Anda di halaman 1dari 6

KESEHATAN REPRODUKSI

“Pendidikan sebagai Indikator Status Kesehatan Wanita”

Disusun oleh:
Kelompok 1
1. Samrotul Fuadah (P17324414003)
2. Nurizka Deviani (P17324414006)
3. Ajeng Prasiwi N (P17324414011)
4. Cintya Luthfitasari (P17324414014)
5. Ratna Dewi (P17324414023)
6. Hilma Muchlis (P17324414031)
7. Dian Safitri (P17324414035)
Kelas : Jalum 2A

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia


POLITEKNIK KESEHATAN BANDUNG
Program Studi Kebidanan Karawang
2015/2016
Pendidikan sebagai Indikator Status Kesehatan Wanita
A. Pengertian Pendidikan sebagai Indikator Status Kesehatan Wanita
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata “Pendidikan” diartikan sebagai proses
pengubahan sikap dan tatalaku seseorang atau kelompok orang dalam usaha
mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan atau proses, cara dan
perbuatan mendidik
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, kata “Indikator” merupakan sesuatu yang
dapat memberikan (menjadi) petunjuk atau keterangan. Sedangkan Kesehatan adalah
keadaan sehat baik dari fisik, mental, spiritual maupun sosial yang memungkinkan setiap
orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomi (UU No.36 tahun 2009).
Pendidikan dapat dijadikan sebagai indikator atau tolak ukur status kesehatan.
Dengan memerhatikan pendidikan seseorang, kita dapat menilai seberapa jauh
pengetahuannya mengenai kesehatan dan bagaimana status kesehatannya. Tingginya
taraf pendidikan masyarakat memberi gambaran tingginya status kesehatan masyarakat,
karena pendidikan merupakan salahsatu indikator status kesehatan (dalam hal ini,
khususnya kesehatan wanita).

B. Status Kesehatan Wanita Indonesia


Indonesia dengan situasi geografisnya terdapat 1.300 pulau besar dan kecil,
penyebaran penduduk yang eblum merata, tingkat sosial ekonomi dan pendidikan
belum memadai, sehingga menyebabkan kurang kemampuan dalam menjangkau tingkat
kesehatan tertentu.
Masalah kesehatan reproduksi menjadi perhatian bersama dna bukan hanya
individu yang bersangkutan, karena dampaknya luas menyangkut berbagai aspek
kehidupan dan menjadi parameter kemampuan negara dalam menyelenggarakan
pelayanan kesehatan terhadap masyarakat. Dengan demikian, kesehatan reproduksi
sangat erat hubungannya dengan angka kematian ibu (AKI) dan angka kematian anak
(AKA).
Indonesia merupakan negara berkembang dan anggota ASEAN yang mempunyai
angka kematian ibu (AKI) tertinggi menurut survey kesehatan rumah tangga berikut;
Indonesia 3.9/1.000 Persalinan
Malaysia 0,7/1.000 persalinan
Filipina 1,4/1.000 persalinan
Thailand 1/1.000 persalinan
(Manuaba, Ida Ayu Chandranita: 2009)

Sedangkan angka kematian anak di Indonesia mencapai 70/1.000 persalinan.


Dengan demikian masalah ini merupakan tantangan besar bagi upaya meningkatkan
sumber daya manusia. Menurunkan angka mordibitas dan mortilitas merupakan fokus
utama pembangunan kesehatan, hal tersebut tergambar dalam landasan pembangunan
negara untuk meningkatkan angka harapan hidup berikut;
Pembangunan nasional pancasila, UUD 45, GBHN

Lingkaran Kemiskinan Lingkaran kesejahteraan

Kemiskinan
Kesejahteraan tinggi
Poleksosbudhankam
poleksosbudhankam
Keluarga rendah
keluarga miskin

Kesejahteraan Status wanita rendah


lingkungan rendah pendidikan rendah Kesehatan lingkungan Status wanita baik

- Infeksi parasit Pendidikan rendah - Gizi baik Pendidikan baik


menular tinggi - Penyakit
Perubahan perilaku seksual menular/PMS Mudah menerima
- PMS, PID tinggi
- Anemia tinggi rendah
KIE,KIM KIE, KIM kesehatan
- Anemia
rendah Perilaku seks
Kesehatan modern rendah
terkendali

Pemanfaatan kesehatan tradisional Pemantapan sarana kesehatan modern


tinggi meningkat

Persalinan dukun tinggi Persalinan dengan cara profesional

Rujukan terlambat Imunisasi diterima

Sistem rujukan baik


AKI, AKP, kesehatan tinggi

Audit AKI, AKP sulit


AKI, AKP kesakitan rendah
Usia harapan hidup rendah
Audit AKI, AKP bayi

Usia harapan hidup tinggi


Kelahiran tak terkendali

Hamil tanpa direncanakan tinggi


Gerakan KB lancar

Pertumbuhan penduduk terkendali

AKI diterima sebagai tolak ukur


Gerakan KB masih rendah pembangunan daerah
Pelayanan gugur kandung ilegal tinggi
Kualitas kinerja baik
Pengangguran tinggi
Pengangguran kembali
Sosial ekonomi keluarga buruk
Sosial ekonomi keluarga baik
Dalam survey yang dilakukan oleh World Health Organisation (WHO), ditetapkan
lima jenis ketentuan sebagai kriteria klasifikasi wanita, yaitu kesehatan, perkawinan,
pendidikan, pekerjaan dan persamaan. Berikut merupakan profil klasifikasi wanita di
beberapa negara;

Negara Kesehatan Perkawinan Pendidikan Pekerjaan Persamaan Jumlah Klasifikasi


Banglades 05,5 04,5 04,5 03,0 04,0 21,5 Amat sangat buruk
India 10,5 12,0 06,0 04,5 10,5 43,5 Sangat buruk
Indonesia 11,5 11,5 09,5 06,0 08,5 46,5 Sangat buruk
Malaysia 16,5 15,0 10,0 06,0 10,5 58,0 Buruk
Srilangka 16,0 15,5 10,0 06,0 12,5 60,0 Sedang
Singapura 18,0 17,5 12,5 08,0 10,5 66,5 Sedang
Jepang 18,5 17,0 13,0 07,5 12,5 68,5 Sedang
Swedia 19,0 15,5 15,5 14,5 18,5 87,0 Sangat baik
(Population no.20, 1988)

C. Pendidikan sebagai Faktor yang Memengaruhi Status Kesehatan


1. Pendidikan merupakan Dasar
Pendidikan merupakan dasar dari bebagai macam hal. Taraf pendidikan
seseorang mampu memberikan dampak baik maupun buruk kepada perilaku
seseorang. Garis kemiskinan yang melanda masyarakat kini merupakan salah satu
dampak dari taraf pendidikan masyarakat yang rendah pula. Pendidikan rendah dan
garis kemiskinan seakan-akan menjadi lingkaran setan yang mata rantainya sulit
diputuskan, apalagi mengingat bahwa dengan rendahnya taraf kehidupan (misalnya
kemiskinan) akan menurunkan angka kesehatan pula.

2. Pendidikan dan Garis Kemiskinan


Pendidikan rendah dan garis kemiskinan seakan-akan menjadi lingkaran setan
yang mata rantainya sulit untuk diputuskan, mengingat bahwa dengan rendahnya
taraf kehidupan (misalnya kemiskinan) akan menurunkan angka kesehatan pula.
Dengan rendahnya pendidikan, masyarakat yang pendidikannya rendah tidak
memiliki kemampuan/keahlian khusus yang dapat menunjang kehidupannya. Tidak
sedikit masyarakat yang hidup dalam kesulitan ekonomi akibat kurangnya
pendidikan (misalnya tidak lulus sekolah). Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi
akan lebih berpotensi mendapatkan pekerjaan sebagai penopang ekonominya
dibandingkan dengan seseorang yang pendidikannya rendah.
Hubungan kemiskinan dengan status kesehatan adalah dengan kurangnya
pendidikan yang mengakibatkan terjebaknya masyarakat dalam lingkaran
kemiskinan dan menjadikan masyarakat kurang peduli dengan kesehatan, sehingga
status kesehatan masyarakat rendah.

3. Pendidikan membentuk Perilaku Individu


Pendidikan merupakan indikator penilaian dari tinggi rendahnya status
kesehatan karena pendidikan dapat membentuk perilaku, khususnya perilaku
kesehatan. Salah satu faktor yang memengaruhi derajat atau status kesehatan
adalah perilaku, dan perilaku seseorang dapat dinilai salahsatunya dari pendidikan
orang tersebut. Seseorang yang memiliki pendidikan tinggi tentunya akan lebih
paham terhadap kesehatan dan akan berusaha untuk meningkatkan derajat
kesehatannya serta kepeduliannya terhadap kesehatan akan tinggi sehingga ia
berperilaku sehat. Sedangkan seseorang dengan latar belakang pendidikan rendah
cenderung tidak memikirkan kesehatannya. Walaupun fasilitas kesehatan banyak
tersedia, namun orang dengan latar belakang pendidikan rendah belum mampu
memerdayakan fasilitas tersebut karena kurangnya pengetahuan.
Contohnya, masyarakat dengan tingkat pendidikan rendah, tidak banyak yang
mengetahui mengenai pemeriksaan dini kanker servik dengan pap smear/test IVA
yang kini dapat dilakukan di puskesmas-puskesmas dan mudah dijangkau
masyarakat. karena ketidaktahuan mereka terhadap fasilitas kesehatan tersebut,
mereka tidak banyak yang melakukan proses diagnosis dini (early diagnosis) ca
serviks. Jangankan untuk melakukan diagnosis dini, masyarakat dengan pendidikan
rendah tampaknya belum terjamah dengan promosi kesehatan (health promotion),
karena tidak adanya keinginan untuk menambah pengertahuan mengenai
kesehatan.

D. Permasalahan Pendidikan di Indonesia

Kemiskinan mempengaruhi kesempatan untuk mendapatkan pendidikan.


Kesempatan untuk sekolah tidak sama untuk semua tetapi tergantung dari kemampuan
membiayai. Dalam situasi kesulitan biaya biasanya anak laki-laki lebih diutamakan
karena laki-laki dianggap sebagai pencari nafkah utama dalam keluarga. Dalam hal ini
bukan indikator kemiskinan saja yang berpengaruh tetapi juga gender berpengaruh pula
terhadap pendidikan. Tingkat pendidikan ini mempengaruhi tingkat kesehatan. Orang
yang berpendidikan biasanya mempunyai pengertian yang lebih besar terhadap
masalah-masalah kesehatan dan pencegahannya. Minimal dengan mempunyai
pendidikan yang memadai seseorang dapat mencari liang, merawat diri sendiri, dan ikut
serta dalam mengambil keputusan dalam keluarga dan masyarakat

Pendidikan berpengaruh kepada sikap wanita terhadap kesehatan, rendahnya


pendidikan membuat wanita kurang peduli terhadap kesehatan. Mereka tidak mengenal
bahaya atau ancaman kesehatan yang mungkin terjadi terhadap diri mereka. Sehingga
walaupun sarana yang baik tersedia mereka kurang dapat memanfaatkan secara optimal
karena rendahnya pengetahuan yang mereka miliki. Kualitas sumber daya manusia
sangat tergantung pada kualitas pendidikan, dengan demikian program pendidikan
mempunyai andil besar terhadap kemajuan sosial ekonomi bangsa.

1. Angka melek huruf

Sampai tahun 2004, persentase perempuan yang melek huruf terus


mengalami peningkatan, meskipun persentasenya masih lebih rendah dari laki-
laki. Secara rasional angka melek huruf sudah mencapai 87,9%, pada laki-laki sebesar
92,3% dan pada perempuan sebesar 83.5%.

2. Rata-rata lama sekolah

Tahun efektif bersekolah pada umur 15 tahun sebesar 7.09% dimana pada
laki-laki 7,62% dan perempuan 6,57%. Angka ini akan menunjukkan bahwa secara
rata-rata pendidikan penduduk mencapai jenjang pendidikan kelas I SLTP.
3. Jenjang pendidikan yang telah ditamatkan

Pada tahun 2003 penduduk usia lebih dari 10 tahun yang berpendidikan SLTP
hanya sebanyak 36,21%, pada laki-laki sebesar 39.87% dan pada perempuan 32.57%.

Kondisi ini menunjukkan bahwa taraf pendidikan perempuan belum setara


dengan laki-laki, hal ini dikarenakan terbentuk kontruksi yang terbentuk dari masyarakat.
Pendidikan yang tinggi dipandang perlu bagi kaum wanita untuk meningkatkan taraf
hidup, membuat keputusan yang menyangkut masalah kesehatan sendiri. Seorang
wanita yang lulus dari perguruan tinggi akan lebih mudah mendapatkan pekerjaan dan
mampu berprilaku hidup sehat bila dibandingkan dengan seorang wanita yang memiliki
pendidikan rendah. Meningkatnya pendidikan berdampak pada pengalaman dan
wawasan yang semakin luas, pendidikan dapat meningkatkan status sosial dan
kedudukan seorang perempuan didalam masyarakat sehingga perempuan dapat
meningkatkan aktifitas sehari-hari maupun aktifitas sosialnya. Menurut profil klasifikasi
perempuan diberbagai negara menunjukkan bahwa pendidikan, pekerjaan dan
kesehatan perempuan Indonesia dinilai sangat buruk.

E. Kesimpulan

Status kesehatan wanita dapat dilihat dari taraf pendidikan wanita. Semakin
tinggi taraf pendidikannya menunjukan semakin luas pengetahuan dan rasa ingin
mengetahui seseorang terhadap kesehatannya. Pendidikan juga dapat memengaruhi
perilaku seseorang, dan status kesehatan pun dapat dipengaruhi oleh perilaku seseorang
terhadap kesehatan. Makadari itu, pendidikan dan status kesehatan tidak dapat
dipisahkan karena keduanya memiliki keterkaitan dan pendidikan sendiri merupakan
indikator dari status kesehatan.

Sumber Pustaka
Manuaba, Ida Ayu Chandranita, dkk. 2009. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.
Jakarta: EGC.

Notoatmodjo, Soekidjo. 2012. Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta:


Rineka Cipta.

Suci. Makalah Indikator Kesehatan Wanita. Diakses tanggal 16 September 2015.


http://ucibarr.blogspot.co.id/2014/07/makalah-indikator-kesehatan-wanita.html

Anda mungkin juga menyukai