Abstrak
Artikel ini menyelidiki hubungan antara budaya nasional dan gaya pengambilan keputusan
konsumen dalam pembelian ponsel. Penelitian ini menggunakan 4 dimensi Hofstede (jarak
kekuasaan, penghindaran ketidakpastian, individualisme, dan maskulinitas) kerangka Sproles
dan Kendall mengenai gaya inventori konsumen. Sampel penelitian dari negara-negara yang
menempati peringkat sepuluh besar pasar telepon seluler di dunia. Hasil penelitian
menunjukkan bukti yang beragam untuk penerapan dimensi budaya Hofstede.
Pendahuluan
Budaya nasional telah terbukti memiliki pengaruh terhadap sikap individu yang kemudian
juga memengaruhi gaya pengambilan keputusan para konsumen. Artikel ini menyelidiki
hubungan antara budaya nasional dan gaya pengambilan keputusan konsumen dalam
membeli ponsel. Kerangka karateristik budaya Hofstede dan Sproles dan Kendall digunakan
pada konsumen dari Brazil, Jepang, dan Amerika Serikat.
Tinjauan pustaka
Budaya yang terus berubah membentuk orientasi masyarakat, sehingga budaya suatu
bangsa juga dapat memengaruhi kebutuhan konsumen.
a) Indeks jarak kekuasaan (PDI). Indeks jarak kekuasaan didefinisikan sebagai sejauh
mana orang yang kurang berkuasa dalam masyarakat menerima ketidaksetaraan dalam
kekuasaan dan menganggapnya sebagai hal yang normal. Negara yang memiliki nilai
indeks PDI tinggi lebih dapat mentolerir ketidaksetaraan.
b) Indeks penghindaran ketidak-pastian [UAI]: mengukur tingkat toleransi
ketidakpastian, ambiguitas, atau situasi yang tidak terduga. Negara dengan UAI tinggi
kurang toleran sehingga masyarakat mereka lebih terstruktur dengan peraturan yang
lebih ketat. Sedangkan dalam masyarakat dengan UAI rendah lebih bersedia menerima
resiko.
c) Indeks individualisme [IDV]: mengukur sifat individualisme pada seseorang. Jika
indivualismenya tinggi maka ia cenderung memperhatikan mengenai mereka sendiri.
Sedangkan anggota dari budaya kolektivis lebih memperhatikan kepentingan
kelompok.
d) Indeks maskulinitas [MAS]: mengukur sejauh mana budaya memiliki peran sosial
yang didistribusikan dengan jelas diantara anggotanya. Terdiri dari masyarakat
maskulin (lebih menghargai karakter laki-laki seperti ambisi dan memiliki daya saing)
dan masyarakat feminism (lebih cenderung solidaritas).
Metode
Hasil
Dari perhitungan data didapat hasil yang mendukung beberapa hipotesis. Yaitu konsumen
dari Amerika yang lebih individualistis cenderung memiliki gaya belanja yang sadar akan
kualitas dan merek suatu produk, serta lebih inovatif dan terkesan hedonis dalam berbelanja
jika dibandingkan dengan konsumen dari Brasil dan Jepang. Data juga mendukung hipotesis
bahwa konsumen dari masyarakat kolektivisme seperti Jepang dan Brasil lebih setia dalam
membeli dan menggunakan suatu produk atau merek tertentu dibandingkan dengan
konsumen dari Amerika. Namun hipotesis mengenai hubungan antara dimensi budaya
Hofstede dengan gaya belanja konsumen yang bingung terhadap banyaknya pilihan tidak
terbukti.
Catatan Akhir
Hasil penelitian menunjukkan bukti yang beragam dari hubungan antara dimensi budaya
Hofstede terhadap gaya pengambilan keputusan konsumen yang berasal dari Amerika,
Jepang, dan Brasil. Dikarenakan budaya mengalami perubahan yang terus menerus, maka
untuk penelitian selanjutnya agar dapat mengeksplorasi lebih jauh dari sampel data yang
digunakan nantinya.