KAJIAN PUSTAKA
5
6
terdiri dari 12 buah PV module, satu set rack, 1 buah grid-inverter, 1 buah charger
regulator yang dilengkapi dengan automatic switch, 12 buah baterai, 1 set remote
interface. PLTS ini dibangun pada bulan Agustus tahun 2008 dengan nilai
investasi sebesar Rp 276.156.500. Investasi yang cukup besar ini disebabkan
karena sistem yang dibangun merupakan sistem yang terintegrasi dan juga
dilengkapi dengan sistem monitoring berbasis website. Kapasitas PLTS yang
dibangun adalah 1,560 kWp yang dihibrida dengan sambungan listrik PLN
sebesar 2,300 kW. Total kebutuhan energi listrik harian vila Adleson adalah 6,153
kWh/hari. Energi listrik yang dihasilkan oleh PLTS di vila Adleson adalah 3,37
kWh/hari yang setara dengan 1.230 kwh per tahun. PLTS ini sudah mampu
mensuplai 50% dari kebutuhan energi harian vila. Berdasarkan analisa didapatkan
bahwa harga energi (cost of energy) dengan nilai investasi PLTS sebesar Rp
276.156.500 adalah Rp 26.650 per kWh. Sementara jika komponen baterai tidak
dihitung maka besarnya investasi adalah sebesar Rp 117.002.500 sehingga
didapatkan harga energi sebesar Rp 11.291per kWh. Sedangkan jika komponen
PLTS tanpa baterai dan fasilitas remote monitoring dihitung dengan harga
komponen saat ini maka nilai investasi menjadi Rp 98.600.000 sehingga harga
energi turun menjadi Rp 9.500 per kWh. Mahalnya harga energi per kWh dari
sistem ini adalah karena produksi PLTS yang relatif kecil. Dari pengamatan
dilapangan ditemukan bahwa beberapa penyebab dari kecilnya produksi PLTS
adalah cara instalasi PV module yang kurang tepat sehingga energi yang
dihasilkan kurang maksimum (Jati, 2011).
Menurut penelitian oleh Eka Indrawan yang berjudul “Perancangan
Photovoltaic Stand Alone Sebagai Catu Daya Pada Base Transceiver Station
Telekomunikasi Di Pulau Nusa Penida” membahas sistem kelistrikan BTS di
pulau Nusa Penida yang terletak di Desa Kutampi, BTS Nusa Penida dipasok oleh
PLN dan genset. BTS Nusa Penida memanfaatkan photovoltaic dikembangkan
untuk mensuplai energi listrik di BTS. PLTS ini direncanakan untuk mensuplai
energi listrik untuk perangkat BTS yang hidup 24 jam dalam rentang waktu satu
bulan. Besarnya daya PV module yang dibangkitkan untuk mensuplai energi
listrik di BTS adalah 17 kWp, yang dihasilkan dari PV module sebanyak 84 unit
8
dengan kapasitas PV module adalah 200 Wp dan kapasitas baterai yang digunakan
adalah 7.100 Ah dengan total baterai 30. Analisis kelayakan investasi PV module
tanpa baterai dan PV module dengan baterai yang dilakukan dengan menggunakan
NPV, PI dan DPP menunjukan hasil bahwa investasi PV module layak untuk
dilaksanakan. Untuk nilai NPV dan PI didapatkan kedua investasi (>0).
Sedangkan untuk DPP didapatkan kedua hasil investasi lebih kecil dari periode
umur proyek yang sudah ditetapkan, yaitu selama 25 tahun (Indrawan, 2011).
Menurut penelitian dari King, Boyson, dan Kratochvil yang berjudul
“Analysis Of Factors Influencing The Annual Energy Production Of Photovoltaic
Systems” bertujuan untuk mengetahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi
produksi dari sistem fotovoltaik dan parameter yang paling relevan untuk
merancang sistem fotovoltaik. Dasar yang paling relevan untuk merancang sistem
fotovoltaik adalah produksi energi tahunannya, yang juga merupakan parameter
terbaik untuk memantau kinerja jangka panjangnya. Model performa array yang
akurat berdasarkan prosedur pengujian diperlukan untuk memprediksi energi yang
tersedia pada array. Model ini, digabungkan dengan karakteristik kinerja
komponen sistem baiance lainnya, menyediakan alat yang diperlukan untuk
menghitung perkiraan performa sistem dan untuk mem-bandingkan kondisi riil
dan produksi energi yang ideal. Menggunakan alat seperti itu, penelitian ini
mengkuantifikasi faktor utama yang mempengaruhi produksi dari modul
fotovoltaik tersebut, dan pengaruh ini kontras dengan faktor lainnya yang
mengakibatkan kurang efisiennya produksi energi yang bisa disalurkan ke beban
yang tidak sesuai dengan kapasitas array yang tersedia. Produksi energi tahunan
serta musiman dibahas dalam konteks sistem fotovoltaik on-grid dan off-grid
(King, et. al, 2002).
Penelitian Agus Winarta yang berjudul “Studi Kasus Kegagalan Operasi
Serta Penentuan Konfigurasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya (Fotovoltaic
Module System) Di Griya Siangan, Gianyar-Bali”, membahas sistem Pembangkit
Listrik Tenaga Surya di Griya Siangan Gianyar yang salah satu dari banyaknya
penggunaan energi alternatif yang dikembangkan oleh pemerintah dalam upaya
mengatasi permasalahan krisis energi. Dalam pengoperasiannya PLTS tersebut
9
tidak mampu mensuplai keseluruhan beban. Tujuan dari penelitian ini adalah
mencari penyebab kegagalan operasi dan mencari konfigurasi PLTS Griya
Siangan Gianyar yang dianalisis dengan metode deskritif, sehingga menghasilkan
data-data yang dapat digunakan dalam pembangunan serta pengoperasian PLTS.
Penyebab kegagalan adalah unit battery charge controller yang memberikan
tegangan output dari 0,16 Volt sampai 0,28 Volt kepada unit baterai yang akan
mensuplai unit inverter yang diteruskan ke beban, sehingga tegangan unit baterai
sangat rendah sebesar 2,7 Volt. Kebutuhan listrik per hari Griya Siangan Gianyar
adalah 2810 Wh yang akan mampu dipenuhi PV module yang akan memberikan
total output minimal 2810 Wh/hari, kemudian dengan rumus dan pendukung
lainnya dilakukan perhitungan yang menghasilkan kebutuhan baterai dengan
kapasitas minimal 702,5 Ah. Inverter dengan kapasitas minimal 610 Watt dan
charge controller dengan rating arus beban minimal 2,772 Ampere (Winarta,
2006).
Penelitian yang berjudul “Studi Terhadap Unjuk Kerja Pembangkit Listrik
Tenaga Surya 1920 W di Universitas Udayana Bukit Jimbaran” oleh Gatot
Anggara bertujuan untuk mengetahui permasalahan dalam pengoperasian PLTS
dan menganalisis rekonfigurasi optimal PLTS. Dalam penelitian ini dilakukan
monitoring dan pengukuran tegangan-arus yang dihasilkan oleh modul, tegangan-
arus charge controller, tegangan-arus inverter, pengukuran temperatur modul,
intensitas cahaya matahari, dan monitoring kondisi cuaca lingkungan. Hasil
pengukuran PV module, tegangan output tertinggi sebesar 12.73 Volt dan arus
sebesar 2.40 Ampere pada pukul 11.45 Wita. Sedangkan tegangan output terendah
sebesar 0.57 Volt dan arus sebesar 0.14 Ampere pada pukul 18.00 Wita.
Perubahan tegangan dan arus yang dihasilkan PV module dipengaruhi oleh
perubahan intensitas radiasi matahari yang diterima PV module. Dari 32 PV
module hanya 8 buah yang digunakan untuk mensuplai beban. Agar daya PLTS
optimal maka 32 PV module akan digunakan untuk mensuplai beban di area
internet corner. Kemudian dengan rumus dan data pendukung lainnya dilakukan
perhitungan yang menghasilkan kebutuhan baterai dengan kapasitas 1455 Ah,
10
inverter dengan kapasitas 6000 Watt dan charger controller dengan rating arus 20
Ampere sebanyak 4 unit (Gatot, 2014).
Penelitian yang dilakukan oleh Rif’an dkk yang berjudul “Optimasi
Pemanfaatan Energi Listrik Tenaga Matahari di Jurusan Teknik Elektro
Universitas Brawijaya” menyatakan bahwa tujuan penelitian ini untuk
mengoptimasi PLTS guna memenuhi captive power di Teknik Elektro Universitas
Brawijaya dengan mengidentifikasi dan karakterisasi sel surya yang dilanjukan
dengan serangkaian analisis untuk mencari besar sudut pergeseran yang optimal.
Analisis dilakukan pada data hasil pengukuran tegangan output sel surya untuk
beberapa sudut kemiringan. Dari pengujian dan analisisnya, dapat disimpulkan
bahwa, energi yang dihasikan jika menggunakan solar tracker dengan sudut 5o
menghasilkan energi yang paling besar (Rif’an, dkk, 2012).
Penelitian yang berjudul “Perencanaan Pembangkit Listrik Tenaga Surya
(PLTS) Terpadu Menggunakan Software PVSyst pada Komplek Perumahan di
Banda Aceh” oleh Suriadi dan Syukri ini bertujuan untuk merencanakan sebuah
PLTS pada perumahan untuk kebutuhan listrik rumah tangga sebesar 26.927 kWh
perharinya dengan menggunakan software PVSyst. Karakteristik modul surya
berkapasitas 200 Wp, baterai 100 Ah sebanyak 30 unit, baterai charge regulator
500 A, dan inverter 12 kW. PLTS ini direncanakan untuk melayani sepuluh rumah
dengan daya sambung 6 A. Dalam perancangan sistem PLTS ini, digunakan data
insolasi matahari terendah berdasarkan BMG Aceh 2009-2010 yaitu pada bulan
November yang sebesar 2,48 h. Energi yang dihasilkan mosul surya perhari
tergantung pada insolasi matahari. Untuk insolasi tertinggi menghasilkan energi
sebesar 65928 Wh dan insolasi terendah menghasilkan energi 29.620 Wh (Suriadi,
2010).
Penelitian dari Ebenezer Nyarko Kumi dan Abeeku Brew-Hammond yang
berjudul Design and Analysis of a 1 MW Grid-Connected Solar PV System in
Ghana. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan standar prosedur untuk
desain PLTS terinterkoneksi jaringan skala besar yang akan diaplikasikan pada
atap bangunan dan sentral parkir. Standar prosedur yang dikembangkan ini telah
divalidasi untuk PLTS Kwame Nkrumah University of Science and Technology
11
(KNUST), Gana. Unjuk kerja dan ketahanan dari PLTS ini juga sudah
disimulasikan menggunakan program RETScreen Clean Energy Project Analysis
Software. Analisis awal dari hasil simulasi menunjukan bahwa proyek ini
bermanfaat bagi universitas dengan estimasi produksi tahunannya sekitar 1.159
MWh, yaitu sekitar 12 % dari konsumsi listrik tahunan universitas ini. Penelitian
ini nantinya juga akan mengurangi pencemaran 792 ton CO2. Dari hasil simulasi
juga menyatakan PLTS ini menghasilkan Performance Ratio yang lumayan
tinggi, yaitu sebesar 74,3 % dengan Capacity Factor 13,2 %. (Nyarko &
Hammond, 2013)
Penelitian yang dilakukan oleh L.M. Moore dan H. N. Post, yang berjudul
“Five Years of Operating Experience a Large, Utility-scale Photovoltaic
Generating Plant”. Penelitian yang bertujuan untuk mengevaluasi kinerja dari
PLTS Grid-connected berkapasitas 3,5 MWdc milik Tucson Electric Power
Company (TEP) yang berlokasi di Arizona. Penelitian ini menghasilkan beberapa
nilai yang mewakilkan kinerja dari PLTS tersebut, seperti energi output yang
dihasilkan rata-rata pertahunnya sebesar 1.707 kWhac per kWdc array.
Sedangkan rata-rata per tahun daya sistem ac dari namplate dc array-nya sebesar
0,79 kW. Rata-rata per tahun biaya opersional dan maintenance-nya 0,12 % dari
setiap sistem yang terpasang. Dan rata-rata per tahun faktor kapasitas dari seluruh
sistem adalah sebesar 19,5 %.
Penelitian yang berjudul “Estimating Generation from Feed in Tariff
Installations” oleh James Hemingway ini membahas tentang estimasi beberapa
pembangkit di Unitend Kingdom (UK) yang menggunakan metode Feed in Tariff
(FiT). Penelitian ini menampilkan data FiT selama kurun waktu tahun 2013
quartal 3 pemasangan FiT terhitung 633 GWh yang telah dihasilkan oleh berbagai
pembangkit. Dengan PLTS 458 GWh, PLTB 77 GWh, PLTA 30 GWh, dan
beberapa pembangkit listrik lainnya. Angka ini merepresentasikan 6,1 per sen dari
semua pembangkit listrik energi terbarukan (10,3 TWh), dan 0,8 per sen dari total
pembangkitan (78,203 GWh). Dari 633 GWh pembangkitan ini, 207 Gwh
digunakan pada sektor domestik, 200 GWh digunakan pada sektor komersil, 41
GWh digunakan pada sektor industri, 7,5 GWh pada sektor komunitas, dan
12
2008). Baterai pada PLTS On-grid berfungsi sebagai suplai tenaga listrik untuk
beban listrik apabila jaringan/grid mengalami kegagalan untuk periode tertentu,
dan sebagai suplai ke jaringan perusahaan listrik apabila ada kelebihan daya listrik
yang dibangkitkan PLTS. Berdasarkan aplikasinya sistem ini dibagi menjadi dua
yaitu, Grid-connected distributed PV dan Grid-connected centralized PV (IFC,
2012)
Gambar 2.4 Prinsip Kerja Sel Surya dengan P-N Junction (Tubbs, 2014)
Ketika sinar matahari menimpa sel surya tidak 100% energi tersebut
terserap dan dapat dikonversikan seutuhnya menjadi energi listrik, karena dalam
penyampaiannya masih ada presentase kerugian (losses) yang terjadi dengan
rincian sebagai berikut (ABB QT10, 2010):
a.) 3% rugi pantulan dan bayangan pada kontak depan (lapisan depan).
b.) 23% photons dengan panjang gelombang tinggi, dengan energi yang kurang
untuk membebaskan elektron, sehingga menghasilkan panas.
c.) 32% photons dengan panjang gelombang pendek, dengan energi yang berlebih
(penyebaran/transmission).
d.) 8,5% penggabungan-ulang dari free charge carriers.
e.) 20% peralihan elektrik pada sel, utamanya pada daerah transisi/peralihan.
f.) 0,5% resistansi, mewakili rugi konduksi.
g.) 13% energi listrik yang dapat dipakai.
(2.1)
Semakin besar harga FF suatu sel surya maka unjuk kerja sel surya
tersebut semakin baik, dan akan memiliki efisien konversi energi yang semakin
tinggi. Berdasarkan persmaan (2.1) besarnya FF sangat bergantung pada nilai dari
perkalian Voc dan Isc. Akan tetapi nilai Voc dan Isc ini berhubungan erat dengan
21
besarnya celah pita energi (Eg) material semikonduktor pembuatnya. Untuk suatu
jenis material semikonduktor, terjadi keterbalikan nilai Voc dan Isc ini. Material
semikonduktor yang memiliki Eg besar akan memiliki nilai Voc besar tetapi nilai
Isc nya kecil, dan sebaliknya. Adanya keterbalikan nilai Voc dan Isc ini
menyebabkan sulitnya memprediksi material manakah yang menghasilkan nilai
FF yang besar. FF dapat diilustrasikan seperti gambar di bawah ini.
sebagai fraksi penyinaran sinar matahari yang diubah menjadi listrik dan
didefinisikan sebagai (http://pveducation.org, 2014):
(2.2)
× 100% (2.3)
Dimana:
Pmax = Daya keluaran maksimum modul surya (W)
Voc = Tegangan rangkaian terbuka (V)
Isc = Arus hubung singkat (A)
FF = Fill Factor (W)
Kurva daya pada saat sel surya bekerja berbentuk segitiga. Secara grafis,
daya maksimum pada sel adalah puncak dari segitiga yang memiliki luas terbesar.
Titik ini disebut dengan maximum power point (PMPP), tegangan maksimum
keluaran modul surya (VMPP) lebih kecil dari tegangan rangkaian terbuka (Voc)
dan arus maksimum keluaran modul surya (IMPP) lebih rendah dari arus hubung
singkat (Isc). Nilai PMPP dapat dicari dengan persamaan 2.4 berikut:
1. Spectral irradiance – Daya yang diterima oleh satu unit area dalam bentuk
differensial panjang gelombang dλ, satuan: W/m2 µm.
3. Radiansi – Integral waktu dari irradiance untuk jangka waktu tertentu. Oleh
sebab itu, satuannya sama dengan satuan energi, yaitu J/m2-hari, J/m2-bulan,
J/m2-tahun.
Gambar 2.7 Karakteristik Kurva I-V Sel Surya Terhadap Perubahan Irradiance (Coleman, 2002)
Gambar 2.8 Grafik Pengaruh Suhu Terhadap Kurva I-V Sel Surya (http://pveducation.org)
Modul surya dengan tingkat sensitifitas yang tinggi sangat rentan terhadap
pengaruh luar dan sangat mempengaruhi output atau energi yang dihasilkan.
Sebaiknya dengan karakteristik seperti itu, agar modul ataupun panel surya bisa
menghasilkan tegangan yang maksimum perlu memenuhi beberapa faktor sebagai
berikut:
a. Temperatur
Temperatur panel surya memiliki pengaruh terhadap tegangan yang
dihasilkannya. Kenaikan temperatur lebih tinggi dari temperatur normal pada
panel surya akan melemahkan tegangan (Voc). Di mana, setiap kenaikan
temperatur sel surya sebesar 100 Celsius (dari 250C) akan mengurangi sekitar 0,4
% total energi yang dihasilkan atau akan melemah dua kali lipat untuk kenaikan
temperatur sel per 100C.
b. Radiasi Matahari
Radiasi matahari memiliki pengaruh terhadap arus (I) pada panel surya.
Kenaikan nilai intensitas radiasi matahari akan menaikkan arus yang dihasilkan
oleh panel surya.
c. Kecepatan Angin
29
Untuk memperoleh besar tegangan, arus dan daya yang sesuai dengan
kebutuhan, maka PV module tersebut harus dikombinasikan secara seri dan
paralel dengan aturan sebagai berikut :
2. Untuk memperoleh arus keluaran yang lebih besar dari arus keluaran
PV module, maka dua buah (lebih) PV module harus dihubungkan
secara paralel.
3. Untuk memperoleh daya keluaran yang lebih besar dari daya keluaran
PV module dengan tegangan yang konstan maka PV module harus
dihubungkan secara seri dan paralel.
2.2.4.3 Inverter
Inverter berfungsi untuk merubah arus dan tegangan listrik DC (direct
current) yang dihasilkan array PV menjadi arus dan tegangan listrik AC
(alternating current). Inverter pada PLTS juga berperan sebagai pengkondisi
tenaga listrik (power condition) dan sistem kontrol. Pada PLTS penggunaan
inverter satu fasa biasanya untuk sistem yang bebannya kecil, sedangkan untuk
sistem yang besar dan terhubung dengan jaringan utilitas (PLN) biasanya
digunakan inverter tiga fasa (Setiawan, 2014).
31
2. Saat voltase di baterai dalam keadaan hampir kosong, maka controller ber-
fungsi menghentikan pengambilan arus listrik dari baterai oleh
beban/peralatan listrik. Dalam kondisi voltase tertentu (umumnya sekitar
10% sisa voltase di baterai), maka pemutusan arus beban dilakukan oleh
controller. Hal ini menjaga baterai dan mencegah kerusakan pada sel-sel
baterai. Pada kebanyakan model controller, indikator lampu akan menyala
dengan warna tertentu (umumnya berwarna merah atau kuning) yang
menunjukkan bahwa baterai dalam proses charging. Dalam kondisi ini, bila
sisa arus di baterai kosong (dibawah 10%), maka pengambilan arus listrik
dari baterai akan diputus oleh controller, maka peralatan listrik/beban tidak
dapat beroperasi.
3. Pada controller tipe-tipe tertentu dilengkapi dengan digital meter dengan
indikator yang lebih lengkap, untuk memonitor berbagai macam kondisi
yang terjadi pada sistem PLTS dapat terdeteksi dengan baik.
2.2.4.5 Baterai
Baterai memiliki fungsi utama untuk menyimpan energi listrik yang
dihasilkan oleh panel surya dalam bentuk energi arus searah. Baterai merupakan
salah satu komponen yang digunakan pada sistem PLTS yang dilengkapi dengan
penyimpanan cadangan (back up) energi listrik. Energi cadangan yang disimpan
di baterai biasanya dipergunakan pada saat panel surya tidak menghasilkan energi
listrik, misalnya pada saat malam hari atau pada saat cuaca mendung, selain itu
tegangan keluaran ke sistem cenderung lebih stabil. Satuan kapasitas energi yang
disimpan pada baterai adalah ampere hour (Ah), yang diartikan arus maksimum
yang dapat dikeluarkan oleh baterai selama satu jam. Namun dalam proses
pengosongan (discharge), baterai tidak boleh dikosongkan hingga titik
maksimumnya, hal ini dikarenakan agar baterai dapat bertahan lebih lama usia
pakainya (life time), atau minimal tidak mengurangi usia pakai yang ditentukan
dari pabrikan. Batas pengosongan dari baterai sering disebut dengan istilah depth
of discharge (DOD), yang dinyatakan dalam satuan persen, biasanya ditentukan
sebesar 80% (Dunlop, 1997).
35
α = 900 ± φ – δ (2.5)
Dimana :
φ adalah posisi lintang dari lokasi
a. Bertanda negatif (-) bila berada di selatan garis khatulistiwa
b. Bertanda positif (+) bila berada di utara garis khatulistiwa
δ adalah sudut penyimpangan matahari terhadap garis khatulistiwa
a. Bertanda negatif (-) bila berada di selatan garis khatulistiwa
b. Bertanda positif (+) bila berada di utara garis khatulistiwa
Sedangkan sudut yang harus dibentuk oleh PV array terhadap permukaan bumi
(β) dapat dirumuskan sebagai berikut:
β = 900 – α (2.6)
5. Rumah pembangkit.
6. Struktur pendukung dan instalasi.
7. Distribusi tenaga listrik, sambungan rumah dan instalasi rumah.
e. Inverter
1. Umum : inverter berfungsi mengubah arus DC ke
AC
2. Wave form : pure sine wave
3. Rated AC voltage : 220/230 Vac (1 fasa) atau 380/400 Vac (3
fasa)
4. Frekwensi : 50 Hz
5. Output voltage HD factor : < 3%
6. Efisiensi : > 90%
7. Tegangan baterai : paling sedikit 48 Vdc
8. Charge control : pulse width modulation (PWM) kapasitas
disesuaikan.
9. Sistem proteksi : high voltage disconnect (HVD), low
voltage disconnect (LVD), short circuit
protection.
10. Dilengkapi dengan display, data logger, sensor temperatur baterai.
11. Menyediakan fasilitas remote monitoring.
41
f. Baterai
1. Tipe : valve regulated lead acid (VRLA).
2. Kapasitas : menyesuaikan kapasitas PV modul dan
beban.
3. Kemampuan cycling : paling sedikit 1.200 cycle pada 80% depth
of discharge (DOD).
4. Sertifikasi : lembaga nasional atau internasional.
5. Garansi : paling sedikit satu tahun.
6. Harus dilengkapi dengan sistem koneksi yang dapat mencegah korosi
dan arus hubung singkat (termasuk pada waktu pemasangan).
h. Instalasi rumah
1. Umum
Instalasi rumah mencakup instalasi kabel dari jaringan ke rumah dan
instalasi listrik di dalam rumah dengan ketentuan instalasi di dalam
rumah terdiri dari instalasi jaringan kabel, paling sedikit 3 buah titik
lampu, 1 buah stop kontak, alat proteksi short circuit, dan alat pembatas
sesuai kapasitas daya tersambung dan pemakaian energi listrik.
2. Kabel Instalasi: NWM 2 x 1,5mm2 (SNI), maksimal 25 m.
3. Lampu penerangan: Lampu hemat energi (TL/PL/CFL) 220 V. Daya
lampu disesuaikan kebutuhan, seta tidak menggunakan lampu dengan
daya lebih dari 10 watt per titik lampu, agar tidak terjadi pengurasan
daya yang berlebihan.
4. Alat pembatas
Berfungsi membatasi pemakaian energi (Vah) dengan spesifikasi sebagai
berikut:
a.) maksimum arus output sampai dengan 10 A, 220 V;
b.) batas pemakaian energi dan reset timr dapat diatur;
c.) setting batas pemakaian per hari adalah tetap;
d.) memiliki sistem untuk memutus (dan menyambung kembali)
hubungan listrik pada pelanggan tertentu yang bermasalah;
e.) memiliki fungsi proteksi apabila terjadi arus hubung singkat (short-
circuit) dan fungsi ini tidak menggunakan peralatan yang
memerlukan stok pengganti (contoh stok mechanical fuse
sekering);
f.) memiliki sistem pengaman/segel sehingga pelanggan tidak dapat
melakukan pencurian energi (bypass).
i. Sistem pengaman
Sistem pengamanan jaringan listrik jika terjadi gangguan, baik untuk
alasan keselamatan, gangguan sosial, maupun untuk kemudahan perbaikan harus
menjadi bagian dari desain sistem.
43
mengetahui keluaran energi dari suatu PLTS selama periode tertentu berdasarkan
hal berikut:
a.) Performa spesifik dalam kWh bersih (nett. kWh) yang terkirim ke jaringan per
kW dari daya nominal modul surya yang terpasang, sama dengan terhadap
jumlah dari beban penuh untuk pembangkit.
b.) Faktor kapasitas, hal ini didapat sebagai persamaan jam beban penuh sekitar
dalam % dari waktu sebelumnya.
c.) Rasio performa bulanan dan tahunan digambarkan sebagai jumlah aktual dari
energi PLTS ke jaringan pada satu periode, dibagi oleh jumlah teoritis
menurut data STC modul surya.
Dimana:
PO : Daya puncak (kWp DC)
EPV : Energi ke jaringan (kWh AC)
Dimana:
HT : Iradiasi harian rata-rata pada bidang array (kWh/m2)
GSTC : Iradiasi referensi pada kondisi STC (1000 W/m2)
Dimana:
EA : Keluaran energi array (kWh)
PO : Daya puncak (kWp DC)
(kWh/kWp) (2.11)
(kWh/kWp) (2.12)
(2.13)
2.2.7.3 PVSyst
Pvsyst merupakan paket software/perangkat lunak yang digunakan untuk
proses pembelajaran, pengukuran, dan analisan data dari sistem PLTS secara
lengkap. PVSyst dikembangkan oleh Universitas Geneva, yang terbagi ke dalam
sistem terinterkoneksi jaringan (grid-connected), sistem berdiri sendiri (stand-
alone) sistem pompa (pumping), dan jaringan arus searah untuk transportasi
publik (DC-grid). PVSyst juga dilengkapi database dari sumber data meteorologi
yang luas dan beragam, serta data komponen-komponen PLTS. Beberapa contoh
sumber data meteorologi yang dapat digunakan pada PVSyst yaitu bersumber dari
MeteoNorm v6.1 (interpolasi 1960-1990 atau 1981-2000), NASA-SSE (1983-
2005), PVGIS (untuk Eropa dan Afrika), Satel-Light (untuk Eropa), TMY2/3 dan
SolarAnywhere (untuk USA), EPW (untuk Kanada), RetScreen, Heliolim, dan
Solar GIS (berbayar).
50
Salah satu parameter untuk menganalisis unjuk kerja suatu PLTS sesuai
dengan standar IEC 61724 adalah Performance Ratio (PR). Dalam PVSyst
Performance Ratio adalah energi yang diterima jaringan dibagi dengan hasil kali
dari iradiasi yang diterima modul surya dan daya nominal sistem pembangkit pada
saat dalam kondisi STC atau energi yang dihasilkan oleh sistem pada saat berjalan
dengan efisiensi nominal seperti yang tertera pada nameplate dari modul surya
tersebut.
Untuk dapat memprediksi dan menganalisa potensi produksi energi dan
unjuk kerja PLTS Kubu, digunakan fitur desain proyek (project design) pada
PVSyst. Pada fitur ini simulasi akan dijalankan dengan cara membuat terlebih
dahulu desain dari sistem PLTS sesuai dengan sistem terpasang. Langkah dalam
membuat desain proyek adalah sebagai berikut: