Anda di halaman 1dari 8

4.2.

1 Antipsikosis
Obat antipsikosis juga dikenal sebagai `neuroleptik` dan secara salah diartikan sebagai
trankuiliser mayor. Obat antipsikosis pada umumnya membuat tenang tanpa mempengaruhi
kesadaran dan tanpa menyebabkan efek kegembiraan paradoksikal (paradoxical excitement)
namun tidak dapat dianggap hanya sebagai trankuiliser saja. Untuk kondisi seperti
skizofrenia, efek penenangnya merupakan hal penting nomor dua.
Pada penggunaan jangka pendek, digunakan untuk menenangkan pasien yang mengganggu
apapun psikopatologi yang mendasarinya, bisa karena skizofrenia, kerusakan otak, mania,
delirium toksik, atau depresi teragitasi. Obat antipsikotik digunakan untuk meredakan ansietas
berat tetapi ini juga hanya untuk penggunaan jangka pendek. Hanya ada sedikit informasi
tentang khasiat dan keamanan obat–obat antipsikotik pada anak–anak dan remaja, dan
kebanyakan informasi yang tersedia merupakan ekstrapolasi data orang dewasa. Tidak
mungkin membuat rekomendasi pengobatan untuk mengatasi gangguan psikosis, sindrom
Gilles de Tourette dan autisme. Pengobatan pada kondisi seperti itu harus dilakukan hanya
oleh dokter spesialis yang tepat.

Skizofrenia
Obat antipsikotik meringankan gejala psikotik florid (florid psychotic symptoms) seperti
gangguan berpikir, halusinasi, dan delusi serta mencegah kekambuhan. Walaupun seringkali
efektifitasnya lebih kecil pada pasien putus obat yang apatis, tetapi terkadang bermanfaat
dalam memicu efeknya. Pasien dengan skizofrenia akut memberikan respon yang lebih baik
daripada pasien dengan gejala kronik.
Pasien dengan diagnosis pasti skizofrenia, mungkin memerlukan pengobatan jangka panjang
dengan tujuan untuk mencegah perubahan manifestasi penyakit menjadi kronik setelah
episode pertama penyakit. Penghentian pengobatan membutuhkan pengawasan karena pasien
yang menampakkan hasil yang baik terhadap pengobatan dapat mengalami kekambuhan yang
lebih parah jika pengobatan dihentikan dengan tidak tepat. Kebutuhan untuk melanjutkan
terapi tidak dapat terlihat dengan segera karena seringkali kekambuhan tertunda selama
beberapa minggu setelah penghentian pengobatan.

Obat antipsikotik bekerja dengan menginterferensi transmisi dopaminergik pada otak dengan
menghambat reseptor dopamin D2, yang dapat meningkatkan efek ekstrapiramidal seperti
dijelaskan di bawah, serta efek hiperprolaktinemia. Obat antipsikosis dapat mempengaruhi
reseptor kolinergik, alfa adrenergik, histaminergik, serta serotonergik. Pemilihan obat
dipengaruhi oleh potensi efek samping dan sering dipandu berdasarkan kondisi perseorangan
misalnya efek psikologis dari potensi penambahan berat badan. Obat yang sering digunakan
pada anak adalah haloperidol, risperidon dan olanzapin.

Peringatan dan Kontraindikasi


Antipsikosis sebaiknya digunakan dengan hati–hati pada pasien dengan gangguan hati
(lampiran 2), gangguan ginjal (lampiran 3), penyakit kardiovaskular, penyakit parkinson
(dapat diperburuk oleh antipsikotik), epilepsi (dan kondisi yang mengarah ke epilepsi),
depresi, miastenia gravis, hipertrofi prostat, atau riwayat keluarga atau individu glaukoma
sudut sempit (hindari klorpromazin, perisiazin, dan proklorperazin pada kondisi ini).
Perhatian juga diperlukan pada penyakit saluran napas yang berat dan pada pasien dengan
riwayat jaundice atau yang memiliki riwayat diskrasia darah (Lakukan hitung darah jika
timbul infeksi atau demam yang tidak diketahui penyebabnya).
Antipsikotik sebaiknya digunakan dengan hati-hati pada pasien lansia, terutama yang rentan
terhadap hipotensi postural serta hipertermi atau hipotermi pada kondisi cuaca yang sangat
panas atau dingin. Pertimbangan serius sebaiknya diberikan sebelum meresepkan obat ini
pada pasien lansia. Fotosensitisasi dapat timbul pada dosis yang lebih tinggi, pasien sebaiknya
menghindari paparan sinar matahari langsung.

Obat antipsikotik mungkin dikontraindikasikan pada keadaan tidak sadar (koma), depresi
susunan saraf pusat, dan paeokromositoma. Sebagian besar antipsikotik lebih baik dihindari
selama kehamilan, kecualli jika sangat diperlukan dan disarankan untuk berhenti menyusui
selama menjalani pengobatan (lampiran 5) dan interaksi (lampiran 1).

Mengemudi
Mengantuk dapat mempengaruhi kemampuan dalam mengoperasikan sesuatu (misal
mengemudi atau menjalankan mesin), terutama pada awal terapi, dapat meningkatkan efek
alkohol.
Penghentian Obat
Penghentian obat antipsikotik setelah terapi jangka panjang sebaiknya dilakukan secara
bertahap dan diawasi secara ketat untuk menghindari risiko sindroma putus obat yang akut
atau kekambuhan yang cepat.
Efek samping
Gejala ekstrapiramidal adalah masalah yang paling mengganggu. Gejala ini paling sering
muncul pada penggunaan piperazin, fenotiazin (flufenazin, perfenazin, proklorperazin, dan
trifluoperazin), butiropenon (benperidol dan haloperidol) serta sediaan bentuk depot. Gejala
ini mudah dikenali tetapi tidak dapat diperkirakan secara akurat karena bergantung pada dosis,
jenis obat, dan kondisi individual pasien. Gejala ekstrapiramidal termasuk di antaranya:
- Gejala parkinson (termasuk tremor) yang akan timbul lebih sering pada orang dewasa atau
lansia dan dapat muncul secara bertahap.
- Distonia (pergerakan wajah dan tubuh yang tidak normal) dan diskinesia, yang lebih sering
terjadi pada anak atau dewasa muda dan muncul setelah pemberian hanya beberapa dosis.
- Akatisia (restlessness) yang secara karakteristik muncul setelah pemberian dosis awal yang
besar dan mungkin memperburuk kondisi yang sedang diobati.
- Tardive dyskinesia (ritmik, pergerakan lidah, wajah, rahang yang tidak disadari [invuntary
movements of tongue, face and jaw]) yang biasanya terjadi pada terapi jangka panjang atau
dengan pemberian dosis yang tinggi, tetapi dapat juga terjadi pada terapi jangka pendek
dengan dosis rendah. Tardive dyskinesia sementara dapat timbul setelah pemutusan obat.
Gejala parkinson tidak akan muncul jika obat dihentikan dan kemunculannya juga dapat
ditekan dengan pemberian obat antimuskarinik (bab 4.9.2). Bagaimanapun, pemberian secara
rutin dari obat tersebut tidak dibenarkan karena tidak semua pasien memberikan efek dan
karena obat–obat tersebut dapat memperburuk tardive dyskinesia.
Tardivedyskinesia sebaiknya menjadi perhatian utama karena mungkin dapat bersifat
permanen walau obat sudah dihentikan dan upaya pengobatan seringkali tidak efektif. Namun
demikian, penghentian obat pada tanda–tanda awal terjadinya tardive dyskinesia (gerakan
motorik otot lidah yang halus [fine vermicular movements of the tongue]) dapat menghentikan
terjadinya tardive dyskinesia secara penuh. Tardive dyskinesia muncul hampir sering,
terutama pada lansia, dan pengobatan harus hati–hati dan ditinjau ulang secara rutin.
Hipotensi dan gangguan pada pengaturan temperatur adalah efek samping terkait dosis dan
dapat menyebabkan jatuh yang berbahaya (dangerous falls) dan hipotermia atau hipertermia
pada lansia.
Sindrom keganasan neuroleptik (hipertermia, fluktuasi tingkat kesadaran, kekauan otot,
disfungsi otonom dengan palort, takikardi, tekanan darah yang labil, berkeringat dan
inkontinensia urin) jarang terjadi tetapi merupakan efek samping dengan potensi yang fatal
dari beberapa obat. Penghentian pemberian antipsikotik merupakan hal yang penting karena
tidak ada pengobatan yang terbukti efektif, tetapi pendinginan/cooling, bromokriptin, dan
dantrolen telah digunakan. Sindrom ini yang biasanya terjadi selama 5–7 hari setelah
penghentian pengobatan, mungkin terjadi setelah penggunaan sediaan depot. Efek samping
lainnya termasuk: mengantuk, agitasi, insomnia dan kegembiraan, konvulsi, pusing, sakit
kepala, bingung, gangguan gastro-intestinal, kongesti nasal, gejala anti muskarinik (seperti
mulut kering, konstipasi, micturition difficulty, dan pandangan kabur); gejala kardiovaskular
(seperti hipotensi, takikardi, dan aritmia); perubahan EKG (kasus kematian mendadak pernah
terjadi); efek endrokin seperti gangguan menstruasi, galaktorea, ginekomastia, impotensi, dan
peningkatan berat badan; diskrasia darah (seperti agranulositosis dan lekopenia),
fotosensitisasi, sensitisasi kontak, dan ruam kulit serta jaundice (termasuk kolestatik);
kekeruhan kornea dan lensa mata, dan pigmentasi keunguan pada kulit, kornea konjungtiva
dan retina.
Dosis berlebihan: untuk keracunan fenotiazin dan senyawa sejenis lihat pada Penanganan
Darurat pada Keracunan.
KLASIFIKASI ANTIPSIKOSIS
Derivat fenotiazin dapat dibagi menjadi 3 kelompok besar.
Kelompok 1: klorpromazin, levopromazin (metotrimeprazin), dan promazin, secara umum
ditandai dengan efek sedatif yang kuat, dan efek samping antimuskarinik sedang serta efek
samping ekstrapiramidal.
Kelompok 2: perisiazin dan pipotiazin, secara umum ditandai dengan sifat sedatif yang
sedang, tetapi efek samping efek esktrapiramidal yang lebih kecil dibanding kelompok 1 dan
3.
Kelompok 3: flufenazin, perfenazin, proklorperazin, dan trifluoperazin, ditandai secara umum
oleh efek sedatif yang lebih sedikit, efek antimuskarinik yang kecil, tetapi efek
ekstrapiramidal yang lebih besar dibanding kelompok 1 dan 2.
Obat dari kelompok kimia yang lain cenderung menyerupai fenotiazin pada kelompok 3.
Termasuk di dalamnya butirofenon (benperidol dan haloperidol); difenilbutilpiperidin
(pimozid), tioksantin (flupentiksol dan zuklopentiksol) serta benzamid tersubtitusi (suliprid)
Untuk rincian dari obat antipsikotik terbaru amisulprid, klozapin, olanzapin, kuetiapin,
risperidon, sertindol, dan zotepin, lihat pada Antipsikosis atiptikal.

PEMILIHAN
Seperti diindikasikan di atas, berbagai obat berbeda pada efek utama dan efek sampingnya.
Pemilihan obat dipengaruhi oleh tingkat sedasi yang diinginkan, dan kerentanan pasien
terhadap efek samping ekstrapiramidal. Bagaimanapun, perbedaan antara obat antispikotik
merupakan hal yang tidak begitu penting dibanding variasi respon pasien terhadap obat; lebih
lagi, toleransi terhadap efek sekunder seperti sedasi biasa terjadi. Antipsikosis atipikal
mungkin tepat jika efek samping ekstrapiramidal menjadi pertimbangan utama yang
diperhatikan (lihat pada Antipsikosis di bawah). Klozapin digunakan pada skizofrenia jika
antipiskosis lain tidak efektif atau tidak dapat ditoleransi. Peresepan lebih dari satu
antipsikosis pada waktu yang bersamaan tidak direkomendasikan; karena dapat menimbulkan
bahaya dan tidak ada bukti nyata yang menyatakan efek samping dapat
diminimalkan. Klorpromazin masih digunakan secara luas meskipun efek samping yang luas
terkait dengan penggunaan obat ini. Obat ini memiliki efek sedasi dan berguna untuk
mengendalikan pasien beringas (violent) tanpa menyebabkan pasien kehilangan kesadaran.
Keadaan agitasi pada lansia dapat dikendalikan tanpa menimbulkan kebingungan, satu dosis
10 hingga 25 mg sekali atau dua kali sehari biasanya sudah memadai.
Flupentiksol dan pimozid efek sedatifnya lebih sedikit dibanding
klorpromazin. Sulpirid pada dosis tinggi dapat mengendalikan gejala positip florid, tetapi
pada dosis yang lebih rendah memiliki efek jaga pada pasien skizofrenia putus obat yang
apatis. Flufenazin, haloperidol, dan trifluoperazin juga bermanfaat namun penggunaannya
dibatasi oleh tingginya kejadian gejala ekstrapiramidal. Haloperidol lebih disukai karena
mengendalikan psikosis hiperaktif dengan cepat. Obat ini menyebabkan hipotensi yang lebih
kecil dibanding klorpromazin dan oleh karena itu obat ini umum digunakan untuk agitasi dan
kegelisahan pada lansia, walaupun risiko terjadinya efek samping ekstrapiramidal tinggi.
Promazin tidak cukup aktif melalui oral untuk digunakan sebagai obat antipsikotik; obat ini
telah digunakan untuk mengatasi agitasi dan kegelisahan pada lansia (lihat kegunaan lainnya
di bawah ini).
KEGUNAAN LAIN
Mual dan muntah (bab 4.6), khorea, tiks (bab 4.9.3), dan cegukan yang sulit diatasi (lihat pada
Klorpromazin HCl dan Haloperidol). Benperidol digunakan pada orang yang memiliki
perilaku seksual yang menyimpang tetapi efeknya ini belum diketahui dengan pasti; lihat juga
pada bab 6.4.2 untuk penggunaan siproteron asetat.
Agitasi psikomotor, agitasi dan kegelisahan pada lansia, sebaiknya diselidiki penyebab
utamanya; keadaan ini dapat diatasi dengan dosis rendah klorpromazin atau haloperidol
jangka pendek. Penggunaan promazin untuk agitasi dan kegelisahan pada lansia telah jarang
dilakukan. Olanzapin dapat efektif untuk agitasi dan kegelisahan pada lansia.
Kesetaraan dosis antipsikosis oral
Kesetaraan ini hanya dimaksudkan sebagai panduan umum; instruksi dosis individual juga
sebaiknya diperiksa; pasien sebaiknya dimonitor secara hati–hati terhadap setiap perubahan
selama pengobatan.

Antipsikosis Dosis per hari

Klorpromazin 100 mg

Klozapin 50 mg

Haloperidol 2–3 mg

Pimozid 2 mg

Risperidon 0.5–1 mg

Sulpirid 200 mg

Trifluoperazin 5 mg

Penting. Kesetaraan ini tidak boleh diekstrapolasikan melebihi dosis maksimum obat. Dosis
yang lebih tinggi membutuhkan titrasi yang sangat hati-hati oleh dokter spesialis dan
kesetaraan dosis di atas ini mungkin saja tidaklah sesuai
Dosis. Setelah periode awal stabilisasi, padakebanyakan pasien, dosis oral total
selama satu hari diberikan sebagai dosis tunggal.

Monografi:

ASENAPIN MALEAT
Indikasi:
pengobatan episode manik pada gangguan bipolar I.

Peringatan:
lansia dengan psikosis terkait demensia, neuroleptic malignant syndrome, kejang, pikiran atau
tindakan untuk bunuh diri, hipotensi ortostatik, tardive dyskinesia, hiperprolaktinemia,
penyakit kardiovaskular atau riwayat perpanjangan interval QT, hiperglikemia dan diabetes
melitus, disfagia, gangguan pengaturan suhu badan, demensia dengan Lewy Bodies, hati-hati
pada gangguan fungsi hati sedang, hati-hati pada gangguan fungsi ginjal dengan eGFR kurang
dari 15 mL/min/1,73 m2, kehamilan, disarankan tidak menyusui ketika meminum obat ini.
Interaksi:
hati-hati penggunaan bersama obat lainnya yang bekerja pada SSP, hindari konsumsi alkohol.
Dapat meningkatkan efek antihipertensi tertentu, dapat memberikan efek antagonis terhadap
levodopa dan memberikan efek agonis terhadap dopamin. Jika kombinasi ini diperlukan,
gunakan dosis efektif terendah dari masing-masing obat.

Kontraindikasi:
hipersensitivitas, anak di bawah 18 tahun, gangguan fungsi hati berat.

Efek Samping:
ansietas, mengantuk, peningkatan berat badan, peningkatan nafsu makan, distonia, akatisia,
diskinesia, parkinsonisme, sedasi, pusing, disgeusia, peningkatan alanin aminotransferase,
kaku otot, kelelahan.

Dosis:
monoterapi, dewasa di atas 18 tahun, dosis awal 10 mg dua kali sehari, dosis dapat dikurangi
hingga 5 mg dua kali sehari, sesuai respons klinis; terapi kombinasi, dewasa di atas 18 tahun,
dosis awal 5 mg dua kali sehari. Jika diperlukan dosis dapat ditingkatkan hingga 10 mg dua
kali sehari, tergantung respons klinis dan toleransi masing-masing pasien. Penggunaan tidak
boleh ditelan langsung, namun diletakkan di bawah lidah.

FLUFENAZIN
HIDROKLORIDA
Indikasi:
lihat pada dosis.

Peringatan:
lihat Klorpromazin Hidroklorida.
Kontraindikasi:
lihat Klorpromazin Hidroklorida.

Efek Samping:
lihat Klorpromazin Hidroklorida, akan tetapi kurang sedatif dan efek antimuskarinik atau
hipotensif lebih ringan. Efek ekstrapiramidal terutama distonia dan akatisia lebih sering.
Hindari pada depresi.

Dosis:
skizofrenia dan psikosis lain, mania, dosis awal 2,5-10 mg/hari dalam 23 dosis bagi.
Sesuaikan dengan respons, sampai 20 mg/hari. Dosis di atas 20 mg/hari (LANSIA 10 mg)
dengan perhatian khusus. ANAK: tidak dianjurkan.Terapi tambahan jangka pendek pada
ansietas berat, agitasi psikomotor, eksitasi, dan perilaku kekerasan atau impulsif yang
berbahaya: dosis awal 1 mg, 2 kali sehari, naikkan bila perlu sampai 2 mg, 2 kali sehari.
ANAK: tidak dianjurkan.

HALOPERIDOL
Indikasi:
lihat pada dosis.

Peringatan:
lihat Klorpromazin hidroklorida; hindari pada penyakit ganglia basalis.

Kontraindikasi:
lihat Klorpromazin hidroklorida.

Efek Samping:
lihat Klorpromazin hidroklorida. Kurang sedatif, gejala antimuskarinik dan hipotensif lebih
ringan. Jarang terjadi fotosensitisasi dan pigmentasi. Gejala ekstrapiramidal terutama distonia
dan akatisia lebih sering, terutama pada pasien tirotoksik.

Dosis:
oral: Skizofrenia dan psikosis lain, mania, terapi tambahan jangka pendek untuk agitasi
psikomotor, eksitasi, perilaku kekerasan atau impulsif yang berbahaya: dosis awal 1,5-3 mg,
2-3 kali sehari atau 3-5 mg, 2-3 kali sehari pada kasus berat atau resisten. Pada skizofrenia
resisten sampai 100 mg (jarang sampai 120 mg) per hari mungkin diperlukan. Sesuaikan
dengan respons, dosis pemeliharaan efektif serendah mungkin (sampai serendah 5-10
mg/hari). LANSIA (atau debil) dosis awal setengah dosis dewasa. ANAK: dosis awal 25-50
mcg/kg bb/hari dalam 2 dosis terbagi, maksimal 10 mg. Remaja sampai 30 mg/sehari. Terapi
tambahan jangka pendek pada ansietas berat, DEWASA: 500 mcg, 2 kali sehari. ANAK:
tidak dianjurkan. Pada kasus cegukan yang sulit diobati: 1,5 mg, 3 kali sehari. Sesuaikan
dengan respons. ANAK tidak dianjurkan.Injeksi intramuskular 2-10 mg diberi tiap 4-8 jam
sesuai respons (bila perlu tiap jam) sampai total maksimum 60 mg. Kasus yang berat mungkin
memerlukan dosis awal sampai 30 mg. ANAK: tidak dianjurkan. Mual dan muntah: 0,5-2 mg.
KLORPROMAZIN
HIDROKLORIDA
Indikasi:
lihat pada dosis; antiemetik, penggunaan prabedah.

Peringatan:
penyakit kardiovaskular dan serebrovaskular, penyakit pernapasan, parkinsonisme, epilepsi,
infeksi akut, hamil, menyusui, gangguan ginjal dan hati, riwayat sakit kuning, leukopenia,
hipotiroidisme, miastenia gravis, hipertrofi prostat, glaukoma sudut sempit, hati-hati pada
lansia, hindari pemutusan obat tiba-tiba, setelah injeksi intra muskular pasien sebaiknya tetap
tiduran selama 30 menit. (Catatan: obat ini dapat menyebabkan sensitisasi kontak. Hindari
kontak langsung).

Interaksi:
lihat Lampiran 1 (antipsikotik).

Kontraindikasi:
koma karena depresan SSP, depresi sumsum tulang, hindari pada feokromositoma, gangguan
hati dan ginjal berat.

Efek Samping:
gejala ekstra piramidal, tardive dyskinesia, hipotermia (kadang-kadang panas), mengantuk,
apatis, pucat, mimpi buruk, insomnia, depresi, agitasi, perubahan pola EEG, kejang, gejala
anti muskarinik yang terdiri atas: mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, kesulitan buang
air kecil, dan pandangan kabur; gejala kardiovaskular meliputi: hipotensi, takikardi dan
aritmia. Terjadi perubahan EKG, pengaruh endokrin seperti: gangguan menstruasi, galaktore,
ginekomastia, impotensia, dan perubahan berat badan. Terjadi reaksi sensitivitas seperti:
agranulositosis, leukopenia, leukositosis dan anemia hemolitik, fotosensitisasi, sensitisasi
kontak dan ruam, sakit kuning dan perubahan fungsi hati, sindrom neuroleptik maligna;
sindrom menyerupai lupus eritematosus juga dilaporkan. Perubahan pada lensa dan kornea,
pigmentasi kulit, kornea, konjungtiva dan retina. Pigmentasi keunguan pada kulit, kornea,
konjungtiva dan retina. Injeksi intramuskular mungkin nyeri, menyebabkan hipotensi dan
takikardi.

Dosis:
oral: skizofrenia dan psikosis lain, mania, tetapi tambahan jangka pendek pada ansietas berat,
agitasi psikomotor, eksitasi dan perilaku kekerasan dan impulsif yang berbahaya, dosis awal
25 mg 3 kali sehari atau 75 mg malam hari yang disesuaikan dengan responsnya. Dosis
penunjang biasanya 75-300 mg/hari (akan tetapi sampai dosis 1 g/hari mungkin diperlukan
pada kasus psikosis). LANSIA atau debil sepertiga sampai setengah dosis dewasa. ANAK
(skizoprenia dan autisme) 15 tahun 500 mcg/kg bb setiap 4-6 jam (maksimal 40 mg/hari; 6-12
tahun sepertiga sampai setengah dosis dewasa (maksimal 75 mg/hari). Cegukan yang sulit
diobati: 25-50 mg 3-4 kali sehariInjeksi intramuskular yang dalam (untuk pengobatan gejala
akut) 25-50 mg setiap 6-8 jam. ANAK: 15 tahun 500 mcg/kg bb tiap 6-8 jam (maksimal 40
mg sehari; 6-12 tahun 500 mcg/kg bb tiap 6-8 jam (maksimal 75 mg/hari).Rektal sebagai
supositoria: 100 mg tiap 6-8 jam.
LEVOMEPROMAZIN
(METOTRIMEPRAZIN)
Indikasi:
lihat keterangan pada dosis.

Peringatan:
lihat keterangan di atas; pasien yang mendapatkan dosis besar, sebaiknya dalam kondisi
berbaring. Lansia, risiko hipotensi postural, tidak direkomendasikan untuk pasien rawat jalan
dengan usia di atas 50 tahun kecuali risiko hipotensi dapat diatasi.

Kontraindikasi:
lihat keterangan di atas.

Efek Samping:
lihat keterangan di atas; jarang, peningkatan laju endap darah.

Dosis:
Skizofrenia, oral, dosis awal 25-50 mg per hari dalam dosis terbagi yang dapat ditingkatkan
jika perlu; pasien rawat inap, dosis awal, 100-200 mg per hari dalam tiga dosis terbagi, dapat
ditingkatkan hingga 1 gram,jika diperlukan; LANSIA, lihat peringatan.Terapi tambahan pada
terapi paliatif (termasuk penanganan nyeri dan rasa gelisah yang diakibatkannya, atau
muntah), oral, 12,5-50 mg setiap 4-8 jam. Lihat keterangan pada Terapi Paliatif. Injeksi
intramuskular atau injeksi intravena (injeksi intravena setelah diencerkan dengan volume
yang sama menggunakan larutan natrium klorida 0,9%) 12,5-25 mg (agitasi berat hingga 50
mg) setiap 6-8 jam jika diperlukan. Melalui infus subkutan (menggunakan jarum suntik
khusus), diencerkan dengan volume yang sama menggunakan natrium klorida 0,9%. Lihat
keterangan pada Terapi paliatif; Anak, 0,35 - 3 mg/kg bb/hari. (penggunaan masih jarang).

Anda mungkin juga menyukai