Disusun Oleh :
Kelompok 3
1. Clara Emanuela P. (155040201111120)
2. Nugraha Alam (155040201111201)
3. Nadya Awaliah (155040201111216)
4. Siti Khodijah (155040201111225)
5. Muhamad Yuda P. (155040201111240)
2018
Negara Indonesia merupakan salah satu negara dengan gunung berapi
terbanyak di dunia dengan 400 gunung berapi, terdapat sekitar 192 buah gunung berapi
yang masih aktif dan sepanjang 700 km mulai dari Aceh sampai Nusa Tenggara dengan
luas daerah yang terancam terkena dampak letusan sekitar 16.670 km2 (Zamroni,
2011). Penyebaran gunung berapi di Indonesia merata membentuk suatu sabuk gunung
berapi. Peningkatan status 21 gunung berapi di Indonesia saat ini sedang dalam kondisi
yang membahayakan. Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana, 3 gunung
dalam status siaga dan 22 gunung dalam status waspada. Gunung berapi di Indonesia
paling banyak terletak di Pulau Jawa dengan jumlah 35 gunung berapi (Gambar 1).
Dilihat dari analisis landskap kelerengan menjadi salah satu faktor penting
penyebab terjadinya banjir yang berakibat longsor pada kecamatan Tirtoyudo, selain
itu informasi yang bersumber dari berita yang didapat bahwa penyebabnya adalah
kerusakan hutan pada lereng atas. Didukung dengan pernyataan Paimin dkk., (2009)
yang mengatakan bahwa Tanah longsor (landslide) adalah bentuk erosi (pemindahan
massa tanah) yang pengangkutan atau pemindahan tanahnya terjadi pada suatu saat
secara tiba-tiba dalam volume yang besar (sekaligus). Tanah longsor terjadi jika
dipenuhi 3 (tiga) keadaan, yaitu: (1) lereng cukup curam, (2) terdapat bidang peluncur
yang kedap air dibawah permukaan tanah, dan (3) terdapat cukup air dalam tanah di
atas lapisan kedap (bidang luncur) sehingga tanah jenuh air. Dapat dikatakan bahwa
penyebab bencana alam yang terjadi merupakan akibat dari bukan hanya hutan yang
gundul namun juga faktor geomorfologi wilayah dari Kecamatan Tirtoyudo seperti
kelerengan. Verstappen (1983) menyebutkan bahwa geomorfologi dapat didefinisikan
sebagai ilmu tentang bentuklahan (landform) yang membentuk permukaan bumi, baik
diatas maupun di bawah permukaan laut, genesis dan perkembangannya yang akan
datang, sejalan dengan konteks lingkungannya. Berdasarkan definisi bentuklahan
tersebut dapat diketahui bahwa bentuklahan adalah konfigurasi permukaan bumi yang
mempunyai relief khas, karena pengaruh kuat dari struktur kulit bumi dan bekerjanya
proses alam pada batuan penyusunnya di dalam ruang dan waktu tertentu. Cooke dan
Doornkamp (1994), menjelaskan konstribusi geomorfologi terhadap penilaian kejadian
gerakan massa, bahwa ada beberapa faktor yang perlu diketahui untuk menilai kejadian
gerakan massa/longsor tanah, yaitu: lereng, drainase, batuan dasar, tanah, bekas-bekas
longsor sebelumnya, iklim dan pengaruh aktivitas manusia. Mengacu pada berbagai
konsep tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan erat antara kondisi
geomorfologi suatu wilayah dengan karakteristik kejadian longsor tanah, karena faktor-
faktor penyusun bentuk lahan juga akan berpengaruh terhadap karakteristik longsor
tanah (Priyono, 2014).