A. Definisi
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronik (PGK) atau
yang sering disebut juga dengan gagal ginjal kronis (GGK) adalah kerusakan
pada ginjal yang menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk
sisa dari darah, dengan ditandai adanya protein dalam urin serta penurunan
laju filtrasi glomerulus yang berlangsung selama lebih dari 3 bulan (Black &
Hawks, 2009). Sebanyak 10% dari populasi dunia terkena PGK, dan jutaan
diantaranya meninggal setiap tahun karena pengobatan yang tidak terjangkau
(World Kidney Day, 2015). Menurut studi Global Burden of Disease tahun 2010,
PGK menempati peringkat ke-27 dalam daftar penyebab kematian diseluruh
dunia pada tahun 1990, namun naik menjadi peringkat ke-18 pada tahun 2010
(Jha et al., 2013). Lebih dari 2 juta orang diseluruh dunia saat ini menerima
pengobatan dengan dialisis atau transplantasi ginjal untuk tetap hidup, namun
angka ini mungkin hanya mewakili 10% dari orang yang benar-benar
membutuhkan pengobatan untuk hidup (Couser et al., 2011).
Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur
atau fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa disertai
penurunan glomerular filtration rate (GFR). Selain itu, CKD dapat pula
didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana GFR < 60 mL/menit/1,73 m2
selama ≥ 3 bulan dengan atau tanpa disertai kerusakan ginjal (National Kidney
Foundation, 2002).
B. Etiologi
Penyebab tersering terjadinya CKD adalah diabetes dan tekanan darah
tinggi, yaitu sekitar dua pertiga dari seluruh kasus (National Kidney Foundation,
2015). Keadaan lain yang dapat menyebabkan kerusakan ginjal diantaranya
adalah penyakit peradangan seperti glomerulonefritis, penyakit ginjal polikistik,
malformasi saat perkembangan janin dalam rahim ibu, lupus, obstruksi akibat
batu ginjal, tumor atau pembesaran kelenjar prostat, dan infeksi saluran kemih
yang berulang (Wilson, 2005).
C. Klasifikasi
Penyakit ini didefinisikan dari ada atau tidaknya kerusakan ginjal dan
kemampuan ginjal dalam menjalankan fungsinya. Klasifikasi ini ditujukan untuk
memfasilitasi penerapan pedoman praktik klinis, pengukuran kinerja klinis dan
peningkatan kualitas pada evaluasi, dan juga manajemen CKD (National
Kidney Foundation, 2002). Berikut adalah klasifikasi stadium CKD:
Nilai GFR menunjukkan seberapa besar fungsi ginjal yang dimiliki oleh
pasien sekaligus sebagai dasar penentuan terapi oleh dokter. Semakin parah
CKD yang dialami, maka nilai GFRnya akan semakin kecil (National Kidney
Foundation, 2010).
Chronic Kidney Disease stadium 5 disebut dengan gagal ginjal.
Perjalanan klinisnya dapat ditinjau dengan melihat hubungan antara bersihan
kreatinin dengan GFR sebagai presentase dari keadaan normal, terhadap
kreatinin serum dan kadar blood urea nitrogen (BUN) (Wilson, 2005).
Perjalanan klinis gagal ginjal dibagi menjadi tiga stadium. Stadium
pertama merupakan stadium penurunan cadangan ginjal dimana pasien tidak
menunjukkan gejala dan kreatinin serum serta kadar BUN normal. Gangguan
pada fungsi ginjal baru dapat terdeteksi dengan pemberian beban kerja yang
berat seperti tes pemekatan urin yang lama atau melakukan tes GFR yang teliti
(Wilson, 2005). Stadium kedua disebut dengan insufisiensi ginjal. Pada stadium
ini, ginjal sudah mengalami kehilangan fungsinya sebesar 75%. Kadar BUN
dan kreatinin serum mulai meningkat melebihi nilai normal, namun masih
ringan. Pasien dengan insufisiensi ginjal ini menunjukkan beberapa gejala
seperti nokturia dan poliuria akibat gangguan kemampuan pemekatan.
Tetapi biasanya pasien tidak menyadari dan memperhatikan gejala ini,
sehingga diperlukan pertanyaan-pertanyaan yang teliti (Wilson, 2005). Stadium
akhir dari gagal ginjal disebut juga dengan endstage renal disease (ESRD).
Stadium ini terjadi apabila sekitar 90% masa nefron telah hancur, atau hanya
tinggal 200.000 nefron yang masih utuh. Peningkatan kadar BUN dan kreatinin
serum sangat mencolok. Bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 mL per
menit atau bahkan kurang. Pasien merasakan gejala yang cukup berat
dikarenakan ginjal yang sudah tidak dapat lagi bekerja mempertahankan
homeostasis cairan dan elektrolit. Pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010,
urin menjadi isoosmotis dengan plasma. Pasien biasanya mengalami oligouria
(pengeluran urin <500mL/hari). Sindrom uremik yang terjadi akan
mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh dan dapat menyebabkan kematian
bila tidak dilakukan RRT (Wilson, 2005).
D. Patofisiologi
Patofisiologi CKD pada awalnya dilihat dari penyakit yang mendasari,
namun perkembangan proses selanjutnya kurang lebih sama. Penyakit ini
menyebabkan berkurangnya massa ginjal. Sebagai upaya kompensasi,
terjadilah hipertrofi struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa yang
diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factor. Akibatnya,
terjadi hiperfiltrasi yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah
glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat, hingga pada akhirnya
terjadi suatu proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa.
Sklerosis nefron ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron progresif, walaupun
penyakit yang mendasarinya sudah tidak aktif lagi (Suwitra, 2009). Diabetes
melitus (DM) menyerang struktur dan fungsi ginjal dalam berbagai bentuk.
Nefropati diabetik merupakan istilah yang mencakup semua lesi yang terjadi di
ginjal pada DM (Wilson, 2005). Mekanisme peningkatan GFR yang terjadi pada
keadaan ini masih belum jelas benar, tetapi kemungkinan disebabkan oleh
dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung glukosa, yang diperantarai
oleh hormon vasoaktif, Insuline-like Growth Factor (IGF) – 1, nitric oxide,
prostaglandin dan glukagon. Hiperglikemia kronik dapat menyebabkan
terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan protein. Proses ini terus
berlanjut sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta
fibrosis tubulointerstisialis (Hendromartono, 2009).
Hipertensi juga memiliki kaitan yang erat dengan gagal ginjal. Hipertensi
yang berlangsung lama dapat mengakibatkan perubahan-perubahan struktur
pada arteriol di seluruh tubuh, ditnadai dengan fibrosis dan hialinisasi
(sklerosis) dinding pembuluh darah. Salah satu organ sasaran dari keadaan ini
adalah ginjal (Wilson, 2005). Ketika terjadi tekanan darah tinggi, maka sebagai
kompensasi, pembuluh darah akan melebar. Namun di sisi lain, pelebaran ini
juga menyebabkan pembuluh darah menjadi lemah dan akhirnya tidak dapat
bekerja dengan baik untuk membuang kelebihan air serta zat sisa dari dalam
tubuh. Kelebihan cairan yang terjadi di dalam tubuh kemudian dapat
menyebabkan tekanan darah menjadi lebih meningkat, sehingga keadaan ini
membentuk suatu siklus yang berbahaya (National Institute of Diabetes and
Digestive and Kidney Disease, 2014).
E. Gambaran Klinis
Gambaran klinis pasien CKD meliputi gambaran yang sesuai dengan
penyakit yang mendasari, sindrom uremia dan gejala kompikasi. Pada stadium
dini, terjadi kehilangan daya cadang ginjal dimana GFR masih normal atau
justru meningkat. Kemudian terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif
yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai
pada GFR sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan. Ketika GFR
sebesar 30%, barulah terasa keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual,
nafsu makan kurang, dan penurunan berat badan. Sampai pada GFR di bawah
30%, pasien menunjukkan gejala uremia yang nyata seperti anemia,
peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium,
pruritus, mual, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terserang
infeksi, terjadi gangguan keseimbangan elektrolit dan air. Pada GFR di bawah
15%, maka timbul gejala dan komplikasi serius dan pasien membutuhkan RRT
(Suwitra, 2009).
F. Penegakkan Diagnosis
Kerusakan ginjal dapat dideteksi secara langsung maupun tidak langsung.
Bukti langsung kerusakan ginjal dapat ditemukan pada pencitraan atau
pemeriksaan histopatologi biopsi ginjal. Pencitraan meliputi ultrasonografi,
computed tomography (CT), magnetic resonance imaging (MRI), dan isotope
scanning dapat mendeteksi beberapa kelainan struktural pada ginjal.
Histopatologi biopsi renal sangat berguna untuk menentukan penyakit
glomerular yang mendasari (Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2008).
Bukti tidak langsung pada kerusakan ginjal dapat disimpulkan dari urinalisis.
Inflamasi atau abnormalitas fungsi glomerulus menyebabkan kebocoran sel
darah merah atau protein. Hal ini dideteksi dengan adanya hematuria atau
proteinuria (Scottish Intercollegiate Guidelines Network, 2008). Penurunan
fungsi ginjal ditandai dengan peningkatan kadar ureum dan kreatinin serum.
Penurunan GFR dapat dihitung dengan mempergunakan rumus Cockcroft-
Gault (Suwitra, 2009). Penggunaan rumus ini dibedakan berdasarkan jenis
kelamin (Willems et al., 2013).
G. Penalataksanaan
Penatalaksanaan yang diberikan pada pasien CKD disesuaikan dengan
stadium penyakit pasien tersebut (National Kidney Foundation, 2010).
Perencanaan tatalaksana pasien CKD dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 2. Tatalaksana sesuai stadium CKD (The Renal Association, 2013)
LAPORAN KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. Y
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 56 tahun
Alamat : Kerjo Pule, Jatisrono, Wonogiri
Pekerjaan : Pedagang
Masuk RS : 29 November 2017 pukul 22.15 WIB
II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan pada tanggal : 30 November 2017 pukul 06.00 WIB
Riwayat Kebiasaan
- Riwayat minum obat herbal : disangkal
- Riwayat minum obat bebas : disangkal
- Riwayat merokok : disangkal
- Riwayat minum alkohol : disangkal
- Riwayat olahraga : jarang
Riwayat Gizi
Sebelum sakit pasien banyak makan yaitu sekitar 4-5x/hari dengan sayur
dengan lauk tempe, tahu, dan ikan.
B. TANDA VITAL
Tekanan darah : 160/90 mmHg
Suhu tubuh : 36,40C suhu axilla
Frekuensi denyut nadi : 89 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi nafas : 20 x/menit, thorakoabdominal
Skema manusia
Gambarkan pada skema di atas jika ada kelainan lokal dan berikan
keterangan secukupnya
Pemeriksaan ekstremitas :
Ekstremitas superior : hangat, CRT <2, edema (-/-)
Ekstremitas inferior : hangat, CRT <2, edema (+/+)
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Hb 7,8 14-18 g/dL
AE 2.39 4.6-6.2 juta/ul
HCT 22.2 40-54%
AL 8,1 4.1-10.9 ribu/ul
AT 250 140-440 ribu/ul
Lymfosit 13 22-40%
Granulosit 81,9 50-70%
GDS 152 75-140 mg/dL
Ureum 187 10-50 mg/dL
Creatinine 6.41 0.6-1.1 mg/dL
SGOT 43 <37
SGPT 85 <42
V. RESUME
Anamnesis
Sesak napas
Bengkak di wajah dan kedua kaki
Badan lemas
Nafsu makan menurun
Mual
Muntah
BAK sedikit
Sakit gula diketahui sejak 3 bulan yll
Riwayat hipertensi
Riwayat rawat inap karena keluhan sesak
Pemeriksaan Fisik
Tekanan darah 160/90
Overweight
Rambut jarang, mudah dicabut
Konjungtiva anemis
Edema palpebral
Asites
Edema ekstremitas inferior
Pemeriksaan Penunjang
Hb ↓ = 7,8
Hematokrit ↓ = 22,2
Ureum ↑ = 187
Creatinine ↑ = 6,41
SGOT ↑ = 43
SGPT ↑ = 85
EKG OMI anteroseptal
VI. DIAGNOSIS
Chronic Kidney Disease stage V
Hipertensi stage II
Diabetes mellitus tipe 2
Anemia sedang
OMI anteroseptal
VII. RENCANA
A. TINDAKAN TERAPI :
- Diet ginjal 1500 kkal rendah garam <3 gram, rendah protein 40 gram
perhari
- Transfusi PRC 2 colf
- Oksigen 2-3 lpm k/p
Infus Kaen 1 B 10 tpm mikro
Infus EAS Pfrimmer 250 ml/24 jam
Injeksi furosemide 40 mg/8 jam
Injeksi Ca glukonas 1 ampul/24 jam
Injeksi metamizole 1 gram/12 jam
Injeksi Ranitidin 50 mg/12 jam
Keto G 3x1 tab
Irbesartan 150 mg 1x1 tab
- Plan hemodialisa
DAFTAR PUSTAKA
Black, J dan Hawks, J. 2014. Keperawatan Medikal Bedah: Manajemen Klinis
untuk Hasil yang Diharapkan. Dialihbahasakan oleh Nampira R. Jakarta:
Salemba Emban Patria.
Kdoqi, National Kidney F. 2009. KDOQI Clinical Practice Guidelines and Clinical
Practice Recommendations for Anemia in Chronic Kidney Disease.
American journal of kidney diseases : the official journal of the National
Kidney Foundation
Suwitra, K. 2009. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo , A.W., Setiyohadi, B.,
Alwi, I., Simadribata, M.K., Setiati, S., penyunting. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing.