Anda di halaman 1dari 3

Sepsis adalah respons sistemik penjamu terhadap infeksi dimana pathogen atau toksin

dilepaskan ke dalam sirkulasi darah sehingga terjadi aktivasi proses inflamasi. Sepsis
merupakan keadaan klinis yang berhubungan dengan manifestasi SIRS (systemic
inflammatory response syndrome).

Syok septic merupakan keadaan dimana terjadi penurunan tekanan daarah (tekanan
darah sistolik kurang dari 90mmHg atau penurunan tekanan darah sistolik lebih dari
40mmHg) disertai tanda kegagalan sirkulasi meskipun telah dilakukan resusitasi cairan
secara adkuat atau memerlukan vasopresor untuk mempetahankan tekanan darah dan
perfusi organ. Patofisiologi syok septic tidak telepas dari patofisiologi sepsis itu sendiri
dimana endotoksin yang dilepaskan mikroba akan menyebabkan proses inflamasi yang
melibatkan berbagai mediator inflamasi yaitu : sitokin, neutrofil, komplemen, NO dan
mediator lain. Proses inflamasi pada sepsis merupakan proses homeostatis dimana
terjadi keseimbangan antara inflamasi dan antiinflamasi. Bilamana terjadi proses
inflamasi yang melebihi kemampuan homeostatis, maka akan , terjadi proses inflamasi
yang maladaptive, sehingga terjadi berbagai proses inflamasi yang bersifat destruktif.
Berlanjutnya proses inflamasi yang maladaptive akan menyebabkan gangguan fungsi
berbagai organ yang dikenal sebagai disfungsi/gagal organ multiple(MODS/MOF).

Penatalaksanaan syok septic dengan yaitu :

Oksigenasi

Pada sepsis dapat terjadi hipoksemia dan hipoksia akibat disfungsi atau kegagalan
respirasi karena gangguan ventilasi maupun perfusi. Oksigenasi bertujuan mengatasi
hipoksia dengan upaya meningkatkan saturasi oksigen didarah, meningkatkan transport
oksigen dan memperbaiki utilasi oksigen di jaringan.

Terapi cairan

Hipovolemia dapat terjadi pada septic sebagai akibat peningkatan kapasitas vascular,
dehidrasi, perdarahan dan kebocoran kapiler. Hipovolemia pada sepsis perlu segera
diatasi dengan pemberian cairan baik kristaloid(Natrium klotrida 0,9% atau ringer
laktat), maupun koloid. Volume cairan yang diberikan perlu dimonitor agar tidak lebih
maupun kurang. Secara klinis respon terhadap pemberian cairan terlihat dari
peningkatan tekanan daran, penurunan frekuensi jantung, kecukupan isi nadi, perabaan
kulit dan ekstremitas, produksi urin dan membaiknya penurunan kesadaran. Perlu
diperhatikan tanda kelebihan cairan berupa peningkatan tekanan vena jugularis, ronki,
gallop S3 dan penurunan saturasi oksigen. Albumin merupakan proten plasma yang juga
berfungsi sebagai koloid. Albumin berfungsi memepertahankan tekanan onkotik
plasma. Pada keadaan serum albumin yang rendah (< 2 g/dl) disertai tekanan hidrostati
k melebihi tekanan onkotik plasma , maka koreksi albumin perlu dilakukan. Transfuse
eritrosit diperlukan pada keadaan perdarahan aktif atau bilamana kadar hemoglobin
yang rendah pada keadaan tertentu misalnya iskemia miokard dan renjatan septic. Kadar
yang akan dicapai sepsis dipertahanakan diatas 8 hingga 10 g/dl. Namun pertimbangan
pemberian bukan karena Hb semata, tetapi juga keadaan klinis pasien, sarana yang
tersedia, keuntungan dan kerugian pemberian transfusi.

Vassopresor dan inotropik

Vasopresor diberikan setelah keadaan hipovolemik teratasi dengan pemberian cairan


secara adekuat akan tetapi pasien masih mengalami hipotensi. Vasopresor diberikan
mulai dosis terendah secara titrasi untuk mencapai tekanan arteri rata-rata (MAP)
60mmHg, atau tekanan darah sistolik 90mmHg. Untuk vasopresor dapat digunakan
dopamine dengan dosis >8 mikogram/kgBB/menit. Norepinefrin 0,03-1,5
mcg/kg/menit, fenileferin 0,8-8 mcg/kg/menit atau epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit.
Sebagai inotropik yang dapat digunakan dobutamin dosis 2-2,8 mcg/kg/menit,
dopamine 3-8 mcg/kg/menit, epinefrin 0,1-0,5 mcg/kg/menit.

Bikarbonat

Bikarbonat digunakan bila mengkoreksi asidemia pada sepsis

Disfunsi renal

Pada keadaan oligurian perlu dipantau pemberian cairan. Dopamine dosis renal (1-3
mcg/kg/menit) seringkali diberikan mengatasi gangguan fungsi ginjal pada sepsis, akan
tetapi secara evidence bassed terapi ini tidak terbukti menurunkan mortalitas dan
menurunkan kebutuhan akan dialysis.

Nutrisi

Nutrisi merupakan terapi suportif. Pada sepsis terjadi stress yang menyebabkan
gangguan metabolisme berbagai zat nutrisi. Pada sepsis kecukupan gizi berupa kalori,
protein, asam lemak, cairan, vitamin dan mineral perlu diberikan sedini mungkin.
Pengendalian kadar glukosa darah perlu di lakukan oleh karena berbagai penelitian
menunjukan manfaat terhadap proses inflamasi dan penurunan mortalitas.

Diare kronik merupakan diare yang berlangsung lebih dari 2 minggu. Diare kronik
dapat berupa diare kronik berdarah, diare kronik berlemak dan diare kronik cair. Diare
kronik berdarah dapat terjadi karena Inflamatory bowel disease (IBD) dan penyakit
crohn. Penyebabnya juga bisa karena

Anda mungkin juga menyukai