Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN LABORATORIUM MIKROBIOLOGI

PENGUJIAN SAMPEL AYAM YANG DIDUGA TERINFEKSI


NEWCASTLE DISEASE (ND) DI PETERNAKAN AYAM BROILER
KECAMATAN LEUWILIANG, BOGOR

Disusun oleh Kelompok A-1:

ARLITA SARININGRUM B94154107


ANSENORA BEKRIS B94154106

Pembimbing :
Drh. Okti Nadia Poetri, MSi, MSc.

BAGIAN DIAGNOSTIK KLINIK


PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER HEWAN
FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
ANAMNESA
Seekor ayam broiler berasal dari peternakan di Desa Leuwiliang, Bogor, berumur 27
hari diduga terkena Newcastle Diseases (ND). Ayam di peternakan tersebut telah divaksin IB,
IBD, dan ND. Gejala klinis yang ditemukan adalah ayam mengalami penurunan nafsu makan,
lemas, terkulai, dan feses encer berwarna hijau. Populasi ayam di kandang sebanyak 10.000
ekor dan telah mengalami kematian sebesar 10%.

TUJUAN PENGUJIAN

Pengujian dilalukan untuk mendeteksi keberadaan virus ND pada ayam broiler yang
berasal dari peternakan di Leuwiliang.

METODE

Pengambilan dan Penyimpanan Sampel Organ


Sampel organ ayam dikoleksi setelah dilakukan nekropsi. Organ yang akan dijadikan
sampel dari ayam adalah saluran pencernaan. Hal ini berdasarkan OIE (2014) bahwa isolasi
virus pada unggas mati yang terinfeksi virus ND adalah swab oro-nasal atau saluran pernapasan
yaitu trakhea, ataupun sampel yang berasal dari paru-paru, ginjal, saluran pencernaan, limpa,
otak, hati, dan jantung. Semua organ yang dikoleksi kemudian dibersihkan dan disimpan pada
plastik steril dan disimpan pada freezer dengan suhu -20 oC.

Pembuatan Suspensi Virus dari Organ


Seluruh organ yang dijadikan sampel diambil pada bagian tengah dengan cara digunting
dan ditimbang sebanyak 2 gram, kemudian dicuci dengan NaCl fisiologis dan diletakkan pada
cawan petri dan dipotong kecil-kecil. Potongan organ kemudian digerus menggunakan mortar
dengan menambahkan NaCl 0.85% sampai berbentuk pasta. Lalu ditambahkan kembali NaCl
0.85% sampai 1 mL dan dimasukkan kedalam tabung steril. Suspensi dimasukkan ke dalam
refrigerator selama 1 jam kemudian disentrifuse dengan kecepatan 1500 rpm selama 10 menit
sebanyak 3 kali pengulangan. Surfaktan dari suspensi tersebut diambil dan dipindahkan ke
tabung efendorf steril dan di tambahkan antibiotik.

Penambahan Antibiotik
Penambahan antibiotik pada suspensi virus bertujuan untuk membunuh bakteri pada
suspensi, sehingga saat disuntikkan ke dalam Telur Embrio Tertunas (TET), kematian embrio
terjadi karena infeksi virus tanpa cemaran bakteri. Antibiotik yang digunakan adalah penisillin
dan streptomisin sebanyak 10.000 IU. Sedian penisilli dan streptomisin yang tersedia adalah
200.000 IU/ mL. Maka volume yang digunakan untuk penisillin dan streptomisin, adalah:
10,000 𝐼𝑈
Volume = 200,000 𝐼𝑈/𝑚𝑙 = 0.05 𝑚𝐿

Sehingga penambahan antibiotik untuk suspensi virus sebanyak 0.05 mL penisillin dan 0.05
mL streptomisin.
Inokulasi Virus ke dalam Telur Embrio Tertunas (TET)
Menurut OIE (2014), rute inokulasi virus ND adalah ruang allantois dengan umur TET
adalah 9-11 hari. Sebelum dilakukan inokulasi, TET yang akan digunakan dicandling terlebih
dahulu untuk mengetahui batas kantung udara dan letak kepala embrio. Kantung udara ditandai
menggunakan pensil, begitu juga dengan bagian atas kepala embrio. Bagian tersebut kemudian
disucihamakan dengan menggunakan alkohol 70%. Lubang inokulasi dibuat pada bagian
kantung udara yang jauh dari kepala embrio dengan menggunakan bor tanpa merusak shell
membrane. Selanjutnya diinokulasikan suspensi virus sebanyak 0.2 mL ke dalam ruang
allantois, seperti pada gambar 1.

Gambar 1 Rute inokulasi suspensi virus ND pada ruang allantois

Lubang inokulasi ditutup kembali manggunakan kolodion, kemudian TET diinkubasi


pada suhu 37 oC selama 4 hari dan diamati setiap hari. Embrio yang mati sebelum hari keempat
dimasukkan kedalam refrigerator bersamaan dengan kontrol untuk mematikan kontrol dan
diamati pada hari berikutnya.

Panen Virus di TET


Telur yang telah disimpan dalam refigerator diambil kemudian disucihamakan
menggunakan alkohol 70% pada bagian permukaan cangkang. Kemudian buka bagian kantong
udara menggunakan pinset, jangan sampai merusak kantong udara. Pemanenan cairan alantois
dilakukan dengan merobek kantong udara yang paling sedikit pembuluh darahnya, kemudian
cairan alantois diambil dengan menggunakan pipet pasteur tanpa merusak kuning telur. Hasil
panen dimasukkan dalam tabung ependorf steril.

Pembuatan suspensi RBC 5%


Darah utuh diambil dari ayam donor, ditambahkan antikoagulan Na-Sitrat 3.8% dengan
perbandingan 4:1, kemudian disentrifugasi selama 10–15 menit dengan kecepatan 1500–2000
rpm. Supernatan yang terbentuk dibuang, sedangkan endapannya dibilas dengan PBS
kemudian disetrifugasi kembali. Proses ini dilakukan sebanyak tiga kali hingga terbentuk SDM
murni, selanjutnya diencerkan menjadi 5%. Sel darah merah 5% diencerkan menjadi 1% untuk
Uji Hemaglutinasi (HA) dan Uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI).

Uji Hemaglutinasi
Uji Hemaglutinasi dilakukan dengan menggunakan pelat mikro berdasar V. Sebanyak
25 μL NaCl fisiologis dimasukkan ke dalam sumur A1 sampai A10. Sebanyak 25 μL antigen
dimasukkan ke dalam sumur A1, kemudian 25 μL antigen dipindahkan dari sumur A1 ke sumur
A2 dan dihomogenkan. Prosedur yang sama dilakukan pada sumur A3 sampai sumur A10.
Sebanyak 25 μL SDM 1% ditambahkan ke semua sumur dan digoyang agar semua komponen
yang dimasukkan homogen. Pelat mikro kemudian dibiarkan selama 30 menit pada suhu ruang
(25 °C). Pengamatan dilakukan ketika kontrol negatif (A12) telah mengendap. Pembacaan
dilakukan pada sumur yang menampakkan terjadinya aglutinasi sempurna. Titer HA unit
dihitung berd asarkan pengenceran tertinggi yang memperlihatkan aglutinasi sempurna (OIE
2008).

Uji Hemaglutinasi Inhibisi


Sebanyak 25 μL NaCl fisiologis dimasukkan ke semua sumur pada pelat mikro dengan
dasar V. Sumur pada kolom pertama diisi 25 μL serum dan diencerkan bertingkat kelipatan
dua sampai sumur ke-12. Sebanyak 25 μL antigen (4 HAU) dimasukkan ke dalam semua
sumur, kemudian dihomogenkan 10–15 detik dan diinkubasi pada suhu ruangan selama 15
menit atau 4 °C selama 45 menit. Sebanyak 25 μL suspensi SDM 1% ditambahkan ke dalam
semua sumur, pelat mikro digoyang-goyangkan agar homogen kemudian diinkubasi pada suhu
ruang selama 30 menit. Hasil uji HI positif ditandai dengan adanya endapan pada dasar pelat
mikro, tidak ada aglutinasi. Titer HI dihitung berdasarkan pengenceran tertinggi serum darah
berikatan dengan isolat virus yang dapat mengendapkan SDM 1% (OIE 2008).

Uji AGPT (Agar Gel Precipitation test)


Prinsip pengujian AGPT adalah pembentukan ikatan antara antigen dan antibodi.
Bahan-bahan yang digunakan untuk pembuatan AGPT diantaranya Agarose 1%, Na azide
0.001 gr/mL, PBS, Aquades steril. Untuk pembuatan 40 mL AGPT maka diperlukan bahan-
bahan sebagai berikut:
 Agarose 1% = 0.01 x 50 mL = 0.5 gram
 Na azide 0.001 gr/mL = 0.001 x 50 mL = 0,05 gram
 PBS = ½ x 50 mL = 25 mL
 Aquades steril = ½ x 50 mL = 25 mL
Agarose dan Na azide ditimbang sebanyak yang dibutuhkan dan dimasukkan kedalam
tabung Erlenmeyer, kemudian dimasukkan PBS dan Aquades kedalamnya, aduk hingga larut.
Tabung Erlenmeyer tersebut dipanaskan hinggan cairan menjadi bening. Agar tersebut akan
dibuat diatas gelas objek, sehingga perlu disiapkan 10 gelas objek. Setiap gelas objek diteteskan
agar sebanyak 4 mL dan didiamkan hingga mengeras. Setelah mengeras, agar dilubangi
menggunakan puncher seperti pada gambar 2.

Gambar 2 Agar Gel Precipitation Test

Pengujian AGPT dilakukan dengan memasukkan antigen di lubang tengah sebanyak


20-25 µL dan antibodi standar yang berbeda-beda dengan jumlah yang sama di lubang
sekelilingnya, atau sebaliknya, antibodi standart di masukkan pada lubang tengah dan antigen
yang berbeda-beda diletakkan di lubang sekelilingya (Gambar 3). Agar yang telah dimasukkan
antigen dan antibodi kemudian diinkubasi pada suhu ruang dalam kondisi steril selama 24-72
jam.

Antigen A B Antibodi

Antigen Antibodi

Antibodi
Antigen
Gambar 3 Prosedur AGPT dapat dilakukan dengan cara meletakkan antibodi di lubang tengah
(A) ataupun dengan meletakkan antigen di lubang tengah (B)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Telur Embryo Tertunas yang digunakan ada 4 butir, 2 butir telur yang diinokulasikan
suspensi virus, dan 2 butir merupakan kontrol. Telur suspek 1 mengalami kematian pada hari
ketiga, sehingga kontrol 1 dimatikan pada hari yang sama dan diamati bersamaan pada hari ke
empat. Sedangkan TET suspek 2 dan kontrol 2, dimatikan pada hari keempat dan diamati
bersamaan pada hari kelima. Hasil yang didapat dari inokulasi suspensi virus terhadap TET
tidak hanya menghasilkan cairan alantois, melainkan dapat diamati perubahan embryo pada
TET yang diinokulasi dengan TET kontrol sebagai perbandingannya. Hasil pengamatan
perubahan pada embryo dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Hasil pengamatan perubahan yang terjadi pada embryo dibandingkan dengan embryo
kontrol.
Parameter S1 S2 K1 K2
Berat 30.5 34.8 40.7 39.7
Embrio (g)
Panjang 7 9.8 10 11
badan (cm)
Lingkar 4.5 4.8 5.5 5.0
kepala (cm)
Konsistensi lunak keras keras keras
kepala
Hiperemi + - - -
Pertumbuhan - + + +
bulu
Warna Merah Kuning Merah Kuning
Cairan bening bening bening
alantois

Virus dapat bertindak sebagai agen penyakit dan agen pewaris sifat. Sebagai agen
penyakit, virus memasuki sel dan menyebabkan perubahan-perubahan yang membahayakan
bagi sel, yang akhirnya dapat merusak atau bahkan menyebabkan kematian pada sel yang
diinfeksinya (Kusnadi 2014). Kematian yang terjadi pada TET S1 menandakan adanya infeksi
pada TET tersebut. Hasil yang didapat dari pengamatan menunjukkan perubahan embryo, yaitu
embryo mempunyai berat, panjang badan, dan lingkar kepala yang lebih kecil dibanding
kontrol, serta konsistensi kepala yang lunak. Ditemukan pula adanya hiperemi dan vasodilatasi
pada embryo. Cairan alantois pada TET tersebut berwarna merah, berbeda dengan kontrol yang
berwarna kuning bening (Gambar 3). Menurut OIE (2014), perubahan embryo yang telah
diinokulasi virus ND adalah adanya hemoraghi dan vasodilatasi.

A B

D C
Gambar 3 Telur Embryo Tertunas Suspek 1 (A), Kontrol 1(B), Suspek 2 (C), dan Kontrol 2
(D) yang telah dipanen dan diamati.

Cairan alantois dari TET dapat digunakan untuk melakukan uji selanjutnya, yaitu rapid
test, HA test, dan Agar Gel Precipitation test. Rapid test dilakukan untuk mengetahui adanya
virus secara cepat. Hasil dari rapid test terhadap cairan alantois adalah negatif, hal ini ditandai
dengan tidak terjadinya aglutinasi pada RBC 5% (Gambar 4). Setelah dilakukan rapid test,
dilakukan pula uji HA untuk melihat keberadaan virus pada cairan alantois.
A B C
Gambar 4 Hasil rapid test terhadap cairan alantois TET S1 (C) dan S2 (A), serta
dibandingkan dengan kontrol yaitu RBC dengan NaCl fisiologis (B)

Dari hasil HA tidak ditemukan adanya virus atau virus yang ada mempunyai titer yang
sangat kecil sehingga tidak terbaca oleh uji HA (gambar 5). Uji HI atau Haemaglutinasi Inhibisi
tidak dapat dilakukan karena tidak adanya serum ayam. Dengan tidak dilakukkannya uji HI
maka titer antibodi ayam terhadap ND tidak dapat diketahui, sehingga melemahkan peneguhan
diagnosa yang dilakukan.

Gambar 5 Hasil uji HA terhadap cairan alantois TET suspek.

Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan AGPT. Antibodi standart yang digunakan


dalam pengujian AGPT kali ini adalah antibodi terhadap Newcastle Diseases (ND), Avian
Influenza (AI), Infectious Bronchitis (IB),dan Infectious Bursal Diseases (IBD). Antigen yang
digunakan berupa cairan alantois dari TET suspek 1 dan 2. Antigen diletakkan di lubang tengah
dan keempat antibodi dimasukkan ke lubang sekitarnya. Setelah diinkubasi selama 24 jam pada
suhu ruang, didapatkan hasil positif berupa garis presipitasi pada antibodi ND, IB, dan IBD
(Gambar 6).
A B

Gambar 6 Hasil AGPT ditandai dengan adanya gari presipitasi pada agar. A merupakan hasil
AGPT terhadap cairan alantois TET S2 dan B terhadap cairan alantois TET S1.

Dari serangkaian hasil yang didapatkan dari uji-uji tersebut belum dapat disimpulkan
adanya virus ND yang diduga menyerang ayam tersebut. Ayam yang diperiksa merupakan
ayam broiler yang telah melakukan vaksinasi ND, IB, dan IBD. Vaksinasi menyebabkan
adanya titer antibodi pada tubuh ayam pada 2-3 minggu setelah vaksinasi. Hasil dari AGPT
merupakan cerminan dari vaksinasi ayam yang tersebut. Ayam dilakukan vaksin pada saat
berumur 4 hari dan ayam mati saat berumur 27 hari, sehingga pada tubuh ayam masih terdapat
antigen dari virus dan menyebabkan hasil yang positif pada AGPT terhadap antibodi ND, IB,
dan IBD.

KESIMPULAN

Ayam yang diduga mengalami ND tersebut belum dapat dipastikan kematiannya


disebabkan oleh virus ND. Hal itu dapat disebabkan karena virus yang ada telah mati karena
proses penyimpanan yang kurang baik atau penanganan sampel dan pemilihan sampel organ
yang tidak tepat. Namun, didapatkan hasil positif dari AGPT terhadap antibodi ND, IB, dan
IBD yang menunjukkan adanya antigen sisa dari vaksinasi yang dilakukan terhadap ayam.

DAFTAR PUSTAKA

Kusnadi. 2014. Virus. http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._BIOLOGI/


196805091994031-KUSNADI/BAb_V_I__R_U_S.OK.pdf. (30 April 2016)

OIE. 2014. Newcastle Disease. http://www.oie.int/fileadmin/Home/fr/


Health_standards/tahm/2.03.14_NEWCASTLE_DIS.pdf. (28 April 2016)

Anda mungkin juga menyukai

  • Tugas 2.2
    Tugas 2.2
    Dokumen2 halaman
    Tugas 2.2
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Tugas 2
    Tugas 2
    Dokumen3 halaman
    Tugas 2
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Pertanyaan Nada
    Pertanyaan Nada
    Dokumen1 halaman
    Pertanyaan Nada
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Tugas Metodologi Penelitian
    Tugas Metodologi Penelitian
    Dokumen8 halaman
    Tugas Metodologi Penelitian
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Tugas Metodologi Penelitian
    Tugas Metodologi Penelitian
    Dokumen8 halaman
    Tugas Metodologi Penelitian
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Tugas 4
    Tugas 4
    Dokumen6 halaman
    Tugas 4
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Epilepsi
    Epilepsi
    Dokumen9 halaman
    Epilepsi
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Tugas 3
    Tugas 3
    Dokumen5 halaman
    Tugas 3
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • FORM P3 Nada
    FORM P3 Nada
    Dokumen7 halaman
    FORM P3 Nada
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen2 halaman
    Bab Ii
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Singapura
    Singapura
    Dokumen5 halaman
    Singapura
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • The Limulus Amebocytelysate
    The Limulus Amebocytelysate
    Dokumen32 halaman
    The Limulus Amebocytelysate
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Faktor Plasma
    Faktor Plasma
    Dokumen2 halaman
    Faktor Plasma
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen14 halaman
    Bab 3
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Tugas Meso
    Tugas Meso
    Dokumen9 halaman
    Tugas Meso
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Pengobatan Epilepsi
    Pengobatan Epilepsi
    Dokumen22 halaman
    Pengobatan Epilepsi
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • PPT Terapan STEMI
    PPT Terapan STEMI
    Dokumen18 halaman
    PPT Terapan STEMI
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Perkembangan Farmasi Indonesia
    Perkembangan Farmasi Indonesia
    Dokumen3 halaman
    Perkembangan Farmasi Indonesia
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Ka Rohman
    Ka Rohman
    Dokumen14 halaman
    Ka Rohman
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Kasus Abtihipertensi Stage 2
    Kasus Abtihipertensi Stage 2
    Dokumen11 halaman
    Kasus Abtihipertensi Stage 2
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Manifestasi Klinis
    Manifestasi Klinis
    Dokumen4 halaman
    Manifestasi Klinis
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Dokter Pasien
    Dokter Pasien
    Dokumen1 halaman
    Dokter Pasien
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • 06 Sept 2019
    06 Sept 2019
    Dokumen1 halaman
    06 Sept 2019
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Trematoda
    Trematoda
    Dokumen4 halaman
    Trematoda
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Nematoda
    Nematoda
    Dokumen1 halaman
    Nematoda
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Bagan Cestoda
    Bagan Cestoda
    Dokumen2 halaman
    Bagan Cestoda
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Wazo221 2
    Wazo221 2
    Dokumen12 halaman
    Wazo221 2
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • 06 Sept 2019
    06 Sept 2019
    Dokumen1 halaman
    06 Sept 2019
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat
  • Bagan Cestoda
    Bagan Cestoda
    Dokumen2 halaman
    Bagan Cestoda
    Nada Nur Jannah
    Belum ada peringkat