Anda di halaman 1dari 4

OFTALMIA NEONATORUM

Oftalmia neonatorum dalam pengertian luas berarti setiap infeksi konjungtiva pada neonatus.
Akan tetapi, arti sempitnya adalah infeksi konjungtiva, terutama oleh gonokokus,akibat
kontamina'si pada mata bayi saat melalui serviks dan vagina ibu atau selama masa postpartum.
Karena konjungtivitis gonokokus bisa menimbulkan kebutaan dengan cepat, etiologi semua
kasus oftalmia neonatorum harus diverifikasi dengan pemeriksaan hapusan eksudat, kerokan
epitel, biakan, dan uji cepat untuk gonokokus. Konjungtivitis gonokok neonatorum menimbulkan
ulserasi pada kornea dan kebutaanjika tidak segera diobati. Konjungtivitis klamidia neonatorum
(blenorrhea inklusi) bersifat kurang destruktif, tetapi dapat berlangsung berbulan- bulan jika
tidak diobati dan dapat diikuti dengan pneumonia. Penyebab lainnya mencakup infeksi oleh
stafilokokus, pneumokokus, Haemophylus, dan virus herpes simpleks, serta profilaksis dengan
perak nitrat. Onset penyakit diperlukan untuk menetukan diagnosis klinis karena kedua jenis
utama-oftalmia gonorrhea dan blenorrhea inklusi-mempunyai masa inkubasi yang sangat
berbeda: penyakit gonokok 2-3 hari dan penyakit klarnidia 5-12 hari. Infeksi jalan-lahir ketiga
yang penting (keratokonjungtivitis HSV-2) mempunyai masa inkubasi 2-3 hari dan berpotensi
serius karena kemungkinan terjadinya penyebaran sistemik. Terapi konjungtivitis gonokok
neonatorum adalah dengan ceftriaxone, 125 mg, dosis tunggal secara intramuskular; pilihan
kedua adalah kanamycin, 75 mg intramuskular.Suspensi erythromycin oral dengan dosis 50 mg/
kg/hari dibagi dalam empat kali minum selama 2 minggu efektif untuk mengobati konjungtivitis
klamidia pada neonatus. Pada konjungtivitis gonokok maupun klamidia, orang tuanya juga perlu
diobati. Keratokonjungtivitis herpes simpleks diobati dengan acyclovir, 3A mg/kg/hari dalam
tiga kali minum selama L4hari. Penyakit neonates yang disebabkan HSV memerlukan perawatan
inap karena berpotensi menimbulkan manifestasi sistemik ataupun neurologik. Konjungtivitis
neonatal jenis lain diobati dengan salep mata erythromycin, gentamicin, atau tobramycin empat
kali sehari. Profilaksis dengan perak nitrat I % Cred6 ternyata efektif mencegah oftalmia
gonorhea, tetapi tidak blenorrhea inklusi atau infeksi herpetik. Konjungtivitis kimiawi ringan
yang diakibatkan perak nitrat hanya ringan dan singkat. Kecelakaan dengan larutan pekat dapat
dihindari dengan memakai ampul lilin khusus yang dipersiapkan untuk profilaksis Crede. Salep
tetracycline dan erythromycin merupakan pengganti yang efektif.

Oftalmia simpatika adalah uveitis granulomatosa bilateral yang jarang, tetapi menghancurkan;
timbul 10 hari sampai beberapa tahun setelah trauma tembus mata. Sembilan puluh persen kasus
terjadi dalam 1 tahun setelah trauma. Penyebabnya tidak diketahui, tetapi penyakit ini agaknya
berkaitan dengan hipersensitivitas terhadap beberapa unsur dari sel-sel berpigmen di uvea.
Kondisi ini sangat jarang terjadi setelah bedah intraokular (pada katarak atau glaukoma) yang
tanpa komplikasi dan bahkan lebih jarang lagi pascaendoftalmitis. Mata yang cedera
(terangsang) mula-mula meradang dan mata sebelahnya (yang simpatik) meradang kemudian.
Pasien biasanya mengeluhkan fotofobia, kemerahary dan penglihatan kabur; namun, adanya
floaters bisa juga menjadi keluhan awal. Uveitis umurrmya di-fus. Eksudat halus putih-
kekuningan di lapisan-dalam retina (nodul Dalen-Fuchs) kadang-kadang tampak di segmen
posterior. Juga ditemukan adanya ablatio retinae serosa. Pengobatan yang dianjurkan untuk mata
cedera berat yang tidak dapat melihat adalah enukleasi dalam 10 hari pascatrauma. Mata yang
simpatik harus diterapi secara agresif dengan kortikosteroid lokal atau sistemik. Selain itu,
mungkin diperlukan obat-obat imunosupresan lai4 misalnya cyclosporine, cyclophospamide, dan
chlorarnbucil (Tabel 7-2). Tanpa pengobatary penyakit ini terus berkembang hingga berakhir
pada kebutaan bilateral total.

OFTALMIA SIMPATIKA & SINDROM VOGT.


KOYANAGI.HARADA
Kedua penyakit ini dibahas bersama-sama karena keduanya memiliki kesamaan gambaran klinis
tertentu. Keduanya diperkirakan mencerminkan suatu fenomena autoimun yang mengenai
struktur berpigmen di mata dan kulit, dan keduanya dapat memperlihatkan gejala-geiala
meningeal. Gambaran Klinis Oftalmia simpatika adalah suatu peradangan di mata kedua
(sebelahnya) setelah yang.pertama mengalami kerusakan akibat trauma tembus. Pada
kebanyakan kasus, sebagian uvea mata yang cedera telah terpajan ke atmosfir sekurang-
kurangnya selama 1 jam. Mata yang tidak cedera atau "yang bersimpatik" memperlihatkan tanda-
tanda minor uveitis anterior setelah rentang waktu 2 minggu hingga bertahun-tahun lamanya.
Walaupun demikiarL sebagian besar kasus terjadi dalam 1 tahun. Sebagai akibat peradangan
pada corpus ciliare, timbul gejala-gejala dini antara lain bercak-bercak melayang dan hilangnya
daya akomodasi. Penyakit dapat berkembang menjadi iridosiklitis berat yang disertai nyeri dan
fotofobia. Namun biasanya mata tetap tenang dan tidak nyeri, sementara peradangan menyebar
ke seluruh uvea. Retina biasanya tetap tidak terlibat, kecuali ada cffing perivaskular pembuluh
retina oleh sel-sel radang. Dapat terjadi lesi-lesi koroid, yang merupakan manifestasi
makroskopik nodunodul Dahlen-Fuchs (lihat berikut). Dapat timbul edema nervus opticus dan
glaukoma sekunder. Penyakit ini mungkin disertai vitiligo (depigmentasi bebercak di kulit) dan
poliosis (uban) bulu mata. Untuk alasan yang tak diketahui, insidens penyakit ini telah sangat
menurun se- Iama beberapa dekade terakhir. Sindrom Vogt-Koyanagi-Harada terdiri atas
peradangan uvea pada satu atau kedua mata yang ditandai oleh iridosiklitis akut, koroiditis
bebercak, dan ablatio retinae serosa (lihat Bab 15). Penyakit ini biasanya diawali oleh suatu
episode demam akut disertai nyeri kepala, disakusis, dan kadang-kadang vertigo. Dilaporkan
adanya kerontokan rambut atau uban di beberapa tempat pada bulan-bulan pertama penyakit.
Sering terjadi vitiligo dan poliosis tetapi tidak penting untuk diagnosis. Walaupun iridosiklitis
awal mungkin membaik dengan cepat, perjalanan penyakit di bagian posterior sering indolen
dengan efek jangka panjang berupa ablatio retinae serosa dan gangguan penglihatan yang
bermakna. Patogenesis lmunologik Pada oftalmia simpatika dan sindrom Vogt-Koyanagi-
Harada, diperkirakan terjadi hipersensitivitas tipe lambat terhadap struktur-struktur yang
mengandung melanin di mata, kulit, dan rambut. Bahan-bahan terlarut dari segmen luar lapisan
fotoreseptor retina (antigen S retina) telah diajukan sebagai autoantigen yang mungkin. Pasien
sindrom Vogt-Koyanagi-Harada biasanya merupakan keturunan Asia Tenggara, yar.g
mengisyaratkan adanya suatu predisposisi imunogenetik terhadap penyakit. Sediaan histologik
mata yang mengalami trauma pada pasien oftalmia simpatika mungkin memperlihatkan sebukan
limfosit, sel epitelioid, dan sel raksasa yang seragam di sebagian besar uvea. Retina di atasnya
biasanya utuh, tetapi dapat terlihat penonjolan sarang-sarang sel epitelioid melalui epitel pigmen
retina sehingga terbentuk nodul-nodul Dalen-Fuchs. Peradangan tersebut dapat menghancurkan
arsitektur seluruh uvea hingga menyisakan bola mata atrofi yang menciut. Diagnosis lmunologik
Uji kulit dengan ekstrak jaringan uvea manusia atau sapi yang mudah larut dikatakan dapat
mencetuskan respons hipersensitivitas tipe lambat pada pasien-pasien tersebut. Beberapa peneliti
baru-baru ini memperlihatkan bahwa biakan limfosit dari pasien.dengan kedua penyakit ini
mengalami transformasi menjadi limfoblas (in vitro) bila ditambahkan ekstrak uvea atau segmen
luar sel batang ke dalam medium biakan. Dalam darah pasien-pasien kedua penyakit ini
ditemukan antibodi terhadap antigen uvea, tetapi antibodi semacam itu sering dijumpai pada
setiap pasien dengan uveitis kronik termasuk mereka yang mengidap berbagai entitas penyakit
infeksi. Pada stadium-stadium awai, cairan spinal pasien sindrom Vogt- Koyanagi-Harada
mungkin menunjukkan peningkatan protein dan jumlah sel mononukleus. Pengobatan kedua
kondisi tersebut sedikitnya memerlukan steroid sistemik dan sering kali terapi imunosupresif
oral.

Oftalmia Neonatorum (Konjungtivitis pada Bayi Baru Lahir)


Konjungtivitis pada bayi baru lahir mungkin disebabkan oleh bahan kimia, bakteri, klamidia,
atau virus. Kadangkadang etiologinya dapat dibedakan berdasarkan waktu timbulnya, tetapi
diperlukan pemeriksaan apusan dan biakan yang sesuai. Diagnosis antenatal dan pengobatan
inJeksi genital ibu hamil akan dapat mencegah banyak kasus konjungtivitis neonatorum. Adanya
herpes genitalis aktif pada saat pelahiran merupakan indikasi bagi bedah sesaf elektif.
A. Korururucnvlns AKTBAT lnfeksi Klamidia
Saat ini, chlamydia merupakan in{eksi tersering penyebab konjungtivitis neonalorum di AS.
Blenorea inklusi akibat infeksi klamidia memiliki onset antara hari kelima sampai keempat belas;
adanya badan inklusi yang khas di sel-sel epitel pada apusan konjungtiva memastikan
diagnosisnya. Pemeriksaan antibodi imunofl uoresens langsung terhadap kerokan konjungtiva
adalah uji diagnostik yang sangat sensitif dan spesifik; saat ini telah tersedia polymerase chain
reaction untuk kepentingan klinis. Terapi sistemik dengan eritromisin lebih efektif dibandingkan
terapi topikal dan membantu eradikasi kuman yang juga terdapat di nasofaririg, yang mungkin
merupakan predisposisi timbulnya pneumonitis.
B. Korururucnvffrs AKIBAT Trauma Kimia
Konjungtivitis kimiawi yang disebabkan oleh penetesan perak nitrat ke dalam saccus
conjunctivalis saat lahir paling jelas tampak pada hari pertama atau kedua kehidupan dupan.
Konjungtivitis perak nitrat biasanya sembuh sendiri. Larutanperaknitrat (1%) harus dikemas
dalamwadah tertutup sekali pakai. Karena kemungkinan menimbulkan konjungtivitis kimiawi,
beberapa penulis menganjurkan pemberian eritromisin atau tetrasiklin topikal sebagai profilaksis.
Penetesan perak nitrat ataupun antibiotic masih diharuskan di sebagian besar negara bagian di
AS.
C. Konjunctivitis AKTBAT lnfeksi Bakteri
Konjungtivitis bakterial, biasanya disebabkan oleh Slaphylococcus aureus, spesies Haemophilus,
Streptococcus pneumoniae, Streptococcus faecalis, Neisseria gonorrhoeae, atau spesies
pseudomonas - dua yang terakhir merupakan yang paling serius karena berpotensi menyebabkan
kerusakan kornea-timbul pada hari kedua sampai kelima setelah lahir. Identifikasi sementara
organisme penyebab dapat dilakukan berdasarkan apusan konjungtiva. Adanya konjungtivitis
gonokokal mengharuskan pemberian terapi parenteral dengan penisilin G prokain dalam air yang
diberikan secara intravena untuk galur-galur yang sensitifpenisilin; seftriakson intravena dengan
eritromisin topical ditujukan untuk galur-galur penghasil penisilinase. Pada semua kasus yang
disebabkan oleh in{eksi klamidia atau gonokokus, kedua orangtua juga harus diberikan terapi
sistemik. |enis-jenis lain konjungtivitis bakterial memerlukan penetesan obat antibakteri topikal,
misalnya natrium sulfasetamid, basitrasin, atau tetrasiklin, segera setelah hasil apusan diketahui.
Bayi yang terkena harus diperiksakan penyakit menular seksual lainnya dan diobati. Selain itu,
ibu dan semua pasangan seksualnya harus diberitahu dan diterapi.
D. Korulurucnvtns AKTBAT lnfeksi Virus
Virus herpes simpleks membentuk sel-sel raksasa dan badan inklusi virus yang khas pada
pemeriksaan sitologik. Keratokonjungtivitis herpetik biasanya sembuh spontary tetapi mungkin
memerlukan terapi antivirus, terutama bila berkaitan dengan infeksi diseminata yang terutama
terjadi pada individu-individu atopik.

Anda mungkin juga menyukai