PRESENTASI KASUS
ACNE VULGARIS
Di RSUD Temanggung
Disusun oleh :
20120310096
Mengetahui,
LAPORAN KASUS
A. Identitas
Nama : Ny. R
No.RM : 231283
Usia : 21th
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Gemawang RT 04/RW03 Temanggung
B. Anamnesis
Keluhan Utama :
Muncul jerawat banyak di muka
Riwayat penyaki sekarang :
Seorang perempuan datang ke poli RSUD Temanggung dengan keluhan
terdapat banyak jerawat di muka kurang lebih sejak 6 bulan yang lalu. Jerawat terasa
nyeri dan mengganggu, awalnya jerawat yang muncul tidak sebanyak sekarang, tetapi
lama kelaman terasa membesar dan bertambah banyak sejak penggunaan pil KB 8
bulan yang lalu. Pasien seorang ibu rumah tangga dan sedang menyusui. Pasien
mengaku menggunakan krim wajah yang dibeli sendiri untuk meredakan jerawat
namun keluhan tidak berkurang.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa (+)
Riwayat alergi (+) ikan menimbulkan reaksi gatal.
Riwayat penyakit kulit dan kelamin (-)
Status Dermatologis
Lokasi : wajah
UKK : papul, nodul, pustul eritem, komedo, multiple regional
D. Diagnosis Kerja
Acne Vulgaris
E. Diagnosis Banding
Erupsi Akneiformis
Akne Venenata
Rosasea
Dermatitis Perioral
F. Penatalaksanaan
Medikamentosa:
R/ Clindamisin 150 mg No. XX
2 dd 1
R/ Benzolac No. I
2 dd ue
R/ Vitacid krim 0,025mg No. I
1 dd ue
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi
Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel
pilosebasea yang ditandai dengan adanya lesi polimorfik komedo, papul, pustul,
nodul dan kista.
2.2. Epidemiologi
Pada umumnya, akne vulgaris terjadi pada remaja dan dewasa muda serta wanita
lebih banyak daripada pria. Hampir setiap orang pernah menderita penyakit ini,
maka sering dianggap sebagai kelainan kulit yang timbul secara fisiologis. Akne
paling sering terjadi pada masa remaja dan dimulai pada masa pubertas. Pada
umumnya insiden akne akan terjadi sekitar umur 14-17 tahun pada wanita dan 16-19
tahun pada pria dan pada masa itu yang paling dominan adalah komedo dan papul
serta jarang terlihat lesi beradang. Kadang akne menetap pada wania umur 30
tahunan atau lebih. Meski pada pria akne lebih cepat berkurang namun pada
penelitian diketahui bahwa gejala akne yang lebih berat justru terjadi pada pria.
2.3. Etiopatogenesis
Etiologi Akne Vulgaris belum diketahui secara pasti. Secara garis besar
terdapat empat faktor yang berperan dalam patogenesis Akne Vulgaris yaitu:
1. Peningkatan produksi sebum
Kulit, terutama kelenjar sebasea merupakan tempat pembentukan hormon
androgen aktif. Hormona androgen mempengaruhi produksi sebum melalui
proliferasi dan diferensiasi sel sebosit. Androgen berperan pada perubahan
sel sebosit dan sel keratinositfolikilar yang menyebabkan terbentuknya
mikrokomedo yang akan berkembang menjadi komedo dan lesi inflamasi.
2. Hiperkornifikasi duktus pilosebasea
Pada keadaan normal, sel keratinosit folikuler akan dilepaskan satu persatu
ke dalam lumen dan kemudian diekskresi. Pada akne terjadi
hiperproliferasi sel keratinosit, dan sel tidak dilepaskan secara tunggal
sebagaimana keadaan normal. Perubahan awal yang terjadi pada folikel
pilosebasea berupa perubahan pola keratinisasi dalam folikel. Sel stratum
korneum infrainfundibulum butir keratohialin, dan lipid, tetapi
mengandung lebih sedikit butir-butir lamelar, sehingga stratum korneum
lebih tebal dan lebih melekat.
3. Kolonisasi mikroflora kulit terutama P. Acnes
Propionibacterium acnes (PA) merupakan mikroorganisme utama yang
ditemukan di daerah infrainfundibulum, dapat mencapai permukaan kulit
dengan mengikuti aliran sebum. P acnes akan bertambah banyak seiring
dengan meningkatnya jumlah trigliserida dalam sebum yang merupakan
nutrisi bagi PA. P. Acnes diduga berperan penting menimbulkan inflamasi
pada akne dengan menghasilkan faktor kemotatik dan enzim lipase yang
akan mengubah triglliserida menjadi asam lemak bebas.
4. Proses inflamasi
Proses inflamasi yang diperantarai sistem imun dapat melibatkan limfosit
CD4 dan makrofag, yang menstimulasi vaskularisasi pilosebaseus dan
memicu hiperkeratinisasi folikular.
2.4. Klasifikasi
Klasifikasi ASEAN menurut Plewig dan Kligman (1975) dalam buku Acne
Morphogenesis and Treatment dalam Djuanda (2010) akne diklasifikasikan atas
tiga bagian yaitu:
1. Acne Vulgaris dan variannya yaitu akne tropikalis, akne fulminan, pioderma
fasiale, acne mekanika dan lainnya.
2. Acne Venenata akibat kontaktan eksternal dan variannya yaitu akne
kosmetika, akne pomade, akne klor, akne akibat kerja, dan akne diterjen.
3. Acne komedonal akibat agen fisik dan variannya yaitu solar comedones dan
akne radiasi (sinar X, kobal).
Klasifikasi lainnya yang dinyatakan oleh Plewig dan Kligman (1975) dalam Djuanda
2010, yang mengelompokkan Acne Vulgaris menjadi:
1. Acne komedonal
a. Grade 1: Kurang dari 10 komedo pada tiap sisi wajah
b. Grade 2: 10-25 komedo pada tiap sisi wajah
c. Grade 3: 25-50 komedo pada tiap sisi wajah
d. Grade 4: Lebih dari 50 komedo pada tiap sisi wajah
2. Acne papulopustul
a. Grade 1: Kurang dari 10 lesi pada tiap sisi wajah
b. Grade 2: 10-20 lesi pada tiap sisi wajah
c. Grade 3: 20-30 lesi pada tiap sisi wajah
d. Grade 4: Lebih dari 30 lesi pada tiap sisi wajah
3. Acne konglobata
Klasifikasi ASEAN grading Lehmann yang mengelompokkan akne menjadi tiga
kategori, yaitu sebagai berikut:
1 Komedo dimuka
2 Komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam dimuka
3 Komedo, papul, pustul dan peradangan lebih dalam dimuka,
dada dan punggung
4 Akne konglobata
a. Anamnesis
Keluhan berupa erupsi kulit polimorfi di lokasi predileksi, disertai rasa nyeri
atau gatal namun masalah estetika umumnya merupakan keluhan utama.
Faktor resiko : usia remaja, stress emosional, siklus menstruasi, merokok, ras,
riwayat akne dalam keluarga, banyak makan makanan berlemak dan tinggi
karbohidrat.
b. Pemeriksaan klinis
Diagnosis acne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan pemeriksaan eksholiasi
sebum, yaitu pengeluaran sumbatan sebum dengan komedo ekstraktor (sendok
Unna). Sebum yang menyumbat folikel tampak sebagai massa lebih lunak bagai
nasi yang ujungnya berwarna hitam.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratoris bukan merupakan standar bagi penegakkan diagnosis
namun diperlukan bagi penelitian-penelitian etiopatogenesis akne. Demikian pula
pemeriksaan histopatologis yang gambarannya tidak khas untuk akne.
Pemeriksaan histopatologis memperlihatkan gambaran yang tidak spesifik berupa
sebukan sel radang kronis di sekitar folikel pilosebasea dengan massa sebum di
dalam folikel. Pada kista, radang sudah menghilang diganti dengan jaringan ikat
pembatas massa cair sebum yang bercampur dengan darah, jaringan mati, dan
keratin yang lepas. Pemeriksaan mikrobiologis terhadap jasap renik yang
mempunyai peran pada etiologi dan patogenesis penyakit dapat dilakukan di
laboratorium mikrobiologi yang lengkap untuk tujuan penelitian, namun hasilnya
sering tidak memuaskan. Pemeriksaan susunan dan kadar lipid permukaan kulit
(skin surface lipids) dapat pula dilakukan untuk tujuan serupa. Pada akne vulgaris
kadar asam lemak bebas (free fatty acid) meningkat dan karena itu pada
pencegahan dan pengobatan digunakan cara untuk menurunkannya.
2.7. Diagnosis Banding
a. Erupsi akneiformis
c. Acne rosacea adalah peradangan kronis kulit, terutama wajah dengan predileksi
di hidung dan pipi. Gambaran klinis acne rosacea berupa eritema, pustul,
teleangiektasi dan kadang disertai hipertrofi kelenjar sebasea. Tidak terdapat
komedo kecuali bila kombinasi dengan akne.
- Bahan iritan yang dapat mengelupas kulit (peeling), misalnya sulfur (4-8%),
resorsinol (1-5%), asam salisilat (2-5%), peroksida benzoil (2,5-10%), asam
vitamin A (0,025-0,1%) dan asam azeleat (15-20%). Kemudian digunakan pula
asam alfa hidroksi (AHA), misalnya asam glikoat (3-8%). Efek samping obat
iritan dapat dikurangi dengan cara pemakaian berhati-hati dimulai dengan
konsentrasi yang paling rendah. Retinoid ialah suatu molekul yang secara
langsung atau melalui proses konversi metabolik dan mengaktifkan reseptor asam
retinoid. Sediannya ada tiga ialah krim 0,025% 0,05% dan 0,1%, gel 0,01%,
solusio 0,05%. Obat yang lebih baru adalah gel atau losio adapolin dan gel atau
krim tazarotin 0,1%.
- Antibiotika topikal yang dapat mengurangi jumlah mikroba dalam
folikel, misalnya oksi tetrasiklin (1%), eritromisin (1%), klindamisin fosfat (1%)
- Anti peradangan topikal, salep atau krim kortikosteroid kekuatan ringan
atau sedang (hidrokortison 1-2,5%) atau suntikan intralesi kortikosteroid
kuat (triamsolon asetonid 10 mg/cc) pada lesi nodulo-kistik
- Lainnya, misalnya etil laktat 10% untuk menghambat pertumbuhan jasad
renik
b. Pengobatan sistemik
Pengobatan sistemik ditujukan terutama untuk menekan aktivitas jasad renik,
dapat juga mengurangi reaksi radang, menekan produksi sebum dan
mempengaruhi keseimbangan hormonal. Golongan ini terdiri atas:
- Anti bakteri sistemik : tetrasiklin (250mg-1g/hari), doksisiklin (50mg/hari),
eritromisin (4x250mg/hari), azitromisin 250-500mg seminggu 3x dan trimetoprim (3x100
mg/hari), klindamicin dan dapson (50-100mg sehari).
- Obat hormonal untuk menekan produksi androgen dan secara kompetitif
menduduki reseptor organ target dikelenjar sebasea misalnya estrogen (50mg/hari selama 21
hari dalam sebulan) atau antiandrogen siproteron asetat (2mg/hari).
- Vitamin A sebagai antikeratinisasi (50.000 ui-150.000 ui/hari) dan retinoid oral
(0,5-1mg/kgBB/hari) untuk menghambat produksi sebum sebagai pilihan pada akne
nodulokistik atau koblongata yang tidak sembuh dengan pengobatan lain.
- Obat lainnya, misalnya antiinflamasi non steroid ibuprofen
(600mg/hari),dapson (2 x100mg/hari),seng sulfat (2x200 mg/hari)
c. Bedah kulit
Tindakan bedah kulit kadang-kadang diperlukan terutama untuk memperbaiki
jaringan parut akibat akne vulgaris meradang yang berat yang sering
menimbulkan jaringan parut, baik yang hipertrofik maupun hipotrofik. Jenis
bedah kulit dipilih disesuaikan dengan macam dan kondisi jaringan parut yang
terjadi.Tindakan dilakukan setelah akne vulgaris sembuh.
d. Terapi terbaru
Spironolakton 50-100mg/hari selama 6-9 bulan dapat diulang setelah tenggang 3
bulan dapat menambah efikasi terapi kombinasi hormonal estrogen dan
antiandrogen terhadap akne, apabila akne disertai gejala sebore dan atau
hipertrikosis. Metformin 2x500mg/hari selama 3 bulan lalu 2x1000mg/hari dapat
digunakan pada akne sengan obesitas dan pcos.
e. Terapi sinar
Terapi sinar biru (Blue Light Teraphy) adalah terapi akne dengan memakai sinar
biru (panjang gelombang 420nm) yang dapat membasmi P acnes dengan
merusak porfirin dalam sel bakteri.
Penatalaksanaan Acne Vulgaris menurut derajat akne berdasarkan Pedoman
Tatalaksana Akne di Indonesia :
a. Manajemen akne ringan
Penggunaan obat topikal pada terapi akne derajat ringan umumnya ditujukan
pada lesi dominan yang biasanya non inflamatorik : komedonal dan papular.
Kadang kala terjadi lesi campuran dengan pustul. Pada keadaan-keadaan
komedonal terapi lini pertama tetap asam retinoat, namun pada keadaan adanya
lesi pustular terapi lini pertama ditambah dengan benzoil peroksida (BPO).
Terapi lini kedua pada akne derajat ringan baik komedonal maupun pustul
adalah asam azelaik. Terapi lini ketiga pada akne komedonal maupun kombinasi
adalah asam retinoat + BPO atau antibiotik topikal dengan pertimbangan
meningkatkan konsentrasi atau frekuensi aplikasi obat. Setiap perubahan
dipikirkan setelah terapi 6-8 minggu.
b. Manajemen akne sedang
Prinsip terapi pada akne derajat sedang adalah memberikan terapi topikal dan
terapi oral. Terapi topikal lini pertama adalah tetap asam retinoat, BPO, dan AB.
Terapi lini kedua dan ketiga adkah asam azalaik, asam salisilat, dan
kortikosteroid intralesi.
Terapi sistemik lini pertama adalah AB oral doksisiklin. Terapi lini kedua dan
ketiga adalah AB lain. Terapi sistemk wanita hamil dan menyusui adalah
eritromisin.
c. Manajemen akne berat
Terapi pada akne derajat berat adlah obat topikal dan sistemik. Terapi lini
pertama topikal adalah AB topikal. Terapi lini kedua dan ketiga topikal pada
wanita hamil dan menyusui adalah BPO.
Obat sistemik yang diberikan pada lini pertama adalah AB (doksisiklin,
azitromisin, kuinolon) dosis tinggi ditambah dengan kortikosteroid oral. Obat
sistemik pada lini kedua adalah isotretinoin oral pada pria dewasa dan hormon
oral pada wanita. Obat sistemik lini ketiga adalah isotretinoin oral pada wanita.
Obat sistemik pada wanita hamil adalah eritromisin.
Tabel 3. Algoritma terapi penatalaksanaan acne vulgaris pada remaja dan dewasa muda
(American Academy of Dermatology, 2015)
2.9. Prognosis
Umumnya prognosis penyakit baik. Akne vulgaris umumnya sembuh sebelum
mencapai 30-40an. Jarang terjadi akne vulgaris yang menetap sampai tua atau
mencapai gradasi sangat berat sehingga perlu dirawat inap dirumah sakit.
BAB III
KESIMPULAN
Acne Vulgaris (AV) merupakan suatu penyakit peradangan kronis dari folikel
pilosebasea yang ditandai dengan adanya lesi polimorfik komedo, papul, pustul, nodul dan
kista. Etiopatogenesis akne meliputi empat faktor, yaitu peningkatan produksi sebum,
hiperkornifikasi duktus pilosebasea, kolonisasi mikroflora kulit terutama P. Acnes, proses
inflamasi. Derajat berat akne berdasarkan tipe dan jumlah lesi dapat digolongkan menjadi
akne ringan, sedang dan berat. Manifestasi klinis acne vulgaris berupa erupsi kulit polimorfi,
dengan gejala predominan salah satunya, komedo, papul yang tidak beradang, pustul, nodus
dan kista yang beradang. Diagnosis acne vulgaris ditegakkan atas dasar klinis dan
pemeriksaan eksholiasi sebum pemeriksaan laboratoris bukan merupakan standar bagi
penegakkan diagnosis namun diperlukan bagi penelitian-penelitian etiopatogenesis akne.
Pemilihan terapi akne secara topikal dan/atau oral, bergantung pada derajat akne, distribusi
lesi, derajat inflamasi, lama sakit, dan respons terapi sebelumnya. Umumnya prognosis
penyakit baik.
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1. Djuanda A. Hamzah M, Aisah S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Edisi kelima.
Jakarta: Balai Penerbit FK UI. 2009.
4. Wasitaatmadja, SM. Pedoman Tata Laksana Akne di Indonesia. Edisi kedua. Jakarta:
2015
5. Zaenglein, et al. Guidelines of care for the management of acne vulgaris. American
Academy of Dermatology: 2015.