Anda di halaman 1dari 14

Manajemen Piutang Dagang

9.1 Pendahuluan

Persaingan yang semakin tajam akan memaksa perusahaan untuk berlomba-lomba


memberikan kemudahan dalam persyaratan penjualan. Hal ini dapat dilakukan misalnya
semula melakukan penjualan tunai kemudian dirubah menjadi penjualan secara kredit.
Dengan demikian akan timbul piutang. Semakin longgar persyaratan kredit yang
diberikan tentunya dengan asumsi langganan tidak mengubah kebijakan membayarnya
maka semakin besar jumlah piutang yang dimiliki.

9.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Besarnya Investasi dalam Piutang Dagang

1. Volume penjualan kredit. Yaitu volume penjualan kredit semakin besar akan
meningkatkan jumlah investasi pada piutang, demikian sebaliknya semakin kecil
volume penjualan kredit maka jumlah investasi pada piutang dagang semakin kecil.
2. Syarat pembayaran kredit, semakin lama jangka waktu pelunasan akan dapat
meningkatkan jumlah investasi pada piutang,demikian sebaliknya semakin pendek
jangka waktu pelunasan yang harus dilakukan maka jumlah investasi pada piutang
semakin kecil.
3. Ketentuan tentang pembatasan kredit. Batas jumlah kredit yang diberikan kepada
pelanggan akan dapat mempengaruhi jumlah investasi pada piutang.
4. Kebijakan dalam mengumpulkan piutang. Untuk memperkecil jumlah investasi pada
piutang, kadang-kadang perusahan melakukan system pengumpulan piutang secara
aktif dengan memperkejakan debt collector.
5. Kebiasaan membayar dari para langganan. Apabila kebiasaan para langganan
membayar mendahului atau tepat pada waktu jatuh tempo, maka jumlah investasi pada
piutang akan semakin kecil dibandingkan bila kebiasaan para langganan melewati
batas waktu jatuh tempo.

9.3 Standar Kredit

Manajemen kebijakan piutang terdiri dari standar kredit dan persyaratan kredit.
Standar kredit adalah suatu kreteria yang dipakai perusahaan untuk menyeleksi para
langganan yang akan diberikan kredit dan berapa jumlah yang harus diberikan. Jangka
waktu pengumpulan piutang adalah jangka waktu dari saat terjadinya piutang sampai
dengan pembayaran kembali piutang tersebut. Semakin lama jangka waktu pengumpulan
piutang semakin besar investasi pada piutang dan biaya yang timbul juga semakin besar.
Disamping itu kenaikan investasi pada piutang juga menyebabkan piutang tidak tertagih

1
atau bed-debt. Dalam melakukan perubahan penjualan dari tunai menjadi kredit
diharapkan dapat meningkatkan penjualan. Hal ini dapat dilakukan dengan asumsi:

1. Masih mempunyai kapasitas produksi yang cukup sehingga dapat memproduksi


tambahan output
2. Tidak ada perubahan dalam investasi persediaan sebagai akibat perubahan kebijakan
kredit.

Gambaran tentang perubahan standar kredit pada suatu perusahaan, berikut diberikan
contoh aplikasinya.

Contoh :

PT TRI WISTA suatu perusahaan dagang selama ini menjual tunai dengan penjualan yang
dicapai Rp.800 juta. Untuk meningkatkan penjualan, perusahaan mempertimbangkan
penjualan kredit dengan syarat n/60. Penjualan diperkirakan mencapai Rp.1.050 juta.
Profit margin yang diperoleh 15%. Kemungkinan piutang tak tertagih 1%. Kalau biaya
modal 16%, apakah perusahaan perlu beralih ke penjualan kredit?

Jawab:

Tunai n/60
(juta rupiah) (juta rupiah)
Penjualan 800 1.05
keutungan 15% 120 157,5
rata-rata hari pengumpulan piutang 0 60 hari
perputaran piutang 0 360: 60 = 6x
rata-rata piutang 0 1.050:60= 175
investasi pada piutang 0 85% x 175 = 148,75
biaya modal 16% 0 16% x 148,75= 24,80
piutang tak tertagih 1% 0 1% x 1.050= 10,5

Manfaat
Tambahan keutungan
(Rp 157,5 juta - Rp 120 juta) Rp 37,5 juta
Pengorbanan
Biaya modal Rp 23,80 juta
Piutang tak tertagih Rp 10,50 juta
Jumlah Rp 34,30 juta
Manfaat bersih Rp 3,20 juta

Kesimpulan -

9.4 Persyaratan Kredit

2
Persyaratan kredit atau credit term adalah merupakan kondisi yang disyaratkan untuk
pembayaran kembali piutang dari para langganan. Kondisi tersebut meliputi lamanya
waktu pemberian kredit dan potongan tunai atau cash discount serta persyaratan khusus
lainnya seperti seasonal dating.

Persyaratan kredit ini juga dapat mempengaruhi tingkat penjualan dengan demikian
perlu mempertimbangkan apakah sebaiknya memperpanjang periode pemberian kredit
atau tidak atau apakah perusahaan juga memberikan potongan hal ini akan tergantung
dari pada keuntungan yang akan didapatkannya apakah meningkat atau tidak.

Dalam menentukan besarnya investasi pada piutang perlu diketahui:

1. Rata-rata pengumpulan piutang misalnya 60 hari hal ini sama dengan jangka waktu
kredit.
2. Tingkat perputaran piutang yaitu jumlah hari dalam satu tahun dibagi dengan jangka
waktu kredit.
3. Jumlah investasi pada piutang yaitu penjualan kredit dibagi dengan tingkat perputaran
piutang.

Gambaran tentang perubahan persyaratan kredit pada suatu perusahaan, berikut


diberikan aplikasinya.

Contoh

Masih terkait dengan contoh soal sebelumnya, PT TRI WISTA sekarang


mempertimbangkan perubahan kebijakan penjualan dari n/60 menjadi 2/30 n/60.
Penjualan diperkirakan meningkat menjadi Rp 1.150 juta. 50% pelanggan diperkirakan
mmemanfaatkan diskon. Piutang tak tertagih tetap 1%. Apakah perusahan akan
mengubah kebijakan kredit?

Jawab:

n/60 2/30 n.60


(juta rupiah) (juta rupiah)
Penjualan 1.05 1.15
Keuntungan 15% 157,5 172,5
rata-rata hari pengumpulan
piutang 60 hari 50%(30)+50%(60)=45 hari
perputaran piutang 360: 60 = 6 x 360 : 45 = 8 x
rata-rata piutang 1.050 : 60 = 175 1,150 : 8 = 143,75
investasi pada piutang 85% x 175 = 148,75 85% x 143,75= 122,19
biaya modal 16% 16% x 148,75= 23,80 16% x 122,19 = 19,55
piutang tak tertagih 1% 1% x 1.050 = 10,5 1% x 1.150 = 11,50
biaya diskon 0 50% x 2% x 1.150=11,50

3
Manfaat
Tambahan keuntungan
(Rp. 172, 5 juta - Rp 157, 5 juta) Rp 15 juta
penghematan biaya modal
Rp 23,80 juta - Rp 19,55 juta Rp 4,25 juta
Jumlah Rp 19,25 juta
Pengorbanan
Biaya diskon Rp 11,5 juta
Tambahan kerugian Rp 1 juta
Jumlah Rp 12,5 juta
Manfaat bersih Rp 6,75 juta

Kesimpulan

Ternyata dengan perubahan persyaratan kredit tersebut perusahaan memperoleh


tambahan keuntungan yang lebih besar sehingga kebijakan kredit tersebut dibenarkan.

9.5 Memperkecil Risiko Piutang

Kegagalan atau keberhasilan perusahaan tergantung pada permintaan atas produknya.


Makin tinggi penjualannya makin sehat perusahaan tersebut makin besar kemungkinan
perusahaan mendapatkan keuntungan. Disisi lain penjualan juga dipengaruhi oleh factor
ekstern dan factor intern. Biasanya factor ekstern sangat sulit untuk dikendalikan. Untuk
memperkecil risiko piutang ada beberapa hal yang perlu diperhatikan:

1) Pelafon dari dapat kredit. Makin kecil perusahaan menyediakan dana untyk
mendukung kebijakan kredit makan akan makin kecil risiko yang akan dihadapi
perusahaan untuk penjualan kredit.
2) Periode kredit. Makin pendek jangka waktu kredit akan makin cepat dana yang
tertanam pada piutang menjadi kas. Sehingga makin kecil risiko yang dihadapi dalam
piutang.
3) Pemberian diskon. Dengan adanya diskon yang diberikan perusahaan akan mendorong
para pembeli untuk memanfaatkan diskon sehingga merangsang pembeli untuk
melakukan pembelian secara tunai sehingga makin kecil risiko piutang yang dihadapi
perusahaan.
4) Kebijakan mengenai penagihan. Apabila perusahaan melakuka kebijakan
pengumpulan piutang secara intensip maka kemungkinan tidak terbayarnya piutang
menjadi makin kecil sehingga risiko piutang yang dihadapi perusahaan juga makin
kecil.

4
5) Melakukan seleksi terhadap para langganan yang akan diberikan kredit. Penyeleksian
para langganan biasanya menggunakan 5 K yaitu:
1. Karakter, factor ini sangat penting karena setiap transaksi kredit mengandung
janji untuk membayar. Para manajer perusahaan yang berpengalaman acapkali
berpendirian bahwa factor moral merupakan hal terpenting dalam evaluasi
kredit. Makin baik karakter pelanggan makin keci risiko tidak terbayarnya
piutang.
2. Kapasitas, kemampuan subyektif mengenai kemampuan pelanggan untuk
membayar. Hal ini tercemin pada laporan keuangan dimasa lalu dan metode
ditempuhnya daripada perusahaan untuk membayar kreditnya. Makin tepat
analisa yang dibuat makin kecil risiko tidak terbayarnya piutang.
3. Kapital, atau sering juga disebut modal dalam hal ini penekannya pada risiko-
risiko utang terhadap seluruh aktia baik aktia tetap maupun aktiva lancer dan
rasio kemampuan untuk membayar bunga.
4. Kolateral, berupa jaminan atau angguran yang ditawaran pelanggan sebagai
jaminan agar memperoleh kredit.
5. Keadaan, mengacu pada kecenderungan perekonomian pada umumnya serta
perkembangan yang terjadi pada daerah tertentu yang dapat mempengaruhi
kemampuan pelangga untuk memenuhi kewajibannya.
Manajemen Persediaan

10.1 Pendahuluan
Persediaan adalah merupakan elemen utama dari modal kerja, karena jumlahnya
cukup besar dalam suatu perusahaan. Jenis persediaan yang ada dalam perusahaan akan
tergantung dari jenis perusahaan.

10.2 Akuntansi Persediaan


Terdapat empat metode menentukan persediaan : indetifikasi secara spesifik, first in
first-out, last in first-out, dan rata-rata tertimbang atu weighat average. Metode yang
pertama dengan cara mengidentifikasi biaya yang secara fisik melekat pada persediaan.
Ini hanya dimungkinkan kalau jenis usahanya relatif mudah diidentifikasi secara jelas.
Seperti misalnya agen penjualan mobil, alat-alat berat, real estate dan produk dengan nilai
yang tinggi sementara perputarannya rendah. Metode kedua first-infirst-out
mengasumsikan bahwa bahwa persediaan yang pertama masuk diganti dengan persediaan
yang baru. Dengan demikian harga pokok produksi ditentukan oleh persediaan lama dan
sebagian persediaan baru. Perlu diingat ini hanya dalam proses akuntansinya
saja,meskipun dalam kenyataannya persediaan yang dijual sama saja antara persediaan
yang masuk terakhir dan pertama. Last-in first-out merupakan kebalikan dari first-in
first-out. Harga pokok produksi ditentukan oleh persediaan yang terakhir

5
masuk,sementara persediaan akhir terdiri atas persediaan yang masuk lebih awal. Metode
terakhir adalah rata-rata tertimbang,dimana metode ini dalam menentukan besarnya
persediaan denan cara mengalikan rata-rata tertimbang dengan setiap jenis persediaan.
Untuk memberikan ilustrasi penilaian investasi antara keempat metode tersebut kita bisa
lihat contoh berikut:
Contoh:
Satu dealer mobil Toyota memiliki persediaan mobil Toyota yang dibuat pada tahun
yang sama hanya berbeda karoserinya. Harga beli masing-masing mobil dalam jutaan
rupiah adalah :
A B C D F G
160 180 130 180 190 210
Misalkan dalam satu bulan dealer tersebut menjual mobil kijang karoseri B,D dan F.
Jika perusahaan dalam menentukan persediaan menggunkan metode identifikasi
spesifikk, maka harga pokok barabg yang dijual adalah sebesar Rp 550.000.000,00
persediaan akhir adalah sebesar Rp 500.000.000,00. Sementara itu jika perusahaan
menggunakan metode first-in-firs-out maka harga pokok barang yang dijual adalah
sebesar Rp 470.000.000,00 dan persediaan akhir bernilai Rp 580.000.000,00. Jika
digunakan metode last-in-first-out maka harga pokok barang yang dijual adalah Rp
580.000.000,- dan persediaan akhir adalah Rp 470.000.000,.. Apabila metode rata-rata
tertimbang maka harga pokok barang yang dijual adalah sebesar [3 x (rp
1.050.000,00/6)]= Rp 525.000.000,00 dan persediaan akhir adalah sebesar Rp
525.000.000,00.

10.3 Economical Order Quantity (EOQ)


Apabila jumlah kebutuhan dalam persediaan dalam satu periode dapat diketahui
dengan pasti maka Economical Order Quantity (EOQ) bisa diterapkan untuk menentukan
jumlah pembelian yang paling ekonomis. Secara lebih spesifik pengertian Economical
Order Quantity (EOQ) adalah jumlah kuantitas barang yang dapat diperoleh dengan
biaya yang minimal, atau sering dikatakan sebagai jumlah pembelian yang optimal.
Dalam menentukan besarnya jumlah pembelian yang optimal kita hanya memperhatikan
biaya variabel dari penyediaan persediaan tersebut, baik biaya variabel yang
perubahannya searah dengan perubahan jumlah yang dibeli/disimpan maupun biaya
variabel yangperubahannya berlawanan dengan pubahaan jumalh persediaan tersebut.
Baiya variable persediaan pada prinsipnya dapat digolongkan dalam:
1) Biaya-biaya yang berubah-ubah sesuai dengan frekuensi pesanan, yang sering
dinamakan procurement costs atau set-up costs.
2) Biaya yang berubah-ubah sesuai dengan besarnya “average inventory yang
sering disebut “storage” atau “carry-ing costs”.

6
Procurement costs atau set-up adalah merupakan biaya yang berubah-ubah sesuai dengan
frekuensi pesanan, yang ini terdiri dari:
1. Biaya selama proses perjalanan
a) Persiapan-persiapan yang diperlukan untuk pesanan
b) Penentuan besarnya kuantitas yang akan dipesan
2. Biaya pengiriman pesanan
3. Biaya penerimaan barang yang dipesan
a) Pembongkaran dan peasukan ke gudang
b) Pemeriksaan material yang diterima
c) Mempersiapkan lapora penerimaan
d) Mencatat kedalam material record cards
4. Biaya-biaya processing pembayaran
a) Auditing dan perbandingan antara laporan penerimaan dengan peanan
yang asli
b) Persiapan pembuatan cekk untuk pembayaran
c) Pengiriman cek dan kemudian auditingnya
Set-up costs akkan semakkin besar apabila Order Quantity semain besar.
Storage atau carrying costs adalah biaya yang berubah-ubah dengan besarnya
persediaan. Penentuan besarnya biaya ini didasarkan atas rata-rata persediaan, dan biaya
kadang-kadang dinyatakan dalam prosentase dari nilai dalam rupiah dari rata-rata
persediaan atau dinyatakan dalam rupiah per unit.
Biaya-biaya yang termasuk dalam carrying cost adalah:
1) Biaya penggunaan/sewa ruangan gudang
a) Biaya pemeliharaan material dan pembebanan untuk kemungkinan
rusak
b) Biaya untuk menghitung/menimbang barang yang dibeli
c) Biaya asuransi
d) Biaya modal
e) Pajak dari persediaan yang ada di gudang
Carrying costs akan semakin kecil apabila jumlah material yang dipesan makin kecil.
Biasanya EOQ dapat ditentukan dengan dua formula :
1. Apabila carrying costs-nya dinyatakan dalam prosentase dari persediaan
rata-rata

2. Apabila carrying cost-nya dinyatakan dalam rupiah per unit


2.R.S
EOQ = C

Dimana :
R= Kebutuhan bahan selama satu periode
S= Biaya pemesanan
C= Biaya simpan dalam Rp/unit
P= Harga persediaan perunit
I= Biaya simpan dalam prosentase

7
Contoh 1:
Biaya penyimpanan dan pemeliharaan di gudang adalah 40% dari nilai rata-rata
persediaan. Biaya pemesanan adalah Rp 15.000 setiap kali pesan. Jumlah material
yang dibutuhkan selama setahu sebanyak 1.200 unit dengan harga Rp 1.00 per
unitnya.

EOQ = 2 (1.200)(15.000)
0.40(1.000)
= 300 Unit
Total Biaya yang dikeluarkan adalah:
Biaya Pemesanan (S) (1.200/300 x Rp 15.000) = Rp 60.000
Biaya Simpan (C) (300/2 x Rp 1.000 x 0,40) = Rp 60.000
Total Biaya Rp 120.000

Contoh 2 :
Kebutuhan bahan selama satu periode adalah 20.000 unit, biaya setiap kali
pesan adalah Rp 10.000,- Biaya simpan per unit sebesar Rp 100 Harga perunit bahan
Rp 1.000,-

2.R.S
EOQ = C

EOQ = 2(20.000)(1.000)
100
= 2000 Unit
Dengan Total Biaya yang dikeluarkan adalah :
Biaya Pemesanan (S) (20.000/2.000xRp10.000) = Rp 100.000
Biaya Simpan (C) (2000/2 x Rp 100) = Rp 100.000
Total Biaya Rp 200.000

10.4 Reorder Point dan Safety Stock

Pengertian Reorder Point

Reorder point adalah saat atau titik di mana harus diadakan pesanan barang lagi
sehingga kedatangan atau penerimaan bahan baku yang dipesan tepat waktu. Dalam
pelaksanaan operasional perusahaan, maka bahan baku yang diperlukan untuk proses
produksi tidak akan cukup hanya dengan sekali pembelian saja. Dengan demikian maka
akan dilakukan pembelian kembali bahan baku secara berkala dalam periode tertentu.
Menurut Render dan Heyzer; (2009), titik pemesanan ulang adalah tingkat (titik)

8
persediaan di mana perlu di ambil tindakan untuk mengisi kekurangan persediaan pada
barang tersebut. Menurut Sarjono, Haryadi (2010) adalah titik di mana harus dilakukan
pemesanan ulang. Menurut Taylor, Bernard (2010), the determinant of when to order in
a continous inventory system.

Pengertian Safety Stock

Seperti reorder point, safety stock juga tidak jauh beda dengan arti yang melekat di
namanya. Safety stock berarti jumlah aman stok. Jumlah aman ini diperlukan untuk
jaga-jaga, apabila lead time dari pembelian ternyata lebih lama dari biasanya. Dengan
adanya safety stock, ada jaring pengaman sehingga apabila vendor terlambat dalam
mengantarkan barangnya, atau stok mendadak tidak ada di vendor, perusahaan
manufaktur tetap memiliki ‘waktu tambahan’ untuk mengkonsumsi barang tersebut.

Penentuan Reorder Point

Untuk menentukan reorder point dari suatu barang, kita harus tahu safety stocknya
terlebih dahulu. Setelah angka safety stock ditemukan, kita cukup menambahkan safety
stock itu dengan perkalian antara lead time dengan rata-rata pemakaian tiap hari barang
itu. Saat angka sudah ditemukan, maka pada titik itulah, sebaiknya orang gudang segera
meminta barang untuk dibelikan purchasing. Misalkan kita telah mengetahui salah satu
kebutuhan bahan baku yakni 30.000 unit setiap tahunnya. Dalam satu tahun perusahaan
beroperasi selama 300 hari, karena 3.000 unit akan habis untuk diproses selama 30 hari
maka perusahaan akan melakukan pemesanan sebanyak 10 kali. Waktu pemesanan
bahan ini yaitu dalam 5 hari.

Dengan demikian, perusahaan harus melakukan pemesanan saat persediaan yang ada
cukup untuk beroperasi selama waktu menunggu hingga pesanan yang baru tiba (lead
time). Untuk perhitungannya adalah sebagai berikut:

Reorder Point (ROP)= 3.000/30x5= 500 unit

Pesanan harus dilakukan pada saat persediaan tersisa 500 unit.

9
Penentuan Safety Stock

Apabila pemakaian setiap periode tidak pasti maka perusahaan perlu


mempertahankan safety stock agar ketidakpastian datangnya pesanan yang baru dan
pemakaian bahan tidak menghambat operasi perusahaan. Misalkan perusahaan
menentukan safety stock sebesar 100 unit, maka reorder point harus dilakukan ketika
persediaan tersisa 600 unit, atau sebesar pemakaian selama leadtime ditambah safety
stock.

Kemungkinan Dalam Pemakaian

Kemungkinan pemakaian setiap periode tidak pasti, atau kemungkinan lead time
selama 5 hari itu tetap sesuai perkiraan ataupun barang tiba terlebih dahulu. Keadaan
lain misalkan pemakaian yang jauh lebih besar sehingga persediaan yang ada akan
habis dalam waktu yang lebih cepat, sementara pesanan yang baru belum tiba. Oleh

10
karena itu perusahaan perlu mempertahankan persediaan pengaman (safety stock) agar
kontinuitas operasi dapat terjamin.

Besarnya safety stock dipengaruhi oleh banyak faktor. Pertama adalah perkiraan
penggunaan di masa yang akan datang. Apabila pemakaian bahan sangat berfluktasi dan
sulit untuk diramalkan maka sebaiknya perusahaan mempertahankan persediaan dalam
jumlah yang cukup besar. Kedua adalah lead time, apabila lead time sangat sulit untuk
diketahui maka safety stock sebaiknya dalam jumlah yang cukup besar.

10.5 Potongan Harga

Suatu perusahaan biasanya memperoleh banyak tawaran potongan harga dari para
pemasok jika membeli dalam jumlah besar atau disebut dengan quantity discount.
Misalkan, perusahaan memerlukan 20.000 unit tiap tahunnya. Perusahaan akan
mendapatkan potongan sebesar 5% dari harga jual apabila perusahaan membeli sebesar
4.000 unit tiap pembelian. Perusahaan akan memikirkan kembali mengenai tawaran
yang diajukan pemasok dengan memperhitungkan apakah besarnya diskon tersebut
masih lebih besar daripada biaya yang timbul sebagai akibat adanya diskon ini.
Perubahan biaya yang akan terjadi tentunya biaya simpan karena persediaan menjadi
lebih besar. Tetapi biaya pemesana akan menjadi lebih kecil karena perusahaan akan
melakukan pemesanan lebih sedikit. Jika diketahui biaya pemesanan adalah Rp 10.000,
harga bahan baku adalah Rp 1.000 dan biaya simpan Rp 100. Dua perhitungan yang
mempengaruhi keputusan suatu perusahaan yakni:

1. Jika perusahaan memanfaatkan tawaran tersebut biaya yang akan ditanggung


adalah:

-Harga bahan baku (20.000 x Rp 1.000 x 95 %) Rp 19.000.000

-Biaya pemesanan (20.000/4.000 x Rp 10.000) Rp 50.000

-Biaya simpan (4.000/2 x Rp 1.000) Rp 200.000

Total Biaya Rp 19.250.000

2. Jika perusahaan tidak menerima tawaran tersebut sehingga dalam sekali pemesana
hanya 2.000 unit:

-Harga bahan baku (20.000 x Rp 1.000) Rp 20.000.000

-Biaya pemesanan (20.000/2.000 x Rp 10.000) Rp 100.000

11
-Biaya simpan (2.000/2 x Rp 1.000) Rp 100.000

Total Biaya Rp 20.200.000

Dengan demikian maka sebaiknya perusahaan memanfaatkan tawaran potongan


tersebut karena akan menghemat biaya sebesar Rp 950.000.

10.6 Pengendalian Sistem Persediaan

Analisis Economical Order Quantity dan safety stock dapat dipergunakan untuk
menentukan tingkat persediaan sepanjang asumsi yang mendasari terpenuhi. Namun
seandainya asumsi yang mendasari tidak terpenuhi, maka akan diperlukan siste
pengendalian persediaan yang lainnya. Dalam bagian ini akan dibahas pengendalian
persediaan yang lainnya.

Sistem Komputeriasasi

Perkembangan teknologi telah mengubah sistem pengendalian persediaan di berbagai


perusahaan besar. Dengan penggunaan komputerisasi perhitungan mengenai persediaan,
pengurangan, pengolahan data persediaan dan penyediaan data kapan harus dilakukan
pesanan kembali dapat dilakukan dengan tepat.

Sistem Just-in Time

Sistem ini pertama kali dikembangkan di Jepang yang digunakan untuk


mensinkronkan kecepatan bagian produksi dengan bagian pengiriman bahan dari
supplier. Metode ini diterapkan pada perusahaan besar seperti perusahaan mobil Toyota,
yang mencoba menekan persediaan yang harus dipertahankan dengan cara
menyesuaikan kecepatan proses perakitan dengan pengiriman bahan dari suppliernya.
Spare part diterima hanya beberapa jam atau bahkan beberapa menit sebelum spare
part diperlukan. Just-in time tidak hanya dapat diterapkan di perusahaan besar tetapi
dapat juga diterapkan oleh perusahaan kecil, bahkan perusahaan kecil akan lebih mudah
menerapkannya karena relatif lebih mudah dalam redefine job function dibandingkan
dengan perusahaan besar.

Sistem pengendalian ABC

Sistem ini memperhatikan faktor harga atau nilai persediaan, frekuensi pemakaian,
risiko kehabisan persediaan, dan lead time. Barang-barang yang nilai, frekuensi
pemakaian dan risiko kehabisan tinggi dikelompokkan ke dalam kelompok A. kelompok
ini berarti mecakup kelompok barang yang sangat penting untuk diawasi. Kelompok B,

12
mencakup barang-barang yang relatif kurang penting sedangkan di luar kedua kelompok
tersebut dikelompokkan ke dalam kelompok C. Kelompok C ini mungkin saja secara
kuantitas besar tetapi dari segi nilai relatif kecil dibandingkan dengan kelompok A.
Dengan metode ini manajemen menitikberatkan pada kelompok A yang bernilai
strategis bagi perusahaan. Karena ketidaktepatan dalam manajemen kelompok A akan
berakibat sangat besar bagi kelangsungan perusahaan.

10.7 Penutup

Manajemen persediaan penting khususnya bagi perusahaan manufaktur, karena


kesalahan dalam investasi persediaan akan mengganggu kelancaran operasi perusahaan.
Apabila persediaan terlalu kecil maka kegiatan operasi kemungkinan mengalami
penundaan, atau perusahaan beroperasi pada kapasitas rendah. Sebaliknya apabila
persediaan terlalu besar maka akan mengakibatkan perputaran persediaan yang rendah
sehingga profitabilitas perusahaan menurun.

Apabila jumlah kebutuhan persediaan dalam satu periode dapat diketahui dengan
pasti maka Economical Order Quantity (EOQ) bisa diterapkan untuk menentukan
jumlah pembelian yang paling ekonomis. Saat atau titik di mana harus diadakan
pesanan lagi sedemikian rupa sehingga kedatangan bahan baku tepat waktu bisa
dilakukan dengan analisis Reorder point.

Apabila pemakaian setiap periode tidak pasti maka perusahaan mempertahankan


safety stock ketidakpastian datangnya pesanan yang baru dan pemakaian bahan tidak
menunggu operasi perusahaan.

Apabila jumlah kebutuhan persediaan dalam satu periode tidak dapat diketahui
dengan pasti maka, akan diperlukan adanya sistem pengendalian persediaan seperti:
sistem komputerisasi, sistem just-in time, dan sistem pengendalian ABC.

Referensi

WIAGUSTINI, NI LUH PUTU. 2014. MANAJEMEN KEUANGAN. Denpasar: Udayana


University Press

13
https://www.slideshare.net/shashanksingh268/safety-stocks-final

journal.binus.ac.id/index.php/BBR/article/download/1217/1085

http://manufakturpolman.blogspot.co.id/2011/03/metoda-metoda-inventori.html

14

Anda mungkin juga menyukai