Anda di halaman 1dari 23

BAB III

PEMBAHASAN

A. DIAGNOSIS
3.1 Kejang Demam
3.1.1 Definisi Kejang Demam
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada anak berumur 6
bulan sampai 5 tahun diawali dengan kenaikan suhu tubuh (suhu di atas 38 oC, dengan
metode pengukuran suhu apa pun) yang tidak disebabkan oleh proses intrakranial.
Kejang terjadi karena kenaikan suhu tubuh, bukan karena gangguan keseimbangan
elektrolit atau metabolik lainnya. Bila ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya
(unprovoked seizure) maka tidak disebut kejang demam. Bayi berusia kurang dari 1
bulan tidak termasuk dalam rekomendasi ini melainkan termasuk dalam kejang
neonatus.1,4
3.1.2 Epidemiologi
Angka kejadian kejang demam bervariasi diberbagai negara. Hampir 1,5 juta
kejadian kejang demam terjadi di USA tiap tahunnya, dan sebagian besar terjadi
dalam rentang usia 6 hingga 36 bulan, dengan puncak pada usia 18 bulan. 4 Prevalensi
kejang demam di daerah Eropa Barat dan Amerika berkisar 2 - 4% tahun. 9 Prevalensi
tersebut meningkat dua kali lipat di Asia.Angka kejadian demam di India sebesar 5-
10% dan di Jepang 8,3% - 9,9%.4,5
Di Indonesia sendiri angka kejadian kejang demam dilaporkan mencapai 2 - 4
% di tahun 2005 -2006. Provinsi jawa tengah 2-3% pada tahun 2005 - 2006 dan di
rumah sakit Roesmani Semarang mencapai 2% pada tahun 2004 – 2006.6
Hampir 80% kasus adalah kejang demam sederhana (kejang <15 menit,
umum, tonik atau klonik, berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal atau berulang dalam
waktu 24 jam). Sedangkan 20% kasus merupakan kejang demam komplikata (kejang
>15 menit, fokal atau kejang umum didahului kejang parsial, berulang atau lebih dari
satu kali dalam 24 jam).5
3.1.3 Etiologi kejang demam
Terdapat interaksi 3 faktor sebagai penyebab kejang demam, yaitu (1)
Imaturitas otak dan termoregulator, (2) Demam dimana kebutuhan oksigen
meningkat, (3) Predisposisi genetik : >7 lokus kromosom (poligenik autosomal
dominan).7
Beberapa kondisi yang dapat menimbulkan kejang demam : 4,7
1. Demam yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut,
pneumonia, gastroenteritis, dan infeksi saluran kemih.
2. Produk toksik dari mikroorganisme
3. Respon alergi terhadap infeksi
4. Ketidakseimbangan/ gagguan elektrolit
5. Ensefalitis viral yang ringan, yang tidak diketahui, atau ensefalopati toksik

3.1.4 Faktor risiko kejang demam


Kejang demam dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut ini:
a. Faktor usia
Umur sebagai faktor risiko kejang demam terkait dengan fase
perkembangan otak yaitu masa developmental window. Masa developmental window
merupakan masa perkembangan otak fase organisasi yaitu pada waktu anak berumur
kurang dari 2 tahun. Anak pada umur di bawah 2 tahun mempunyai nilai ambang
kejang (threshold) yang rendah sehingga mudah terjadi kejang demam. Anak berumur
di bawah 2 tahun dengan otak yang belum matang juga mempunyai excitability
neuron lebih tinggi dibandingkan otak yang sudah matang. Regulasi ion Na +, K+, dan
Ca++ belum sempurna, sehingga mengakibatkan gangguan repolarisasi paska
depolarisasi dan meningkatkan excitability neuron.8
Dalam sebah penelitian dikatakan bahwa sekitar sepertiga penderita
kejang demam akan mengalami kekambuhan satu kali atau lebih dan kekambuhan
paling besar terjadi pada tahun pertama. Kemungkinan kambuh tersebut akan lebih
besar bila kejang demam pertama terjadi pada usia kurang dari satu tahun, terdapat
riwayat keluarga yang mengalami kejang demam, temperatur rendah saat terjadi
kejang, cepatnya kejang setelah demam.9,10
Usia rata-ratamulainya kejang demam berkisar antara 18- 22 bulan dan penelitian
Lumbantobingmemperlihatkan bahwa usia waktuterjadinya kejang demam pertama
yangterbanyak mengalami kejang demam padaumur 1 - 6 bulan (25%) dan 6 - 12
bulan(30%) dan umur 1 - 2 tahun (28,6%), serta2 - 3 tahun (6,3%).9
b. Jenis kelamin
Dari berbagai penelitian didapatkan bahwa kejang demam lebih sering dijumpai pada
anak laki-laki daripada perempuan dengan perbandingan sekitar 1,4:1 dan 1,2:1.9
c. Sifat kejang
Pada sebagian besar kejang demam, kejang bersifat umum atau simetris.9
d. Lama kejang
Sebagian besar kejang demam berlangsung singkat (kurang dari 15 menit).9
Perkembangan mental dan neurologis umumnya tetap normal pada pasien yang
sebelumnya normal. Penelitian lain secara restrospektif melaporkan kelainan
neurologis pada sebagian kecil kasus, dan kelainan ini biasanya terjadi pada kasus
dengan kejang lama atau kejang berulang baik umum maupun fokal.6
e. Suhu saat kejang
Suhu yang dapat mencetuskan kejang adalah suhu sebelum terjadinya kejang.
Umunya orang tua membawa anaknya ke rumah sakit setelah terjadinya kejang.
Menurut penelitian Lumbantobing, suhu rata-rata per rektal setelah terjadi kejang
adalah 39ºC.9
f. Riwayat kejang keluarga
Penderita kejang demam mempunyaisaudara pernah menderita kejang
demammempunyai risiko sebesar 2,7% sedangkanapabila penderita tersebut
mempunyaisalah satu orang tua dengan riwayatpernah menderita kejang
demam makarisiko untuk terjadi bangkitan kejangdemam meningkat menjadi
10% danapabila ke dua orang tua penderita tersebutmempunyai riwayat pernah
menderitakejang demam risiko tersebut meningkatmenjadi 20%.
g. Riwayat kelahiran
Bayi yang lahirprematuremempunyai risiko untuk menderita kejang demam 4,9 kali
lebihbesar dibanding anak yang lahir tidakpremature. Bayi yang mengalami
traumalahir dapat mengalami pendarahanintraventrikuler, keadaan ini
akanmenimbulkan gangguan struktur serebraldengan kejang sebagai salah
satumanifestasi klinisnya.9

3.1.5 Klasifikasi kejang demam


Kejang demam diklasifikasikan menjadi:1,11
Kejang demam sederhana Kejang demam kompleks
Berlangsung singkat, <15 menit Kejang lama >15 menit
Kejang umum tonik dan atau klonik, umumny Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kej
a berhenti sendiri, tanpa gerakan fokal ang umum didahului kejang parsial
Tidak berulang dalam waktu 24 jam Berulang dalam waktu 24 jam

Jika kejang demam berlangsung lebih dari 30 menit (baik kejang tunggal ma
upun kejang berulang) tanpa pulihnya kesadaran di antara kejang, diklasifikasikan seb
agai febrile status epilepticus.12

3.1.6 Mekanisme kejang demam3


Kejang merupakan manifestasi klinik akibat terjadinya pelepasan muatan
listrik yang berlebihan di sel neuron otak karena gangguan fungsi pada neuron
tersebut baik berupa fisiologi, biokimiawi, aupun anatomi.
Pada saat kejang demam kebutuhan konsumsi energi di otak, jantung, otot
akan meningkat serta terjadi gangguan pusat pengatur suhu yang akan menyebabkan
kejang bertambah lama sehingga kerusakan otak akan semaki bertambah. Kejang
demam yang berlangsung lama dapat menimbulkan kerusakan anatomi otak berupa
kehilangan neuron dan gliosis pada daerah yang merupakan prekursor timbulnya
epilepsi yang berlatar belakang kejang demam.

Terdapat beberapa teori mengenai mekanisme kejang demam :


1. Gangguan pembentukan ATP misalnya pada hipoksemia, iskemia, dan
hipoglikemia
2. Perubahan permeabilitas membran sel syaraf misalnya pada hipokalsemia,
hipomagnesia
3. Perubahan relatif neurotransmitter yang bersifat eksitasi meyebabkan
depolarisasi yang berlebihan misalnya pada ketidakseimbangan GABA
(inhibitor) dan glutamat (eksitator)
4.
3.1.7 Penilaian klinis kejang demam
Dalam menentukan diagnosis kejang demam, gejala klinis merupakan
petunjuk yang sangat diperlukan. Umumnya serangan terjadi tonik-klonik, awalnya
bias berupa menangis, kemudian tak sadar dan timbul kekakuan otot. Kemudian
diikuti fase klonik berulang, ritmik sampai pada kejang lethargi atau tertidur. Bentuk
kejang lain dapat berupa mata mendelik keatas disertai kekakuan otot.
Evaluasi awal harus terfokus pada penentuan sumber demam, riwayat
keluarga dengan kejang demam atau epilepsi, imunisasi, penggunaan antibiotik,
durasi kejang dan pemanjangan fase postictal. Ketika terjadi kejang demam, hal hal
yang harus diperhatikan adalah adanya tanda meningeal dan level kesadaran anak.13
Anamnesis7
- Adanya kejang, jenis kejang, kesadaran, lama kejang
- Suhu sebelum/saat kejang, frekuensi dalam 24 jam, interval, keadaan anak
pasca kejang, penyebab demam di luar infeksi susunan saraf pusat (gejala
infeksi saluran napas akut/ISPA, infeksi saluran kemih/ISK, otitis media
akut/OMA, dan sebagainya)
- Riwayat perinatal, riwayat perkembangan, riwayat kejang demam dan
epilepsi dalam keluarga

Pemeriksaan Fisik7
- Kesadaran: apakah terdapat penurunan kesadaran, suhu tubuh: apakah
terdapat demam
- Tanda rangsang meningeal: kaku kuduk, Brudzinski I dan II, Kernique
- Tanda peningkatan tekanan intrakranial: ubun-ubun besar (UUB)
membonjol, papil edema
- Tanda infeksi di luar SSP: ISPA, ISK, OMA, dan sebagainya
- Pemeriksaan neurologi: tonus, motorik, reflek fisiologis, refleks patologis

3.1.8 Pemeriksaan penunjang1,10


1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang demam, te
tapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam, atau kead
aan lain misalnya gastroenteritis dehidrasi disertai demam. Pemeriksaan laboratorium
yang dapat dikerjakan misalnya darah perifer, elektrolit dan gula darah
2. Pungsi lumbal
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Risiko terjadinya meningitis bakterialis
adalah 0,6%-6,7%.
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis
meningitis karena manifestasi klinisnya tidak jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal
dianjurkan pada:
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2. Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi lumbal.
3. Elektroensefalografi
Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi berulangnya
kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian epilepsi pada pasien kejang
demam. Oleh karenanya tidak direkomendasikan
Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam yang
tidak khas. Misalnya: kejang demam kompleks pada anak usia lebih dari 6 tahun, atau
kejang demam fokal.
4. Pemeriksaan radiologis
Foto X-ray kepala dan pencitraan seperti computed tomography scan (CT-
scan) atau magnetic resonance imaging (MRI) jarang sekali dikerjakan, tidak rutin
dan hanya atas indikasi seperti:
1. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
2. Paresis nervus VI
3. Papiledema

3.1.9 Penatalaksanaan kejang demam1,2,10


1. Tatalaksana saat kejang
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu pasien datang
kejang sudah berhenti. Apabila datang dalam keadaan kejang obat yang paling cepat
untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara intravena. Dosis
diazepam intravena adalah 0,3-0,5 mg/kg perlahan-lahan dengan kecepatan 1-2
mg/menit atau dalam waktu 3-5 menit, dengan dosis maksimal 20 mg.
Obat yang praktis dan dapat diberikan oleh orang tua atau di rumah adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kg atau diazepam rektal 5
mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan
lebih dari 10 kg. Atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg untuk anak dibawah usia 3
tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3 tahun (lihat bagan penatalaksanaan
kejang demam)
Bila setelah pemberian diazepam rektal kejang belum berhenti, dapat diulang lagi
dengan cara dan dosis yang sama dengan interval waktu 5 menit. Bila setelah 2 kali
pemberian diazepam rektal masih tetap kejang, dianjurkan ke rumah sakit. Di rumah
sakit dapat diberikan diazepam intravena dengan dosis 0,3-0,5 mg/kg. Bila kejang
tetap belum berhenti diberikan fenitoin secara intravena dengan dosis awal 10-20
mg/kg/kali dengan kecepatan 1 mg/kg/menit atau kurang dari 50 mg/menit. Bila
kejang berhenti dosis selanjutnya adalah 4-8 mg/kg/hari, dimulai 12 jam setelah dosis
awal. Bila dengan fenitoin kejang belum berhenti maka pasien harus dirawat di ruang
rawat intensif.
Kejang

Diazepam rectal 5 mg anak dengan BB <10 kg


10 mg untuk BB >10 kg
Max 2 kali dengan jarak 5 menit

Di rumah sakit
Pencarian akses vena
Lab: darah tepi, gula darah , elektrolit

Kejang (+)
Diazepam iv 0,3-0,5 mg/kg BB
Kecepatan 0,5-1 mg/menit, max 20 mg

Kejang (+)
Fenitoin bolus iv 10-20mg/kgBB
Kecepatan 0,5-1 mg/kgBB/menit, max 1000 mg

Kejang (-)
Fenitoin iv 5-7
Kejang (+) mg /kgBB/hari
Kejang (-)
Phenobarbital 20mg/kg/iv
Phenobarbital 3-
(rate >5-10menit; max 1 g)
4 mg/kgBB/hari

transfer ke ICU Kejang (+)


Midazolam 0,2 mg/ kgBB bolus
dilanjutkan infus 0,1-0,4 mg/kgBB/jam

Kejang (+), Propofol 3-5mg/kg/infusion

Rawat1 Algoritma Penatalaksanaan Serangan Kejang1


Gambar
Indikasi
- Kejang demam kompleks
- Hiperpireksia
- Usia di bawah 12 bulan
- Kejang demam pertama kali
- Pasca kejang tidak sadar

Kemungkinan berulangnya kejang demam1,7


- Onset yang muda saat terjadi kejang demam (<15 bulan)
- Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
- Riwayat kejang demam dalam keluarga
- Banyaknya episode kejang demam yang terjadi sebelumnya
- Temperatur yang rendah saat kejang
- Cepatnya kejang setelah demam

2. Pemberian obat saat demam1


a. Antipiretik
Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko
terjadinya kejang demam. Meskipun demikian, dokter neurologi anak di Indonesia
sepakat bahwa antipiretik tetap diberikan. Dosis paracetamol yang digunakan adalah
10-15 mg/kgBB/kali diberikan tiap 4-6 jam. Dosis ibuprofen 5-10 mg/kgBB/kali 3-4
kali sehari. Meskipun jarang, asam asetilsalisilat dapat menyebabkan sindrom Reye
terutama pada anak kurang dari 18 bulan, sehingga penggunaan asam asetilsalisilat
tidak dianjurkan
b. Antikonvulsan
 Antikonvulsan intermiten
Yang dimaksud dengan obat antikonvulsan intermiten adalah obat
antikonvulsan yang diberikan hanya pada saat demam.
Profilaksis intermiter diberikan pada kejang demam dengan salah satu faktor risiko :
o Kelainan neurologis berat, misalnya cerebral palsy
o Berulang 4 kali atau lebih dalam setahun
o Usia <6 bulan
o Bila kejang terjadi pada suhu tubuh kurang dari 39oC
o Apabila pada episode kejang demam sebelumnya, suhu tubuh

meningkat dengan cepat


Obat yang digunakan adalah diazepam oral 0,3 mg/kgBB/kali per oral atau
rektal 0,5 mg/kgBB/kali (5mg untuk berat badan <12 kg dan 10 mg untuk berat badan
>12 kg), sebanyak 3 kali sehari, dengan dosis maksimum diazepam 7,5 mg/kali.
Diazepam intermiten diberikan selama 48 jam pertama demam. Perlu diinformasikan
pada orangtua bahwa dosis tersebut cukup tinggi dan dapat menyebabkan ataksia,
iritabilitas, serta sedasi.
 Antikonvulsan rumatan
Berdasarkan bukti ilmiah bahwa kejang demam tidak berbahaya dan
penggunaan obat dapat menyebabkan efek samping yang tidak diinginkan, maka
pengobatan rumat hanya diberikan terhadap kasus selektif dan dalam jangka pendek.
Indikasi pengobatan rumat :
o Kejang fokal
o Kejang lama >15 menit
o Terdapat kelainan neurologis yang nyata sebelum dan sesudah

kejang, misal cerebral palsy, hidrosefalus, dan hemiparesis


Pengobatan jangka panjang dipertimbangkan jika:
 Kejang berulang 2 kali/lebih dalam 24 jam
 Kejang demam terjadi pada bayi kurang dari 12 bulan
 Kejang demam ≥ 4 kali per tahun
Pemberian obat fenobarbital atau asam valproat setiap hari efektif dalam
menurunkan risiko berulangnya kejang. Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat
menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan belajar pada 40 – 50% kasus. Obat
pilihan saat ini adalah asam valproat. Pada sebagian kecil kasus, terutama yang
berumur kurang dari 2 tahun, asam valproat dapat menyebabkan gangguan fungsi
hati. Dosis asam valproat adalah 15-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, dan
fenobarbital 3-4 mg/kgBB/hari dalam 1-2 dosis.
Pengobatan diberikan selama 1 tahun, penghentian pengobatan rumat untuk
kejang demam tidak membutuhkan tappering-off, namun dilakukan pada saat anak
tidak sedang demam.

3.1.10 Tinjauan kasus:Diagnosis Kejang Demam


Diagnosis Kejang demam ditegakkan berdasar anamnesis dan pemeriksaan
fisik. Pada kasus ini, diagnosis kejang demam didasarkan pada:
Data Anamnesa
1. Usia anak (pada kasus ini, usia anak 1 tahun 1 bulan)
Umur 6 bulan sampai 5 tahun menjadi faktor risiko terjadinya kejang yang
didahului demam. Hal ini disebabkan nilai ambang kejang (treshold) rendah, sehingga
mudah menyebabkan hiper-eksitabilitas neuron otak.
2. Demam merupakan faktor utama timbulnya bangkitan kejang
Pada kasus ini, demam timbul 6 jam sebelum timbulnya kejang.
Demam timbul pada kasus ini disebabkan oleh infeksi yakni ISPA. Pada infeksi,
dilepaskan pirogen endogen (IL-1 dan prostaglandin) yang berperan pada kenaikan
suhu dan eksitabilitas neuron serta menurunkan nilai ambang kejang. Penurunan nilai
ambang kejang didasarkan pengaruhnya terhadap kanal ion dan metabolisme selular
serta produksi ATP di neuron otak. Disamping itu, demam dapat merusak reseptor
GABA, sehingga efek inhibisi neuron terganggu.
- Tidak didapatkan riwayat kejang tanpa didahului demam pada anak
- Tidak ada faktor risiko keluarga dengan kejang demam
- Tidak ada trauma kepala atau penurunan kesadaran sebelumnya.
- Perkembangan anak sesuai umur, tidak didapatkan kelainan neurologis
sebelum timbulnya kejang.

3. Riwayat natal, natal, perinatal yang baik pada anak.


Riwayat kehamilan, persalinan, dan perawatan post natal sebagai faktor risiko
terjadinya kejang dikaitkan dengan pematangan otak maupun jejas otak akibat
prematuritas maupun proses persalinan. Beberapa masalah yang sering berakibat
kerusakan anatomik otak anak: ibu merokok saat hamil, ibu eklampsia, bayi lahir
preterm, bayi asfiksia, IUFG (Intra Uterin Growth Retardation).
Pada pasien ini riwayat prenatal, pemeliharaan prenatal (ANC) di bidan rutin 1x.
Selama hamil ibu penderita tidak sakit, tidak pernah minum jamu, minum vitamin dan
tablet tambah darah yang diberikan bidan saat usia 38 minggu, tidak pernah
mengonsumsi obat diluar resep dokter. Bayi laki-laki lahir dari ibu G6P5A0, usia saat
melahirkan 36 tahun, spontan, ditolong bidan, trauma dalam kehamilan disangkal,
infeksi selama kehamilan disangkal, riwayat tekanan darah tinggi selama kehamilan
disangkal, riwayat kejang selama kehamilan disangkal, riwayat ketuban pecah dini
disangkal, riwayat minum jamu-jamuan disangkal, riwayat demam tinggi disangkal,
riwayat foto rontgen selama hamil disangkal. Anak dipantau pertumbuhannya di
Posyandu yang diadakan setiap bulan, di RW setempat. Anak dibawa ke Puskesmas
untuk mendapatkan imunisasi, anak dalam keadaan sehat.

Pemeriksaan Fisik
Anak sadar, kurang aktif, tidak kejang, napas spontan adekuat.
Tanda Vital
Nadi : 132 x / menit, isi dan tegangan cukup
Frekuensi nafas : 24 x / menit
Suhu : 38,1°C.
Didapatkan anak demam, batuk, terdapat discharge serous pada hidung. Pada
pemeriksaan genital tidak didapatkan fimosis dan OUE tidak hiperemis.
Pemeriksaan paru, jantung, abdomen, ekstermitas, dalam batas normal.

Pemeriksaan neurologis
Tidak didapatkan defisit neurologis (motorik, sensorik, autonom, kesadaran, dan
fungsi luhur) maupun tanda rangsang meningeal, sehingga dapat disingkirkan
penyebab kejang yang lain yaitu infeksi susunan saraf pusat, seperti meningitis,
ensefalitis dan meningoencepalitis.

Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan darah rutin ditemukan leukositosis. Pemeriksaan urin rutin dalam
batas normal.

Kejang demam dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu Kejang Demam Sederhana


(Simpleks) dan Kejang Demam Kompleks. Kejang demam pada kasus ini merupakan
Kejang Demam Simpleks, karena memenuhi kriteria:
1. Berlangsung singkat, <15 menit
2. Kejang umum tonik dan atau klonik, umumnya berhenti sendiri, tanpa
gerakan fokal
3. Tidak berulang dalam waktu 24 jam
Pada kasus ini, kejang pada anak merupakan kejang yang kedua kali dengan
frekuensi sebanyak 1x dalam 24 jam dengan karakteristik: kejang ±10 menit, Tipe
kejang : Tangan dan kaki kaku, mata mendelik ke atas diikuti kejang kelojotan seluruh
badan. Sebelum dan sesudah kejang anak sadar, saat kejang anak tidak sadar, sehingga
diagnosis Kejang Demam Simpleks dapat ditegakkan.
Faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang berulang adalah .
1. Usia saat kejang pertama kali kurang dari 18 bulan
2. Adanya riwayat kejang demam dalam satu tingkat hubungan keluarga
(saudara kandung, ayah, ibu)
3. Kejang demam terjadi pada suhu tidak terlalu tinggi (<104oF, rektal)
4. Jarak antara awal panas dan terjadinya kejang < 1 jam
Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari:
1. Kelainan neurologis atau perkembangan yang jelas sebelum kejang demam
pertama
2. Kejang demam kompleks
3. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung.
Pada kasus ini, terdapat faktor risiko kemungkinan terjadinya kejang berulang, yaitu
usia saat pertama kali kejang kurang dari 18 bulan (kejang pertama kali 1 tahun yang
lalu). Tidak terdapat faktor risiko kemungkinan terjadinya epilepsi. Namun,
pengendalian suhu saat demam perlu dilakukan karena anak memiliki riwayat kejang
demam.

3.1.11 Tinjauan Kasus : Pengelolaan Kejang Demam Sederhana


Pengelolaan pasien pada kejang demam meliputi

a. Aspek Medikamentosa

Tindakan pertama pada pasien kejang demam adalah manajemen jalan nafas,
oksigen bila diperlukan, perawatan suportif, dan antikonvulsan untuk memutus
kejang.
Pada pasien ini diberikan, paracetamol 150 mg p.o 4x/hari (bila demam ≥ 38o
C), dan diazepam 1,5 mg/8 jam p.o (bila demam ≥ 38,5o C) sebagai profilaksis
intermiten saat pasien demam. Jika pasien kejang, diberikan injeksi Diazepam 6 mg
i.v bolus pelan dan O2 nasal kanul 2L/menit.

b. Aspek Dietetik
Kebutuhan cairan penderita kejang demam perlu memperhatikan kenaikan
suhu badan, dimana kenaikan suhu badan lebih dari 37°C memerlukan koreksi
12,5% setiap kenaikan suhu 1°C. Pada saat pemeriksaan, pasien sudah tidak
mengalami demam. Kebutuhan 24 jam pasien ini adalah:
BBS : 12 kg BBA : 12 kg
Cairan : (100 x 10 kg) + (50 x 2 kg)= 1100 cc
Kalori : 100 x 12kg = 1200 Kcal
Protein : 1,43 x 12 kg = 14,76 gram
Diet yang diberikan untuk memenuhi kebutuhan pasien berupa bubur 3x 1/2
nasi dan 6 x 100cc susu ditambah infus D5% ½NS 480/20/5 tpm.

c. Aspek Keperawatan
Penderita ini perlu rawat inap agar dapat dilakukan pengawasan dan
pemeriksaan lebih lanjut guna menemukan etiologi dari kejang demam dan mencegah
kejang berulang. Selain itu, kejang merupakan kejang yang kedua kali, namun orang
tua masih belum paham penanganan saat kejang berlangsung.
Pada penderita kejang harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut :
- pakaian dibuka agar longgar
- posisi kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung
ketika kejang
- menurunkan panas dengan memberi obat penurun panas dan kompres
- memberikan oksigenasi ketika anak kejang
- memberikan obat pemutus kejang bila timbul kejang
- pemantauan tanda vital

d. Aspek Edukasi
Penjelasan yang diberikan kepada ibu penderita adalah :
- Memberikan informasi kemungkinan kejang kembali terutama bila anak
demam tinggi
- Menjelaskan kepada orang tua untuk segera memberikan obat penurun panas
bila suhu tubuh anak ≥38°C.
- Menjelaskan cara penanganan kejang dengan bahasa yang mudah dipahami
oleh orangtua (cara memberikan diazepam rektal).
- Memberi saran kepada orang tua untuk memiliki termometer, sehingga dapat
memantau suhu tubuh anak dan tahu kapan harus memberi obat penurun panas
dan obat profilaksis kejang demam (diazepam oral).

e. Prognosis
Prognosis dari kasus ini, yaitu untuk kesembuhan/kekambuhan (quo ad
sanam) adalah dubia ad bonam karena kejang demam dapat berulang bila anak
mengalami demam, tetapi dapat dicegah dengan pemberian penurun panas dan
profilaksis intermiten (diazepam oral) yang diberikan saat anak demam. Untuk
kehidupan (quo ad vitam) adalah ad bonam karena mortalitas kejang demam sangat
rendah. Untuk fungsional (quo ad fungsional) adalah ad bonam karena sebagian besar
penderita kejang demam sembuh tanpa cacat, sebagian kecil berkembang menjadi
epilepsi dan sangat jarang akan meninggalkan gejala sisa berupa gangguan neurologis
atau perkembangan mental.8
B. PENATALAKSANAAN KOMPREHENSIF DAN HOLISTIK
Sesuai dengan prinsip pengelolaan pasien secara komprehensif dan holistik, maka
pada pasien tidak hanya diperhatikan dari segi kuratifnya saja, tetapi juga meliputi
upaya promotif, preventif, rehabilitatif dan psikososial. Upaya promotif dan preventif
dilakukan agar anak tidak sakit atau tidak mengalami kecacatan, sedang upaya kuratif
dan rehabilitatif dilakukan agar anak sembuh dan tidak cacat atau kembali pada
lingkungannya semula dengan memperhatikan faktor psikososial anak.

1. Kuratif
Adalah upaya untuk mendiagnosis seawal mungkin dan mengobati secara
tepat dan rasional terhadap individu yang terserang penyakit. Upaya kuratif
yang dilakukan pada penderita ini meliputi:
a. Terapi Suportif:
- Kecukupan kebutuhan cairan dan elektrolit
Infus D5% ½NS 480/20/5 tetes per menit
- Atasi demam
Parasetamol 120 mg p.o 4x/hari (bila demam ≥ 38o C)
- Oksigenasi
O2 nasal kanul 2L/menit (bila kejang)
b. Medikamentosa
Dalam penanggulagan kejang demam, perlu diperhatikan 4 faktor,
yaitu menghentikan kejang secepat mungkin, pengobatan penunjang,,
memberikan rumatan, dan mencari serta mencegah kejang berulang.
Anti konvulsan Pemotong kejang:
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg
dan 10 mg untuk berat badan lebih dari 10 kg atau injeksi Diazepam
dosis 0,3 – 0,5 mg/kg/BB/kali intravena dalam 3-5 menit. Pada kasus
ini diberikan Diazepan 7 mg i.v dengan kecepatan 0,5 – 1 mg permenit
(bila kejang).
1. Antikonvulsan Maintenance:
Diazepam 1,5 mg/8 jam p.o (bila demam ≥ 38,5o C)
Selama dirawat di RSDK, anak tidak minum Diazepam
2,5mg/8jam, per oral karena anak tidak demam
2. Antibiotik empiris : Amoxicillin 250 mg / 8 jam p.o
(selama 5 hari)

c. Dietetik
Kebutuhan cairan pada penderita kejang demam memerlukan
koreksi 12,5% setiap kenaikan suhu 1 0C. Pada kasus ini, anak sudah
tidak demam sehingga kebutuhan cairan 24 jam adalah 110cc.
Digunakan Infus D5% ½NS 5 tetes per menit, dengan kandungan cairan
480cc dan 81,6 kkal. Selain diberikan bubur 3x1/2, anak juga diberikan
susu formula Lactogen 2, 6 kali sehari @100cc.

2. Preventif
Adalah usaha-usaha untuk mencegah timbulnya suatu penyakit dan mencegah
terjangkitnya penyakit tersebut. Ada tiga tingkat upaya pencegahan yang dapat
dilakukan yaitu pencegahan primer, sekunder dan tertier. Pencegahan primer
merupakan tingkat pencegahan awal untuk menghindari atau mengatasi faktor resiko.
Pencegahan sekunder untuk deteksi dini penyakit sebelum penyakit menimbulkan
gejala yang khas. Pencegahan tertier dengan melakukan tindakan klinis untuk
mencegah kerusakan lebih lanjut atau mengurangi komplikasi setelah penyakit
tersebut diketahui.
Terdapat beberapa upaya preventif yang perlu diedukasikan kepada orangtua
mengenai kejang demam yaitu:
1. Pada saat anak demam, ukur dengan termometer, bila suhu tubuh anak
diatas 37,50C , segera kompres anak dengan kain hangat. Obat penurun
panas yang mengandung parasetamol diberikan pada anak yang panas
nya terus meningkat, meskipun dengan kompres. Pada anak yang
pernah mengalami kejang demam, berikan informasi bahwa kejang
dapat berulang kembali bila anak demam.
2. Bila anak kejang:
- Pindahkan benda – benda keras atau tajam yang berada dekat anak
untuk mencegah cedera bila anak sedang kejang.
- Bila kejang disertai muntah, miringkan tubuh anak untuk menghindari
tertelannya cairan muntahnya sendiri yang bisa mengganggu
pernafasan, dan jangan memasukkan benda apapun ke dalam mulut
anak.
- Bila kejang terjadi, dapat diberikan obat diazepam rectal yang
dimasukkan ke dubur.
- Jangan memberi minuman ataupun makanan segera setelah berhenti
kejang, tunggu beberapa saat setelah anak benar – benar sadar untuk
menghindari anak tersedak.
3. Segera bawa anak ke dokter atau klinik untuk mendapat pertolongan
lebih lanjut. Jangan terpaku hanya pada lamanya kejang dan usahakan
untuk mencari dokter atau klinik yang terdekat dengan rumah untuk
menghindari resiko yang lebih berbahaya akibat terlambat mendapat
pertolongan pertama.

3. Promotif
Adalah upaya penyuluhan yang bertujuan untuk merubah kebiasaan yang
kurang baik dalam masyarakat agar berperilaku sehat dan ikut serta berperan aktif
dalam bidang kesehatan. Dalam kasus ini, upaya promotif yang dapat dilakukan yaitu:
1. Pengetahuan tentang kejang demam
Kejang merupakan peristiwa yang menakutkan bagi orangtua. Pada saat
kejang, orang tua menganggap bahwa anaknya akan meninggal, pemikiran ini dapat
diubah dengan pengetahuan penyebab kejang demam, penanganan kejang demam di
rumah, dan hal – hal yang dilakukan untuk mencegah terjadinya kejang demam. Hal
ini dapat dilakukan dengan penyuluhan atau media massa, seperti poster, atau brosur.
2. Pengetahuan mengenai Imunisasi
Masyarakat memerlukan pentingnya imunisasi untuk meningkatkan kekebalan tubuh
secara aktif terhadap suatu penyakit, sehingga mencegah infeksi penyakit tertentu,
tidak bermanifestasi menjadi berat (tidak cacat dan meninggal). Imunisasi yang tidak
sesuai umur dapat dilanjutkan sesuai jadwal.

3. Mencukupi kebutuhan dasar anak untuk tumbuh kembang yang meliputi:


o Asuh:memenuhi kebutuhan dasar (pangan, papan, perawatan kesehatan

dasar, pengobatan yang layak) dan memenuhi kebutuhan tambahan


(bermain).
o Asih: memberi rasa aman dan nyaman, dilindungi dan diperhatikan

(minat, keinginan dan pendapat anak), diberi contoh (bukan dipaksa),


dibantu, diberi dorongan, dihargai, penuh kegembiraan serta koreksi
(bukan ancaman/ hukuman)
o Asah: memberikan stimulasi emosional-sosial, kognitif, kreativitas,

kemandirian, kepemimpinan moral dan mental.

4. Rehabilitatif
Adalah upaya untuk menolong atau membantu anak terhadap
ketidakmampuannya dengan berbagai usaha, agar anak sedapat mungkin kembali
pada lingkungannya baik lingkungan sosial maupun keluarga. Untuk menjaga anak
tetap sehat, maka orang tua diberitahu untuk menjaga kualitas dan kuantitas gizi anak
sehari-hari di rumah, yaitu melanjutkan agar kebutuhan gizi anak tetap terpenuhi
dengan baik dan anak memiliki daya tahan tubuh yang baik pula sehingga tidak
mudah terserang penyakit infeksi yang mengakibatkan kejang demam.

5. Psikososial
Aspek psikososial adalah aspek yang berkaitan dengan emosi, sikap,
pengetahuan, perilaku, keterampilan, nilai-nilai sosial budaya, kepercayaan, dan adat
istiadat dilingkungan sekitar anak. Meliputi mikrosistem, mesosistem, eksosistem dan
makrosistem.
Mikrosistem meliputi interaksi anak dengan ibunya atau pengasuhnya. Ibu
/pengasuh berperan dalam pendidikan, gizi, imunisasi, dan pengobatan sederhana
pada anak.Ibu adalah orang pertama di rumah yang memegang peranan penting
terhadap proses tumbuh kembang anak dan perawatan anak ketika anak sakit.
Rendahnya pengetahuan ibu tentang kesehatan juga mempengaruhi sikap yang
diambil ketika anak sakit, seperti usaha mengobati sendiri. Pengetahuan ibu mengenai
kesehatan yang kurang juga menyebabkan kurangnya perhatian terhadap makanan
dan tumbuh kembang anak.
Mesosistem meliputi interaksi anak dengan anggota keluarga lain, lingkungan,
tetangga, keadaan rumah dan suasana rumah dimana anak tinggal.
- Interaksi sesama anggota keluarga
Keluarga yang tinggal serumah dengan pasien adalah ayah, ibu dan adik. Diberikan
edukasi agar orangtua dapat memberikan kasih sayang kepada sang anak,
menyempatkan waktu tiap hari untuk berinteraksi dengan anak, dan ikut memantau
perkembangan dan pertumbuhan sang anak, dan segera melapor ke puskesmas atau ke
dokter apabila anak mulai terlihat adanya keterlambatan pertumbuhan ataupun
perkembangannya.
- Ventilasi dan pencahayaan yang kurang
Pencahayaan yang kurang, diedukasikan kepada orangtua agar dapat
mennciptakan ventilasi rumah yang cukup guna pertukaran udara dan pencahayaan.
Rumah harus memiliki ventilasi luas >15 % Luas lantai rumah. Pencahayaan yang
baik juga mendukung pendidikan anak (untuk belajar di rumah). Dan ventilasi yang
baik juga berguna untuk mengatur sirkulasi pertukaran udara sehingga suasana
didalam rumah juga lebih sehat.
- Mengedukasikan orangtua untuk mulai memperkenalkan anak dengan
teman – teman sebayanya di lingkungan tempat tinggal.
Eksosistem merupakan lingkungan yang meliputi wilayah yang lebih luas.
Meliputi kebijaksanaan pemerintah daerah maupun informasi yang bisa diperoleh
seperti dari surat kabar maupun televisi. Pada kasus ini akses pengetahuan tentang apa
itu kejang demam, pentingnya mencegah infeksi, dan penanganan kejang demam.
Makrosistem yaitu berkaitan dengan kebijakan pemerintah, sosial budaya
masyarakat, dan lembaga non pemerintahan yang ikut andil dalam usaha tumbuh
kembang anak yang optimal.
- Ibu secara rutin dan teratur memeriksakan kesehatan dan memantau
perkembangan anaknya di Posyandu yang diadakan tiap bulan. Serta terus
mengikuti program imunisasi yang dianjurkan pemerintah.
- Keluarga mampu mengenalkan dan mengajarkan anak mengenai sosial
budaya dan norma yang berlaku di masyarakat.
- Pentingnya pemerintah memperhatikan tata kota dan daerah pemukiman
penduduk, guna meningkatkan kesehatan warga dan mencegah penyakit
menular.
- Rumah pasien berada di pinggir daerah rawan banjir dan kepadatan
penduduk yang tinggi.

C. PROGNOSIS
Prognosis kejang demam baik, kejang demam bersifat benigna. Angka
kematian berkisar 0,64% - 0,75%. Sebagian besar penderita kejang demam sembuh
tanpa cacat, sebagian kecil berkembang menjadi epilepsi, dan sangat jarang
meninggalkan gejala sisa berupa cacat neurologis atau gangguan mental. Sepertiga
penderita kejang demam pertama akan mengalami bangkitan ulang kejang demam.
Prognosis pasien ini
Prognosis untuk kehidupan (quo ad vitam) : baik (ad bonam) karena tidak ada
komplikasi, seperti defisit neurologis, serta keadaan pasien membaik. Prognosis untuk
kesembuhan (quo ad sanam) : baik (ad bonam) tampak dari keadaan umum dan tanda
vital. Prognosis membaiknya faal tubuh (quo ad fungsionam) : Baik (ad bonam)
karena tidak ada ancaman adanya sekuele, tidak ada deficit neurologis, ataupun
kecatatan tubu

Anda mungkin juga menyukai