Meneguhkan Tauhid (Tafsir QS Al-Ikhlas (112) - 1-4) - Hizbut Tahrir IndonesiaHizbut Tahrir Indonesia
Meneguhkan Tauhid (Tafsir QS Al-Ikhlas (112) - 1-4) - Hizbut Tahrir IndonesiaHizbut Tahrir Indonesia
(https://hizbut
tahrir.or.id/)
Tafsir (Al Waie)
10 November 2009
Meneguhkan Tauhid (Tafsir QS alIkhlas [112]: 14)
(https://hizbuttahrir.or.id/2009/11/10/meneguhkan
tauhidtafsirqsalikhlas11214/)
ٌﺃ َ َﺣﺩ ُﻛﻔُ ًﻭﺍ ُﻟﱠ ﻪ ﻳَ ُﻛﻥ ﻭﻟَ ْﻡ ،ْ
َ ﻳُﻭﻟَﺩ ﻭﻟَ ْﻡ ْ ﺍﻟ ﱠ ُ ﺍ ﱠ ،ٌﺃ َ َﺣﺩ ُ ﺍ ﱠ ﻫ َُﻭ ْﻗُﻝ
َ ﻳَ ِﻠﺩ ﻟَ ْﻡ ،ُﺻ َﻣﺩ
Katakanlah, “Dialah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan yang bergantung kepadaNya
segala sesuatu. Dia tidak melahirkan dan tidak pula dilahirkan; tidak pula ada seorang pun
yang setara denganNya.” (QS alIkhlas [112]: 14).
Sabab anNuzûl
Imam Ahmad meriwayatkan dari Abu ‘Aliyah, dari Ubay bin Kaab ra., bahwa kaum musyrik
pernah berkata kepada Nabi saw, “Wahai Muhammad, sebutkanlah nasab Tuhanmu kepada
kami!” Lalu Allah SWT menurunkan surat ini. Riwayat senada juga disampaikan oleh atTirmidzi
dan Ibnu Jarir. Abu Ya’la meriwayatkannya dari Jabir ra.1
Keutamaan Surat alIkhlas Pengantar [Umat Menyambut
Imam alBukhari meriwayatkan dari Aisyah bahwa ada seorang lakilaki yang dikirim dalam Rubrik
sebuah sariyah (ekspedisi perang). Dia membaca alQuran dalam shalat dengan teman
temannya, lalu dia menutupnya dengan surat ini. Setelah kembali, mereka menyampaikannya Afkar (Al Waie) Akhbar (Al Waie)
kepada Rasulullah saw. Beliau bersabda, “Tanyakanlah kepadanya, mengapa dia mengerjakan (https://hizbut
Analisis (Al Waie) (https://hizbut
Catatan Jubir (Al
itu.” Mereka pun bertanya kepada orang itu, lalu dia menjawab, “Karena itu sifat ArRahmân dan (https://hizbut Waie) (https://hizbut
Cover (Al Waie) Dari Redaksi (Al
aku senang membacanya.” Kemudian beliau bersabda, “Kabarkanlah kepadanya bahwa Allah
SWT mencintainya.” (https://hizbut
Dunia Islam (Al Waie) (https://hizbut
Fokus (Al Waie)
Waie) (https://hizbut
Galeri Opini (Al (https://hizbut
Hadis Pilihan (Al
Dari Imam Ahmad dan atTirmidzi, dari Anas ra., pernah ada seorang lakilaki yang datang
kepada Rasulullah saw. dan berkata, “Sesungguhnya saya mencintai surat ini (Qul huwalLâh Waie) (https://hizbut
Hiwar (Al Waie) Waie) (https://hizbut
Ibrah (Al Waie)
Ahad dst).” Rasulullah saw. bersabda, “Kecintaanmu terhadapnya memasukkanmu ke dalam (https://hizbut
Iftitah (https://hizbut (https://hizbut
Iqtishadiyah
surga (lafal hadis dari Imam Ahmad).”
tahrir.or.id/category/alwaie/iftitah/)
Jejak Syariah (https://hizbut
Kesaksian
Imam alBukhari dan Abu Dawud meriwayatkan dari Abu Said alKhudri, dia berkata bahwa
(https://hizbut
Kisah Inspiratif (https://hizbut
Kritik (Al Waie)
Rasulullah saw. bersabda, “Demi Zat yang jiwaku ada di tanganNya, sesungguhnya (surat al
Ikhlas) itu setara dengan sepertiga alQuran.” (https://hizbut
Lintas Dunia (Al (https://hizbut
Liputan Khusus (Al
Waie) (https://hizbut
Mancanegara (Al Waie) (https://hizbut
Muhasabah (Al
Tafsir Ayat Waie) (https://hizbut Waie) (https://hizbut
Nisa' (Al Waie) Opini (Al Waie)
Allah SWT berfirman: Qul huwalLâh Ahad (Katakanlah, “Dialah Allah, Yang Maha Esa.”). (https://hizbut
Refleksi (Al Waie) (https://hizbut
Reportase (Al Waie)
Perintah Qul dalam ayat ini ditujukan kepada Rasulullah saw. Apabila dikaitkan dengan sabab
(https://hizbut
Sirah (Al Waie) (https://hizbut
Siyasah & Dakwah
nuzûlnya, perkataan itu merupakan jawaban atas pertanyaan kaum musyrik mengenai sifat
Tuhan yang beliau dakwahkan. Perintah itu juga berlaku bagi seluruh umatnya, sebab khithâb (https://hizbut
Soal Jawab (Al (Al Waie)
Sosok (Al Waie)
alRasûl khithâb li ummatihi (seruan kepada Rasul, juga seruan kepada umatnya). Waie) (https://hizbut (https://hizbut
Suara Pakar (Al Ta'rifat (Al Waie)
Dalam ayat ini, beliau dan umatnya diperintahkan untuk mengatakan: HuwalLâh Ahad; bahwa Waie) (https://hizbut
Tafsir (Al Waie) (https://hizbut
Telaah Kitab (Al
Tuhan yang mereka tanyakan itu adalah Allah dan Allah itu hanya satu. Sebab, kata ahad
(https://hizbut Waie) (https://hizbut
bermakna wâhid (satu).2 Bahkan ditegaskan alBaghawi, tidak ada perbedaan makna antara
ahad dengan wâhid.3
Publikasipublikasi yang diterbitkan atas
Kendati samasama menunjuk pada jumlah satu, menurut sebagian mufassir ada perbedaan di
nama Hizbut Tahrir, wilayah , kantor
antara keduanya. Dinyatakan oleh alAzhari bahwa sifat ahadiyyah hanya digunakan untuk
media (al maktab al'ilami) , juru bicara
Allah. Sebagai buktinya, tidak dikatakan rajul ahad wa dirhâm ahad, tetapi dikatakan rajul wâhid
resmi dan perwakilan media Hizbut
wa dirhâm wâhid.4 Pendapat senada juga dikemukakan Tsa’lab.5
Tahrir saja yang merupakan pendapat
Mengenai pengertian ayat ini secara keseluruhan, Ibnu Katsir memaparkan, “Dialah alWâhid Hizbut Tahrir. Dan yang selain itu
alAhad; tidak ada yang setara dan pembantu; tidak ada sekutu, yang serupa dan sepadan merupakan pendapat penulisnya,
denganNya. Ungkapan ini tidak diucapkan kepada siapa pun kecuali Allah Azza wa Jalla. sekalipun dipublikasikan dalam website
Sebab, Dia Mahasempurna dalam semua sifat dan perbuatanNya.”6 Hizbut Tahrir Indonesia, majalah,
Dalam ayat berikutnya kemudian ditegaskan: Allâh ashShamad (Allah adalah Tuhan yang Tabloid, multimedia yang diproduksi
bergantung kepadaNya segala sesuatu). Dijelaskan azZamkhsyari dan asySyaukani, kata Hizbut Tahrir Indonesia. Boleh mengutip
ashshamad merupakan fi’l yang bermakna maf’ûl.7 Menurut asySyaukani, kata tersebut dan mempublikasikan kembali apa yang
seperti halnya kata alqabdh yang bermakna almaqbûdh (yang digenggam). Kata ashshamad diterbitkan Hizbut Tahrir dan websitenya,
pun demikian, bermakna almashmûd ilayhi, yakni almaqshûd ilayhi (yang dituju). Jadi, makna dengan syarat tetap menjaga amanah
ashshamad adalah alladzî yushmadu ilayhi fî alhâjat (pihak yang dituju atau dijadikan (kejujuran) dalam penyalinan
sebagai sandaran dalam berbagai kebutuhan). Hal itu disebabkan karena keberadaanNya (penerjemahan) dan pengutipan tanpa
yang mampu memenuhi berbagai kebutuhan.8Penjelasan yang sama dikemukakan al memotong, menginterpretasi dan
Qurthubi, alSa’di, dan alZuhaili.9 mengubahnya; dan harus
mencantumkan sumber dari apa yang
Ibnu ‘Abbas, sebagaimana dikutip alQurthubi, juga berpendapat demikian. Menurutnya,
diterjemahkan dan dipublikasikan
pengertian ini sejalan dengan QS anNahl [16]: 53. 10
Selain makna itu, ada beberapa makna ashshamad yang disampaikan oleh para mufassir.
Menurut Ibnu ‘Abbas dalam riwayat lain, Said bin Jubair, Mujahid, alDhahhak, ‘Ikrimah, dan al
Hasan, kata ashshamad berarti Zat yang tidak lapar. asySya’bi juga memaknainya sebagai Zat
yang tidak makan dan tidak minum.11
Abu Aliyah memaknai ashshamad sebagai Zat yang tidak beranak dan tidak diperanakkan.
Sebab, tidak ada yang beranak kecuali dia diwarisi; dan tidak ada yang diperanakkan kecuali
dia akan mati. Allah SWT pun memberitakan kepada kita bahwa Dia tidak diwarisi dan tidak
beranak.12 Ubay bin Kaab juga berpendapat bahwa makna ashshamad dijelaskan oleh ayat
sesudahnya: Lam yalid walam yûlad; walam yakun lahu kufuw[an] ahad.13 Penafsiran lain
diberikan Qatadah dan alHasan. Keduanya mengatakan bahwa ashshamad bermakna albâqi
(yang kekal).
Kendati demikian, sebagaimana ditegaskan Ibnu Jarir athThabari, penafsiran yang lebih tepat
adalah yang sesuai dengan makna yang telah dikenal oleh orang yang bahasanya digunakan
alQuran. Menurut orang Arab, makna ashshamad adalah assayyid yang dituju atau dijadikan
sebagai sandaran; dan tidak ada seorang pun yang di atasnya.14
Dikatakan juga oleh Ibnu Anbari bahwa tidak terdapat perbedaan di kalangan ahli bahasa
bahwa ashshamad adalah assayyid yang tidak ada lagi seorang pun di atasnya, yang semua
manusia bersandar kepadaNya dalam semua urusan dan kebutuhan mereka.15
Selanjutnya Allah SWT berfirman: Lam yalid walam yûlad (Dia tidak melahirkan dan tidak pula
dilahirkan). Ayat ini memberikan pengertian bahwa tidak lahir dariNya anak; Dia juga tidak lahir
dari sesuatu apa pun.16 AzZamakhsyari mengatakan bahwa disebutkan lam yalid karena tidak
ada yang sejenis denganNya sehingga bisa dijadikan olehNya sebagai istri, kemudian dari
mereka lahirlah anak. Makna ini juga ditunjukkan oleh QS alAn’am [6]: 101.17
Meskipun dalam ayat ini digunakan kata lam, bukan berarti hanya menafikan masa lampau.
Sebab, ayat tersebut berlaku abadi. Demikian pula nafiy dalam ayat ini. Menurut Fakhruddin ar
Razi, digunakannya kata lam karena merupakan jawaban atas ucapan mereka mengenai anak
Allah SWT (QS ashShaffat [37]: 151152).
Kemudian surat ini diakhiri dengan firmanNya: walam yakun lahu kufuw[an] ahad (dan tidak
ada seorang pun yang setara denganNya). Maknanya, Allah Yang Maha Esa itu tidak ada yang
menandingi atau menyamaiNya. Menurut Ibnu Jarir athThabari, kata alkufu’ wa alkufâ wa al
kifâ’ dalam bahasa Arab memiliki satu makna, yakni almitsl wa asysyibh (semisal dan
serupa).18 Itu berarti, tidak ada satu pun yang setara, sepadan, semisal atau sebanding
denganNya.
Gambaran tentang Tauhid
Dari segi jumlah ayat, surat ini tergolong singkat, hanya terdiri empat ayat. Kendati begitu,
kandungan isinya amat padat. Keimanan kepada Allah SWT yang menjadi perkara mendasar
dalam Islam dijelaskan amat gamblang. Tidak mengherankan jika Rasulullah saw. menyebut
surat ini setara dengan tsuluts alQuran (sepertiga alQuran).
Dalam surat ini terdapat pelajaran penting. Setidaknya ada tiga perkara penting yang perlu
ditandaskan kembali. Pertama: asmâ’ (nama) Tuhan yang patut disembah. Sebagaimana telah
diungkap, surat ini turun sebagai jawaban atas pertanyaan kaum musyrik mengenai Tuhan
yang disembah Rasulullah saw. Ditegaskan dalam surat ini bahwa HuwalLâh (Dia adalah
Allah). Allah adalah nama Zat Pencipta alam semesta ini. Menurut alBiqa’, nama ini—yakni
Allah—menunjuk semua sifat kesempurnaan: alJalâl wa alJamâl. Nama ini juga mencakup
seluruh makna alasmâ’ alhusnâ.19 Bahwa nama Rabb al‘âlamîn adalah Allah, amat banyak
disebut dalam alQuran. Dengan nama itu pula manusia diperintahkan untuk memanggil dan
berdoa kepadaNya (QS alIsra’ [17]: 110).
Oleh karena itu, manusia hanya boleh menyebutNya dengan nama yang telah diberitakanNya,
yakni: Allah, ArRahmân, atau alasmâ’ alhusnâ lainnya. Manusia tidak boleh memanggilNya
dengan nama lain yang dibuat sendiri (QS Yusuf [12]: 40).
Kedua: tawhîdulLâh atau (pengesaan terhadap Allah). Secara tegas dalam surat ini disebutkan
bahwa Allah SWT itu Ahad. Dia hanya satu, bukan dua, tiga, atau lebih sebagaimana yang
lazim diklaim oleh kaum kafir. Perkara ini amat banyak diberitakan dalam ayat alQuran. Bahkan
perkara ini didakwahkan oleh semua nabi dan rasul yang diutus Allah SWT. Tidak ada seorang
pun di antara mereka kecuali mengajak pada tauhid (lihat QS alAnbiya’ [21]: 25; asySyura [42]:
13).
Keesaan Allah juga ditegaskan dalam ayat: lam yalid walam yûlad; bahwa Allah tidak memiliki
anak; tidak pula menjadi anak bagi selainNya; tidak ada pula yang diangkat dan dijadikan
sebagai anakNya (lihat QS alIsra’ [17]: 111; Yunus [10]: 68).
Keesaan Allah disebutkan dalam firmanNya: walam yakun lahu kuffuw[an] ahad; bahwa tidak
ada yang sama, serupa, sejenis, setara atau sebanding denganNya. Dia berbeda dengan
semua makhlukNya (QS alSyura [42]: 11).
Perkara tauhid ini merupakan perkara paling mendasar yang harus diimani oleh setiap
manusia. Siapa pun yang menganggap tuhan lebih dari satu, memiliki anak atau ada yang
setara denganNya, maka dia telah terjatuh dalam kekufuran dan kesyirikan. Jika dicermati,
semua agama selain Islam dalam konsep ketuhanannya telah terjatuh dalam kesalahan
mendasar ini. Di antara agama itu ada yang menganggap selain Allah sebagai tuhan, tuhan
lebih dari satu, atau ada makhluk yang setara denganNya; tidak terkecuali agama yang
sebelumnya dibawa oleh para nabi, seperti Yahudi dan Nasrani. Kedua agama itu pun dikotori
hawa nafsu manusia sehingga terjatuh dalam kesyirikan. Yahudi menyebut Uzair sebagai anak
Allah. Nasrani menyebut Isa sebagai anak Allah (lihat QS atTaubah [9]: 30; alMaidah [5]: 72).
Isa sendiri tidak pernah mengatakan perkataan batil itu (lihat QS alMaidah [5]: 116).
Dalam alQuran cukup banyak ayat memberikan bantahan atas kebatilan anggapan Tuhan
lebih dari satu. Dalam QS alAnbiya’ [21]: 22 ditegaskan, seandainya ada banyak tuhan selain
Allah, maka langit dan bumi akan binasa.
Orangorang yang menganggap tuhan lebih dari satu, memiliki anak, atau menyekutukanNya
dengan yang lain telah diancam dengan hukuman yang amat keras. Apabila mati dalam
keadaan demikian maka dosanya tidak akan diampuni (lihat QS alNisa [4]: 48, 111). Surga
diharamkan atas mereka. Neraka adalah tempat kembali mereka di akhirat; mereka kekal di
dalamnya selamalamanya (lihat QS alMaidah [5]: 7273).
Ketiga: kesempurnaan sifât Allah. Dalam surat ini disebutkan bahwa Allah itu ashshamad.
Dalam alQuran, kata ini hanya disebut dalam surat ini. Jika dicermati, sifat ini memiliki cakupan
makna yang amat luas sekaligus meniscayakan adanya sifatsifat lainnya. Sebagaimana telah
dipaparkan, kata ini mengandung pengertian bahwa Dia adalah assayyid tertinggi dan tidak
ada yang lebih tinggi lagi. Artinya, Dia memang Mahatinggi (Al‘Aliyy), Mahaagung (Al‘Azhîm)
dan semua sifat lainnya yang menunjukkan ketinggianNya.
Kata ashshamad juga mengandung makna bahwa Dia tidak memerlukan yang lain. Itu berarti,
sebagaimana diterangkan azZamakhsyari, Dia adalah AlGhaniyy (Mahakaya, tidak butuh
terhadap yang lain).20 Karena tidak membutuhkan yang lain, berarti Dia juga AlQadîr
(Mahakuasa), AlQawiyy (Mahakuat), Al‘Azîz (Mahaperkasa), AlHayy (Mahahidup) dan semua
sifat yang menunjukkan kekuatanNya.
Allah juga menjadi sandaran dan tempat bergantung bagi semua makhlukNya. Dialah yang
menciptakan semua makhlukNya (AlKhâliq), menghidupkan mereka (AlMuhyî), memberikan
rezeki kepada mereka (ArRazzâq, ArRazîq) dan menolong hambaNya (AnNâshir) serta
semua semua sifat lainnya yang menunjukkan bahwa Dia menjadi sandaran dan tempat
bergantung bagi seluruh hambaNya. Dengan demikian, hanya kepadaNyalah manusia
beribadah dan bermohon.
Walhasil, surat ini memberikan gambaran amat jelas mengenai keimanan kepada Allah SWT.
Sebagaimana disimpulkan Abdurrahman asSa’di, surat ini mencakup tawhîd alasmâ’ wa al
shifât.21 Wallâh a’lam bi ashshawâb. []
Catatan kaki:
1 Ibnu Katsir, Tafsîr alQur’ân al‘Azhîm, VIII/527 (Riyadh: Dar Thayyibah, 1997).
2 AzZamakhsyari, alKasysyâf, VI/460 (Riyad: Maktabah Abikan, 1998); alQurthubi, alJâmi’ li
Ahkâm alQur’an, XX/244 (Riyad: Dar ‘Alam alKutub, 2003); Abu Hayyan alAndalusi, Tafsî r al
Bahr alMuhîth, VIII/529 (Beirut: Dar alKutub al‘Ilmiyyah, 1993); azZuhaili, AtTafsîr alMunîr,
XXX//464 (Beirut: Dar alFikr, 1998).
3 AlBaghawi, Ma’âlim atTafsîr, VIII/588 (Riyad: Dar Thayyibah, 1992).
4 AsySyaukani, Fath alQadîr, V/515516 (Beirut: Dar alFikr, tt).
5 Abu Hayyan alAndalusi, Tafsî r alBahr alMuhîth, VIII/529.
6 Ibnu Katsir, Tafsîr alQur’ân al‘Azhîm, VIII/527528.
7 AzZamakhsyari, AlKasysyâf, VI/460; asySyaukani, Fath alQadîr, V/516.
8 AsySyaukani, Fath alQadîr, V/516
9 AlQurthubi, alJâmi’ li Ahkâm alQur’an, XX/245, alSa’di, Taysîr alKarîm alRahmân (Riyad:
Muassasah alRisalah, 2000), 504; azZuhaili, AtTafsîr alMunîr, XXX/465 (Beirut: Dar alFikr,
1998).
10 AlQurthubi, AlJâmi’ li Ahkâm alQur’an, XX/245
11 AthThabari, Jâmi’ alBayân fî Ta’wîl alQur’ân, vol. 24 (Makkah: alRisalah, 2000), 691; al
Baghawi, Ma’âlim atTafsîr, VIII/588.
12 AthThabari, Jâmi’ alBayân, XXIV/691.
13 Abu Hayyan alAndalusi, Tafsî r alBahr alMuhîth, VIII/530.
14 AthThabari, Jâmi’ alBayân, vol. 24, 692
15 Abu Hayyan alAndalusi, Tafsî r alBahr alMuhîth, VIII/530.
16 AsySyaukani, Fath alQadîr, V/516.
17 AzZamakhsyari, AlKasysyâf, VI/ 461.
18 AthThabari, Jâmi’ alBayân, XXIV/694.
19 AlBiqai, Nazhm adDurar.
20 AzZamakhsyari, AlKasysyâf, VI/461.
21 AzSa’di, Taysîr alKarîm arRahmân, 504.
Related Posts:
1. Tafsir : Di Antara Sifat Munafik (https://hizbuttahrir.or.id/2012/02/23/tafsirdiantara
sifatmunafik/)
2. Meraih Lailatul Qadar (Tafsir QS alQadr [97]: 15) (https://hizbut
tahrir.or.id/2010/08/20/meraihlailatulqadartafsirqsalqadr9715/)
3. Tafsir : Islam Menjawab Segala Problema (https://hizbuttahrir.or.id/2012/02/28/tafsir
islammenjawabsegalaproblema/)
4. Silaturahim Ulama Karawang: Meneguhkan Posisi Ulama Sebagai Penegak Syariah
(https://hizbuttahrir.or.id/2011/07/11/silaturahimulamakarawangmeneguhkanposisi
ulamasebagaipenegaksyariah/)
Leave a Reply
Your email address will not be published. Required fields are marked *
Name *
Email *
Website
− 3 = 1
Comment
You may use these HTML (HyperText Markup Language) tags and attributes: <a href=""
title=""> <abbr title=""> <acronym title=""> <b> <blockquote cite=""> <cite>
<code> <del datetime=""> <em> <i> <q cite=""> <strike> <strong>
Post Comment
Kantor Pusat Hizbut Tahrir Indonesia:
Crown Palace A25, Jl Prof. Soepomo No. 231, Jakarta Selatan 12390
Telp/Fax: (6221) 83787370 / 83787372
Email: info@hizbuttahrir.or.id