Disusun oleh :
Raras Meliasari 2018000085
Sandra Y 2018000095
Tita Yuliyanti 2018000105
Yasinta Fitri 2018000115
Kelompok 6 :
Kelas :A
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.......................................................................... 3
B. Tujuan ...................................................................................... 4
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Masa sekarang ini arti respon imun sudah lebih luas, yang pada dasarnya
mencakup pengobatan maupun pencegahan suatu penyakit yang disebabkan oleh
pengaruh faktor dari luar tubuh atau zat asing .Aktivitas sistem imun dapat menurun
karena berbagai faktor, diantaranya karena usia atau penyakit.
Fungsi sistem imun bagi tubuh ada tiga.Pertama sebagai pertahanan tubuh
yakni menangkal “benda” asing Kedua, untuk keseimbangan fungsi tubuh terutama
menjaga keseimbangan komponen yang tua, dan ketiga, sebagai pengintai
(surveillance immune system), untuk menghancurkan sel-sel yang bermutasi atau
ganas.Pada prinsipnya jika sistem imun seseorang bekerja optimal, maka tidak akan
mudah terkena penyakit, sistem keseimbangannya juga normal.
3
kedalam tubuh melalui saluran nafas (inhalan) seperti debu, tungau, serbuk bunga.
Allergen juga dapat masuk melalui saluran pencernaan (ingestan) seperti susu,
telur, kacang-kacangan dan seafood. Disamping itu juga dikenal allergen kontak
yang menempel pada kulit seperti kosmetik dan perhiasan.Saat allergen masuk
kedalam tubuh, sistem imunitas atau kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan
dengan membuat antibody yang disebut immunoglobulin E. Imunoglobulin E
tersebut menempel pada sel mast (mast cell) pada tahap berikutnya, allergen akan
mengikat immunoglobulin E yang sudah menempel pada sel mast. Ikatan tersebut
memicu pelepasan senyawa histamine dalam darah.Peningkatan histamine
menstimulasi rasa gatal melalui mediasi ujung saraf sensorik.Senyawa histamin
yang teramat banyak juga bisa disebabkan oleh stress dan depresi.
B. TUJUAN
4
BAB II
IMUNOSUPRESAN
A. Pengertian imunosupresan
Imunosupresan adalah kelompok obat yang digunakan untuk menekan
respons imun seperti pencegah penolakan transplantasi,mengatasi penyakit
autoimun dan mencegah hemolisis Rhesus pada neonatus. Sebagian dari
kelompok inibersifat sitotoksik dan digunakan sebagai antikanker.
Imunosupresan merupakan zat-zat yang justru menekan aktivitas sistem imun
dengan jalan interaksi diberbagai titik dari sistem tersebut. Titik kerjanya dalam
proses-imun dapat berupa penghambatan transkripsi dari sitokin,sehingga mata
rantai penting dalamrespon-imun diperlemah. Khususnya IL-2 adalah esensial
bagi perbanyakan dan diferensial limfosit,yang dapat dihambat pula oleh efek
sitostatis langsung. Lagi pula T-cells bisa diinaktifkan atau dimusnahkan
dengan pembentukan antibodi terhadap limfosit. Imunosupresan digunakan
untuk tiga indikasi utama yaitu transplantasi organ,penyakit autoimun dan
pencegahan hemolisis Rhesus pada neonatus.
B. Indikasi Imunosupresan
Imunosupresan digunakan untuk tiga indikasi utama yaitu transplantasi
organ, penyakit autoimun dan pencegahan hemolisis Rhesus pada neonatus.
1. Transplantasi organ
Imunosupresan sangat diperlukan untuk mencegah reaksi penolakan
transplantasi. Pada awalnya obat yang digunakan adalah sitotoksik
nonspesifik (azatioprin dan siklofosfamid) dan kortikosteroid. Obat
nonspesifik menimbulkan efek imunosupresan dengan cara menghambat
poliferasi limfosit. Sayangnya, obat-obat ini juga menekan pertumbuhan
sel-sel yang cepat berkembang seperti sumsum tulang dan mukosa saluran
cerna. Hal ini dapat menyebabkan efek samping seperti meningkatnya
resiko infeksi dan supresi sumsum tulang. Sklosporin sangat membantu
meningkatkan keberhasilan Transplantasi. Paduan obat yang sering digunakan
untuk transplantasi Berbagai organ (ginjal, sumsum tulang, hati jantung, dan
Pankreas) menggunakan siklosporin dan prednison. Azotioprin juga
digunakan sebagai kombinasi kedua obat tersebut, terutama untuk
transplantasi ginjal dan jantung.
5
Eritroblastosis fetalis terjadi bila seorang ibu rhesus negatif mengandung
bayi rhesus positif. Darah bayi yang mengandung antigen D dapat masuk ke
sirkulasi ibu pada waktu persalinan atau bila ada solusi plasenta atau
kehamilan ektopik. Proses ini akan menyebabkan ibu membentuk antibodi
Terhadap eritrosit Rh(+). Pada kehamilan berikutnya,antibodi terhadap Rh(+)
akan semakin meningkat dengan risiko transfer antibodi ke Sirkulasi janin
terutama pada trimester akhir dan Menyebabkan hemolisis pada janin
(eritroblastosis fetalis). Untuk pencegahan antibodi RH(D) diberikan pada
ibu RH(- ) dalam waktu 72 jam setelah melahirkan.
D. Obat imunosupresan
6
Penggunaan obat imunosupresan berdasarkan waktu pemberiannya. Untuk itu
respon imun dibagi dalam dua fase.
1. Fase induksi, yang meliputi :
- Fase pengolahan Ag oleh makrofag, dan pengenalan Ag oleh limfosit
imunosupresan
- Fase poliferasi dan diferensiasi sel B dan sel T, masing-masing untuk
respon imun humoral dan seluler.
2. Fase produksi, yaitu fase sintesis aktif AB dan limfokin
7
BAB III
ANALISIS RESEP DAN PERAN APOTEKER
A. ANALISIS RESEP
8
1. Skrining Resep
Administrasi Ada Tidak ada
Nama dokter √
Nomor Izin Praktek √
Tanggal Penulisan Resep √
Tanda Tangan / Paraf Dokter √
Nama dan Umur Pasien √
Berat Badan Pasien √
Farmasetik
Nama obat √
Bentuk Sediaan √
Dosis Obat √
Kekuatan Obat √
Jumlah obat √
Cara penguunaan obat √
Stabilitas obat √
Inkompabilitas obat √
Klinis
Adanya alergi √
DRP √
2. Deskripsi Obat
Nama Obat Ka-En 1B
Isi natrium, kiorida, glukosida
Kekuatan 500 mL
Indikasi digunakan untuk membantu mengganti cairan dan elektrolit pada
kondisi, seperti: dehidrasi pada pasien yang kekurangan
karbohidrat, penyakit yang belum diketahui penyebabnya, pra dan
pasca operasi.
Kontra indikasi Pasien yang memiliki riwayat hipersensitif terhadap salah satu
komposisi dari KA-EN 1B.
Efek samping Hipersensitif (gatal-gatal, terbentuk ruam)
Nyeri pada tempat injeksi
Pembengkakan paru-paru dan otak
9
Nama Obat Cefotaxim
Isi Sefotaksim
Kekuatan 1g
Indikasi Profilaksis infeksi pembedahan, Septicemia, Infeksi tulang dan
sendi, Infeksi sistem saraf pusat, Infeksi Genitourinari, Infeksi
Ginekologis, Infeksi intraabdomen, Infeksi saluran pernapasan,
Infeksi struktur kulit dan kulit, Gonore.
Kontra indikasi Alergi terhadap antibiotik golongan sefalosporin.
Efek samping diare berair atau berdarah
ruam, memar, kesemutan, mati rasa, nyeri, otot lemah
detak jantung tidak teratur
demam, menggigil, sakit pada tubuh, gejala flu
mudah memar atau berdarah, lemah lesu tidak biasa
demam, sakit tenggorokan, dan sakit kepala dengan kulit
melepuh, mengelupas, dan ruam
Kejang-kejang atau pingsan atau
mata atau kulit menguning
10
dengan probenesid. Dapat meningkatkan konsentrasi serum
kloramfenikol.
Interaksi Makanan:
Peningkatan risiko hepatotoksisitas dengan alkohol. Konsentrasi
serum menurun dengan St. John's wort.
Peringatan gangguan fungsi hati, gangguan fungsi ginjal, ketergantungan
alkohol.
11
Peringatan Meningkatkan risiko hipotensi dan gangguan irama
jantung pada penggunaan phenytoin yang diberikan
melalui suntikan secara cepat.
Penggunaan phenytoin bagi penderita epilepsi kronis
dapat mengurangi kandungan mineral dalam tulang.
Phenytoin berisiko mengurangi vitamin D dari dalam
tubuh, sehingga menyebabkan rendahnya kadar kalsium
dan fosfat dalam darah.
Hati-hati bagi penderita aritmia, albumin rendah,
gangguan pada hati, hormon tiroid
rendah, agranulositosis, anemia, trombositopenia,
pansitopenia, diabetes, dan porfiria.
Phenytoin dapat meningkatkan dorongan untuk bunuh
diri, hati-hati terutama pada awal-awal konsumsi.
Jangan menghentikan penggunaan obat ini secara
mendadak karena berpotensi memperburuk kondisi.
Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis setelah
menggunakan phenytoin, segera temui dokter.
12
Interaksi Meningkatkan risiko toksisitas dg bupropion. Meningkatnya
risiko kejang dg mefloquine. Peningkatan risiko defisiensi
karnitin dg pivmecillinam dan pivampicillin. Peningkatan risiko
hepatotoksisitas dan toksisitas carbamazepine dengan penurunan
kadar asam valproat bersamaan dengan carbamazepine.
Mengurangi asam valproik dan meningkatkan kadar serum
etosuksimida dg etosuksimid. Penurunan kadar asam valproik
dengan karbapenem, rifampisin, fenitoin, fenobarbital (atau
primidon) dan rejimen obat antineoplastik. Peningkatan kadar
asam valproat bersama felbamate dan aspirin. Peningkatan risiko
hepatotoksisitas dengan olanzepine. Penggunaan bersamaan
meningkatkan tingkat fenobarbital, nimodipine, nifedipine,
lamotrigin, AZT, amitriptyline, nortriptyline, dan benzodiazepin.
Penggunaan bersamaan menurunkan tingkat tigabine dan
clozapine. Peningkatan risiko status absen bersama clonazepam.
Peningkatan risiko hiperammonaemia dg topiramate. Peningkatan
konsentrasi asam valproat gratis dengan obat terikat protein
tinggi.
Berpotensi Fatal: Karbapenem bersamaan tidak dianjurkan karena
hal ini dapat menurunkan kadar valproat. Hindari salisilat
bersamaan pada anak <3 tahun karena terlalu beresiko
hepatotoksisitas. Peningkatan risiko hepatotoksisitas dg
cosyntropin. Hindari etanol karena ini dapat meningkatkan
depresi SSP.
Peringatan Harap berhati-hati dalam menggunakan asam
valproat jika menderita penyakit liver, gangguan
ginjal, pankreatitis, demensia, dehidrasi, kelainan bawaan
(seperti sindrom Alpers-Huttenlocher dan gangguan siklus
urea), perdarahan, serta infeksi HIV.
Beri tahu dokter jika memiliki riwayat hilangnya
kemampuan berpikir dan memahami sesuatu, koma, sulit
mengoordinasikan gerakan tubuh, atau
infeksi cytomegalovirus.
Informasikan pada dokter mengenai obat-obatan yang
rutin dikonsumsi, termasuk suplemen dan obat herba.
Pasien yang sedang menjalani pengobatan dengan asam
valproat berisiko mengalami perubahan kondisi mental,
terutama pada awal pengobatan, misalnya kecenderungan
untuk bunuh diri. Lakukan pemeriksaan rutin ke dokter
sesuai dengan jadwal kontrol selama mengonsumsi obat
ini.
13
Jangan mengendarai kendaraan atau mengoperasikan alat-
alat berat ketika sedang mengonsumsi obat ini.
Jika terjadi reaksi alergi atau overdosis setelah
mengonsumsi asam valproat, segera temui dokter.
Sumber :Drug Information Handbook 17thedition; IONI 2008
Perhitungan :
1. CaCo3 = 500 mg x 60 kaspul = 30.000 mg = 30 g
Kesesuain dosis :
Literatur
Nama Obat (Drug Information Handbook, 17th Dalam R/ Keterangan
editiondan IONI 2018)
Rheumatoid arthritis: Oral: 2 x 1 tablet
Awal: 1 mg / kg / hari diberikan sekali sehari
atau dibagi dua kali sehari, selama 6-8
minggu; naik 0,5 mg / kg setiap 4 minggu
sampai respons atau hingga 2,5 mg / kg /
Imuran hari; uji coba yang memadai harus minimal
tablet 12 minggu
14
tingkatkan menjadi 40 mg sehari;
pemeliharaan untuk tukak duodenum yang
kambuh, 20 mg sehari; pencegahan kambuh
tukak duodenum, 10 mg sehari dan
tingkatkan sampai 20 mg sehari bila gejala
muncul kembali.
Anti-inflamasi atauimunosupresan:Oral: 2- 1 x 1 tablet Sesuai Dosis
Methyl 60 mg / hari dalam 1-4 dosis terbagi untuk Lazim
predni memulai, diikuti dengan pengurangan
solone bertahap ke tingkat serendah mungkin
4 mg konsisten dengan mempertahankan respon
klinis yang memadai.
4. Perhitungan Harga
PPn = 10%
Mark Up = 28%
HNA = Harga PBF (diambil dari HET tiap bahan)
HJA = HNA x 1,1 x 1,28
Biaya Racik = Rp 3.000,-
Biaya Non Racik = Rp 1.000,-
15
Kategori DRP DRP yang DRP yang terjadi Penyelesaian Referensi
ditemukan
pada resep
Terapi obat tidak -
diperlukan
Diperlukan terapi -
obat tambahan
Obat tidak efektif -
Dosis obat terlalu -
rendah
Dosis obat terlalu -
tinggi
Reaksi obat yang -
tidak diinginkan
Interaksi obat Actonel Penggunaan caco3 Hindari U.S Food and
dengan menurunkan meminum Drug
caco3 absorbsi Actonel Actonel dan Administration
(Drug Information caco3 secara (https://www.acce
Handbook, 17th bersamaan ssdata.fda.gov/dru
edition) gsatfda_docs/labe
l/2006/021823s00
4_LBL.pdf
Actonel Penggunaan actonel Gunakan UK Medicines
dengan dengan PPI pada dosis terendah Information
omeprazole wanita omeprazole (UKMi)
meningkatkan pharmacists for
NHS healthcare
resiko fraktur (Int J
professionals
Clin Exp Med 2015 :
https://www.sps.nh
Original Article s.uk/wp-
Bone fracture and content/uploads/20
the interaction 17/02/UKMi_QA_
between bisphosphonates-
bisphosphonates and PPI_May_2017.doc
proton pump x
inhibitors: a meta-
analysis)https://ww
w.ncbi.nlm.nih.gov/
pmc/articles/PMC4
483859/pdf/ijcem00
08-4899.pdf
16
6. Pembuatan Resep
a. Disiapkan cangkang kapsul no.0 dan serbuk CaCO3
b. Ditimbang CaCO3 sebanyak 30 gram
c. Dimasukkan serbuk CaCO3 ke dalam cangkang kapsul satu persatu
d. Dibersihkan cangkang kapsul CaCO3 menggunakan kain flanel
e. Kapsul yang berisi CaCO3 dimasukkan ke dalam plastik klip kemudian
diberi etiket
f. Diambil tablet Imuran, tablet Actonel, kapsul Omeprazole, dan tablet
Methylprednisolone. Masing-masing dimasukkan ke dalam plastik klip
yang berbeda dan masing-masing diberi etiket.
Ny. Chadidjah N Loebis (52 Thn) Ny. Chadidjah N Loebis (52 Thn)
2 x sehari (sesudah makan) 1 x seminggu (sebelum makan pagi)
Semoga Lekas Sembuh Semoga Lekas Sembuh
TIDAK BOLEH DIULANG TANPA RESEP DOKTER TIDAK BOLEH DIULANG TANPA RESEP DOKTER
Ny. Chadidjah N Loebis (52 Thn) Ny. Chadidjah N Loebis (52 Thn)
2 x sehari (sesudah makan) 1 x sehari (sebelum makan)
Semoga Lekas Sembuh Semoga Lekas Sembuh
No. : 03 02-04-2019
17
TIDAK BOLEH DIULANG TANPA RESEP DOKTER
18
4) Bila ada hal yang ingin ditanyakan kepada apoteker, dapat
menghubungi ke nomor telepon yang tertera
5) Bila sakit berlanjut, diharapkan untuk kontrol ke dokter
19
2) Kejadian efek samping obat lebih jarang terjadi.
3) Ada pengertian dan kesepakatan antara dokter, pasien, dan apoteker.
e. Membantu pasien dalam menyelesaikan masalah-masalah yang
dihadapi dalam penggunaan obat, jika perlu dengan melibatkan tenaga
kesehatan lain seperti dokter.
2. Konseling
Untuk pasien yang mendapat resep dokter dapat diberikan konseling
secara terstruktur dengan Tiga Pertanyaan Utama (Three Prime Questions)
kepada pasien sebagai berikut :
1) Apa yang dikatakan dokter tentang peruntukan/kegunaan pengobatan?
2) Bagaimana yang dikatakan dokter tentang cara pakai obat?
3) Apa yang dikatakan dokter tentang harapan terhadap pengobatan?
20
BAB IV
KESIMPULAN
3. Resep yang diskrining oleh kelompok kami adalah resep berbentuk elektronik
dimana untuk kelengkapan administrasi tidak terdapat nomor izin praktek, paraf
dokter serta berat badan pasien. Untuk farmasetik lengkap dan klinis terdapat
DRP namun bisa tertangani tanpa intervensi dokter.
21
DAFTAR PUSTAKA
Aberg, J.A., Lacy,C.F, Amstrong, L.L, Goldman, M.P, and Lance, L.L., 2009, Drug
Information Handbook, 17th edition, Lexi-Comp for the American Pharmacists
Association
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia (BPOM RI). 2008.
Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI). Jakarta: BPOM RI, KOPER POM dan
CV SagungSeto.
Food and Drug Administration, 2006, FDA Drug, ACTONEL with CALCIUM,
U.S. Department of Health and Human Services Terdapat di:
https://www.accessdata.fda.gov/drugsatfda_docs/label/2006/021823s004_LBL.pd
f [Diakses pada Mei 2019].
Int J Clin Exp Med 2015 : Original Article Bone fracture and the interaction
between bisphosphonates and proton pump inhibitors: a meta- analysis. Terdapat di
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4483859/pdf/ijcem00 08-
4899.pdf [Diakses pada Mei 2019].
22