Anda di halaman 1dari 12

BAB 8

GEOTEKNIK DAN
KESELAMATAN
DAN KESEHATAN
KERJA (K3) SERTA
KESELAMATAN
OPERASI
8.1 Pendahuluan
Industri pertambangan merupakan industri yang berisiko tinggi se-
cara operasional karena berhubungan dengan pemakaian alat-alat
berat serta beroperasi pada area kerja yang dapat longsor sewaktu-
324 geoteknik tambang

waktu. Berbagai aktivitas dalam industri ini dapat membahayakan


keselamatan manusia jika dilakukan tanpa mengikuti prosedur yang
benar. Oleh karena itu, untuk menghindari terjadinya kecelakaan ker-
ja, kejadian berbahaya, dan penyakit akibat kerja, diperlukan imple-
mentasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dalam rangka men-
jaga keberlangsungan kegiatan pertambangan yang berkelanjutan.

8.2 Dasar Hukum K3 dan Keselamatan Operasi


Pertambangan
Seperti tertuang dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 pasal
96, setiap perusahaan pemegang IUP dan IUPK wajib melaksanakan
antara lain ketentuan keselamatan dan kesehatan kerja pertambang-
an (K3 Pertambangan) serta keselamatan operasi pertambangan (KO
Pertambangan). Adapun K3 dalam bidang pertambangan diatur da-
lam Keputusan Menteri (Kepmen) ESDM Nomor 555.K/26M.PE/1995
tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja Pertambangan Umum.
Dalam pelaksanaannya, pemerintah harus memberikan pembina-
an dan pengawasan terhadap perusahaan terkait komitmen mereka
dalam melaksanakan K3. Dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun
2009 pasal 139 serta Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia
Nomor 55 Tahun 2010 pasal 3 dijelaskan bahwa pembinaan yang dila-
kukan pemerintah meliputi:
a. Pemberian pedoman dan standar pelaksanaan pengelolaan usaha
pertambangan;
b. Pemberian bimbingan, supervisi, dan konsultasi;
c. Pendidikan dan pelatihan; dan
d. Perencanaan, penelitian, pengembangan, pemantauan, dan
evaluasi pelaksanaan penyelenggaraan usaha pertambangan di
bidang mineral dan batubara.
Pembinaan dan pengawasan tersebut dilakukan oleh menteri,
gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.
geoteknik tambang 325

Pada Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 55


Tahun 2010 pasal 26 dan 27 juga dijelaskan bahwa pengawasan pe-
merintah dalam hal K3 Pertambangan meliputi:
a. Keselamatan kerja;
b. Kesehatan kerja;
c. Lingkungan kerja; dan
d. Sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.

Sementara itu, pengawasan KO Pertambangan meliputi:


a. Sistem dan pelaksanaan pemeliharaan/perawatan sarana, pra­sa­
ra­na, instalasi, dan peralatan pertambangan;
b. Pengamanan instalasi;
c. Kelayakan sarana, prasarana instalasi, dan peralatan pertam­bang­
an;
d. Kompetensi tenaga teknik; dan
e. Evaluasi laporan hasil kajian teknis pertambangan.

Kegiatan pengawasan, baik terhadap K3 Pertambangan maupun


KO Pertambangan, dilakukan oleh Inspektur Tambang dan dapat
berkoordinasi dengan pengawas ketenagakerjaan sesuai dengan per-
aturan perundang-undangan yang berlaku.

8.3 Sistem Manajemen K3 Pertambangan Mineral


dan Batubara (SMKP Minerba)
Penerapan K3 di perusahaan-perusahaan tidak dapat hanya meng-
andalkan pengawasan oleh pemerintah. Perusahaan perlu berparti-
sipasi aktif dengan menyusun rencana mengenai K3 yang baik yang
dikenal sebagai Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(SMK3). Penerapan SMK3 bertujuan untuk mencegah dan mengu-
rangi kecelakaan dan penyakit akibat kerja serta menciptakan tempat
kerja yang aman, efisien, dan produktif. SMK3 juga harus diterapkan
326 geoteknik tambang

dalam bidang pertambangan, baik dalam tambang terbuka maupun


tambang bawah tanah, yang lebih dikenal sebagai Sistem Manajemen
K3 Pertambangan Mineral dan Batubara (SMKP Minerba).
Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 38 Tahun 2014,
Sistem Manajemen K3 Pertambangan Mineral dan Batubara (SMKP
Minerba) merupakan bagian dari sistem manajemen perusahaan da-
lam rangka mengendalikan risiko keselamatan pertambangan yang
terdiri dari K3 pertambangan dan keselamatan operasi pertambang-
an (K3 Pertambangan dan KO Pertambangan). K3 Pertambangan
adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi pekerja tam-
bang agar selamat dan sehat, sedangkan KO Pertambangan adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi operasional tam-
bang yang aman, efisien, dan produktif. Pada subbab ini akan diba-
has tujuh elemen yang terdapat dalam SMKP Minerba.

8.3.1 Kebijakan
Elemen ini meliputi penyusunan kebijakan, isi kebijakan, penetapan
kebijakan, komunikasi kebijakan, serta tinjauan kebijakan.

8.3.2 Perencanaan
Perencanaan merupakan proses pemilihan informasi dan pembuatan
asumsi-asumsi mengenai keadaan di masa yang akan datang untuk
merumuskan kegiatan-kegiatan yang perlu dilakukan dalam rangka
pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya (Naja, 2004).
Tahap perencanaan dalam SMKP Minerba meliputi penelaahan awal,
manajemen risiko, identifikasi dan kepatuhan terhadap ketentuan
peraturan perundang-undangan dan persyaratan lainnya yang terka-
it, penetapan tujuan, sasaran dan program, serta rencana kerja dan
anggaran Keselamatan Pertambangan.
geoteknik tambang 327

8.3.3 Organisasi dan Personel


Pengorganisasian adalah proses manajemen yang berkenaan dengan
perekrutan, penempatan, pelatihan, dan pengembangan tenaga kerja
dalam organisasi. Pada dasarnya prinsip dari tahapan proses manaje-
men ini adalah menempatkan orang yang sesuai pada tempat yang se-
suai dan pada saat yang tepat (right people, right position, right time).
Sebelum mencari orang untuk ditempatkan dalam satu posisi
ter­tentu perlu ditetapkan terlebih dahulu struktur organisasi yang
akan dipakai. Masing-masing posisi pada organisasi tersebut harus di­
jelaskan lingkup tugas, tanggung jawab, dan keahlian serta keteram­
pil­an yang disyaratkan yang dikenal sebagai uraian jabatan (job de­
scription) dan persyaratan jabatan (job requirement). Berdasarkan
ke­dua hal inilah kemudian dilakukan proses pengorganisasian terse-
but.

8.3.4 Implementasi
Pelaksanaan adalah usaha untuk memobilisasi sumber-sumber daya
yang dimiliki oleh organisasi agar dapat bergerak dalam satu kesatu-
an sesuai dengan rencana yang telah dibuat. Aspek ini meliputi:
a. Pelaksanaan pengelolaan operasional;
b. Pelaksanaan pengelolaan lingkungan kerja;
c. Pelaksanaan pengelolaan kesehatan kerja;
d. Pelaksanaan pengelolaan KO Pertambangan;
e. Pengelolaan bahan peledak dan peledakan;
f. Penetapan sistem perancangan dan rekayasa;
g. Penetapan sistem pembelian;
h. Pemantauan dan pengelolaan Perusahaan jasa Pertambangan;
i. Pengelolaan keadaan darurat;
j. Penyediaan dan penyiapan pertolongan pertama pada kecelakaan;
dan
k. Pelaksanaan keselamatan di luar pekerjaan (off the job safety)
328 geoteknik tambang

8.3.5 Evaluasi dan Tindak Lanjut


Evaluasi adalah proses penetapan apa yang telah dicapai, yaitu pro-
ses evaluasi kinerja, dan jika diperlukan dilakukan perbaikan sesuai
dengan rencana yang telah ditetapkan. Penilaian kinerja perlu di-
lakukan sebagai evaluasi untuk menyusun rencana perbaikan yang
terdapat dalam sistem manajemen yang telah dibuat. Untuk melaku-
kan penilaian kinerja K3 perusahaan harus memiliki basis data yang
terpusat agar dapat mengumpulkan data seluruh kasus kecelakaan
terkait geoteknik. Usaha ini merupakan langkah penting dalam me-
mantau dan menganalisis isu-isu yang harus segera ditangani. Selain
itu, audit juga perlu dilakukan secara rutin untuk mengetahui tingkat
kepatuhan terhadap sistem K3 dari suatu perusahaan.
Penilaian kinerja juga dikerjakan oleh Direktorat Jenderal Mineral
dan Batubara Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM)
melalui Penilaian Prestasi Pengelolaan Keselamatan Pertambangan
Pada Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara. Penilaian tersebut
merupakan suatu penilaian yang dilakukan oleh pemerintah kepa-
da seluruh badan usaha yang bergerak di bidang pertambangan
atas upaya dan peran serta perusahaan dalam pelaksanaan Kesela-
matan Pertambangan dalam rangka usaha pencegahan kecelakaan
tambang pada kegiatan usaha Pertambangan Mineral dan Batubara
(ESDM, 2012). Penilaian ini bertujuan untuk mendorong peningkatan
prestasi dan produktivitas kerja badan usaha pertambangan dalam
bidang keselamatan pertambangan mineral dan batubara.
Adapun tahap evaluasi dan tindak lanjut ini meliputi:
a. Pemantauan dan pengukuran kinerja
Metode dan frekuensi pemantauan dan pengukuran kinerja meng­
acu pada persyaratan dalam standar dan ketentuan peraturan
per­undang-undangan serta harus didokumentasikan.
b. Inspeksi pelaksanaan Keselamatan Pertambangan
Perusahaan wajib menyusun dan menerapkan prosedur inspeksi.
geoteknik tambang 329

c. Evaluasi kepatuhan terhadap ketentuan peraturan perundang-


undangan dan persyaratan lainnya yang terkait
Sebelum evaluasi dilakukan perlu ditetapkan terlebih dahulu
metode inspeksi serta klasifikasi bahaya yang akan digunakan.
Kemudian perusahaan wajib membuat laporan dari setiap
kegiatan inspeksi.
d. Penyelidikan kecelakaan, kejadian berbahaya, dan penyakit aki­
bat kerja
Jika terjadi kecelakaan, kejadian berbahaya, dan penyakit akibat
kerja, perusahaan wajib melakukan:
- pelaporan awal
- pengamanan lokasi dan barang bukti
- penyelidikan yang terdiri dari pengumpulan data dan informasi,
evaluasi dan analisis, serta kesimpulan dan rekomendasi
- dokumentasi hasil penyelidikan dan pelaporan
e. Evaluasi pengelolaan administrasi Keselamatan Pertambangan
Perusahaan harus melakukan evaluasi pengelolaan administrasi
Keselamatan Pertambangan yang sekurang-kurangnya meliputi
Buku Tambang, Buku Daftar Kecelakaan Tambang, dan pelaporan
pengelolaan Keselamatan pertambangan minimal setiap 6 bulan
sekali.
f. Audit internal penerapan SMKP Minerba
Audit internal dilakukan dengan tujuan untuk menentukan
efektivitas penerapan SMKP Minerba. Kegiatan ini juga berguna
untuk memberikan informasi tentang hasil audit internal kepada
pimpinan perusahaan.
g. Tindak lanjut ketidaksesuaian
Ketidaksesuaian yang dimaksud dalam konteks ini meliputi
penyimpangan terhadap standar kerja, praktik kerja, prosedur
kerja, persyaratan dalam ketentuan peraturan perundang-
undangan, dan persyaratan-persyaratan SMKP Minerba yang
dapat menyebabkan cedera atau penyakit, kerusakan sarana,
330 geoteknik tambang

prasarana, instalasi, peralatan tambang, dan/atau kerusakan ling­


kungan kerja.
Tahap evaluasi dan tindak lanjut ini sangat erat kaitannya dengan
kegiatan perencanaan sebab pada tahap evaluasi inilah dilihat
apakah yang direncanakan tersebut dapat dicapai atau tidak.

8.3.6 Dokumentasi
Tahap ini meliputi:
a. Penyusunan manual SMKP Minerba;
b. Pengendalian dokumen;
c. Pengendalian rekaman; dan
d. Penetapan jenis dokumen dan rekaman.

8.3.7 Tinjauan Manajemen


Tahap ini dilakukan untuk menghasilkan keluaran berupa keputus-
an dan tindakan dalam rangka meningkatkan efektivitas penerapan
SMKP Minerba serta peningkatan kinerja Keselamatan Pertambang-
an.

8.4 Penerapan K3 dalam Proses Geoteknik


Proses geoteknik dalam pertambangan berhubungan langsung de-
ngan keselamatan banyak orang. Dalam tiap proses kegiatan ini
diperlukan kesadaran akan pentingnya keselamatan. Berikut proses
geoteknik beserta rekomendasi praktis yang perlu dilakukan untuk
menjaga keselamatan.

8.4.1 Pengeboran Geoteknik


Pengeboran geoteknik merupakan kegiatan awal dalam proses geo-
teknik untuk mengumpulkan data yang akan digunakan untuk mem-
geoteknik tambang 331

buat desain lereng. Kegiatan ini memerlukan perhatian yang tinggi


tentang keselamatan karena berhubungan dengan alat yang memiliki
risiko tinggi. Praktik-praktik yang direkomendasikan untuk menjaga
keselamatan dalam pengeboran geoteknik antara lain:
1. Persiapan
a. Lokasi pengeboran harus berada pada daerah yang stabil.
b. Jalan sudah harus dipersiapkan sebelum melakukan mobilisasi
peralatan ke area pengeboran sehingga tidak ada hambatan.
2. Pemasangan Peralatan
a. Sebelum tiang bor didirikan, rig sudah harus terpasang dalam
keadaan stabil.
b. Pada saat pendirian tiang bor perlu diperhatikan gangguan
yang ada pada ketinggian, misalnya kabel.
c. Seluruh personel dilarang berada di samping rig secara
langsung saat pendirian tiang bor.
d. Sebelum kegiatan pengeboran dimulai, tiang bor harus dalam
keadaan terkunci.
3. Operasi Pengeboran
a. Pada saat pengeboran berlangsung dilarang ada orang selain
yang bertanggung jawab pada kegiatan pengeboran untuk
memasuki area pengeboran tanpa peralatan pelindung diri
yang lengkap dan izin.
b. Operasi pengeboran tidak boleh dilakukan hanya seorang diri.
c. Seluruh personel pengeboran harus paham dan berpengalaman
dalam mengoperasikan alat bor.
d. Spesifikasi teknis dari pabrik yang meliputi kecepatan, gaya,
torsi, tekanan, dan aliran tidak boleh dilanggar.
e. Rig pengeboran hanya boleh digunakan sesuai tujuan alat
tersebut dibuat.
f. Apabila pengeboran dilakukan dengan udara bertekanan,
saluran pembuangan dan sisa hasil pengeboran (cutting) harus
diarahkan menjauhi para pekerja.
332 geoteknik tambang

8.4.2 Desain Geoteknik


Dalam proses geoteknik, desain lereng merupakan hal yang penting
dalam memastikan kestabilan suatu lereng. Dengan faktor keamanan
tertentu, lereng dirancang agar aman selama kegiatan produksi ber-
langsung. Ada beberapa praktik yang harus dilakukan untuk menda-
patkan desain lereng yang aman. Praktik-praktik yang direkomendasi-
kan untuk menjaga keselamatan dalam desain geoteknik antara lain:
1. Pembuatan SOP mengenai desain lereng
2. Memastikan bahwa lereng dirancang dengan faktor keamanan
minimum 1,3 hingga 1,5

8.4.3 Pemantauan Lereng


Selain pemantauan yang harus dilakukan secara rutin, lereng harus
dipantau dengan instrumen agar pergerakannya dapat terdeteksi
secara kuantitatif. Praktik-praktik yang direkomendasikan dalam pe-
mantauan lereng antara lain:
1. Membuat SOP mengenai penggunaan alat hingga pelaporan hasil
pemantauan.
2. Membuat kriteria pergerakan lereng, kapan pergerakan suatu
lereng dikatakan sudah kritis dan harus dilakukan penghentian
produksi atau evakuasi.
3. Melakukan pengamatan terhadap poin-poin berikut secara rutin,
antara lain:
a. Elevasi kepala lereng (crest)
b. Elevasi kaki lereng (toe)
c. Tinggi lereng dan kemiringan permukaan lereng serta lebar
tanggul pengaman (safety berm)
d. Genangan air permukaan
e. Permukaan tanah yang bergerak
f. Sistem drainase
g. Rembesan pada kaki lereng (toe)
geoteknik tambang 333

8.4.4 Respons terhadap Kelongsoran


Walaupun lereng sudah didesain dengan baik serta dilakukan pe-
mantauan secara rutin, kadang terdapat faktor-faktor tak terduga
lainnya, seperti bencana alam gempa, yang dapat mengakibatkan le-
reng longsor. Jika hal ini terjadi, diperlukan respons yang cepat guna
meminimalkan dampak yang mungkin timbul. Praktik-praktik yang
direkomendasikan dalam merespons kelongsoran antara lain:
1. Membuat perimeter di sekitar daerah longsoran.
2. Melakukan perkiraan posisi korban. Bila ditemukan tanda-tanda
lokasi korban, segera lakukan pembuatan akses secara hati-hati.
3. Membuat laporan mengenai kelongsoran yang terjadi.
334 geoteknik tambang

Daftar Bacaan

ESDM. 2012. Penghargaan Penilaian Prestasi Pengelolaan Keselama-


tan Pertambangan Mineral dan Batubara.
Naja, Hasanuddin Rahman Daeng. 2004. Manajemen Fit and Proper
Test. Yogyakarta: Pustaka Widyatama.
Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 38 Tahun
2014 tentang Sistem Manajemen K3 Pertambangan (SMKP).
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 55 Tahun 2010 ten-
tang Pembinaan dan Pengawasan Penyelenggaraan Pengelo-
laan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara.
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara.

Anda mungkin juga menyukai