Instrumentasi yang modern dalam mekanika batuan memberikan cara pengukuran yang lebih baik
terhadap pengaruh kombinasi kekuatan batuan dan cacat struktur. Keuntungan khusus dari studi
mekanika batuan modern adalah lokasi dan material dapat diuji lebih lanjut. Daerah kerja tambang
dapat dirancang secara detail. Detail-line mapping dilakukan untuk menggambarkan proyeksi rekahan
dan kontak yang orientasinya menyebar sepanjang singkapan atau suatu muka tambang.
Lembar data tipikal yang digunakan dalam metoda ini, menunjukkan jenis informasi yang dikumpulkan.
Posisi rekahan yang dihasilkan dalam detail-line mapping yang diplot pada stereonet untuk dievaluasi.
Pendekatan lainnya untuk studi struktur detail dalam pertambangan adalah fracture-set mapping yang
dalam hal ini semua rekahan diukur dan dideskripsikan dalam beberapa area tambang kemudian
dikelompokkan berdasarkan karakteristik tertentu. Kelompok tersebut dideskripsikan dan posisi
individualnya diplot pada Schmidt net (equal-area net).
Persentase terbesar tentang informasi struktur yang digunakan dalam perencanaan tambang berasal
dari inti bor. Spasi rekahan, posisi relatif terhadap lubang bor, dan jenis pengisian rekahan harus
dideskripsikan secermat mungkin. Dalam pengamatan inti bor untuk informasi struktur dikenal istilah
RQD (rock-quality designation) yaitu persen inti bor yang diperoleh dan hanya dihitung untuk inti bor
yang memiliki panjang 10 cm atau lebih.
Tabel 1 Klasifikasi kualitas batuan berdasarkan RQD (Peters, 1978)
0 - 25 Sangat buruk
25 - 50 Buruk
50 - 75 Sedang
75 - 90 Baik
90 - 100 Baik sekali
Sebagai contoh : Jika total kemajuan pemboran 130 cm, total inti bor yang diperoleh 104 cm, maka
perolehan inti bor (core recovery) adalah 104/130 = 80%. Jumlah panjang inti bor dengan panjang 10
cm atau lebih adalah 71,5 cm, sehingga besarnya RQD = 71,5/130 = 55% artinya kualitas batuan yang
bersangkutan adalah sedang.
Penyelidikan dengan seismik kadang-kadang digunakan untuk pengukuran secara tidak langsung
terhadap “rock soundness”. Salah satu aplikasi khusus metoda seismik adalah untuk
menentukan rippability yaitu suatu ukuran dimana batuan dan tanah dapat dipindahkan oleh bulldozer-
ripper dan scraper tanpa peledakan.
Tabel 2 memberikan penjelasan lebih detail mengenai informasi geologi yang digunakan dalam rock-
slope engineering., yang menunjukkan apa saja yang diperlukan dalam merekam cacat struktur batuan.
Tabel 2 Informasi geologi yang diperlukan untuk merekam cacat struktur dalam batuan (Peters, 1978)
Informasi geoteknik
Informasi geoteknik
1. Peta lokasi atau rencana tambang.
2. Kedalaman di bawah datum referensi.
3. Kemiringan (dip).
4. Frekuensi atau spasi antar bidang ketidakselarasan yang berdekatan.
5. Kemenerusan atau perluasan bidang ketidakselarasan.
6. Lebar atau bukaan bidang ketidakselarasan.
7. Gouge atau pengisian antar muka bidang ketidakselarasan.
8. Kekasaran permukaan dari muka bidang ketidakselarasan.
9. Waviness atau lekukan permukaan bidang ketidakselarasan.
10. Deskripsi dan sifat-sifat batuan utuh diantara bidang ketidakselarasan.
Berikut ini beberapa istilah dan pengertian berkaitan dengan pengujian geomekanika :
1. Tegangan (stress) adalah gaya yang bekerja tiap satuan luas permukaan. Simbolnya adalah
untuk tegangan normal dan untuk tegangan geser.
2. Regangan (strain) adalah respon yang diberikan oleh suatu material akibat dikenai tegangan.
Simbolnya adalah yang menunjukkan deformasi (pemendekan atau pemanjangan) per satuan
panjang mula-mula.
3. Kuat geser (shear strength) adalah besarnya tegangan atau beban pada saat material hancur
dalam geserannya.
4. Modulus Young (E) adalah ukuran kekakuan yang merupakan suatu konstanta untuk setiap
padatan yang klastik. Sering disebut modulus elastisitas yang merupakan perbandingan antara
tegangan terhadap regangan.
5. Rasio Poisson berkaitan dengan besarnya regangan normal transversal terhadap regangan
normal longitudinal di bawah tegangan uniaksial. Nilainya berkisar sekitar –0,2.
Terdapat beberapa jenis kekuatan batuan, yaitu :
1. Kuat kompresif tak tertekan (uniaksial) yang diuji dengan suatu silinder atau prisma terhadap titik
pecahnya. Gambar 2 menunjukkan jenis uji dan rekahan tipikal yang berkembang di atas bidang
pecahnya.
2. Kuat tarik (tensile strength) ditentukan dengan uji Brazilian dimana suatu piringan ditekan
sepanjang diameter atau dengan uji langsung yang meliputi tarikan sebenarnya atau bengkokan dari
prisma batuan.
3. Kuat geser (shear strength) yang diuji secara langsung dalam suatu “shear box” atau diukur
sebagai komponen pecahan kompresi.
4. Kuat geser kompresif triaksial yang diuji dengan penempatan dalam suatu silinder berselubung
dimana batuan ditempatkan pada tempat yang diisi fluida, sehingga tekanan lateral maupun
pembebanan aksial dapat diberikan.
Kekuatan batuan dapat diukur secara insitu (di lapangan) sebaik pengukuran di laboratorium.
Regangan (deformasi) diukur di area tambang kemudian dihubungkan terhadap tegangan dengan
berpedoman pada konstanta elastik dari laboratorium. Tegangan sebelum penambangan merupakan
kondisi tegangan asli, sulit dihitung, tetapi merupakan parameter desain tambang yang penting.
Tegangan tersebut umumnya diperkirakan dan diberi beberapa kuantifikasi dengan memasang
sekelompok pengukur tegangan elektrik dalam “rosette” pada permukaan batuan, memindahkan
batuan-batuan yang berdekatan, dan mengukur respon tegangan sebenarnya yang dilepaskan.
Kondisi tegangan yang berkembang selama penambangan merupakan hal penting yang harus
diperhatikan dalam operasi tambang sebaik dalam perancangan tambang. Regangan yang dihasilkan
dari pola tegangan baru diukur dari waktu ke waktu atau dimonitor secara menerus selama
penambangan berlangsung.
Hubungan tegangan-regangan merupakan dasar dari semua pekerjaan mekanika batuan. Istilah
deskriptif untuk hubungan tersebut adalah brittle versus ductile dan elastik versus plastik. Hubungan
yang dihasilkan dari uji statik (fungsi waktu), dimana F merupakan titik pecah dalam kompresi
uniaksial tak tertekan.
Beberapa karakteristik kuat tekan dan kuat tarik yang telah diukur untuk beberapa jenis batuan yang
umum ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 3 Kuat tekan uniaksial dan kuat tarik dari beberapa jenis batuan (Peters, 1978)
Batuan intrusif
Granit 1000-2800 40-250
Diorit 1800-3000 150-300
Gabro 1500-3000 50-300
Dolerit 2000-3500 150-350
Batuan ekstrusif
Riolit 800-1600 50-90
Dasit 800-1600 30-80
Andesit 400-3200 50-110
Basal 800-4200 60-300
Tufa vulkanik 50-600 5-45
Batuan sedimen
Batupasir 200-1700 40-250
Batugamping 300-2500 50-250
Dolomit 800-2500 150-250
Serpih 100-1000 20-100
Batubara 50-500 20-50
Batuan metamorfik
Kuarsit 1500-3000 100-300
Gneis 500-2500 40-200
Marmer 1000-2500 70-200
Sabak 1000-2000 70-200
B. TUJUAN
1. Pit slope diusahakan harus dibuat setajam mungkin dengan tanpa menimbulkan kerugian
ekonomi secara keseluruhan yang disebabkan karena ketidak setabilan kemiringan dan tanpa
membahayakan keamanan dari pekerja maupun peralatan
2. Menetapkan besarnya sudut kemiringan pit yang dianggap aman pada suatu pertambangan.
Analisa harus mengidentifikasi daerah yang mempunyai potensi longsor atau daerah berbahaya
lainnya.
C. OBSERVASI UMUM
1. Memaksimalkan sudut kemiringan pit membantu mengoptimalkan pit dalam segi ekonomi
(mengurangi strip ratio secara keseluruhan)
2. Pada umumnya kerugian secara ekonomi yang diakibatkan karena ketidak setabilan lereng,
adalah:
o Kehilangan bijih
o Biaya stripping tambahan, karena push back baru untuk recover bijih yang tertutup longsoran.
o Biaya pembersihan longsoran
o Biaya yang diasosiasikan dengan pembuatan jalur jalan angkut baru.
o Keterlambatan produksi.
o Produksi yang tidak efisien dikarenakan tidak adanya akses ke/dari beberapa area kerja.
3. Struktur Geologi.
Disini struktur geologi yang perlu diperhatikan adalah: patahan (sesar),kekar, bidang perlapisan,
perlipatan, ketidak selarasan dan struktur-strukturgeologi lainnya. Struktur geologi ini adalah
merupakan hal yang penting didalam analisis kemantapan lereng, karena struktur geologi adalah
merupakan bidang lemah didalam suatu masa batuan dan dapat menurunkan kemantapan lereng
4. Iklim
Iklim berpengaruh terhadap kemantapan lereng karena iklim mempengaruhi perubahan temperatur.
Temperatur yang cepat sekali berubah dalam waktu yang singkat akan mempercepat proses
pelapukan batuan. Untuk daerah tropis pelapukan lebih cepat dibandingkan dengan daerah dingin,
oleh karena itu singkapan batuan pada lereng di daerah tropis akan lebih cepat lapuk dan ini akan
mengakibatkan lereng mudah longsor.
5.Geometri Lereng
Geommetri lereng mencakup tinggi lereng dan sudut kemiringan lereng, lereng yang terlalu tinggi
akan mengakibatkan menjadi tidak mantap dan cenderung untuk lebih mudah longsor dibanding
dengan lereng yang tidak terlalu tinggi dan dengan jenis batuan penyusun yang sama. demikian pula
dengan sudut lereng, semakin besar sudut kemiringan lereng, maka akan semakin tidak mantap.
Muka air tanah yang dangkal menjadikan lereng sebagian besar basah dan batuannya mempunyai
kandungan air yang tinggi, kondisi ini menjadikan kekuatan batuan menjadi rendah dan batuan juga
akan menerima tambahan beban air yang dikandung, sehingga menjadikan lereng lebih mudah
longsor
6. Gaya Luar
Gaya luar ini berupa getaran-getaran yang berasal dari sumber yang berada di dekat lereng tersebut.
Getaran ini misalnya ditimbulkan oleh peledakan, lalu-lintas kendaraan dan sebagainya. Gaya luar ini
sedikit banyak dapat mempengaruhi kemantapan suatu lereng.
E. JENIS-JENIS LONGSORAN.
Jenis atau bentuk longsoran tergantung pada jenis material penyusun dari suatu lereng dan juga
struktur geologi yang berkembang di daerah tersebut. Karena batuan dan tanah mempunyai sifat
yang berbeda, maka jenis longsorannyapun akan berbeda pula. Adapun jenis-jenis dari longsoran
yang umum dijumpai adalah sebagai berikut
1. Longsoran Bidang (melingkar).
Longsoran bidang merupakan suatu longsoran batuan yang terjadi sepanjang bidang luncur yang
dianggap rata. Bidang luncur tersebut dapat berupa bidang kekar, rekahan (joint) maupun bidang
perlapisan batuan.
· Syarat-syarat terjadinya longsoran bidang :
a. Terdapat bidang lincir bebas (daylight) berarti kemiringan bidang lurus lebih kecil daripada
kemiringan lereng.
b. Arah bidang perlapisan (bidang lemah) sejajar atau mendekati dengan arah lereng (maksimum
berbeda 200).
c. Kemiringan bidang luncur atau lebih besar daripada sudut geser dalam batuannya.
d. Terdapat bidang geser (tidak terdapat gaya penahan) pada kedua sisi longsoran
2. Longsoran Baji.
Longsoran baji dapat terjadi pada suatu batuan jika lebih dari satu bidang lemah yang bebas dan saling
berpotongan. Sudut perpotongan antara bidang lemah tersebut lebih besar dari sudut geser dalam
batuannya . Bidang lemah ini dapat berupa bidang sesar, rekahan (joint) maupun bidang perlapisan.
Cara longsoran baji dapat melalui satu atau beberapa bidang lemahnya maupun melalui garis
perpotongan kedua bidang lemahnya.
Longsoran baji dapat terjadi dengan syarat geometri sebagai berikut :
· Permukaan bidang lemah A dan bidang lemah B rata, tetapi kemiringan bidang lemah B lebih besar
daripada bidang lemah A.
· Arah penunjaman garis potong harus lebih kecil daripada sudut kemiringan lereng.
· Bentuk longsoran dibatasi oleh muka lereng, bagian atas lereng dan kedua bidang lemah
3. Longsoran Busur.
Longsoran busur adalah yang paling umum terjadi di alam, terutama pada batuan yang lunak (tanah).
Pada batuan yang keras longsoran busur hanya terjadi jika batuan tersebut sudah mengalami
pelapukan dan mempunyai bidang-bidang lemah (rekahan) yang sangat rapat dan tidak dapat dikenali
lagi kedudukannya.
Pada longsoran bidang dan baji, kelongsoran dipengaruhi oleh struktur bidang perlapisan dan kekar
yang membagi tubuh batuan kedalam massa diskontinuitas. Pada tanah pola strukturnya tidak menentu
dan bidang gelincir bebas mencari posisi yang paling kecil hambatannya. Longsoran busur akan terjadi
jika partikel individu pada suatu tanah atau massa batuan sangat kecil dan tidak saling mengikat. Oleh
karena itu batuan yang telah lapuk cenderung bersifat seperti tanah.
Tanda pertama suatu longsoran busur biasanya berupa suatu rekahan tarik permukaan atas atau muka
lereng, kadang-kadang disertai dengan menurunnya sebagian permukaan atas lereng yang berada
disamping rekahan. Penurunan ini menandakan adanya gerakan lereng yang pada akhirnya akan
terjadi kelongsoran lereng, hanya dapat dilakukan apabila belum terjadi gerakan lereng tersebut
4. Longsoran Guling (topple).
Longsoran guling terjadi pada batuan yang keras dan memiliki lereng terjal dengan bidang-bidang
lemah yang tegak atau hampir tegak dan arahnya berlawanan dengan arah kemiringan lereng.
Longsoran ini bisa berbentuk blok atau bertingkat. Kondisi untuk menggelincir atau meluncur ditentukan
oleh sudut geser dalam dan kemiringan bidang luncurnya, tinggi balok dan lebar balok terletak pada
bidang miring.
Kondisi geometri yang diperlukan untuk terjadinya longsoran guling, antara lain : · Balok akan tetap
mantap bila y < f dan b/h > tan f.
· Balok akan meluncur bila y > f dan b/h > tan f.
· Balok akan tergelincir, kemudian mengguling bila y > f dan b/h < tan f.
· Balok akan langsung mengguling bila y < f dan b/h < tan