Anda di halaman 1dari 29

BAB 3

PENYELIDIKAN
LAPANGAN

Langkah awal dari metodologi analisis kestabilan lereng tambang


adalah pengumpulan data-data yang dibutuhkan dalam analisis. Sa-
lah satu caranya adalah dengan melakukan penyelidikan lapangan.
Pemahaman mengenai kondisi lapangan merupakan hal yang sangat
penting dalam melakukan analisis kestabilan lereng. Penyelidikan
lapangan harus dilakukan agar dapat diperoleh kondisi aktual dari
massa tanah dan batuan pembentuk lereng tambang. Tahap ini harus
dilakukan dengan baik dan teliti agar diperoleh suatu desain lereng
yang paling mendekati keadaan sebenarnya. Pada bab ini akan diba-
has mengenai penyelidikan lapangan yang harus dilakukan dan data-
data apa yang harus diperoleh sebagai masukan bagi perancangan
lereng tambang, mulai dari yang paling umum dan mudah dilakukan
sampai yang membutuhkan peralatan khusus dalam pelaksanaannya.
38 geoteknik tambang

3.1 Pemetaan Topografi


Topografi berasal dari bahasa Yunani, yaitu topos yang berarti tem-
pat dan graphi yang berarti menggambar. Peta topografi memeta-
kan tempat-tempat di permukaan bumi yang berketinggian sama
(dihitung dari permukaan laut) menjadi bentuk garis-garis kontur,
di mana satu garis kontur mewakili satu ketinggian. Peta topografi
mengacu pada semua ciri-ciri permukaan bumi yang dapat diidentifi-
kasi, baik alamiah maupun buatan, yang dapat ditentukan pada posisi
tertentu. Oleh sebab itu, dua unsur utama topografi adalah ukur-
an relief (berdasarkan variasi elevasi axis) dan ukuran planimetrik
(ukuran permukaan bidang datar). Peta topografi menyediakan data
yang diperlukan, antara lain sudut kemiringan, elevasi, daerah aliran
sungai, vegetasi secara umum, dan pola urbanisasi. Peta topografi
juga menggambarkan sebanyak mungkin ciri-ciri permukaan suatu
kawasan tertentu dalam batas-batas skala tertentu.
Secara umum, peta topografi adalah peta ketinggian titik atau
kawasan yang dinyatakan dalam bentuk angka ketinggian atau kon-
tur ketinggian yang diukur terhadap permukaan laut rata-rata. Untuk
keperluan pertambangan, skala peta yang digunakan harus sesuai
dengan Lampiran XIII-b Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral No. 1453 K/29/MEM/2000, yaitu 1 : 2000. Pada perencanaan
tambang detail diperlukan peta dengan skala 1 : 1000. Selain mem-
berikan informasi mengenai keadaan permukaan dan elevasi, peta
topografi juga berfungsi untuk menggambarkan bentuk dua dimensi
dari bentuk tiga dimensi rupa bumi sehingga dapat dihasilkan penam-
pang lereng dalam bentuk 2D dan 3D.
geoteknik tambang 39

Gambar 3.1 Contoh kontur peta topografi (Eastern Geographic Science Center &
Minnesota Geospatial Information Office dan Enchanted Learning, 2002)

Gambar 3.1 Contoh kontur peta topografi (Eastern Geographic Science Center &
Minnesota Geospatial Information Office dan Enchanted Learning, 2002) (Lanjutan)
40 geoteknik tambang

3.2 Pemetaan Geologi


Peta geologi adalah bentuk ungkapan data dan informasi geologi
suatu daerah/wilayah/kawasan dengan tingkat kualitas yang bergan-
tung pada skala peta yang digunakan. Peta geologi ini menggambar-
kan informasi sebaran dan jenis serta sifat batuan, umur, stratigrafi,
struktur, tektonika, fisiografi,serta potensi sumber daya mineral dan
energi yang disajikan dalam bentuk gambar dengan warna, simbol
dan corak, atau gabungan dari ketiganya (Keputusan Menteri Energi
dan Sumber Daya Mineral No. 1452 K/10/MEM/2000). Peta geologi
harus dilengkapi dengan simbol peta, istilah, keterangan peta, pe-
nyajian peta, penerbitan, spesifikasi, dan ukuran lembar peta yang
sesuai dengan hasil pembakuan Standar Nasional Indonesia (SNI) No.
13-4691-1998.
Menurut Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral
(KepMen ESDM) No. 1452 K/10/MEM/2000, ada beberapa istilah geo-
logi yang sering dipakai dalam penggunaan peta geologi untuk studi
inventarisasi sumber daya mineral dan batubara. Beberapa istilah
tersebut antara lain:
 Skala peta adalah perbandingan jarak yang tercantum pada peta
dengan jarak sebenarnya yang dinyatakan dengan angka, garis,
atau gabungan keduanya. Skala peta yang umum digunakan
adalah 1 : 10.000 (SNI 19-6502.1-2000);
 Peta topografi adalah peta ketinggian titik atau kawasan yang
dinyatakan dalam bentuk angka ketinggian atau kontur ketinggian
yang diukur terhadap ketinggian permukaan laut rata-rata;
 Peta geologi dapat dibedakan atas peta geologi sistematik dan
peta geologi tematik:
 Peta geologi sistematik adalah peta yang menyajikan data
geologi pada peta dasar topografi atau batimetri dengan nama
dan nomor lembar peta yang mengacu pada Surat Keputusan
Ketua Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (SK
geoteknik tambang 41

Ketua Bakosurtanal) No.019.2.2/1/1975 atau Surat Keputusan


(SK) penggantinya.
 Peta geologi tematik adalah peta yang menyajikan informasi
geologi dan/atau potensi sumber daya mineral dan/atau energi
untuk tujuan tertentu.
 Pemetaan geologi adalah pekerjaan atau kegiatan pengumpulan
data geologi, baik di darat maupun di laut, dengan berbagai me­
to­de; dan
 Sumber daya geologi adalah sumber daya alam yang meliputi sum­
ber daya mineral, energi, air tanah, bentang alam, dan kerawanan
ben­cana alam geologi.

Beberapa data geologi yang diperlukan dalam analisis kestabilan


lereng tambang ialah:
 Sebaran batuan;
 Tipe mineral pembentuk material lereng; dan
 Bidang-bidang diskontinuitas dan perlapisan pada lereng.

Tipe longsoran yang mungkin terjadi sangat dipengaruhi oleh


kondisi dari bidang-bidang tak menerus pada daerah yang ditinjau.
Selama proses pekerjaan penggalian lereng, kondisi geologi harus te-
rus dikaji dan desain lereng dapat dimodifikasi ulang apabila ternyata
kondisi geologi aktual berbeda dengan data awal. Pada umumnya
data geologi yang tersedia biasanya sangat terbatas sehingga dapat
menghasilkan beragam interpretasi. Oleh sebab itu, kondisi geologi
harus selalu diamati selama pekerjaan berlangsung serta harus di-
pertimbangkan kemungkinan adanya perubahan rancangan lereng
apabila kondisi aktual di lapangan berbeda dengan kondisi geologi
yang diasumsikan (data awal).
42 geoteknik tambang

Gambar 3.2 Contoh peta geologi Halmahera (Davey dan Olberg, 1998)
geoteknik tambang 43

3.3 Pengeboran Geoteknik


Pengeboran geoteknik dilakukan untuk mengetahui strata atau per-
lapisan tanah dan batuan di bawah permukaan bumi, jenis, serta
kondisi tanah dan batuan pada daerah yang akan diteliti.
Hasil pengeboran akan disusun dalam bentuk bor-log. Informasi
yang dapat diperoleh dari bor-log tersebut di antaranya (Didiek Djar-
wadi, 2012):
• Elevasi
Elevasi permukaan tanah akan menjadi hitungan kedalaman untuk
mengambil contoh (sampel) tanah, melakukan uji SPT (Standard
Penetration Test), mengetahui muka air tanah, dan sebagainya.
• Kedalaman
Kedalaman lubang bor penting untuk mengetahui pergantian
jenis tanah dan batuan dan posisi atau elevasi di mana diperlukan
pengambilan contoh tanah dan batuan sesuai dengan rencana
kerja dan uji SPT (Standard Penetration Test). Pada bor batuan,
kedalaman juga diperlukan untuk mendeskripsikan terjadinya
anomali geologi atau munculnya struktur geologi yang kompleks.
• Deskripsi tanah dan batuan
Deskripsi tanah dan batuan dilakukan secara visual dari contoh
tanah dan batuan yang diperoleh. Akurasi dari deskripsi ini sangat
ditentukan oleh profesionalisme dan pengalaman dari bor master.
• Titik pengambilan contoh tanah dan batuan
Pengambilan contoh tanah dan batuan dilakukan dengan interval
tertentu. Titik pengambilan contoh tanah dan batuan akan diikat
dengan elevasi muka tanah titik bor.
• Contoh yang diperoleh (sample recovery) merupakan panjang
contoh tanah dan batuan yang diperoleh dengan suatu metode
yang telah teruji. Panjang sample recovery tidak selalu sama
dengan panjang tabung yang digunakan. Oleh karena itu,
sebelumnya harus dipersiapkan dahulu satu tabung dengan
44 geoteknik tambang

panjang yang cukup untuk dapat mengambil keperluan semua uji


yang ditetapkan untuk menjaga homogenitas contoh tanah dan
batuan.
• Simbol tanah dan batuan
Simbol diperlukan untuk membedakan jenis tanah dan batuan
yang didapatkan dari lubang bor.
• Penetrasi
Nilai penetrasi mencerminkan nilai SPT (Standard Penetration
Test) terkoreksi (N60), yaitu jumlah pukulan yang diperlukan untuk
menembus suatu lapisan tanah setebal 30 cm dengan alat uji SPT
(Standard Penetration Test). Nilai ini akan mencerminkan tingkat
kekerasan suatu lapisan tanah.

Metode-metode pengeboran yang dapat dipakai dalam proses


pengambilan contoh (sample) tergantung pada bermacam-macam
faktor, antara lain genesa endapan, kedalaman, dan tipe batuan.
Untuk endapan aluvial, pengambilan contoh dapat dilakukan
dengan bor Bangka (timah aluvial di Bangka, Billiton, dan Singkep).
Pengeboran dilakukan secara manual dan contoh batuan diambil
menggunakan bailer.
Untuk endapan primer yang terletak jauh di bawah permukaan,
sampling dilakukan dengan pengeboran inti (diamond drilling). Con-
toh batuan yang diperoleh berupa inti (core) dan sludge. Inti sebagai
contoh yang tidak terganggu terdapat dalam core barrel, sedangkan
sludge ditampung di permukaan di dalam sludge tank.

Pengambilan Contoh Inti (Core Sampling)


Pengambilan contoh inti diperoleh dari pengeboran inti. Contoh inti
biasanya dibelah dua; satu bagian untuk assay dan bagian lainnya
untuk dokumentasi geologi. Lubang bor biasanya dialiri fluida untuk
mengeluarkan cutting dalam bentuk sludge. Tingkat ketelitian drill
geoteknik tambang 45

core tergantung pada core recovery yang didapatkan. Tingkat keteliti-


an cutting pengeboran relatif lebih rendah, baik kadar (akibat salting)
maupun posisi kedalaman (akibat lifting capacity).
Beberapa kesalahan yang biasa terjadi terkait pengeboran:
• Inklinasi (kemiringan) lubang bor yang tidak sesuai dengan
kemiringan lapisan;
• Core recovery yang kurang baik;
• Pemilihan interval pengambilan contoh yang kurang sesuai;
• Kesalahan dalam preparasi contoh; dan
• Penanganan core yang kurang baik

Untuk selanjutnya, contoh inti (core sample) dikirim ke labora-


torium untuk dilakukan pengujian sifat fisik dan sifat mekanik tanah
dan batuan (International Society for Rock Mechanics/ISRM, 1981),
yang meliputi:
• Uji Sifat Fisik Dasar (ISRM, 1981)
Menentukan sifat fisik dasar batuan yang meliputi kepadatan
atau densitas (asli, jenuh, kering), berat jenis (asli, semu), kadar
air, derajat kejenuhan, porositas, dan angka pori.
• Uji Kuat Tarik Langsung (ISRM, 1981)
Mengetahui kuat tarik (tensile strength) dari contoh batuan
secara tidak langsung.
• Uniaxial Compressive Strength Test (ISRM, 1981)
Mengukur kekuatan tekan batuan terhadap gaya aksial dan
mendapatkan modulus elastisitas serta nisbah Poisson.
• Uji Triaxial (ISRM, 1981)
Menentukan kekuatan tekan batuan yang diberi tegangan dari
tiga arah, mendapatkan selubung kekuatan batuan, kohesi, dan
sudut gesek dalam batuan.
• Uji Geser Langsung (ISRM, 1981)
Mengukur kekuatan geser batuan terhadap gaya lateral yang
46 geoteknik tambang

bekerja, serta mengetahui parameter kekuatan batuan, yaitu


kohesi dan sudut gesek dalam dari bidang pecah karena geseran.
• Uji Point Load Strength Index (ISRM, 1981)
Mengukur kekuatan batuan terhadap beban terkonsentrasi.
• Uji Kecepatan Rambat Gelombang Ultrasonik (ISRM, 1981)
Mengukur kecepatan rambat gelombang ultrasonik (primer dan
sekunder) untuk menentukan Modulus Elastisitas dinamik dan
nisbah Poisson dinamik dari contoh uji.

Gambar 3.3 Contoh kegiatan pengeboran (Sven Dorring, 2002)

Gambar 3.4 Drill core dan cutting samples (Notosiswoyo, 2000)


geoteknik tambang 47

Gambar 3.5 Drill core (Laboratorium Geomekanika ITB, 2007)

3.4 Pengukuran Bidang Diskontinu (Metode Scanline)

3.4.1 Jarak antarkekar


Jarak pisah antarbidang diskontinu (kekar) adalah jarak tegak lurus
antara dua bidang diskontinu yang berurutan sepanjang sebuah garis
pengamatan yang disebut scan-line, dan dinyatakan sebagai intact
length. Panjang scan-line minimum untuk pengukuran jarak diskonti-
nuiti adalah sekitar 50 kali jarak rata-rata diskontinuiti yang hendak
diukur. Namun, menurut International Society for Rock Mechanics
(ISRM, 1981) panjang ini cukup sekitar 10 kali, tergantung tujuan
pengukuran scanline-nya.
48 geoteknik tambang

Tabel 3.1 Klasikasi Jarak Kekar (Attewell, 1993)

Deskripsi Jarak Struktur Bidang Diskontinu Jarak (mm)

Spasi sangat lebar Perlapisan sangat tebal > 2000


Spasi lebar Perlapisan tebal 600 - 2000
Spasi cukup lebar Perlapisan sedang (medium) 200 - 600
Spasi rapat Perlapisan tipis 60 - 200
Perlapisan sangat tipis 20 - 60
Laminasi tebal (batuan sedimen) 6 - 20
Laminasi sempit (batuan
6 - 20
metamorf dan batuan beku)
Spasi sangat rapat
Berlapis, memiliki belahan
(cleavage), struktur perlapisan
6 - 20
seperti aliran/flow (flow-banded),
metamorfik, dll.
Perlapisan tipis (batuan
< 20
sedimen)
Sangat berfoliasi, memiliki
Spasi sangat rapat belahan (cleavage) dan struktur
sekali (ekstrem) perlapisan seperti aliran/
<6
flow (flow-banded), (batuan
metamorf dan batuan beku), dll.
geoteknik tambang 49

3.4.2 Prosedur Normal untuk Garis Pengukuran Kekar

Ket: αf = Arah dip muka lereng βf = Dip lereng


αs = Arah dip garis pengukuran kekar βs = Dip garis pengukuran kekar

Gambar 3.6 Prosedur normal untuk garis pengukuran kekar


(Kramadibrata, 1996)

Gambar 3.7 Pengukuran jarak antar kekar menggunakan metode scanline


(Lama, R. D. dan L. P. Gonano, 1976)
50 geoteknik tambang

3.5 Pengujian Mekanika Batuan In-situ


Uji mekanika batuan in-situ dilakukan untuk mendapatkan karakteris-
tik massa batuan di tempat asalnya beserta pengaruh-pengaruh dari
cacat geologi, baik yang melewatinya maupun yang berada di dekat
lokasi pengujian. Dilakukannya uji in-situ untuk menentukan sifat
mekanik batuan ini lebih menguntungkan dibandingkan dengan uji di
laboratorium karena volume batuan yang diuji lebih besar sehingga
hasilnya lebih representatif dan lebih menggambarkan keadaan mas-
sa batuan yang sebenarnya.
Massa batuan pada dasarnya adalah batuan utuh yang dipisah-
kan satu dengan lainnya oleh bidang diskontinuitas dengan perilaku
yang berbeda. Sifat-sifat massa batuan tidak hanya tergantung pada
sifat-sifat batuan utuh dan diskontinuitas secara terpisah, tetapi juga
pada kombinasi kedua faktor tersebut secara bersamaan. Jika massa
batuan dikenai beban, kurva tegangan-regangan tidak akan sama
dengan batuan utuh pada kondisi beban yang sama. Modulus defor-
masi massa batuan akan lebih rendah dibandingkan modulus elastis
batuan utuh, demikian juga kekuatan puncaknya. Hasil pengujian
laboratorium pada batuan utuh juga tergantung pada ukuran con-
toh karena setiap contoh akan mengandung geometri diskontinuitas
yang berbeda (Hudson, 1989). Dapat dikatakan bahwa pendekatan
yang dilakukan pada pengujian laboratorium untuk menentukan ka-
rakteristik kekuatan massa batuan masih terbatas dan ekstrapolasi
karakteristik massa batuan dari uji laboratorium belum dapat diten-
tukan secara akurat.

3.5.1 Block Shear Test


Uji mekanika batuan in-situ yang sering digunakan untuk mengana-
lisis kemantapan lereng adalah uji geser atau dikenal dengan block
shear test. Uji ini dilakukan di sepanjang permukaan diskontinuitas
untuk mendapatkan kuat geser (shear strength) dan parameter de-
geoteknik tambang 51

formasi di daerah geser (shear zone) atau pada massa batuan yang
banyak mengandung bidang diskontinuitas. Gambar 3.8 memper-
lihatkan peralatan untuk block shear test yang dilakukan di dalam
galian bawah tanah. Uji in-situ ini diperlukan pada saat rancangan
rinci (detailed design) lereng batuan alami atau buatan, serta saat
penggalian batuan di pertambangan.
Untuk penggunaan dan pengaturan tata letak alat pada tempat
pengujian, sebelumnya perlu dilakukan persiapan peralatan terlebih
dahulu. Setelah persiapan selesai, beban tangensial dan beban nor-
mal diberikan kepada blok batuan dengan jack hidraulic. Pengujian ini
juga akan memberikan besaran sudut ketahanan geser dari batuan.

τ = σn . tan ϕ + c
keterangan:
τ = Kuat geser (shear strength)
σn = Tegangan normal di atas bidang geser
ϕ = Sudut gesek dalam
c = Kohesi batuan

Gambar 3.8 Peralatan uji in-situ shear test: (1) Contoh batuan; (2) pelat besi penahan
bagian depan; (3) pelat besi penahan bagian samping; (4) Hydraulic cylinder;
(5) Pipa besi; (6) Caterpillar D10 ripper (Coli, 2008)
52 geoteknik tambang

3.5.2 Rock Loading Test (Jacking Test)


Analisis kemantapan lereng menggunakan Finite-element Method dan
Distinct-Element Method memerlukan parameter deformasi batuan
yang berupa modulus deformasi batuan dan parameter kekuatan ba-
tuan. Untuk mendapatkan modulus deformasi massa batuan dilaku-
kan uji in-situ yang disebut rock loading test dan untuk mendapatkan
kekuatan massa batuan dilakukan In-situ Triaxial Compression Test.
Kemampuan deformasi (deformability) suatu massa batuan in-situ bi-
asanya ditentukan dengan cara mendongkrak batuan tersebut (jack­
ing test). Peralatan yang digunakan untuk jacking test ditunjukkan
oleh Gambar 3.9. Pengujian ini dilakukan di bawah tanah di dalam
sebuah lubang bukaan batuan yang lebih dikenal dengan istilah test
adit. Jack menekan atap dan lantai lubang bukaan atau menekan din-
ding yang pada bagian kontaknya merupakan permukaan plat yang
rata. Hasil dari pengujian ini adalah deformasi atap dan lantai atau
dinding akibat pembebanan oleh jack tersebut. Deformasi yang terja-
di diukur menggunakan dial gauge dan extensometer pada berbagai
kedalaman.
Modulus deformasi atau modulus elastisitas dapat dihitung de-
ngan persamaan:

 1 − v   ∆F 
E =  
 2 r   ∆d / d 
Keterangan: E = Modulus deformasi atau elastisitas
ν = Poisson’s ratio
a = Jari-jari plat distribusi
F = Penambahan beban (increment of load)
d = Penambahan perpindahan (increment of displacement),
jika pengukuran dilakukan di tengah-tengah plat
geoteknik tambang 53

Gambar 3.9 Jacking test (Rai, Kramadibrata, dan Wattimena, 2014)

Uji beban dilakukan dengan minimal 5 kali pembebanan atau se-


ring dikenal dengan istilah 5 siklus. Gambar 3.10 merupakan hasil uji
beban yang dilakukan untuk pekerjaan pembangkit tenaga air di Bhu-
tan. Kurva yang dihasilkan menunjukkan hubungan antara tegangan
(applied stress-MPa) dan deformasi yang terjadi (deformation-cm).
54 geoteknik tambang

Gambar 3.10 Tipikal kurva tegangan-deformasi pada uji deformabilitas


massa batuan di Tala Hydropower Project-Bhutan
(Central Soil and Materials Research Station, 1999)

3.5.3 In-situ Triaxial Compression Test


Pengujian ini dilakukan pada suatu blok untuk mendapatkan karak-
teristik deformasi dan kekuatan batuan pada kondisi pembebanan
triaksial. Pengujian biasanya dilakukan di dalam lubang bukaan ba-
wah tanah. Kontak permukaan lantai, atap, dan dinding yang akan
dikenakan beban berukuran sekitar 1 meter x 1 meter. Contoh alat uji
yang digunakan untuk In-situ Triaxial Compression Test dapat dilihat
pada Gambar 3.11, sedangkan untuk prosedur uji dapat dilihat pada
Gambar 3.12.
geoteknik tambang 55

Gambar 3.11 In-situ triaxial compression test apparatus (Taheri, 2009)

Gambar 3.12 Prosedur Uji Triaxial In-situ (Okada, 2008)


56 geoteknik tambang

Gambar 3.2 Prosedur Uji Triaxial In-situ (Okada, 2008) (lanjutan)

Gambar 3.13 Contoh yang didapatkan dari Uji Triaxial In-situ


(Laboratorium Geomekanika ITB, 2007)
geoteknik tambang 57

Tabel 3.2 menunjukkan hasil pengujian in-situ triaxial compressi-


on yang dilakukan pada sebuah terowongan, dengan pembebanan
maksimum ke arah vertikal sebesar 0,6 MPa dan ke arah horizontal
mencapai 0,8 MPa. Terkadang tekanan ke arah horizontal dapat
mencapai 2 MPa.
Tabel 3.2 Pengujian In-situ Triaxial Compression
(Rai, Kramadibrata, dan Wattimena, 1998)

EV Mo-
Interval Tegangan Interval EA Modulus
Siklus No. dulus
Vertikal (MPa) perpindahan (mm) (MPa)
(MPa)
1 0,05 - 0,30 0,00 - 0,22 1130  
  0,30 - 0,05 0,22 - 0,00   1600
2 0,05 - 0,10 0,07 - 0,31 1450  
  0,40 - 0,005 0,31 - 0,06   1400
3 0,05 - 0,40 0,06 - 0,30 1450  
  40,0 - 0,05 0,30 - 0,06   1450
4 0,05 040 0,06 - 0,27 1660  
  0,40 - 0,05 0,27 - 0,04   1520
5 0,05 - 0,60 0,04 - 0,64 1440  
  0,60 - 0,05 0,64 - 0,24   1370
6 0,05 - 0,60 0,24 - 0,72 1440  
  0,60 - 0,05 0,72 - 0,34   1440
7 0,05 - 0,60 0,34 - 0,68 1610  
  0,60 - 0,05 0,68 - 0,52   (3750)

Keterangan: Ev= modulus untuk pembebanan statik yang menaik


EA= modulus untuk pembebanan statik yang menurun

3.6 Pengujian Metode Geofisika


Geofisika adalah bagian dari ilmu bumi yang mempelajari bumi meng-
gunakan kaidah atau prinsip-prinsip fisika. Penelitian geofisika dilaku-
58 geoteknik tambang

kan untuk mengetahui kondisi di bawah permukaan bumi. Metode


ini diterapkan dengan melakukan pengukuran di permukaan bumi
dengan parameter-parameter fisika yang dimiliki oleh batuan. Dari
pengukuran ini dapat ditafsirkan bagaimana sifat-sifat dan kondisi di
bawah permukaan bumi, baik secara vertikal maupun horizontal.
Dalam skala yang berbeda, metode geofisika dapat diterapkan
secara global untuk menentukan struktur bumi, secara lokal untuk
eksplorasi mineral dan pertambangan (termasuk minyak bumi), dan
dalam skala kecil untuk aplikasi geoteknik. Survei geofisika yang se-
ring dilakukan selama ini antara lain metode gravitasi (gaya berat),
magnetik, seismik, geolistrik (resistivitas), dan elektromagnetik. Se-
cara umum metode-metode tersebut digunakan untuk menentukan
lapisan atau stratigrafi litologi batuan serta untuk menentukan struk-
tur batuan, seperti patahan, rekahan, dan lain-lain.

3.6.1 Metode Gravitasi


Metode gravitasi dilakukan untuk menyelidiki keadaan di bawah
permukaan bumi. Parameter utama yang diperoleh ialah densitas se-
tiap lapisan batuan. Metode ini sensitif terhadap perubahan vertikal
sehingga sering digunakan untuk mempelajari batuan dasar, struktur
geologi, lubang di dalam massa batuan, shaft terpendam, dan lain-
lain.
Pengukuran ini dapat dilakukan di permukaan bumi, laut (meng-
gunakan kapal), dan udara. Metode ini memperhatikan variasi medan
gravitasi akibat variasi rapat massa batuan di bawah permukaan.
Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya yang diselidiki adalah perbe-
daan medan gravitasi dari suatu titik observasi terhadap titik obser-
vasi lainnya. Metode ini menggunakan prinsip perbedaan rapat mas-
sa suatu material terhadap lingkungan sekitarnya sehingga struktur
bawah permukaan dapat diketahui. Pengetahuan tentang struktur
bawah permukaan ini penting untuk analisis kemantapan serta pe-
rencanaan lereng tambang.
geoteknik tambang 59

3.6.2 Metode Magnetik


Metode magnetik didasarkan pada pengukuran variasi intensitas me-
dan magnetik di permukaan bumi yang disebabkan oleh adanya vari-
asi distribusi benda termagnetisasi di bawah permukaan bumi. Vari-
asi (anomali) tersebut diakibatkan oleh perbedaan distribusi mineral
ferromagnetik, paramagnetik, dan diamagnetik yang akan memberi-
kan respons berbeda terhadap medan magnet. Mineral ferromagne-
tik tertarik kuat oleh medan magnet, mineral paramagnetik tertarik
dengan lemah, sedangkan mineral diamagnetik tidak tertarik oleh
magnet. Variasi intensitas medan magnetik yang terukur kemudian
ditafsirkan dalam bentuk distribusi bahan magnetik di bawah permu-
kaan dan dapat digunakan untuk memodelkan lapisan batuan serta
menentukan jenis batuan.

3.6.3 Metode Seismik


Metode seismik didasarkan pada gelombang yang merambat, baik
refleksi maupun refraksi. Dalam metode seismik, pengukuran dilaku-
kan menggunakan sumber seismik (ledakan, vibroseis, dll.). Setelah
sumber diberikan, akan terjadi gerakan gelombang di dalam medium
(tanah dan batuan) yang memenuhi hukum-hukum elastisitas ke
segala arah dan mengalami pemantulan ataupun pembiasan akibat
munculnya perbedaan kecepatan. Kemudian, pada jarak tertentu,
gerakan partikel tersebut direkam sebagai fungsi waktu. Berdasar
data rekaman inilah dapat “diperkirakan” bentuk lapisan/struktur di
dalam tanah dan batuan.
Dari metode ini dapat diketahui kecepatan rambat gelombang
P dan S. Gelombang P memiliki kecepatan rambat paling besar dan
dapat merambat melalui medium, padat, cair, dan gas. Sementara
itu, gelombang S merambat lebih lama dan hanya dapat merambat
pada medium padat. Dengan memperoleh data kecepatan rambat
gelombang yang berbeda-beda, dapat dianalisis jenis batuannya dan
dapat dimodelkan perlapisannya.
60 geoteknik tambang

3.6.4 Metode Geolistrik (resistivitas)


Geolistrik merupakan salah satu metode geofisika yang mempelajari
sifat aliran listrik di dalam bumi dan bagaimana cara mendeteksinya
di permukaan bumi, yang meliputi pengukuran potensial, arus, dan
medan elektromagnetik yang terjadi baik secara alamiah ataupun aki-
bat injeksi arus yang dilakukan ke dalam bumi. Ada beberapa macam
metode geolistrik, antara lain metode potensial diri, arus tellurik,
magnetotelurik, elektromagnetik, IP (Induced Polarization), resistivi-
tas (tahanan jenis), dan lain-lain.
Metode geolistrik tahanan jenis memanfaatkan sifat tahanan je-
nis untuk menyelidiki keadaan di bawah permukaan tanah (Suhendra,
2005). Dari penyelidikan metode geolistrik akan diperoleh interpreta-
si penampang dari perlapisan di bawah muka tanah sehingga dapat
ditentukan bidang gelincir dari lereng yang rawan kelongsoran.
Pada metode geolistrik tahanan jenis (resistivitas), arus listrik di-
injeksikan ke dalam bumi melalui dua elektroda arus. Kemudian beda
potensial yang terjadi diukur melalui dua elektroda potensial. Dari ha-
sil pengukuran arus dan beda potensial untuk setiap jarak elektroda
yang berbeda dapat diturunkan variasi nilai hambatan jenis masing-
masing lapisan di bawah titik ukur (sounding point). Metode ini lebih
efektif jika digunakan untuk eksplorasi yang sifatnya dangkal karena
jarang diperoleh informasi untuk lapisan pada kedalaman lebih dari
1.000 atau 1.500 kaki dengan metode ini. Oleh karena itu, metode ini
lebih banyak digunakan dalam bidang engineering geology, seperti
penentuan kedalaman batuan dasar dan pencarian reservoir (tempat
penyimpanan) air. Berdasarkan letak (konfigurasi) elektroda-elek-
troda arus, dikenal beberapa jenis metode resistivitas tahanan jenis,
antara lain:
a. Metode Schumberger;
b. Metode Wenner; dan
c. Metode Dipole–dipole.
geoteknik tambang 61

3.6.5 Metode Elektromagnetik


Metode elektromagnetik ini biasanya digunakan untuk eksplorasi
benda-benda konduktif. Perubahan komponen-komponen medan
akibat variasi konduktivitas dimanfaatkan untuk menentukan struk-
tur bawah permukaan serta jenis batuan. Medan elektromagnetik
yang digunakan dapat diperoleh dengan sengaja, seperti dengan
membangkitkan medan elektromagnetik di sekitar daerah observasi.
Pengukuran semacam ini disebut teknik pengukuran aktif. Contoh
metode ini adalah Turam elektromagnetik. Akan tetapi, metode ini
kurang praktis dan daerah observasi dibatasi oleh besarnya sumber
yang dibuat.
Teknik pengukuran lain adalah teknik pengukuran pasif, yaitu
dengan memanfaatkan medan elektromagnetik yang berasal dari
sumber yang tidak secara sengaja dibangkitkan di sekitar daerah
pengamatan. Gelombang elektromagnetik seperti ini berasal dari
alam dan dari pemancar frekuensi rendah (15-30 Khz) yang diguna-
kan untuk kepentingan navigasi kapal selam. Teknik ini lebih praktis
dan mempunyai jangkauan daerah pengamatan yang luas.

3.6.6 Metode GPR (Ground Penetrating Radar)


Ground Penetrating Radar (GPR) biasa disebut georadar. Georadar
berasal dari dua kata, yaitu geo yang berarti bumi dan radar singkat-
an dari radio detection and ranging, sehingga arti harfiahnya ialah
alat pelacak bumi yang menggunakan gelombang radio. GPR baik
digunakan untuk eksplorasi dangkal (near surface) dengan ketelitian
(resolusi) yang amat tinggi sehingga mampu mendeteksi benda di
bawah permukaan hingga dimensi beberapa sentimeter. GPR me-
rupakan metode geofisika yang dapat digunakan untuk menyelidiki
keadaan lereng dan metode ini tergolong non-destructive field soil
investigation (tidak merusak) karena menggunakan sumber gelom-
bang elektromagnetik. Metode ini digunakan sebagai alternatif jika
62 geoteknik tambang

metode pengeboran terlalu berbahaya dilakukan karena lereng yang


diinvestigasi berada pada kondisi kritis. Biasanya hasil GPR diverifika-
si dengan hasil analisis stabilitas beberapa titik lokasi aman di sekitar
lereng kritis.
Kelebihan metode GPR adalah biaya operasionalnya yang ren-
dah, prosedur pengerjaan mudah, dan ketelitian sangat tinggi (reso-
lusi tinggi). Kelemahannya ialah penetrasinya tidak terlalu dalam atau
daya tembus metode ini hanya sampai puluhan meter (± 100 meter).
Metode ini bekerja dengan memanfaatkan radar yang meman-
carkan semacam gelombang elektromagnetik yang kemudian ditang-
kap balik oleh sensor alat. Spektrum frekuensi yang digunakan dise-
suaikan kebutuhan pengukurannya. Gelombang yang dipancarkan
adalah gelombang pendek (mikro) agar bisa terpenetrasi ke bawah
permukaan bumi. Respons data yang diterima akan diolah berdasar-
kan hukum pantulan (refleksi) dan pembiasan (gelombang).
Daftar Bacaan

Anne Obermann, 2000. Part I: Seismic Refraction [Online] Tech-


nical course report Available at: http://isterre.fr/spip.
php?action=acceder_document&arg=2350&cle=4ba-
273eac19b9e0ddd3c961ea3b0de7573e083f7&file=pptx%2FSeis-
mic_Refraction_for_class_2.pptx [diakses 23 Februari 2015].
Astawa, Rai, Suseno Kramadibrata dan Ridho Kresna Wattimena.
2013. Mekanika Batuan. Institut Teknologi Bandung.
Attewell, P.B. 1993. The Role Engineering Geology In The Design Of
Surface And Underground Structures. In Comprehensive Rock
Engineering. Ed. J.A. Hudson, Pergamon Press.
Braybrooke, J.C. 1988. The State Of The Art Of Rock Cuttability And
Rippability Prediction. Proc. 5th ANZ Geomechanics Conf. Syd-
ney, August.
Carlile, J.C., Davey, G.R., KAdir, I., Langmead, R.P., and Rafferty, W.J.,
1998. Discovery and exploration of the Gosowong epithermal
gold deposit, Halmahera, Indonesia. Journal of Geochemical
Exploration, v. 60, p. 207-227.
Coli, N., Berry, P., Boldini, D. and Bruno, R. 2008. In situ large size non
conventional shear tests for the mechanical characterization of
a bimrock in The Santa Barbara open pit mine (Italy). American
Rock Mechanics Association (ARMA) 09-184.
CSMRS. 1999. Report on deformability of rock mass in desilting in drift
DR-2 at Tala H. E. project, Bhutan. Central Soil and Materials
Research Station (CSMRS), New Delhi.
Djarwadi, Didiek. 2012. Pengantar Geoteknik PT. Pamapersada Nusan-
tara. PT. Pamapersada Nusantara.
64 geoteknik tambang

Ebrahimi, Ali. 2009. Testing Apparatus for the Future of the Nation’s
Railways. University of Wisconsin, Madison Geological Engine-
ering.
Eastern Geographic Science Center - United States Geological Survey.
Contoh Kontur Peta Topografi. egsc.usgs.gov
Enchanted Learning. 2002. Map Reading Activity: Topography. www.
enchantedlearning.com/geography/mapreading/topo. Diakses
18 Agustus 2014 pukul 13.18 WIB
Hannu Makkonen. 2002 Drill Core. Rytky ore from the best intersec-
tion. Geological Survey of Finland. en.tk.fi diakses 18 Agustus
2014 pukul 13.54 WIB
Hudson, J.A. 1989. Rock Mechanics Principles in Engineering Practice,
CIRIA, Butterworths.
Hunt, Roy E. 2005. Geotechnical Engineering Investigation Handbook
Second Edition. United States of America: Taylor & Francis
Group
Indian Standard 7317 : 1993, Reaffirmed 2010. Code of Practice for Uni-
axial Jacking Test for Modulus of Deformation of Rock. Bureau
of Indian Standard, New Delhi.
International Society for Rock Mechanics. 1981. Rock Characterization,
Testing, and Monitoring. Ed. E. T. Brown). Pergamon: Oxford.
Kepmen ESDM No.1452K/10/MEM/2000. Lampiran II. Pedoman Teknis
Penyusunan Peta Geologi
Kramadibrata, S. 1996. The Influence of Rock Mass and Intact Rock
Properties on The Design of Surface Mines with Particular Refe-
rence to The Excavatability of Rock. School of Civil Engineering,
Curtin University of Technology, Australia.
Knill, J.L. 1970. The Application Of Seismic Methods In The Prediction
Of Grout Take In Rocks. Insitu Investigation In Soils And Rocks.
British Geotechnics Society, London
Lama, R.D. and L.P. Gonano., 1976. Size Effects Considerations in
the Assessment of Mechanical Properties of Rock Masses. In:
geoteknik tambang 65

Proceedings of the Second Symposium on Rock Mechanics,


Dhanbad.
Minnesota Geospatial Information Office. Topographic Maps. www.
mngeo.state.mn.us. Diakses tanggal 16 Juli 2014 pukul 09.22
WIB.
Notosiswoyo. 2000. Drill Core dan Cutting Samples.
Okada, Tetsuji. 2008. Development of In-situ Triaxial Test for Disconti-
nuous Rock Masses. Central Research Institute of Electric Po-
wer Industry (CRIEPI) 2008 Annual Research Report.
Redpath, Bruce B. 1973. Seismic Refraction Exploration for Engineering
Site Investigations. U. S. Army Engineer Waterways Experiment
Station Explosive Excavation Research Laboratory Livermore,
California.
SK Ketua Bakosurtanal No.019.2.2/1/1975 atau SK penggantinya. http://
psdg.bgl.esdm.go.id/kepmen_pp_uu/KEPMEN-1452-LAMP-2.
pdf
SNI No. 13-4691-1998. Penyusunan Peta Geologi. Badan Standardisasi
Nasional
SNI 19-6502.1-2000. Spesifikasi teknis peta rupabumi skala 1 : 10.000
Sven Döring. 2002. Contoh kegiatan pengeboran. Climate buried in
the soil. Max-Planck-Gesellschaft. www.mpg.de/285941/Cli-
mate_Soil diakses 18 Agustus 2014 pukul 13.42 WIB
Tani, K., Nozaki, T,. Kaneko, S,. Toyooka, Y. and Tachikawa, H,. 2003.
Down-hole triaxial test to measure average stress-strain relati-
onship of rock mass, Soils and Foundations, Vol. 43, No. 5, 53-62
Tatweer for Geophysical Studies and Consulting. Geophysical Service.
http://www.tatweer-abudhabi.ae/geophysical_services.html
(Diakses 20 Februari 2015)

Anda mungkin juga menyukai