan pula
tindakan bedah seperti tonsilektomi ,ekstraksi gigi dan penyuntikan.
Walaupun penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang harus segera dilaporkan
,Namun data epidemiologi yang sukar didapat.Dalam salah satu symposium imunisasi
dijakarta(1979) dilaporkan bahwa:
1. Jumlah anak berumur 0-4 tahun yang tripel negative makin bertambah (10%)
2. Insiden polio berkisar 3,5-8/100.000 penduduk.
3. Paralytic rate pada golongan 0-14tahun dan setiap tahun bertambah dengan 9.000
kasus.Namun,10 tahun terakhir terjadi penurunan drastic penyakit ini akibat gencarnya program
imunisasi diseluruh dunia maupun Indonesia.
Mortalitas tinggi terutama pada poliomyelitis tipe paralitik ,disebabkan oleh komplikasi berupa
kegagalan nafas ,sedangkan untuk tipe ringan tidak dilaporkan adanya kematian.Walaupun
kebanyakan poliomyelitis tidak jelas /inapparent (90-95%);hanya 5-10% yang memberikan
gejala poliomyelitis.

d. Etiologi
Penyebab poliomyelitis Family Pecornavirus dan Genus virus, dibagi 3 yaitu :
1. Brunhilde
2. Lansing

3. Leon ; Dapat hidup berbulan-bulan didalam air, mati dengan pengeringan /oksidan. Masa
inkubasi : 7-10-35 hari
Klasifikasi virus
Golongan: Golongan IV ((+)ssRNA)
Familia: Picornaviridae
Genus: Enterovirus
Spesies: Poliovirus

Secara serologi virus polio dibagi menjadi 3 tipe, yaitu:


· Tipe I Brunhilde
· Tipe II Lansing dan
· Tipe III Leoninya
Tipe I yang paling sering menimbulkan epidemi yang luas dan ganas, tipe II kadang-kadang
menyebabkan wajah yang sporadic sedang tipe III menyebabkan epidemic ringan.
Di Negara tropis dan sub tropis kebanyakkan disebabkan oleh tipe II dan III dan virus ini
tidak menimbulkan imunitas silang.
Penularan virus terjadi melalui
1. Secara langsung dari orang ke orang
2. Melalui tinja penderita
3. Melalui percikan ludah penderita

Virus masuk melalui mulut dan hidung,berkembang biak didalam tenggorokan dan
saluran pencernaan,lalu diserap dan disebarkan melalui system pembuluh darah dan getah bening
Resiko terjadinya Polio:
a) Belum mendapatkan imunisasi
b) Berpergian kedaerah yang masih sering ditemukan polio
c) Usia sangat muda dan usia lanjut
d) Stres atay kelehahan fisik yang luar biasa(karena stress emosi dan fisik dapat melemahkan
system kekebalan tubuh).

e. Patofisiologi
Virus hanya menyerang sel-sel dan daerah susunan syaraf tertentu. Tidak semua neuron yang
terkena mengalami kerusakan yang sama dan bila ringansekali dapat terjadi penyembuhan fungsi neuron
dalam 3-4 minggu sesudah timbulgejala. Daerah yang biasanya terkena poliomyelitis ialah :
1. Medula spinalis terutama kornu anterior
2. Batang otak pada nucleus vestibularis dan inti-inti saraf cranial sertaformasio retikularis yang
mengandung pusat vital
3. Sereblum terutama inti-inti virmis
4. Otak tengah “midbrain” terutama masa kelabu substansia nigra dan
kadang-kadang nucleus rubra
5. Talamus dan hipotalamus
6. Palidum, dan
7. Korteks serebri, hanya daerah motorik

f. Manifestasi Klinis
Poliomyelitis terbagi menjadi empat bagian yaitu:
a).Poliomyelitis asimtomatis
Gejala klinis : setelah masa inkubasi 7-10 hari, tidak terdapat gejala karena daya tahan
tubuh cukup baik,maka tidak terdapat gejala klinik sama sekali.

b).Poliomyelitis abortif
Gejala klinisnya berupa panas dan jarang melibihi 39,5 derajat C,sakit tenggorokkan,sakit
kepala,mual,muntah,malaise,dan faring terlihat hiperemi.Dan gejala ini berlangsung beberapa
hari.

c)Poliomyelitis non paralitik


Gejala klinis:hamper sama dengan poliomyelitis abortif,gejala ini timbul beberapa hari
kadang-kadang diikuti masa penyembuhan sementara untuk kemudian masuk dalam fase kedua
dengan demam,nyeri otot.

Khas dari bentuk ini adalah adanya nyeri dan kaku otot belakang leher,tulang tubuh dan
anggota gerak.Dan gejala ini berlangsung dari 2-10 hari.
Poliomielitis non-paralitik (gejala berlangsung selama 1-2 minggu)

1. demam sedang
2. sakit kepala
3. kaku kuduk
4. muntah
5. diare
6. kelelahan yang luar biasa
7. rewel
8. nyeri atau kaku punggung, lengan, tungkai, perut
9. kejang dan nyeri otot
10. nyeri leher
11. nyeri leher bagian depan
12. kaku kuduk
13. nyeri punggung
14. nyeri tungkai (otot betis)
15. ruam kulit atau luka di kulit yang terasa nyeri
16. kekakuan otot.

d).Poliomyelitis paralitik
Gejala klinisnya sama seperti poliomyelitis non paralitik.Awalnya berupa gejala abortif
diikuti dengan membaiknya keadaan selama 1-7 hari.kemudian disusun dengan timbulnya gejala
lebih berat disertai dengan tanda-tanda gangguan saraf yang terjadi pada ekstremitas inferior
yang terdapat pada femoris,tibialis anterior,peronius.sedangkan pada ekstermitas atas biasanya
pada biseps dan triseps.
Poliomielitis paralitik

1. demam timbul 5-7 hari sebelum gejala lainnya


2. sakit kepala

3. kaku kuduk dan punggung


4. kelemahan otot asimetrik
5. onsetnya cepat
6. segera berkembang menjadi kelumpuhan
7. lokasinya tergantung kepada bagian korda spinalis yang terkena
8. perasaan ganjil/aneh di daerah yang terkena (seperti tertusuk jarum)
9. peka terhadap sentuhan (sentuhan ringan bisa menimbulkan nyeri)
10. sulit untuk memulai proses berkemih
11. sembelit
12. perut kembung
13. gangguan menelan
14. nyeri otot
15. kejang otot, terutama otot betis, leher atau punggung
16. ngiler
17. gangguan pernafasan
18. rewel atau tidak dapat mengendalikan emosi
19. refleks Babinski positif.

g. Pemeriksaan Diagnostik

1. Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan darah, cairanserebrospinal dan isolasi virus


polio.
Pemeriksaan Lab lainnya :
a. Pemeriksaan darah
b. Cairan serebrospinal
c. Isolasi virus polio
2. Pemeriksaan radiologi
Penatalaksanaan Medis
1. Poliomielitis aboratif
a. Diberikan analgetik dan sedative
b. Diet adekuat

c. Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari,sebaiknya dicegah aktifitas yang berlebihan
selama 2 bulan kemudian diperiksa neurskeletal secara teliti.
2. Poliomielitis non paralitik
a. Sama seperti aborif
b. Selain diberi analgetika dan sedative dapat dikombinasikan dengan kompres hangat selama 15
– 30 menit,setiap 2 – 4 jam.
3. Poliomielitis paralitik
a. Perawatan dirumah sakit
b. Istirahat total
c. Selama fase akut kebersihan mulut dijaga
d. Fisioterapi
e. Akupuntur
f. Interferon
Poliomielitis asimtomatis tidak perlu perawatan. Poliomielitis abortif diatasi dengan
istirahat 7 hari jika tidak terdapat gejala kelainan aktifitas dapat dimulai lagi. Poliomielitis
paralitik/non paralitik diatasi dengan istirahat mutlak paling sedikit 2 minggu perlu pemgawasan
yang teliti karena setiap saat dapat terjadi paralysis pernapasan.
Fase akut :
a. Analgetik untuk rasa nyeri otot.
b. Lokal diberi pembalut hangat sebaiknya dipasang footboard (papan penahan pada telapak
kaki) agar kaki terletak pada sudut yang sesuai terhadap tungkai.
c. Pada poliomielitis tipe bulbar kadang-kadang reflek menelan terganggu sehingga dapat timbul
bahaya pneumonia aspirasi dalam hal ini kepala anak harus ditekan lebih rendah dan dimiringkan
kesalah satu sisi.
Sesudah fase akut :
a. Kontraktur atropi dan attoni otot dikurangi dengan fisioterafy. Tindakan ini dilakukan setelah
2 hari demam hilang.

Diagnostik Medis
Penyakit polio dapat didiagnosis dengan 3 cara yaitu :
1. Viral Isolation
Poliovirus dapat dideteksi dari faring pada seseorang yang diduga terkena penyakit polio.
Pengisolasian virus diambil dari cairan cerebrospinal adalah diagnostik yang jarang mendapatkan
hasil yang akurat.
Jika poliovirus terisolasi dari seseorang dengan kelumpuhan yang akut, orang tersebut
harus diuji lebih lanjut menggunakan uji oligonucleotide atau pemetaan genomic untuk
menentukan apakah virus polio tersebut bersifat ganas atau lemah.

2. Uji Serology
Uji serology dilakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita. Jika pada darah
ditemukan zat antibody polio maka diagnosis bahwa orang tersebut terkena polio adalah benar.
Akan tetapi zat antibody tersebut tampak netral dan dapat menjadi aktif pada saat pasien tersebut
sakit.

3. Cerebrospinal Fluid ( CSF)


CSF di dalam infeksi poliovirus pada umumnya terdapat peningkatanjumlah sel darah
putih yaitu 10-200 sel/mm3 terutama adalah sel limfositnya. Dan kehilangan protein sebanyak
40-50 mg/100 ml ( Paul, 2004 ).

h. Penatalaksanaan
Begitu penyakit mulai timbul, kelumpuhan sering kali tidak tertangani lagikarena
ketidakadaan obat yang dapat menyembuhkannya. Antibiotika yangbiasanya digunakan untuk
membunuh virus juga tidak mampu berbuat banyak.Rasa sakit dapat diatasi dengan memberikan
aspirin atau acetaminophen, dan mengompres dengan air hangat pada otot-otot yang sakit.
1. Poliomielitis abortif
1) Diberikan analgesic dan sedative
2) Diet adekuat

3) Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari, sebaiknya dicegahaktivitas yang
berlebihan selama 2 bulan kemudian diperiksaneuroskeletal secara teliti.
2. Poliomielitis non paralitik
1) Sama seperti abortif
2) Selain diberi analgesic dan sedative dapat dikombinasikan dengankompres hangat selama 15-
30 menit, setiap 2 – 4 jam.

3)Poliomielitis paralitik
1) Perawatan dirumah sakit
2) Istirahat total
3) Selama fase akut kebersihan mulut dijaga
4) Fisioterafi
5) Akupuntur
6) Interferon

Poliomielitis asimtomatis tidak perlu perawatan. Poliomielitis abortif diatasi dengan


istirahat 7 hari jika tidak terdapat gejala kelainan aktivitas dapatdimulai lagi. Poliomielitis
paralitik/non paralitik diatasi dengan istirahat mutlak paling sedikit 2 minggu perlu pengawasan
yang teliti karena setiap saat dapat terjadi paralysis pernapasan.

Fase akut :a. Analgetik untuk rasa nyeri otot.


b.Lokal diberi pembalut hangat sebaiknya dipasang footboard (papanpenahan pada telapak kaki)
agar kaki terletak pada sudut yang sesuaiterhadap tungkai.
c.Pada poliomielitis tipe bulbar kadang-kadang reflek menelan tergaggusehingga dapat timbul
bahaya pneumonia aspirasi dalam hal ini kepalaanak harus ditekan lebih rendah dan dimiringkan
kesalah satu sisi.

Sesudah fase akut :


Kontraktur, atropi,dan attoni otot dikurangi dengan fisioterapi. Tindakan inidilakukan setelah 2
hari demam hilang.

i. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita poliomielitis antara lain :
a. Melena cukup berat sehingga memerlukan transfusi, yang mungkin diakibatkan erosi usus
superfisial.
b. Dilatasi lambung akut dapat terjadi mendadak selama stadium akut atau konvalesen (dalam
keadaan pemulihan kesehatan/ stadium menuju kesembuhan setelah serangan penyakit/ masa
penyembuhan), menyebabkan gangguan respirasi lebih lanjut.
c. Hipertensi ringan yang lamanya beberapa hari atau beberapa minggu , biasanya pada
stdium akut, mungkin akibat lesi pusat vasoregulator dalam medula.
d. Ulkus dekubitus dan emboli paru, dapat terjadi akibat berbaring yang lama di tempat tidur,
sehingga terjadi pembususkan pada daerah yang tidak ada pergerakan (atrofi otot) sehingga
terjadi kematian sel dan jaringan)
e. Hiperkalsuria, yaitu terjadinya dekalsifikasi ( kehilangan zat kapur dari tulang/ gigi) akibat
penderita tidak dapat bergerak.
f. Kontraktur sendi,yang sering terkena kontraktur antara lain sendi paha, lutut, dan
pergelangan kaki.
g. Pemendekan anggota gerak bawah,biasanya akan tampak salah satu tungkai lebih pendek
dibandingkan tungkai yang lainnya, disebabkan karena tungkai yang pendek mengalami antropi
otot.
h. Skoliosis,tulang belakang melengkung ke salah satu sisi, disebabkan kelumpuhan sebagian
otot punggung dan juga kebiasaan duduk atau berdiri yang salah.

i. Kelainan telapak kaki, dapat berupa kaki membengkok ke luar atau ke dalam.

j. Prognosis
Pasien dengan penyakit minor dan jenis nonparalitik dapat sembuh total,dan kebanyakan
orang dengan penyakit mayor yang lumpuh juga dapat kembali sembuh total. Kurang dari 25 % dari
orang-orang dengan polio yang hidup cacat.Meskipun Anda dapat sembuh sepenuhnya dari
gejala polio, polio meninggalkan beberapa kerusakan.
Seiring pertambahan usia, sistem saraf Andamungkin menjadi kurang mampu mengkompensasi
kerusakan yang disebabkanpolio, sehingga gejala secara bertahap dapat muncul kembali. Hal ini
dapat terjadi15 atau 30 tahun setelah infeksi polio aktif. Gejala berulang dari polio yangdisebut
post-polio syndrome.

k. Penularan
Virus masuk melalui mulut dan hidung lalu berkembang biak di dalam tenggorokan dan saluran
pencernaan atau usus. Selanjutnya, diserap dan disebarkan melalui sistem pembuluh darah dan
pembuluh getah bening.

Penularan virus terjadi secara langsung melalui beberapa cara, yaitu:


* fekal-oral (dari tinja ke mulut)
Maksudnya, melalui minuman atau makanan yang tercemar virus polio yang berasal dari tinja
penderita lalu masuk ke mulut orang yang sehat.
* oral-oral (dari mulut ke mulut)
Yaitu melalui percikan ludah atau air liur penderita yang masuk ke mulut orang sehat lainnya.
Sebenarnya, kondisi suhu yang tinggi dapat cepat mematikan virus. Sebaliknya, pada keadaan
beku atau suhu yang rendah justru virus dapat bertahan hidup bertahun-tahun. Ketahanan virus
ini di dalam tanah dan air sangat bergantung pada kelembapan suhu dan adanya mikroba lain.
Virus ini dapat bertahan lama pada air limbah dan air permukaan, bahkan dapat sampai berkilo-
kilometer dari sumber penularan.
Meskipun cara penularan utama adalah akibat tercemarnya lingkungan oleh virus polio dari
penderita yang terinfeksi, namun virus ini sebenarnya hidup di lingkungan yang terbatas..
secara ringkas, Cara penularannya dapat melalui :
a. Inhalasi
b. Makanan dan minuman
c. Bermacam serangga seperti lipas, lalat, dan lain-lain.
Penularan melalui oral berkembambang biak diusus→verimia virus+DC faecese beberapa
minggu.
l. Pencegahan
Cara pencegahan dapat dilalui melalui :
1. Imunisasi
2. jangan masuk daerah endemis
3. jangan melakukan tindakan endemis
Tempatkan anak yang sakit di kamar terpisah, jauh dari anak-anak lainnya. Ibu harus mencuci
tangan setiap kali menyentuhnya. Perlindungan terbaik terhadap polio ialah dengan memberikan
vaksin polio/pemberian kekebalan.
Seorang anak yang cacat akibat polio harrus makan makanan bergizi dan melakukan gerak badan
untuk memperkuat otot-ototnya. Selama tahun pertama, sebagian kekuatan dapat pulih kembali.

Bantulah anak agar belajar berjalan sebaik-baiknya, pasanglah 2 buah tiang, sebagai
penyangga dan kemudian buatkan tongkat penopang. Cegah Virus Polio dengan Vaksinasi
Hingga saat ini belum ditemukan cara pengobatan penyakit polio. Yang paling efektif hanyalah
pencegahan dengan cara imunisasi. Kasus penyakit polio di Sukabumi, Jawa Barat,sangat
mengejutkan pemerintah dan masyarakat. Penyakit yang diakibatkan infeksi virus ini jelas
mencemaskan para orang tua yang punya anak balita karena begitu mengerikan dampak buruk
yang bisa ditimbulkan. Sayangnya lagi, hingga saat ini belum ditemukan cara pengobatannya.
Yang paling efektif hanyalah pencegahan dengan cara imunisasi. Virus polio (poliomyelitis)
sangat menular dan tak bisa disembuhkan. Virus ini menyerang seluruh tubuh (termasuk otot dan
sistem saraf) dan bisa menyebabkan kelemahan otot yang sifatnya permanen dan kelumpuhan
total dalam hitungan jam saja. Bahkan sekitar 10-15 persen mereka yang terkena polio akhirnya
meninggal karena yang diserang adalah otot pernapasannya.
Virus polio terdiri atas 3 tipe (strain), yaitu tipe 1 (brunhilde), tipe 2 (lanzig) dan tipe 3
(Leon). Tipe 1 seperti yang ditemukan di Sukabumi adalah yang paling ganas (paralitogenik) dan
sering menyebabkan kejadian luar biasa atau wabah. Sedangkan tipe 2 paling jinak

m. Pengobatan
Tidak ada pengobatan yang spesifik. Diberikan obat simtomatis dan suportif. Istirahat total
jangan dilakukan terlalu lama, apabila keadaan berat sudah reda. Istirahat sangat penting di fase
akut, karena terdapat hubungan antara banyaknya keaktifan tubuh dengan berat nya penyakit.

Poliomielitis Abortif
a. Cukup diberikan analgetika dan sedatifa, untuk mengurangi mialgia atau nyeri kepala,
b. Diet yang adekuat dan
c. Istirahat sampai suhu normal untuk beberapa hari, sebaiknya aktivitas yang berlebihan
dicegah selama 2 bulan, dan 2 bulan kemudian diperiksa sistem neuroskeletal secara teliti untuk
mengetahui adanya kelainan.

Poliomielitis nonparalitik
a) Sama seperti tipe abortif, Pemberian analgetik sangat efektif
b) Selain diberi analgetika dan sedatifsangat efektif. Bila diberikan bersamaan dengan kompres
hangat selama 15 – 30 menit, setiap 2 – 4 jam, dan kadang – kadang mandi air panas juga
membantu
Poliomielitis Paralitik
a. Membutuhkan perawatan di rumah sakit.
b. Istirahat total minimal 7 hari atau sedikitnya sampai fase akut dilampaui
c. Selama fase akut kebersihan mulut dijaga
d. Perubahan posisi penderita dilakukan dengan penyangga persendian tanpa menyentuh otot
dan hindari gerakan menekuk punggung.
e. Fisioterapi, dilakukan sedini mungkin sesudah fase akut, mulai dengan latihan pasif dengan
maksud untuk mencegah terjadinya deformitas.
f. Akupunktur dilakukan sedini mungkin
g. Interferon diberikan sedinini mungkin, untuk mencegah terjadinya paralitik progresif.
Poliomielitis bentuk bulbar
a. Perawatan khusus terhadap paralisis palatum, seperti pemberian makanan dalam bentuk padat
atau semisolid

b. Selama fase akut dan berat, dilakukan drainase postural dengan posisi kaki lebih tinggi (20°-
25°), Muka pada satu posisi untuk mencegah terjadinya aspirasi, pengisapan lendir dilakukan
secara teratur dan hati – hati, kalau perlu trakeostomi.

2.2 TEORI ASUHAN KEPERAWATAN


a. Pengkajian
 Identitas Pasien
Nama Pasien :
No. RM :
Tempat Tanggal Lahir:
Umur :
Agama :
Status Perkawinan :
Pendidikan :
Alamat :
Pekerjaan :
Jenis Kelamin :
Suku :
Diagnosa Medis :
Tanggal Masuk RS :
Tanggal Pengkajian :
Sumber Informasi :

Penanggung Jawab
Nama :
Tempat Tanggal Lahir:
Umur :
Agama :
Alamat :
Pekerjaan :
Jenis Kelamin :
Hubungan dengan Pasien :
No. Telepon :
b. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Riwayat pengobatan penyakit-penyakit dan riwayat imunitas
2. pemeriksaan fisik
a. Nyeri kepala
b. Paralisis
c. Refleks tendon berkurang
d. Kaku kuduk
e. Brudzinky
MENDETEKSI LUMPUH LAYUH
* Bayi
- Perhatikan posisi tidur. Bayi normal menunjukkan posisi tungkai menekuk pada lutut dan
pinggul. Bayi yang lumpuh akan menunjukkan tungkai lemas dan lutut menyentuh tempat tidur.

- Lakukan rangsangan dengan menggelitik atau menekan dengan ujung pensil pada telapak kaki
bayi. Bila kaki ditarik berarti tidak terjadi kelumpuhan.
- Pegang bayi pada ketiak dan ayunkan. Bayi normal akan menunjukkan gerakan kaki menekuk,
pada bayi lumpuh tungkai tergantung lemas.
* Anak besar
- Mintalah anak berjalan dan perhatikan apakah pincang atau tidak.
- Mintalah anak berjalan pada ujung jari atau tumit. Anak yang mengalami kelumpuhan tidak
bisa melakukannya.
- Mintalah anak meloncat pada satu kaki. Anak yang lumpuh tak bisa melakukannya.
- Mintalah anak berjongkok atau duduk di lantai kemudian bangun kembali.
Anak yang mengalami kelumpuhan akan mencoba berdiri dengan berpegangan merambat pada
tungkainya.
- Tungkai yang mengalami lumpuh pasti lebih kecil.
c. Pemeriksaan Fisik

a. B1 (breath) : RR normal, Tidak ada penggunaan otot bantupernafasan Suhu (38,9 °C)
b. B2 (blood) : normal
c. B3(brain : gelisah (rewel) dan pusing
d. B4 (bladder) : normal
e. B5 (bowel) : mual muntah, anoreksia, konstipasi
f. B6 (bone) : letargi atau kelemahan, tungkai kanan mengalamikelumpuhan, pasien tidak
mampu berdiri dan berjalan
d. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Viral Isolation
Polio virus dapat di deteksi secara biakan jaringan, dari bahan yang di peroleh pada
tenggorokan satu minggu sebelum dan sesudah paralisis dan tinja pada minggu ke 2-6 bahkan 12
minggu setelah gejala klinis.

b. Uji Serologi
Uji serologi dilakukan dengan mengambil sampel darah dari penderita, jika pada darah
ditemukan zat antibodi polio maka diagnosis orang tersebut terkena polio benar. Pemeriksaan
pada fase akut dapat dilakukan dengan melakukan pemeriksaan antibodi immunoglobulin M
(IgM) apabila terkena polio akan didapatkan hasil yang positif.
c. Cerebrospinal Fluid (CSF)
Cerebrospinal Fluid pada infeksi poliovirus terdapat peningkatan jumlah sel darah putih
yaitu 10-200 sel/mm3 terutama sel limfosit, dan terjadi kenaikan kadar protein sebanyak 40-50
mg/100 ml (Paul,2004).

2. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan ini hanya menunjang diagnosis poliomielitis lanjut. Pada anak yang sedang tumbuh,
di dapati tulang yang pendek, osteoporosis dengan korteks yang tipis dan rongga medulla yang
relative lebar, selain itu terdapat penipisan epifise, subluksasio dan dislokasi dari sendi.

e. Diagnosa
1. Perubahan nutrisi dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah
2. Hipertermi b/d proses infeksi
3. resiko ketidakefektifan pola nafas dan ketidakefektifan jalan nafas b/d paralysis otot
4. Nyeri b/d proses infeksi yang menyerang syaraf
5. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis
6. Kecemasan pada anak dan keluarga b/d kondisi penyakit.

d. Intervensi
Dx 1 :
1. Kaji pola makan anak
Mengetahui intake dan output anak
2 Berikan makanan secara adekuat
Untuk mencakupi masukan sehingga output dan intake seimbang

3. Berikan nutrisi kalori, protein, vitamin dan mineral.


4. Timbang berat badan
Mengetahui perkembangan anak
5. Berikan makanan kesukaan anak
Menambah masukan dan merangsang anak untuk makan lebih banyak
6. Berikan makanan tapi sering
Mempermudah proses pencernaan

Dx 2 :
1. Pantau suhu tubuh
Untuk mencegah kedinginan tubuh yang berlebih
2. jangan pernah menggunakan usapan alcohol saat mandi/kompres
Dapat menyebabkan efek neurotoksi
3. hindari mengigil
4. Kompres mandi hangat durasi 20-30 menit
Dapat membantu mengurangi demam

Dx 3 :
1. Evaluasi frekuensi pernafasan dan kedalaman
Pengenalan dini dan pengobatan ventilasi dapat mencegah komplikasi.
2. Auskultasi bunyi nafas
Mengetahui adanya bunyi tambahan
3. Tinggikan kepala tempat tidur, letakkan pada posisi duduk tinggi atau semi fowler
Merangsang fungsi pernafasan atau ekspansi paru
4. Berikan tambahan oksigen
Meningkatkan pengiriman oksigen ke paru
Dx 4 :
1. Lakukan strategi non farmakologis untuk membantu anak mengatasi nyeri
Theknik-theknik seperti relaksasi, pernafasan berirama, dan distraksi dapat membuat nyeri dan
dapat lebih di toleransi
2. Libatka orang tua dalam memilih strategi
Karena orang tua adalah yang lebih mengetahui anak
3. Ajarkan anak untuk menggunakan strategi non farmakologis khusus sebelum nyeri.
Pendekatan ini tampak paling efektif pada nyeri ringan
4. Minta orang tua membantu anak dengan menggunakan srtategi selama nyeri
Latihan ini mungkin diperlukan untuk membantu anak berfokus pada tindakan yang diperlukan
5. Berikan analgesic sesuai indikasi.

Dx 5 :
1. Tentukan aktivitas atau keadaan fisik anak
Memberikan informasi untuk mengembangkan rencana perawatan bagi program rehabilitasi.
2. Catat dan terima keadaan kelemahan (kelelahan yang ada)
Kelelahan yang dialami dapat mengindikasikan keadaan anak
3. Indetifikasi factor-faktor yang mempengaruhi kemampuan untuk aktif seperti
pemasukan makanan yang tidak adekuat.
Memberikan kesempatan untuk memecahkan masalah untuk mempertahankan atau
meningkatkan mobilitas
4. Evaluasi kemampuan untuk melakukan mobilisasi secara aman
Latihan berjalan dapat meningkatkan keamanan dan efektifan anak untuk berjalan.

Dx 6 :
1 Kaji tingkat realita bahaya bagi anak dan keluarga tingkat ansietas(mis.renda,sedang,
parah).
Respon keluarga bervariasi tergantung pada pola kultural yang dipelajari.
2 Nyatakan retalita dan situasi seperti apa yang dilihat keluarga tanpa menayakan apa
yang dipercaya.
Pasien mugkin perlu menolak realita sampai siap menghadapinya.
3. Sediakan informasi yang akurat sesuai kebutuhan jika diminta oleh keluarga.
Informasi yang menimbulkan ansietas dapat diberikan dalam jumlah yang dapat
dibatasi setelah periode yang diperpanjang.
BAB III
LAPORAN KASUS

Contoh Kasus Poliomielitis :

Anak W berumur 3 tahun dibawa oleh kakaknya ke RS. Kakak pasien menyatakan bahwa
adiknya tiba-tiba merasa lemas di sekujur tubuhnya, dan tungkai kanan susah digerakkan. Gejala
awal demam, kemudian mual-mual dan muntah disertai pusing, hingga sekarang tidak mampu
berdiri dan berjalan. Kakak pasien merasa cemas karena adiknya belum pernah mendapatkan
vaksin polio sejak kecil.

a. Asuhan Keperawatan pada Pasien Poliomyelitis Berdasarkan Pola Fungsional Gordon :


 PENGKAJIAN
1.Identitas
a.Id en ti tas Pasi en
Nama : An. W
Usia : 3 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku / bangsa : Jawa/ Indonesia
Alamat : Setro BaruUtara Gg.7 No.50, Surabaya
Agama : Islam
Tgl MRS : 7/6/2012
Jam MRS : 16.00 WIB
Diagnosa : Poliomyelitis

b. Identitas Penanggung Jawab :


Nama : Tn. P
Umur : 40 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pendidikan/ pekerjaan : SLTA/ wiraswasta
Hubungan dg klien : ayah klien

2.Riw ayat Keseh atan Kep erawatan


1. Keluhan Utama :
pasien merasa lemas di sekujur tubuhnya.

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Kakak pasien menyatakan bahwa adiknya tiba-tiba merasa lemas di sekujur tubuhnya, dengan
gejala awal demam (Suhu 38,9 C), kemudian disertai pusing, hingga sekarang tidak mampu
berdiri dan berjalan. Imunisasi polio (-).

3. Riwayat Penyakit sebelumnya :

Riwayat Tumbuh Kembang anak :


- Imunisasi : Hepatitis B-1 diberikan waktu 12 jam setelah lahir, BCG diberikan saat lahir,
Polio oral belum pernah diberikan
- Status Gizi : Baik Tahap perkembangan anak menurut teori psikososial : Klien An. W
mencari kebutuhan dasarnya seperti kehangatan, makanan dan minuman serta kenyamanan dari
orang tua sendiri.

4. Riwayat Kesehatan Keluarga:


- Komposisi keluarga : Keluarga berperan aktif terutama ibu klien An. W dalam merawat klien.
- Lingkungan rumah dan komunitas : Lingkungan sekitar rumah berada di area pemukiman
kumuh.
- Kultur dan kepercayaan : -
- Perilaku yang dapat mempengaruhi kesehatan : -
- Persepsi keluarga tentang penyakit anak : cobaan Tuhan

3. Pengkajian Pemenuhan Kebutuhan Dasar Manusia Menurut Gordon (11 Pola)


1) Pola Persepsi dan Pemeliharaan Kesehatan
- Kakak pasien tampak merasa cemas karena adiknya belum pernah mendapatkan vaksin
poliosejak kecil, Persepsi keluarga tentang penyakit anaknya itu karena cobaan Tuhan.

2) Pola Nutrisi
Sebelum sakit : n o r m a l .
Selama sakit : n a f s u m a k a n b e r k u r a n g .

3) Pola Eliminasi
Sebelum sakit :
BAB : normal 1X sehari, warna kulit kecoklatan, tekstur lunak, aroma terapik.
BAK : normal, warna kunimg, aromatik.
Selama sakit :
BAB : konstipasi
BAK : normal, warna kuning, aromatik.
4) Aktivitas dan Latihan
Kemampuan Perawatan Diri 0 1 2 3 4
Kemampuan melakukan ROM √
Kemampuan Mobilitas di tempat tidur √
Kemampuan makan/minum √
Kemampuan toileting √
Kemampuan Mandi √
Kemampuan berpindah √
Kemampuan berpakaian √
Ket. : 0 = Mandiri 1= Menggunakan alat bantu 2 = dibantu orang lain
3 = Dibantu orang lain dan alat 4 = Tergantung Total
5) Tidur dan Istirahat
Sebelum sakit : 1 0 jam sehari, 2 jam tidur siang dan 8 jam tidur
malam.

Selama sakit : sering terbangun.

6) Sensori, Persepsi dan Kognitif


-
7) Konsep diri
- klien belum mampu memaparkan konsep dirinya karena klien masih berusia 3tahun.
8) Sexual dan Reproduksi
-Klien belum berkeluarga

9) Pola Peran Hubungan


Sebelum sakit : Interaksi dengan keluarga, teman, dan lingkungan baik.
Selama sakit : pasien mengalami perubahan pada interaksi keluarga, teman, dan lingkungan.
Aktivitas meningkat, tetapi terganggu.
10) Manajemen Koping Stress
Sebelum Sakit : Baik.
Selama sakit : klien belum mampu memaparkan secara tepat keadaan jiwanya karena klien masih
balita, klien dibantu dengan orang tua (ibu) untuk menyelesaikan masalahnya.
11) Sistem Nilai dan Keyakinan
Sebelum sakit : pasien beragama Islam.

Selama sakit : pasien tidak pernah melaksanakan sholat karena keterbatasan aktivitas akibat nyeri
sendi.
4. Pemeriksaan Fisik

a. B1 (breath) : RR normal, Tidak ada penggunaan otot bantupernafasan Suhu 38,9°C


b. B2 (blood) : normal
c. B3(brain : gelisah (rewel) dan pusing
d. B4 (bladder) : normal

e. B5 (bowel) : mual muntah, anoreksia, konstipasi


bone) : letargi atau kelemahan, tungkai kanan mengalamikelumpuhan, pasien tidak mampu berdiri
dan berjalan

5. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium :
pada pemeriksaan sampel fesesditemukan adanya Poliovirus. Pada pemeriksaan
serumditemukan adanya peningkatan antibody.

2. Pemeriksaan radiologi
b. Analisa Data
Nama kilen : An. W
Ruang Rawat : Rumah Sakit
Diagnosa medik : Poliomyelitis
DATA ETIOLOGI MASALAH
DS : pasien mengatakan - anoreksia - Perubahan nutrisi kurang
lemas, mual muntah. -mual muntah dari kebutuhan.
DO : konstipasi

DS : - kakak pasien -proses infeksi - hipertermi


mengatakan belum pernah
diimunisasi polio
DO : demam, S: 38,9°c,
adanya peningkatan
antibody

DS : kakak pasien Paralysis -gangguan mobilitas fisik


mengatakan badan pasien
lemas disekujur tubuhnya,
tungkai kanan sulit
digerakkan
DO : tidak mampu berdiri
dan berjalan, letargi

c. Diagnosa keperawatan sesuai perioritas


1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d anoreksia, mual dan muntah d/d
DS : pasien mengatakan lemas, mual muntah.
DO : konstipasi
2. Hipertermi b/d proses infeksi d/d
DS : - kakak pasien mengatakan belum pernah diimunisasi polio
DO : demam, S: 38,9°c, adanya peningkatan antibody
3. Gangguan mobilitas fisik b/d paralysis d/d
DS : kakak pasien mengatakan badan pasien lemas disekujur tubuhnya, tungkai kanan sulit
digerakkan
DO : tidak mampu berdiri dan berjalan, letargi
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN
NO. DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI
KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang kebutuhan nutrisi anak
1. Kaji pola makan anak  Meng
dari kebutuhan tubuh b/d terpenuhi.Kriteria Hasil : 2. 
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam Untu
anoreksia, mual dan - Pasien memperlihatkan pemberian nutrisi output d
muntah d/d peningkatan berat badan yang
3. 
Berikan makanan secara adekuat Menc
DS : pasien mengatakan progresif 4. Berikan nutrisi kalori, protein,vitamin seimban
lemas, mual muntah. - Nilai laboratorium pasien dan mineral  Meng
DO : konstipasi (albumin, protein,
5. Timbang berat badan
 Mena
elektrolit)menunjukkan nilai
6. Berikan makanan kesukaan anak
untuk ma
normal 7.
Berikan makanan porsi sedikit tapi
 Mem
- Mual muntah berkurang dan sering
nafsu makan bertambah.

2. Hipertermi b/d proses Tujuan suhu akan kembali  Pantau suhu tubuh  U
infeksi d/d normal dalam waktu 1x 24 tubuhya
 Jangan pernah menggunakan usapan
DS : - kakak pasien jam. alcohol saat mandi/kompres3.  Dapa
mengatakan belum pernah Kriteria hasil :- Suhu normal  Meng
 Hindari mengigil.4.
diimunisasi polio 36,5°C- 37,5°C  Da

DO : demam, S: 38,9°c, - Nadi dan pernapasan dalam Kompres mandi hangat durasi 20-30
menit. demam
adanya peningkatan rentan normal (N= <
antibody 160x/ menit , RR= 30-40
x/menit)
3. Gangguan mobilitas fisik Tujuan: Dalam waktu 3 x 24
1. Tentukan aktivitas  Mem
b/d paralysis d/d jam, klien mampu
2. Catat dan terima keadaan untuk m
DS : kakak pasien melaksanakan aktivitasfisik kelemahan(kelelahan yang ada). perawat
mengatakan badan pasien sesuai dengan
3. Indetifikasi factor-faktor  Kele
lemas disekujur tubuhnya, kemampuannya.Kriteria hasil : yangmempengaruhi kemampuan dapatme
tungkai kanan sulit - Klien dapat ikut serta dalam untuk aktif seperti pemasukan  Mem
digerakkan program latihan. makananyang tidak adekuat. untuk m
DO : tidak mampu berdiri - Tidak terjadi kontraktur
4. Evaluasi kemampuan untuk melakukan untuk m
dan berjalan, letargi sendi. mobilisasi secara aman meningk
- Bertambahnya kekuatan otot.
5. Kolaborasi dengan fisioterapis
- Klien menunjukan tindakan  Latih
untuk meningkatkan mobilitas meningk
anak un

CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien : An. W
No. RM : -
Umur : 3 tahun
Dx Medis : Poliomyelitis
Hari/Tg Dx. Jam Implementasi Hari/Tg Jam Evaluasi TTD/
l Keperawata l Nam
n a
Jum’at Perubahan 08.01. Mengkaji pola Sabtu 08.0 S : keluarga Linda
8/6/12 nutrisi kurang 0 makan anak 9/6/12 0 klien
dari WIB2. berkolaborasi WIB mengatakan
kebutuhan dengan ahli gizi klien sudah
tubuh b/d dalam pemberian tidak mual
anoreksia, nutrisi muntah
mual dan 3. memberikan O : nafsu
muntah d/d makanan secara makan
DS : pasien adekuat meningkat
mengatakan 4. memberikan A : masalah
lemas, mual nutrisi kalori, keperawata
muntah. protein,vitamin n teratasi
DO : dan mineral P:
konstipasi 5. menimbang lanjutkan
berat badan asuhan
6. memberikan keperawata
makanan kesukaan n
anak

7. memberikan
makanan porsi
sedikit tapi
sering
Jum’at Hipertermi 09.0 Jum’at 09.0 S : kakak Mute
08/6/12 b/d proses 0  memantau 08/6/12 0 pasien
suhu tubuh
infeksi d/d WIB WIB mengatakan
DS : - kakak  Jangan pernah tidak
pasien menggunakan demam lagi,
usapan alcohol
mengatakan saat O : S: 37°c
belum pernah mandi/kompres3. A : masalah
diimunisasi  menghindari keperawata
polio mengigil.4. n tercapai
DO : demam,  mengompres sebagian
S: 38,9°c, mandi hangat P:
durasi 20-30
adanya menit. lanjutkan
peningkatan asuhan
antibody keperawata
n
Jum’at Gangguan 10.01. menentukan Senin 10.0 S : kakak Laily
8/6/12 mobilitas fisik 0 aktivitas 11/6/12 0 pasien
b/d paralysis WIB2. mencatat dan WIB mengatakan
d/d terima keadaan pasien
DS : kakak kelemahan(kelel masih lemas
pasien ahan yang ada). O : pasien
mengatakan 3. belum
badan pasien mengindetifikasi mampu
lemas factor-faktor berjalan
disekujur yangmempengar A : masalah
tubuhnya, uhi kemampuan keperawata
tungkai kanan untuk aktif n belum
sulit seperti tercapai
digerakkan pemasukan
DO : tidak makananyang P:
mampu tidak adekuat. lanjutkan
berdiri dan 4. mengevaluasi asuhan
berjalan, kemampuan keperawata
letargi untuk melakukan n
mobilisasi secara
aman
5. Kolaborasi
dengan
fisioterapis
BAB IV
Aspek Psikososial
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
WOC (KASUS)
PolioVirus
Masuk lewat mulut
Berkembang biak di tenggorokan & Sist. Percernaan
Diserap &disebar melalui Sist. Pemb. Darah & getah bening
Menular ke bagian saraf di otak
POLIO
Anoreksia
Mual muntah
konstipasi
Proses Infeksi
Hipertermi
Gelisah, rewel, pusing
Aspek Fisiologis
Penyakit Polio pada anak
Mal adaptif
Kasiapan dalam peningkatan koping keluarga
Adaptif

Melemahnya otot (paralysis)


Normal
Perdarahan
Jantung
B1 B2 B3 B4 B5
B6
Normal
Normal
Lemas, tungkai kanan sulit digerakkan
Gangguan mobilitas fisik
BAB V
PENUTUP
a. Kesimpulan
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh
virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke
tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan
mengalir ke sytem syaraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan
(paralisis).
Poliomielitis adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban.
Polio menular melalui kontak antarmanusia. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika
seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses. Poliovirus adalah virus
RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang sistem
saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia,
lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio
dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari.
Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita yang terinfeksi
poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit.
Setelah seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui feses selama beberapa minggu dan
saat itulah dapat terjadi penularan.
b. Saran
Saran yang dapat saya berikan kepada masyarakat agar terhindar dari penginfeksian
penyakit poliomeilitis yang disebabkan oleh virus yang disebut dengan polio virus ini adalah:
Jagalah sanitasi lingkungan anda, sanitasi lingkungan merupakan hal yang sepele namun sangat
penting. Apabila sanitasi lingkungan kita tidak dijaga, maka dapat menimbulkan berbagai
macam penyakit tidak hanya penyakit poliomielitis, Jagalah makanan ataupun minuman yang
akan dikonsumsi karena hal ini sangat penting dimana makanan atau minuman menjadi tempat
perantara penyebaran penyakit poliomielitis. Untuk pencegahannya yaitu diberikan vaksin polio
idealnya pada anak-anak agar dapat diantisipasi penyakit poliomielitis ini.

DAFTAR PUSTAKA
file:///F:/Poliomielitis.htm
file:///F:/Makalahku%20%20Poliomielitis.htm
file:///F:/ASUHAN%20KEPERAWATAN%20PADA%20ANAK%20DENGAN%20POLIOMYELI
TIS%20_%20Yusniraharjo%27s%20Blog.htm
file:///F:/Bab%202%20Tinjauan%20Pustaka%20-%20Askep%20Siap.htm
http://pharmacypm2010.blogspot.com/2013/04/pengertian-penyebab-gejala-pengobatan.html
http://rezisriwahyuniaknur.blogspot.com/2013/04/poliomielitis.html
https://www.google.com/#q=makalah+poliomyelitis+paralitik

http://lisarustiani.blogspot.co.id/2014/01/makalah-askep-polio-contoh-kasus.html
Jani Sarwestri
Sabtu, 20 Juli 2013
Asuhan Keperawatan pada Anak dengan MORBILI

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpihan karunia,

hidayah dan bimbingan-Nya, sehingga makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Makalah ini

disusun untuk memenuhi tugas Keperawatan Anak 1 dengan judul ”Makalah Keperawatan Anak

I Asuhan Keperawatan Pada Anak Dengan Morbili”. Kami mengucapkan terima kasih kepada

semua pihak yang telah membantu kami dalam menyelesaikan makalah ini. Adapun pihak-pihak

tersebut antara lain :

1. NS. Erni Suprapti, S.ST,. S.Kep, selaku Dosen Keperawatan Anak 1 AKPER KESDAM IV /

DIPONEGORO

2. Teman-teman yang juga membantu dalam berbagai hal.

3. Serta pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan makalah ini.

Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat diterima, dipelajari dan

bermanfaat bagi mahasiswa dan pembaca dikalangan masyarakat serta dapat digunakan sebagai

bahan acuan dalam penyusunan makalah yang lain. Dan kami menyadari adanya banyak

kekurangan, baik tulisan maupu cara penulisan, untuk itu kritik dan saran yang membangun

sangat kami harapkan.

Semarang, Maret 2013


Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Campak sering menyerang anak anak balita. Penyakit ini mudah menular

kepada anak anak sekitarnya, oleh karena itu, anak yang menderita Campak harus diisolasi untuk

mencegah penularan. Campak disebabkan oleh kuman yang disebut Virus Morbili. Anak yang

terserang campak kelihatan sangat menderita, suhu badan panas, bercak bercak seluruh tubuh

terkadang sampai borok bernanah. Biasanya penyakit ini timbul pada masa anak dan kemudian

menyebabkan kekebalan seumur hidup. Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang pernah menderita

morbili akan mendapat kekebalan secara pasif (melalui plasenta) sampai umur 4-6 bulan dan

setelah umur tersebut kekebalan akan mengurang sehingga si bayi dapat menderita morbili. Bila

seseorang wanita menderita morbili ketika ia hamil 1 atau 2 bulan, maka 50% kemungkinan akan

mengalami abortus, bila ia menderita morbili pada trimester I, II, atau III maka ia akan mungkin

melahirkan seorang anak dengan kelainan bawaan atau seorang anak dengan BBLR, atau lahir

mati atau anak yang kemudian meninggal sebelum usia 1 tahun.


Morbili / campak adalah penyakit akut yang disebabkan virus campak yang sangat

menular pada umumnya menyerang anak-anak. Menurut kriteria diagnostiknya, ada 4 stadium

campak meliputi stadium tunas, stadium prodormal / kataral, stadium erupsi, dan stadium

konvalesensi. Gejala klinis morbili meliputi demam mencapai 400C, pilek, batuk, konjungtivitis,

ruam erupsi makulopapular, dan koplik’s spot (merupakan tanda pathognomonis penyakit

campak, bentuk bintik tidak teratur dan kecil berwarna merah terang, pada pertengahan di dapat

noda putih keabuan, mula-mula 2-6 bintik). Pada pasien ini masih di observasi febris hari ke-2

dengan suspek morbili. Untuk terapi medikamentosa diberikan infus KAEN 3A, antipiretik

(parasetamol), ambroxol, vitamin A dan C. Sedangkan untuk Supportifnya, pasien diminta untuk

istirahat, dan pasien dirawat di bangsal isolasi untuk mencegah penularan ke pasien lain.

B. Rumusan Masalah

1. Mengapa morbili dapat menular?

A. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami dan mengetahui bagaimana cara membuat Asuhan

Keperawatan pada Pasien Anak dengan Morbili.

2. Tujuan Khusus

Mahasiswa akan mampu:

a. Memahami definisi Morbili

b. Mengetahui etiologi terjadinya Morbili

c. Mengetahui manifestasi klinis dari Morbili


d. Mengetahui cara penularan dari Morbili

e. Mengetahui patofisiologi terjadinya Morbili

f. Mengetahui komplikasi dari Morbili

g. Mengetahui diagnose banding dari Morbili

h. Mengetahui pemeriksaan penunjang untuk Morbili

i. Mengidentifikasi penatalaksanaan klien anak dengan Morbili

j. Mengetahui bagaimana pencegahan Morbili

k. Merumuskan asuhan keperawatan pada klien anak dengan Morbili meliputi pengkajian,

diagnosis keperawatan, dan intervensi keperawatan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium

yaitu : stadium inkubasi, stadium prodromal dan stadium erupsi (Rampengan, 1997: 90)

Campak adalah organisme yang sangat menular ditularkan melalui rute udara dari

seseorang yang terinfeksi pada orang lain yang rentan (Smeltzer, 2001:2443)

Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium,

yaitu : stadium kataral, stadium erupsi dan stadirum konvelensi. (Rusepno, 2002:624)

Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium,

yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadirum konvelensi. (Ngastiyah, 1997:351)

Campak, measles atau rubeola adalah penyakit virus akut yang disebabkan oleh virus

campak. (Hardjiono, 2004:95)

Campak adalah demam eksantematosa akut oleh virus yang menular ditandai oleh

gejala prodromal yang khas, ruam kulit dan bercak koplik. (Ovedoff, 1995:451)

Measles atau rubeola adalah penyakit infeksi tinggi akut melibatkan traktus

respiratorius dan dikarakteristikkan oleh ras makulopapuler confluent. (N. Clex, 2001:153).

Morbili adlah penyakit infeksi virus akut yang ditandai oleh tiga stadium yaitu

stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalensi (Suriadi, 2001:211).

Morbili adalah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium,

yaitu stadium kataral, stadium erupsi, dan stadium konvalesensi. (Mansjoer, 2000 : 47).
B. Etilogi

Penyebab penyakit ini adalah sejenis virus yang tergolong dalam famili

paramyxovirus yaitu genus virus morbili. Virus ini sangat sensitif terhadap panas dan dingin, dan

dapat diinaktifkan pada suhu 30oC dan -20oC, sinar matahari, eter, tripsin, dan beta

propiolakton. Sedang formalin dapat memusnahkan daya infeksinya tetapi tidak mengganggu

aktivitas komplemen. (Rampengan, 1997 : 90-91)

Penyebab morbili adalah virus morbili yang terdapat dalam sekret nasofaring dan

darah selama masa prodromal sampai 24 jam setelah timbul bercak-bercak, cara penularan

dengan droplet dan kontak (Ngastiyah, 1997:351)

Campak adalah suatu virus RNA, yang termasuk famili Paramiksoviridae, genus

Morbilivirus. Dikenal hanya 1 tipe antigen saja; yang strukturnya mirip dengan virus penyebab

parotitis epidemis dan parainfluenza. Virus tersebut ditemukan di dalam sekresi nasofaring,

darah dan air kemih, paling tidak selama periode prodromal dan untuk waktu singkat setelah

munculnya ruam kulit. Pada suhu ruangan, virus tersebut dapat tetap aktif selama 34 jam.

(Nelson, 1992 : 198).

C. Manesfestasi Klinik

Masa tunasnya adalah 10-20 hari, dan penyakit ini dibagi menjadi dalam 3 stadium

yaitu:

1. Stadium Kataral ( Prodormal)

Berlangsung selama 4-5 hari dengan tanda gejala sebagai berikut:

a. Panas

b. Malaise
c. Batuk

d. Fotofobia

e. Konjungtivitis

f. Koriza

Menjelang akhir stadium kataral dan 24 jam sebelum timbul enantema, timbul bercak

koplik berwarna putih kelabu, sebesar ujung jarum dan dikelilingi oleh eritema tapi itu sangat

jarang dijumpai. Diagnosa perkiraan yang besar dapat dibuat bila ada bercak koplik dan

penderita pernah kotak dengan penderita morbili dalam waktu 2 minggu terakhir.

2. Stadium Erupsi

Gejala klinik yang muncul pada stadium ini adalah:

a. Koriza dan Batuk bertambah

b. Kadang terlehat bercak koplik

c. Adanya eritema, makula, papula yang disertai kenaikan suhu badan

d. Terdapat pembesaran kelenjar getah bening

e. Splenomegali

f. Diare dan muntah

Variasi dari morbili disebut “Black Measles” yaitu morbili yang disertai pendarahan

pada kulit, mulut, hidung dan traktus digestivus.


3. Stadium konvalensensi

Erupsi mulai berkurang dengan meninggalkan bekas (hiperpigmentasi). Suhu


menurun sampai normal kecuali ada komplikasi.

D. Patofisiologi

Gejala awal ditunjukkan dengan adanya kemerahan yang mulai timbul pada bagian

belakang telinga, dahi, dan menjalar ke wajah dan anggota badan. Selain itu, timbul gejala

seperti flu disertai mata berair dan kemerahan (konjungtivis). Setelah 3-4 hari, kemerahan mulai

hilang dan berubah menjadi kehitaman yang akan tampak bertambah dalam 1-2 minggu dan

apabila sembuh, kulit akan tampak seperti bersisik. (Supartini, 2002 : 179). Penularannya sangat

efektif, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang.

Penularan campak terjadi melalui droplet melalui udara, terjadi antara 1-2 hari

sebelum timbul gejala klinis sampai 4 hari setelah timbul ruam. Di tempat awal infeksi,

penggadaan virus sangat minimal dan jarang dapat ditemukan virusnya. Virus masuk kedalam

limfatik lokal, bebas maupun berhubungan dengan sel mononuklear mencapai kelenjar getah

bening lokal. Di tempat ini virus memperbanyak diri dengan sangat perlahan dan dari tempat ini

mulailah penyebaran ke sel jaringan limforetikular seperti limpa.

Sel mononuklear yang terinfeksi menyebabkan terbentuknya sel raksasa berinti

banyak Sedangkan limfosit T meliputi klas penekanan dan penolong yang rentan terhadap

infeksi, aktif membelah. Gambaran kejadian awal di jaringan limfoid masih belum diketahui

secara lengkap, tetapi 5-6 hari setelah infeksi awal, fokus infeksi terwujud yaitu ketika virus

masuk kedalam pembuluh darah dan menyebar ke permukaan epitel orofaring, konjungtiva,

saluran napas, kulit, kandung kemih, usus.Pada hari ke 9-10 fokus infeksi yang berada di epitel
aluran nafas dan konjungtiva, 1-2 lapisan mengalami nekrosis. Pada saat itu virus dalam jumlah

banyak masuk kembali ke pembuluh darah dan menimbulkan manifestasi klinik dari sistem

saluran napas diawali dengan keluhan batuk pilek disertai selaput konjungtiva yang tampak

merah.

Respon imun yang terjadi adalah proses peradangan epitel pada sistem saluran

pernapasan diikuti dengan manifestasi klinis berupa demam tinggi, anak tampak sakit berat dan

ruam yang menyebar ke seluruh tubuh, tanpa suatu ulsera kecil pada mukosa pipi yang disebut

bercak koplik. Muncul ruam makulopapular pada hari ke-14 sesudah awal infeksi dan pada saat

itu antibody humoral dapat dideteksi. Selanjutnya daya tahan tubuh menurun, sebagai akibat

respon delayed hypersensitivity terhadap antigen virus terjadilah ruam pada kulit, kejadian ini

tidak tampak pada kasus yang mengalami defisit sel-T. Fokus infeksi tidak menyebar jauh ke

pembuluh darah. Vesikel tampak secara mikroskopik di epidermis tetapi virus tidak berhasil

tumbuh di kulit. Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernapasan memberikan

kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa bronkopneumonia, otitis media dan lain-

lain. Dalam keadaan tertentu adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus

campak.

E. Pemeriksaan Penunjang

1. Pada pemeriksaan darah tepi hanya ditemukan leukopeni

2. Dalam spuntum, sekresi nasal, sedimen urine dapat ditemukan adanya multinucleated giant cells

yang khas
3. Pada pemeriksaan serologis dengan cara hemagglutination inhibition test dan complemen

fixation test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1-3 hari setelah timbulnya

rash dan mencapai puncaknya pada 2-4 minggu kemudian. (Rampengan, 1997 : 94)

4. Pada pemeriksaan serologi dengan cara hemaglutination inhibition test dan complement

fiksatior test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam 1 – 3 hari setelah timbulnya

ras dan mencapai puncaknya pada 2 – 4 minggu kemudian.


F. Komplikasi

1. Pneumonia

Perluasan infeksi virus disertai dengan infeksi sekunder. Bakteri yang menimbulkan

pneumoni pada mobili adalah streptokok, pneumokok, stafilokok, hemofilus influensae dan

kadang-kadang dapat disebabkan oleh pseudomonas dan klebsiela.

2. Gastroenteritis

Komplikasi yang cukup banyak ditemukan dengan insiden berkisar 19,1 – 30,4%

3. Ensefalitis

Akibat invasi langsung virus morbili ke otak, aktivasi virus yang laten, atau

ensefalomielitis tipe alergi.

4. Otitis media

5. Mastoiditis
ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN ANAK DENGAN MORBILI

A. Pengkajian
1. Biodata

Terdiri dari biodata pasien dan biodata penanggung jawab.

2. Proses keperawatan

a. Keluhan utama

Keluhan utama pada pasien dengan morbili yaitu demam terus-menerus berlangsung

2 – 4 hari. (Pusponegoro, 2004 : 96)

b. Riwayat keperawatan sekarang

Anamnesa adanya demam terus-menerus berlangsung 2 – 4 hari, batuk, pilek, nyeri

menelan, mata merah, silau bila kena cahaya (fotofobia), diare, ruam kulit. (Pusponegoro, 2004 :

96)
c. Riwayat keperawatan dahulu

Anamnesa pada pengkajian apakah klien pernah dirawat di Rumah Sakit atau pernah

mengalami operasi (Potter, 2005 : 185).

d. Riwayat Keluarga

Dapatkan data tentang hubungan kekeluargaan dan hubungan darah, apakah klien

beresiko terhadap penyakit yang bersifat genetik atau familial. (Potter, 2005 : 185)

3. Pemeriksaan Fisik

a. Mata : terdapat konjungtivitis, fotophobia

b. Kepala : sakit kepala

c. Hidung : Banyak terdapat secret, influenza, rhinitis/koriza, perdarahan hidung ( pada stad eripsi

).

d. Mulut & bibir : Mukosa bibir kering, stomatitis, batuk, mulut terasa pahit.

e. Kulit : Permukaan kulit ( kering ), turgor kulit, rasa gatal, ruam makuler pada leher,muka,

lengan dan, evitema, panas (demam).

f. Pernafasan : Pola nafas, RR, batuk, sesak nafas, wheezing, renchi, sputum

g. Tumbuh Kembang : BB, TB, BB Lahir, Tumbuh kembang R/ imunisasi.

h. Pola Defekasi : BAK, BAB, Diare

i. Status Nutrisi : intake – output makanan, nafsu makanan

B. Diagnosa Keperawatan (Doengoes, E Marylin,2000)

1. Gangguan rasa nyaman peningkatan suhu tubuh bd proses inflamasi

2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh bd anoreksia.

3. Resiko kurang volume cairan bd kehilangan sekunder terhadap demam.


4. Gangguan pola nafas bd inflamasi saluran nafas.

5. Gangguan persepsi sensori bd radang konjungtiva.

6. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan proses penyakit morbili.

7. Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial dan

peningkatan produksi sputum.


C. Intervensi

1. Gangguan rasa nyaman peningkatan suhu tubuh bd proses inflamasi.

a. Tujuan : Diharapkan suhu badan pasien berkurang

b. Kriteria hasil :

1) Suhu tubuh 36,6 – 37,4 0 C.

2) Bibir lembab.

3) Nadi normal.

4) Kulit tidak terasa panas.

5) Tidak ada gangguan neurologis ( kejang ).

c. Intervensi :

1) Monitor perubahan suhu tubuh, denyutan nadi.

2) Memberikan kompres dingin / hangat.

3) Berikan pakaian tipis dalam memudahkan proses penguapan

4) Libatkan keluarga dalam perawatan serta ajari cara menurunkan suhu dan mengevaluasi

perubahan suhu tubuh.

5) Kolaborasi medis untuk pemberian terapi antipiretik.

2. Gangguan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan anoreksia.

a. Tujuan : Diharapakan pasien menunjukkan peningkatan nafsu makan

b. Kriteria hasil :

1) BB meningkat

2) Mual berkurang / hilang


3) Tidak ada muntah

4) Pasien menghabiskan makan 1 porsi

5) Nafsu makan meningkat

6) Pasien menyebutkan manfaat nutrisi

7) Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.

c. Intervensi :

1) Berikan sari buah yang banyak mengandung air.

2) Berikan susu atau makanan dalam keadaan hangat.

3) Berikan nutrisi bentuk lunak untuk membantu nafsu makan.

4) Berikan diet TKTP atau nutrisi yang adekuat.

5) Monitor perubahan berat badan, adanya bising usus, dan status gizi.

3. Resiko kurang volume cairan b.d kehilangan sekunder terhadap demam.

a. Tujuan : Tidak terjadi kekurangan volume cairan tubuh

b. Kriteria hasil :

1) Turgor baik

2) Kulit lembab

3) TTV dalam batas normal

4) Mukosa mulut lembab

5) Cairan masuk dan keluar seimbang

6) Tidak pusing pada perubahan posisi

7) Tidak haus

8) Hb, Ht, dalam batas normal.


c. Intervensi :

1) Observasi penyebab kekurangan cairan : muntah, diare, kesulitan menelan, kekurangan darah

aktif, diuretic, depresi, kelelahan

2) Observasi TNSR.

3) Observasi tanda – tanda dehidrasi.

4) Observasi keadaan turgor kulit, kelembaban, membran mukosa.

5) Monitor pemasukan dan pengeluaran cairan bila kekurangan cairan terjadi secara mendadak,

ukur produksi urine setiap jam, berat jenis dan observasi warna urine.

6) Catat dan ukur jumlah dan jenis cairan masuk dan keluar perparetal. Perhatikan : cairan yang

masuk, kecepatan tetesan untuk mencegah edema paru, dispneu, bila pasien terpasang infus.

7) Timbang BB setiap hari.

4. Gangguan pola nafas bd inflamasi saluran nafas.

a. Tujuan : Pasien menunjukkan Status Respirasi: Ventilasi: Pergerakan udara ke dalam dan ke

luar dari paru-paru yang normal

b. Kriteria hasil:

1) Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status pernapasan yang tidak

berbahaya: ventulasi dan status tanda vital.

2) Menunjukkan status pernapasan: Ventilasi tidak terganggu, diotandai dengan indikator

gangguan sebagai berikut (dengan ketentuan 1-5L ekstrem, kuat, sedang, ringan , tidak).

3) Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas. Ekspansi dada simetris.

4) Tidak ada penggunaan itot bantu.

5) Bunyi napas tambahan tidak ada.


6) Napas pendek tidak ada.

c. Intervensi :

1) Pantau adanya pucat dan sianosis. Pantau efek obat pada status respirasi. Tentukan lokasi dan

luasnya krepitasi di tulang dada.

2) Kaji kebutuhan insersi jalan napas.

3) Observasi dan dokumentasikan ekspansi dada bilateral pada pasien dengan ventilator.

4) Pemantauan Pernapasan : Pantau kecepatan, irama, kedalaman dan suaha respirasi; perhatikan

pergerakan dada, amati kesimetrisan, penggunaan otot-otot bantu, serta retraksi otot suprakla

vikular dan interkostal; pantau respirasi yang berbunyi, seperti mendengar.


5. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit bd penggarukan pruritus.

a. Tujuan: kulit tetap utuh

b. Kriteria hasil :

1) Permukaan kulit utuh.

2) Tidak ada kemerahan dan luka.

c. Intervensi:

1) Jaga agar kuku tetap pendek dan bersih.

2) Pakailah sarung tangan atau restrein siku.

3) Berikan pakaian tipis, longgar, dan tidak mengiritasi.

4) Tutup area yang sakit (lengan panjang, celana panjang, pakaian satu lapis).

5) Berikan sedkit lotion yang melembutkan pada luka terbuka.

6) Hindari pemajanan panas atau sinar matahari

6. Gangguan integritas kulit yang berhubungan dengan proses penyakit morbili.

a. Tujuan : Integritas kulit baik

b. Kriteria hasil :

1) Permukaan kulit utuh.

2) Tidak ada kemerahan dan luka.

c. Intervensi :

1) Observasi keadaan kulit selama masa perawatan.

2) Kaji pola nutrisi dan cairan anak.

3) Beri pakaian yang tipis dan menyerap keringat.

4) Ganti pakaian dan alat tenun bila basah.


5) Jaga kulit agar tetap bersih dan kering.

6) Beri terapi sesuai program medik.

7. Ketidak efektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial dan

peningkatan produksi sputum.

a. Tujuan :Bersihan jalan napas efektif

b. Kriteria hasil :

1) Tidak ada suara napas tambahan.

2) Anak bebas dari tanda hiperkapnea, hipexia.

3) Bebas dari sianosis, penggunaan otot dada untuk bernapas.

c. Intervensi :

1) Observasi pola napas anak, suara napas dan usaha anak untuk bernapas.

2) Catat dan laporkan gejala takipnea, napas cuping hidung.

3) Observasi warna kulit dan selaput lendir.

4) Observasi sputum : warna, bau, sifat.

5) Ajarkan napas mulut, teknik relaksasi dan latihan napas.

6) Isap lendir bila perlu.

7) Beri posisi semi fowler.

D. Evaluasi

1. Suhu tubuh 36,6 – 37,4 0 C.

2. Bibir lembab.

3. Nadi normal.
4. Kulit tidak terasa panas.

5. Tidak ada gangguan neurologis ( kejang )

6. BB meningkat

7. Mual berkurang / hilang

8. Tidak ada muntah

9. Pasien menghabiskan makan 1 porsi

10. Nafsu makan meningkat

11. Pasien menyebutkan manfaat nutrisi

12. Tidak ada tanda-tanda malnutrisi.

13. Turgor baik

14. Kulit lembab

15. TTV dalam batas normal

16. Mukosa mulut lembab

17. Cairan masuk dan keluar seimbang

18. Tidak pusing pada perubahan posisi

19. Tidak haus

20. Menunjukkan pola pernapasan efektif, dibuktikan dengan status pernapasan yang tidak

berbahaya: ventulasi dan status tanda vital.

21. Menunjukkan status pernapasan: Ventilasi tidak terganggu, diotandai dengan indikator

gangguan sebagai berikut (dengan ketentuan 1-5L ekstrem, kuat, sedang, ringan , tidak).

22. Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas. Ekspansi dada simetris.

23. Tidak ada penggunaan itot bantu.

24. Bunyi napas tambahan tidak ada.


25. Napas pendek tidak ada.

26. Permukaan kulit utuh.

27. Tidak ada kemerahan dan luka

28. Tidak ada suara napas tambahan.

29. Anak bebas dari tanda hiperkapnea, hipexia.

30. Bebas dari sianosis, penggunaan otot dada untuk bernapas.


BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Morbili ialah penyakit infeksi virus akut, menular yang ditandai dengan 3 stadium,

yaitu stadium kataral, stadium erupsi dan stadirum konvelensi. (Ngastiyah, 1997:351). Penyebab

penyakit ini adalah sejenis virus yang tergolong dalam famili paramyxovirus yaitu genus virus

morbili. Virus ini sangat sensitif terhadap panas dan dingin, dan dapat diinaktifkan pada suhu

30oC dan -20oC, sinar matahari, eter, tripsin, dan beta propiolakton. Sedang formalin dapat

memusnahkan daya infeksinya tetapi tidak mengganggu aktivitas komplemen. (Rampengan,

1997 : 90-91).

Manifestasi klinis Koriza dan Batuk bertambah, Kadang terlehat bercak koplik,

Adanya eritema, makula, papula yang disertai kenaikan suhu badan, Terdapat pembesaran

kelenjar getah bening, Splenomegali. Pada pemeriksaan serologis dengan cara hemagglutination

inhibition test dan complemen fixation test akan ditemukan adanya antibody yang spesifik dalam

1-3 hari setelah timbulnya rash dan mencapai puncaknya pada 2-4 minggu kemudian.

(Rampengan, 1997 : 94).


DAFTAR PUSTAKA

Arief Manjoer. 2000. “Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jilid II”. Jakarta: EGC

Behrman, Kliegnan, Arvin. 1999. “Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Vol.2. Edisi 15.” Jakarta: EGC.

Doenges, Marilynnm E. dkk. 1999. “Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3”. Jakarta: EGC

Ngastiyah. 1997. “Perawat Anak Sakit.” Jakarta: EGC.

Suryadi. 2010. “Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi 2”. Jakarta:

CV Sagung Seto

Wong’s & Whaley. 2010. “Nursing Care Of Infants And Children”. Jakarta: EGC

http://janisarwestri.blogspot.co.id/2013/07/asuhan-keperawatan-pada-anak-dengan.html

Anda mungkin juga menyukai