Anda di halaman 1dari 17

REFERAT

HIPERPROLAKTINEMIA

Oleh :
Gabriel Susilo – 11.2016.044 Randy – 11.2016.378
Sulau Jalung – 11.2016.377 Lukfintia Filia – 11.2016.009
Rizka Chairani – 11.2016.263 Lund Mila E.B. Teme – 11.2016.273
Shella – 11.2016.264 Desi Arisanti – 11.2016.172
Agnes Christie – 11.2016.036 Veronica – 11.2016.253
Josephine Angela – 11.2016.160 Jessica Vanesa Yahyadi – 11.2016.323

Pembimbing:
dr. Eddi Junaedi, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KEBIDANAN & KANDUNGAN


RUMAH SAKIT ANGKATAN UDARA dr. ESNAWAN ANTARIKSA
PROGRAM STUDI PROFESI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA
WACANA
PERIODE :
6 NOVEMBER 2017 – 14 JANUARI 2018
11 DESEMBER 2017 – 17 FEBRUARI 2018

1
HIPERPROLAKTINEMIA

Penyebab tersering terjadinya amenore sekunder adalah


hiperprolaktinemia yakni sekitar 18,8 %. Hiperprolaktinemia merupakan keadaan
dimana prolaktin meningkat secara abnormal (kadar normal prolaktin adalah 10-
28 μg/L). Sekitar 0,4- 10 % hiperprolaktinemia terjadi pada orang normal, 9-15
% menyebabkan oligominore dan amenore sekunder, galaktore 25%, dan sekitar
43-70% mengalami amenore dan galaktore. Berbagai keadaan dapat
menyebabkan peningkatan ringan konsentrasi prolakatin serum, seperti stress,
dan stimulasi payudara.1,2

Prolaktin merupakan hormon polipeptida yang terdiri dari 199 asam


amino dengan berat molekul 23 kD.2 Rantai polipeptida prolaktin dihubungkan
oleh dua jembatan disulfida. Pembentukan prolaktin dikode oleh gen yang
terletak pada kromosom 6 p22.2, p21.3. Pit-1 merupakan faktor transkripsi yang
berikatan dengan gen prolaktin sehingga memicu produksi prolaktin di hipofisis
anterior.3 Struktur prolaktin menyerupai hormon pertumbuhan dan hormon
plasenta laktogen.

Gambar 1. Struktur prolaktin

2
Prolaktin merupakan hasil produksi utama kelenjar hipofisis yang
disintesa dan disekresi oleh sel-sel laktotrof dari kelenjar hipofisis anterior.1-7
Prolaktin juga dihasilkan di luar hipofisis, yaitu oleh kelenjar mammae, plasenta,
uterus dan limfosit T.7 Pada kehamilan, prolaktin juga disekresi oleh sel stroma
endometrium desidualis.4

Fungsi utama prolaktin adalah untuk memicu perkembangan payudara


saat hamil serta merangsang dan mempertahankan proses laktasi.2,8 Secara tidak
langsung prolaktin turut mengatur sekresi hormon hipofisis yang berperan pada
fungsi gonad, termasuk luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating
hormone (FSH).9 Hal ini adalah karena prolaktin dapat berikatan dengan reseptor
spesifik di gonad selain dari sel limfoid, dan hepar. 2, 9-11

Sekresi prolaktin bersifat pulsatil, dalam 24 jam terjadi 40 kali


pengeluaran.1,9 Prolaktin akan meningkat pada saat tidur, stress, kehamilan, dan
saat dilakukan stimulasi pada dinding dada. Nilai prolaktin puasa normal
umumnya adalah kurang dari 30 ng/mL.2 Hormon prolaktin dikatakan
berhubungan dengan hormon pertumbuhan karena susunan asam aminonya mirip
dengan hormone pertumbuhan dan laktogen plasenta. Hormon-hormon ini
mempunyai persamaan genom, struktur dan ciri biologi protein.4,7,11

Prolaktin merupakan hormon hipofisis yang unik, hal ini karena regulasi
oleh hipotalamus adalah melalui kontrol inhibitorik oleh dopamin hipotalamus.
Tidak seperti hormon hipofisis anterior lainnya, pengaruh hipotalamus dominan
adalah berupa inhibitori tonik. Hipotalamus mensekresi prolactin-release-
inhibiting factor (PIF) dan prolactin-releasing factor (PRF) yang mengatur
keseimbangan prolaktin dalam darah. Jika keseimbangan ini terganggu, maka
terjadilah hiperprolaktinemia yang seringkali ditemukan sebagai bagian dari
permasalahan endokrinologi, obstetric dan ginekologi.3,4,7,8

3
HIPERPROLAKTINEMIA

ETIOLOGI

Banyak penyebab hiperprolaktinemia yang perlu dipertimbangkan


sebelum mendiagnosa hiperprolaktinemia sebagai suatu gangguan hipofisis.
Penyebab tersering hiperprolaktinemia adalah kehamilan, hipotiroidisme,
pemakaian obat antagonis dopamin (termasuk fenotiazin dan metoklopramid).
Hiperprolaktinemia juga merupakan manifestasi utama dari sindrom ovarium
polikistik. Penyebab tersering hiperprolaktinemia yang berasal dari hipofisis
adalah mikroadenoma dan hiperprolaktinemia idiopatik.4

Penyebab terjadinya hiperprolaktinemia adalah :

1. Gangguan pada hypothalamus, misalnya hipotiroid primer, dan


insufisiensi adrenal. Mekanisme terjadinya hiperprolaktinemia dalam hal
ini adalah oleh karena terjadinya peningkatan thyrotropin releasing
hormone (TRH) di hipotalamus dan penurunan metabolismenya.3,5

Tiroksin mempunyai efek hambatan terhadap sekresi prolaktin.


Kekurangan hormone tiroid (hipotiroid), khususnya hipotiroid primer
menyebabkan kadar TRH endogen dan TSH meningkat. Hal ini
disebabkan oleh bertambahnya kepekaan hipofisis pada keadaan
hipotiroid. TRH merangsang laktotrof untuk mensintesis prolaktin yang
berlebihan, sedangkan biosintesis Prolaktin Inhibiting Factor (PIF)
menurun, sehingga wanita dengan hipotiroid akan mengalami
hiperprolaktinemia.5

Meningkatnya kadar prolaktin plasma menyebabkan wanita dengan


hipotiroid akan mengalami gangguan fertilitas yang berat. Hal ini akan
menyebabkan gangguan siklus haid, dari oligomenore sampai amenore
dan anovulasi. Pada hipotiroidisme pula, jaringan payudara akan menjadi
lebih peka terhadap prolaktin, meski pada kadar yang normal sekalipun.
Sehingga hiperprolaktinemia pada keadaan hipotiroidisme hampir selalu
menampilkan galaktore. Pada keadaan ini sering dijumpai hingga sella

4
tursika melebar. Selain itu pada keadaan-keadaan seperti nyeri prahaid,
galaktore atau kadar PRL yang tinggi harus dipikirkan adanya tiroid.5

Hubungan tingginya kadar prolaktin dengan hipotiroid dapat dijelaskan


sebagai berikut. Akibat tidak adanya reaksi umpan balik negative dari T3
dan T4 terhadap hipofisis anterior, maka hipofisis tersebut akan
melepaskan hormone pelepas tiroid dalam jumlah yang banyak, dan ini
akan memicu T3 dan T4 dan juga sekresi prolaktin. Dengan demikian
hipotiroid hampir selalu menimbulkan hiperprolaktinemia, yang akhirnya
akan mengganggu fungsi ovarium. Kadar prolaktin yang tinggi akan
menekan FSH dan LH sehingga menyebabkan gangguan pematangan
folikel. Di samping itu prolaktin yang tinggi juga menyebabkan
peningkatan sekresi androgen dari kelenjar adrenal yaitu
dehidroepiandrosteron sulfat (DHEAs). Kadar androgen yang tinggi ini
selanjutnya akan menghambat pematangan folikel.5

2. Gangguan pada hipofisis, misalnya tumor pada hipofisis baik berupa


mikro ataupun makroprolaktinoma, infiltrasi penyakit lain terhadap
hipofisis seperti tuberculosis, dan sarcoidosis, hypothalamic stalk
Interruption6. Hal ini dapat terjadi karena adanya gangguan atau
hambatan dari transport dopamine di hypothalamus dan atau terjadinya
sekresi growth hormone dan prolaktin. Suplai pendarahan abnormal pada
tumor hipofisis atau tangkainya, dapat mengganggu sirkulasi hipotalamus
ke tangkai hipofisis dan ke sel laktotrof.3

3. Obat-obatan. Misalnya Dopamine-receptor antagonists (phenothiazines,


butyrophenones, thioxanthenes, risperidone, metoclopramide, sulpiride,
pimozide), Dopamine-depleting agents (methyldopa, reserpine), Anti
histamin2 (AH2) seperti cimetidine, anti hypertensi (verapamil), dan anti
depresan golongan trisiklik, estrogen dan opiate. Estrogen dapat
menyebabkan hiperprolaktinemia oleh karena estrogen memiliki sifat
positif terhadap laktotrof. Dan obat-obat opiate menyebabkan
hiperprolaktinemia karena dapat menstimulasi reseptor opiod pada
hipotalamus.2

5
4. Neurogenik, seperti adanya luka pada dinding dada misalnya luka operasi,
luka bakar, dan herpes zoster. hal ini adalah akibat refleks abnormal dari
stimulasi cedera tersebut sehingga terjadi peningkatan prolaktin. Refleks
tersebut berawal pada saraf intercostalis yang menjalar ke spinal cord lalu
menuju mesensefalon hingga sampai pada hipotalamus yang pada
akhirnya mengurangi pelepaskan dopamine.3

5. Penurunan eliminasi prolaktin dalam tubuh. Misalnya pada gagal ginjal,


dan insufisiensi hepar. Hal ini disebabkan oleh rendahnya bersihan
prolaktin dalam sirkulasi sistemik tubuh dan stimulasi prolaktin langsung
pada pusat.

6. Molekul abnormal, misalnya makroprolaktinemia. Molekul abnormal ini


merupakan bentuk polimerik prolaktin yang berikatan dengan IgG
sehingga prolaktin tidak dapat berikatan dengan reseptornya dan tidak
dapat dieliminasi

7. Idiopatik

Sekresi dan pelepasan prolaktin dimediasi oleh dopamin, dan semua


proses yang mengganggu sekresi dopamin atau mengganggu transpor dopamin ke
pembuluh darah portal dapat menyebabkan hiperprolaktinemia. Terdapat 10 kali
lipat peningkatan prolaktin selama kehamilan, setelah senam, makan, dan pada
stimulasi dinding dada.2,10 Stress fisik dan psikologik juga dapat meningkatkan
kadar prolaktin.

Metoklopramid, fenotiazin, dan antagonis butirofenon dapat menye abkan


peningkatan prolaktin sampai melebihi 100 μg/L.7,10 Begitu juga dengan
risperidon, inhibitor oksidase monoamine dan antidepresan trisiklik dapat
meningkatkan kadar prolaktin melalui efeknya terhadap transpor dopamin ke
pembuluh portal. Obat-obatan lainnya yang dapat meningkatkan kadar prolaktin
adalah verapamil, estrogen, serotonin-reuptake inhibitor, reserpin dan metildopa,
walaupun peningkatannya tidak signifikan (antara 25-100 μg/L).10

6
Akromegali merupakan suatu kondisi yang dapat menyebabkan
hiperprolaktinemia. Pada penderita akromegali, hormon prolaktin juga disekresi
bersama dengan hormon pertumbuhan. Tumor hipofisis non fungsional jug dapat
menekan tangkai hipofisis sehingga terjadi peningkatan prolaktin dalam kadar
antara 25-100 μg/L.9,10 Beberapa pasien hipotiroidisme primer dapat menderita
hiperprolaktinemia ringan akibat meningkatnya sintesa TRH (thyrotropin-
releasing hormone).

Sedang pada penderita gagal ginjal kronik, prolaktin meningkat karena


terjadi penurunan klirens hormon tersebut. Bila tidak ditemukan penyebab yang
spesifik, maka ditegakkan diagnosis hiperprolaktinemia idiopatik.10

PATOFISIOLOGI

Fungsi primer prolaktin adalah untuk menstimulasi sel epitel payudara


untuk berproliferasi dan merangsang produksi air susu.2,8 Estrogen menstimulasi
proliferasi sel laktotrof hipofisis, dan meningkatkan kuantititas sel ini pada
wanita usia premenopause, terutama saat kehamilan. Namun, laktasi dihambat
oleh kadar estrogen dan progesteron yang tinggi saat kehamilan. Penurunan kadar
estrogen dan progesteron yang cepat pada periode pasca persalinan akan
menyebabkan terjadinya laktasi. Saat laktasi dan menyusui, ovulasi dapat ditekan
akibat supresi gonadotropin oleh prolaktin.2

Seperti kebanyakan hormon hipofisis anterior lainnya, prolaktin diregulasi


oleh hormon hipotalamus lewat sirkulasi portal hipotalamus-hipofisis. Pada
umumnya, sinyal dominan adalah bersifat inhibitorik tonik, yang menghalangi
pelepasan prolaktin. Hal ini dimediasi oleh neurotransmitter dopamin, yan
bekerja pada reseptor tipe-D2 yang terdapat pada sel laktotrof. Sedangkan sinyal
stimulatorik dimediasi oleh hormon hipotalamus, yaitu TRH (thyrotropin-
releasing hormone) dan VIP (vasoactive intestinal peptide).2,10 Keseimbangan
antara kedua sinyal tersebut menentukan jumlah prolaktin yang dilepaskan dari
kelenjar hipofisis anterior. Jumlah yang dikeluarkan melalui ginjal turut
menentukan konsentrasi prolaktin di dalam darah.9 Maka pada hipotiroidisme
(keadaan di mana kadar TRHnya tinggi) dapat terjadi hiperprolaktinemia. VIP

7
meningkatkan kadar prolaktin sebagai respons dari menyusui dengan
meningkatkan kadar adenosine 3’,5’-cyclic phosphate (cAMP).2

Menurunnya kadar dopamin dapat menyebabkan sekresi prolaktin yang


berlebihan.2 Proses yang dapat mengganggu sintesis dopamin, transpor dopami
ke kelenjar hipofisis, atau efeknya terhadap sel laktotrof, dapat mengakibatkan
hiperprolaktinemia.2,8

Secara praktis, dapat diingat 3P – Physiological, Pharmacological dan


Pathological. Secara fisiologis, peningkatan prolaktin dapat merupakan akiba
dari kehamilan dan stress. Agen farmakologik yang dapat menyebabkan
hiperprolaktinemia antara lain adalah neuroleptik, dopa blockers, antidepressant
dan estrogen. Penyebab patologik antara lain adalah penyakit hipotalamo-
hipofisis, cedera tangkai hipofisis, hipotiroidisme, gagal ginjal kronis dan sirosis
hati. Manifestasi klinis pada hiperprolaktinemia adalah akibat pengaruh hormon
terhadap jaringan target prolaktin, yaitu sistem reproduksi dan jaringan payudara
dari kedua jenis kelamin.8

8
Gambar 2. Bagan penyebab hiperprolaktinemia.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang terkait dengan hiperprolaktinemia dapat disebabkan oleh


beberapa faktor: efek langsung dari prolaktin yang berlebihan, seperti induksi
galaktorea atau hipogonadisme; efek dari lesi struktural (seperti tumor hipofisis),
yang menyebabkan gejala nyeri kepala, gangguan lapang pandang, atau yang
terkait disfungsi sekresi hormon hipofisis anterior.6 Pasien biasanya datang
dengan keluhan gangguan menstruasi – amenorea atau oligomenorea – atau
siklus regular tetapi dengan infertilitas. Kadang, pasien dapat mengeluh

9
menoragia atau galaktorea. Galaktorea jarang terjadi pada wanita postmenopause
akibat kurangnya estrogen.2,3 Pada fase lanjut dapat timbul gejala akibat
perluasan tumor (mis. nyeri kepala, gangguan visus, dan oftalmoplegi eksterna)
atau gejala-gejala akibat kegagalan kelenjar adrenal atau gangguan tiroid
sekunder.3

Manifestasi klinis hiperprolaktinemia umumnya berasal dari efek


prolaktin pada payudara dan fungsi gonad. Kurang lebih 90% penderita wanita
dengan hiperprolaktinemia mengalami galaktorea.4 Galaktorea dapat terjadi
unilateral atau bilateral, klinis atau sub-klinis, spontan atau dirangsang, dan dapat
bersifat encer atau kental. Namun galaktorea bukan ciri khas dari
hiperprolaktinemia karena ia dapat terjadi tanpa adanya hiperprolaktinemia.8

Gejala tersering pada wanita premenopause adalah amenorea dan


infertilitas.2,3,10 Wanita amenore karena hiperprolaktinemia tidak mengalami
atrofi payudara seperti pada wanita postmenopause lainnya. Pada pemeriksaan,
didapatkan payudara dan areola terbentuk sempurna dengan tuberkel
Montgomery yang hiperplastik. Bila dilakukan pemijatan dari arah perifer
menuju areola untuk mengosongkan duktus laktaris, diikuti dengan penekanan
areola untuk mengosongkan sinus laktaris, dapat ditemukan galaktorea.3 Efek
prolaktin terhadap gonad kemungkinan disebabkan oleh gangguan pulsatilitas
normal dari gonadotrophin-releasing hormone (GnRH) dan perubahan sekresi
luteinizing hormone (LH) dan follicle-stimulating hormone (FSH). Hal ini akan
berakibat pada anovulasi, dengan gejala amenorea atau oligomenorea dan
infertilitas.4 Biasanya penderita mengalami oligomenorea, namun dapat juga
mengalami menstruasi teratur.4,8

Hiperprolaktinemia juga akan mengakibatkan osteoporosis sekunder yaitu


penurunan densitas mineral tulang pada tulang punggung. Setelah nilai prolaktin
kembali ke nilai normal, densitas tulang dapat meningkat kembali tetapi tidak
mencapai nilai normal.2,4,10

Manifestasi klinis akibat peningkatan kadar prolaktin dapat dibagi dalam


2 kelompok, yakni yang diakibatkan secara langsung oleh kadar prolaktin yang
berlebihan dan manifestasi klinis akibat hipogonadisme.9

10
DIAGNOSIS

Kemungkinan kehamilan harus selalu disingkirkan, kecuali pada pasien


pascamenopause atau pada pasien yang telah menjalani histerektomi.
Hiperprolaktinemia merupakan hal normal pada pasca persalinan. Sampe
sebaiknya tidak diambil pada saat tidak puasa, setelah aktivitas olahraga yang
berlebihan, pada penderita sindroma ovarium polikistik, setelah riwayat operasi
atau trauma pada dinding dada, atau pada penderita dengan gagal ginjal atau
sirosis hati. Namun, kondisi-kondisi tersebut biasanya menunjukkan kadar
prolaktin kurang dari 50 ng/mL.2,4 Hal serupa dapat ditemukan pada penderita
hipotiroidisme dan pemakai obat yang menekan kadar dopamin atau memblokir
reseptor dopamin sentral. Pemeriksaan hormone prolaktin sebaiknya dilakukan
pada saat puasa, istirahat, dan pada jam 10 malam.

Anamnesis terarah mengenai riwayat pemakaian obat-obatan juga


sebaiknya dilakukan karena banyak obat dapat mengakibatkan
hiperprolaktinemia, dengan kadar prolaktin kurang dari 100 ng/mL.5,6 Obat-obat
tersebut antara lain adalah: 2

• Antagonis reseptor dopamin (fenotiazin, butirofenon, risperidon,


metoklopramid, sulpiride)

• Dopamine-depleting agents (metildopa, reserpin)

• Lain-lain (isoniazid, antidepresan trisiklik, verapamil, estrogen, opiat)

Setelah menyingkirkan kemungkinan tersebut di atas dan menyingkirkan


suat lesi hipotalamus, tiga kemungkinan diagnosis harus dipertimbangkan:
mikroadenom (lebih sering pada wanita premenopause), makro-adenoma (lebih
serin wanita postmenopause), atau tidak ada tumor sama sekali. Jika tidak dapat
ditegakka adanya suatu lesi tumor, maka didiagnosis sebagai hiperprolaktinemia
idiopatik Dikatakan suatu mikoradenoma adalah bila diameter terbesar tumor
kurang dari 10 mm (diameter maksimal suatu kelenjar hipofisis yang normal
adalah 10 mm) dan dikatakan makroadenoma jika ukurannya lebih atau sama
dengan 10 mm. Kadar normal prolaktin adalah di bawah nilai 18 ng/mL (360
mU/L).2,3,7 Prolaktinom biasanya disertai dengan kadar prolaktin lebih dari 250

11
ng/mL, kecil kemungkina terjadi prolaktinoma bila kadar prolaktin kurang dari
100 ng/mL.2 Nilai prolakti serum pada pasien mikroadenoma biasanya kurang
dari 200 ng/mL dan pada pasie makroadenoma biasanya nilainya lebih dari 200
ng/mL. Jika kadar prolaktin adalah lebih dari 100 ng/mL atau kurang dari 250
ng/mL, harus dilakukan pemeriksaan radiologi, khususnya MRI. Jika dengan
MRI, diagnosis adenoma masih tidak dapat ditegakkan, maka didiagnosis sebagai
hiperprolaktinemia idiopatik.2,3

Derajat peningkatan prolaktin serum dapat membantu membedakan


penyebabnya: minimal (hingga 1000 mU/l) mungkin terkait dengan stress,
hipotirodisme dan sindrom ovarium polikistik; sedang (hingga 5000 mU/l) terkait
dengan mikroprolaktinoma dan sindrom gangguan tangkai hipofisis, peningkatan
di atas 10000 mU/l umumnya indikasi akan suatu makroadenoma hipofisis.4

Secara umum, hiperprolaktinemia ditemukan pada pasien dengan keluhan


utama seperti amenorea, galaktorea, dan infertilitas. Kadang dibutuhkan
pengukuran kadar prolaktin puasa. Untuk mendeteksi hipotiroid, dilakukan
pengukuran hormone TSH. Perlu dilakukan pengukuran kadar ureum kreatinin
untuk mendeteksi gagal ginjal. Tes kehamilan perlu dilakukan, kecuali pada
pasien yang telah menopause atau pada pasien yang telah dilakukan histerektomi.
Pasien dengan makroadenoma perlu dievaluasi untuk mencari suatu
hipohipofisisme.3

12
Gambar 3. Alur diagnosis hiperprolaktinemia

MRI merupakan pemeriksaan penunjang gold standard bagi penderita


hiperprolaktinemia yang telah dipastikan penyebabnya bukan proses fisiologis,
kehamilan, obat obatan atau hipotiroidisme. MRI dapat mendeteksi adenoma
sampai ukuran sekecil 3-5 mm.2,8,9

Anatomi kelenjar hipofisis paling baik dilihat dengan pemeriksaan MRI.


Dengan MRI dapat dilihat kiasma optik, sinus kavernosus, dan hipofisis itu
sendiri (baik kelenjar normal atau suatu tumor), dan tangkainya. Maka dapat
diketahui hubungan antara struktur-struktur tersebut.3 Jika tidak ada fasilitas
MRI, dapat dipakai CT scan namun resolusinya kurang bagus dibanding MRI
sendiri, CT scan tidak dapat mendeteksi mikroadenoma.3,8,9

Pengukuran tunggal kadar prolaktin dalam satu sampel darah cukup untuk
menunjukkan suatu hiperprolaktinemia. Namun karena sifat alami sekresi
prolaktin yang pulsatil dan sekresi prolaktin dapat dipengaruhi stress, maka hasil

13
25-40 μg/L perlu diulang sebelum ditegakkan diagnosis hiperprolaktinemia.
Kebanyakan penyebab hiperprolaktinemia dapat disingkirkan dengan anamnesis
dan pemeriksaan fisis, tes kehamilan, penilaian fungsi tiroid dan fungsi ginjal.
Dalam kasus prolaktinoma, diagnosa ditegakkan dengan pemeriksaan MRI atau
CT scan sebagai alternatif.10

Gambar 4. Gambaran pemeriksaan MRI yang menunjukkan mikroadenoma dan


makroadenoma. Mikroadenoma (anak panah, Gambar 3A) merupakan suatu
massa intrasellar hipodens, dengan diameter 4 mm. Makroadenoma (anak panah,
Gambar 4B) merupakan massa, dengan diameter 1 cm, dengan perluasan ke
kiasma optik.

PENATALAKSANAAN

Tujuan terapi adalah untuk meredakan gejala hiperprolaktinemia atau


mengurangi ukuran tumor. Penatalaksanaan sebaiknya memperhatikan penyebab
terjadinya hiperprolaktinemia, seperti dengan menghentikan obat obatan yang
mengakibatkan hiperprolaktinemia dan pada penderita dengan hipotiroidisme
dengan memberikan terapi hormone replacement.3

Medikamentosa

• Dopamine agonist, bromocriptine mesylate merupakan obat pilihan utama


Bromocriptine dapat menurunkan kadar prolaktin sebanyak 70-100%, dan
memulihkan proses ovulasi pada wanita usia premenopause. Pada pasien

14
dengan intoleransi bromocriptine atau resisten terhadap obat tersebut, dapat
diberikan cabergoline. Terapi diberikan selama 12-24 bulan dan dihentikan
jika kadar prolaktin telah kembali ke nilai normal. Bromocriptine juga
dapat digunakan untuk mengecilkan ukuran makroadenoma. Jika
pengobatan medikamentosa gagal, maka indikasi untuk dilakukan
operasi.2,9

Operasi

• Indikasi untuk suatu operasi hipofisis antara lain adalah pasien dengan
intoleransi obat, tumor yang resisten terhadap terapi medikamentosa, atau
pada pasien dengan gangguan lapangan pandang yang persisten meskipun
telah diberikan terapi medikamentosa (manifestasi akibat penekanan
tumor).3,9

• Pasien dengan hiperprolaktinemia dan tumor hipofisis kecil dapat diobati


dengan operasi Samada, atau dengan pendekatan transfenoidal.3

Gambar 5. Penanganan Hiperprolaktinemia

15
KOMPLIKASI

Komplikasi tergantung dari ukuran tumor dan efek fisiologik dari kondisi
tersebut; komplikasi hiperprolaktinemia antara lain adalah kebutaan, pendarahan,
osteoporosis, dan infertilitas.2

PROGNOSIS

 Sebanyak 90–95 % pasien dengan mikroadenoma mengalami penurunan


 sekresi prolaktin secara gradual, jika konsisten dengan pengobatan
minimal selama 7 tahun.2
 Sepertiga pasien dengan hiperprolaktinemia dapat mengalami resolusi
tanpa pengobatan.2,3
 Angka rekurensi hiperprolaktinemia adalah 80%, dan bila terjadi maka
pasien memerlukan terapi medis jangka panjang.3

16
DAFTAR PUSTAKA

1. Edmonds D.K., 2007, Dewhurst`s Textbook of Obstetrics and Ginaecology


Blackwell Publising
2. Shenenberger D., Hyperprolactinemia, [August] 2001, [cited 2017
December] , Available from : http://www.emedicine.com
3. Thorner M.O., Hyperprolactinemia, [October] 2003, [cited 2017
december], Available from : http://www.endotext.com
4. J.R.E., Prolactin and Reproductive Medicine. In: Current Opinion in
Obstetrics and Gynecology, Lippincott, Manchester, UK; 2004:331-7
5. Prawirohardjo, 1999, Ilmu Kandungan, Yayasan Bina Pustaka, Jakarta
6. Hamilton-Fairley D., 2004., Lecture Notes Obstetrics and Ginaecology
Second Edition, Blackwell Publising
7. Bachelot A., Binart N., Reproductive Role of Prolactin. In Reproduction
Review, [December] 2006, [cited 2017 December], Available from:
http://www.reproduction-online.org
8. Rajasoorya C., Hyperprolactinaemia and its Clinical Significance. In:
Singapore Medical Journal 2001, 61(9):398-401
9. Serri O., Chik C.L., Ur E., Ezzat S., Diagnosis and management of
hyperprolactinemia. In: Canadian Medical Association Journal 2003,
169(6):575-81
10. Schlechte J.A., Prolactinoma. In: The New England of Journal of Medicine
2003, 349:2035-41
11. Goffin V., Bernichtein S., Touraine P., Kelly P.A., Development and
potential clinical uses of human prolactin receptor antagonists, [September]
2005, [cited 2017 December], Available from: http://edrv.endojournals.org

17

Anda mungkin juga menyukai