Pembimbing:
dr. Marodjohan Siregar, Sp.KJ
Disusun Oleh:
Agnes Christie
11.2016.036
2
Bab I
Pendahuluan
Proses menua (aging) adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa secara
khusus pada lansia. Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan
yang dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari
Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi aspek
fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain.
3
Bab II
Isi
II.I. Geriatri
Menurut world health organization (WHO) membagi menjadi 3 tahap pada
lansia, yaitu:
a. Lanjut usia (Elderly) = 60-74 tahun
b. Lanjut usia tua (Old) = 75-90 tahun
c. Usia sangat tua (Very Old) = > 90 tahun.1
Masalah kesehatan jiwa lansia termasuk juga dalam masalah kesehatan yang
dibahas pada pasien-pasien Geriatri dan Psikogeriatri yang merupakan bagian dari
Gerontologi, yaitu ilmu yang mempelajari segala aspek dan masalah lansia, meliputi
aspek fisiologis, psikologis, sosial, kultural, ekonomi dan lain-lain.
Geriatri adalah cabang ilmu kedokteran yang mempelajari masalah kesehatan
pada lansia yang menyangkut aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif
serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia.
Psikogeriatri adalah cabang ilmu kedokteran jiwa yang mempelajari masalah
kesehatan jiwa pada lansia yang menyangkut aspek promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif serta psikososial yang menyertai kehidupan lansia. Ada 4 ciri yang dapat
dikategorikan sebagai pasien Geriatri dan Psikogeriatri, yaitu :
a. Keterbatasan fungsi tubuh yang berhubungan dengan makin meningkatnya
usia.
b. Adanya akumulasi dari penyakit-penyakit degenerative
c. Lanjut usia secara psikososial yang dinyatakan krisis bila :
- Ketergantungan pada orang lain (sangat memerlukan pelayanan orang
lain)
- Mengisolasi diri atau menarik diri dari kegiatan kemasyarakatan
karena berbagai sebab, diantaranya setelah menajalani masa pensiun,
setelah sakit cukup berat dan lama, setelah kematian pasangan hidup
dan lain-lain.
4
d. Hal-hal yang dapat menimbulkan gangguan keseimbangan (homeostasis)
sehingga membawa lansia kearah kerusakan / kemerosotan (deteriorisasi)
yang progresif terutama aspek psikologis yang mendadak, misalnya
bingung, panik, depresif, apatis dsb. Hal itu biasanya bersumber dari
munculnya stressor psikososial yang paling berat, misalnya kematian
pasangan hidup, kematian sanak keluarga dekat, terpaksa berurusan dengan
penegak hukum, atau trauma psikis
II.I.II. Perkembangan
Perkembangan pada dewasa akhir, meliputi tiga periode perkembangan
yaitu:
a. Perkembangan fisik
- Kemampuan fisik (berjalan, lari) dan kesehatan pada tahap ini
sedikit demi sedikit menurun, hal ini dikarenakan faktor usia.
Reaksinya semakin lambat dalam berespon.
5
- Terjadi perubahan pada sistem sensoris (penurunan fungsi
pendengaran, pengecapan, penciuman, dan perabaan), sistem
integument (penipisan epidermis, bintik epidermis, berkurangnya
kolagen), sistem musculoskeletal (atrofi otot, pembentukan tulang
melambat), sistem neurologis (penurunan fungsi otak).2
b. Perkembangan kognitif
- Fungsi kognitif merupakan suatu proses mental manusia yang
meliputi perhatian persepsi, proses berpikir, pengetahuan dan
memori sehingga menyebabkan reaksi dan perilaku lansia menjadi
makin lambat. Sebanyak 75% dari bagian otak besar merupakan
area kognitif. Sementara fungsi psikomotorik meliputi hal-hal
yang berhubungan dengan dorongan kehendak seperti gerakan,
tindakan, koordinasi, yang berakibat bahwa lansia menjadi kurang
cekatan.
- Penurunan kognitif pada lansia juga bergantung pada faktor usia
dan jenis kelamin terutama pada wanita hal ini dikarenakan adanya
peranan hormon seks endogen dalam perubahan fungsi kognitif
serta reseptor esterogen di otak yang berperan dalam fungsi belajar
dan memori, seperti hipokampus
c. Perkembangan psikososial
- Pada periode ini dibutuhkan untuk menanggulangi kekurangan
secara personal dan kematian yang akan datang. Menjalin
hubungan kepada keluarga dan teman dekat dapat memberikan
dukungan yang sangat penting bagi dirinya.4
- Terjadi perubahan pada aspek psikologi, yaitu emosi lebih
terkendali, penonjolan sifat-sifat / ciri-ciri kepribadian
sebelumnya, tidak bersifat konfrontatif bila menghadapi
tantangan, dan berbagai ‘kehilangan’ berakibat munculnya
berbagai perasaan yang tidak menyenangkan seperti merasa tidak
6
dihargai, tidak berdaya, sedih/murung, putus asa, yang pada
gilirannya dapat muncul dalam bentuk gangguan mental misalnya
depresi
- Perubahan pada aspek sosial, yaitu pada saat memasuki masa
pension, penghasilan yang kurang, kehilangan pasangan hidup,
ditinggal oleh anak-anak, dan kehilangan sahabat.3
7
2. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent personality), pada tipe ini ada
kecenderungan mengalami post power sindrome, apalagi jika pada masa
lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat memberikan otonomi pada
dirinya.
3. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent personalitiy), pada tipe ini
biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila kehidupan
keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak bergejolak, tetapi
jika pasangan hidup meninggal maka pasangan yang ditinggalkan akan
menjadi merana, apalagi jika tidak segera bangkit dari kedukaannya.
4. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostility personality), pada tipe ini
setelah memasuki lansia tetap merasa tidak puas dengan kehidupannya,
banyak keinginan yang kadang-kadang tidak diperhitungkan secara
seksama.
5. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate personalitiy), pada lansia tipe ini
umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya sendiri sulit dibantu
orang lain atau cenderung menyulitkan dirinya.5
8
dapat juga ditemukan gejala malaise, konstipasi, penyakit kronis,
terkadang juga terdapat ditemukan keluhan somatik. Hingga
terkadang karena keluhan yang dikeluhkan tidak khas, menimbulkan
kebingungan pada keluarga pasien.
- Keluhan lain yang tidak khas dapat ditentukan dalam evaluasi, dalam
mengevaluasi pasien, harus memberikan pasien kenyamanan hingga
pasien dapat percaya.
ii. Diskusi dengan Keluarga
- Diskusi dilakukan kepada pasien sendiri dan dengan keluarga tanpa
adanya pasien, dan setelah itu diskusi dilakukan bersama dengan
keluarga dan pasien, harus menjelaskan kepada keluarga maupun
pasien, bahwa diskusi yang dilakakan dilakukan kepada pasien
maupun keluarga, agar pasien merasa percaya dan tidak curiga.
9
2. Instability (Instabilita dan Jatuh)
Gangguan keseimbangan (instabilitas) memudahkan pasien
geriatri terjatuh dan dapat mengalami patah tulang. Terdapat dua
faktor resiko yaitu faktor instrinsik (faktor risiko yang ada pada
pasien) dan faktor ekstrinsik (faktor yang terdapat di
lingkungan). Prinsip dasar tatalaksananya adalah mengobati
berbagai kondisi yang mendasari instabilitas dan jatuh,
memberikan terapi fisik dan penyuluhan berupa latihan cara
berjalan, penguatan otot, alat bantu, sepatu atau sandal yang
sesuai, serta mengubah lingkungan agar lebih aman
3. Intelektual Impairment (Gangguan kognitif)
Menyebabkan gangguan intelektual adalah delirium dan
demensia. demensia adalah gangguan fungsi intelektual dan
memori yang dapat disebabkan oleh penyakit otak, yang tidak
berhubungan tingkat kesadaran, namun mencakup berkurangnya
kemampuan untuk mengenal, berpikir, menyimpan atau
mengingat pengalaman yang lalu
4. Incontinence (Inkontinensia Urin dan alvi):
- Inkontinensia Fekal adalah ketidakmampuan untuk
mengendalikan pembuangan feses melalui anus.
- Inkontinensia urin didefinisikan keluarnya urin yang
tidak terkendali pada waktu yang tidak dikehendaki
tanpa memperhatikan frekuensi dan jumlahnya, sehingga
mengakibatkan masalah sosial dan higienis.
i. Inkontinensia urin akut reversible
ii. Inkontinensia urin persisen
iii. Inkontinensia urin stress
iv. Inkontinensia urin urgensi
v. Inkontinensia urin luapan/overflow
vi. Inkontenansia urin fungsional
10
5. Isolation (Depresi)
Gangguan depresi pada usia lanjut kurang dipahami sehingga
seringkali tidak terdeteksi. Faktor yang memperberat depresi
adalah kehilangan orang yang dicintai, kehilangan rasa aman,
taraf kesehatan menurun.
6. Impotence (impotensi)
50% pria pada umur 65 tahun dan 75% pria pada usia 80 tahun
mengalami impotensi yang terjadi akibat mengkonsumsi obat-
obatan (anti hipertensi, anti psikosis, anti depresan, mood
stabilizer) dan juga dapat terjadi akibat menurunnya kadar
hormon.
7. Immunodeficiency (Penurunan Imunitas)
Berkurangnya imunitas yang dimediasi oleh sel, rendahnya
afinitas produksi antibodi, meningkatnya autoantibodi,
terganggunya fungsi makrofag, berkurangnya hipersensitivitas
tipelambat, atrofi timus, hilangnya hormon timus, berkurangnya
produksi sel B oleh sel-sel sumsum tulang
8. Infection (Infeksi)
I nfeksi berkaitan dengan penurunan fungsi sistem imun
pada usia lanjut. Infeksi yang sering dijumpai adalah saluran
kemih, pneumonia, sepsis dan meningitis. Kondisi lain yang
memperburuk keadaan seperti kurang gizi, multipatologi, dan
faktor lingkungan.
9. Inanitation (Malnutrisi)
Anoreksia pada lanjut usia merupakan penurunan fisiologis
nafsu makan dan asupan makan yang menyebabkan kehilangan
berat badan yang tidak diinginkan. Faktor predisposisi
malnutrisi panca indra adalah fungsi penghidu menurun,
kehilangan gigi alamiah, gangguan motilitas akibat tonus otot
menurun, penurunan produksi asam lambung.
10. Impaction (konstipasi) 2 dari keluhan-keluhan berikut yang
berlangsung dalam 3 bulan (konsistensi feses keras, mengejan
11
dengan keras saat BAB, rasa tidak tuntas saat BAB meliputi
25% dari keseluruhan BAB). Faktor resiko adalah obat-obatan
(narkotik golongan NSAID, antasida, aluminium, diuretic,
analgetik), kondisi neurologis, gangguan metabolik, psikologis,
penyakit saluran cerna, dan lain lain seperti kurang olahraga, diet
rendah serat, dan kurang cairan.
11. Insomnia (Gangguan Tidur) Sering dijumpai pada pasien
geriatri. Keluhannya adalah tidur tidak puas, sulit pertahankan
tidur, bangun terlalu pagi. Dan dapat berkembang menjadi
insomnia kronis. Faktor yang menyebabkannya adalah
perubahan irama sirkardian, gangguan tidur primer, penyakit
fisik (hipertiroid, arthritis), penyakit jiwa, dan demensia
12. Iatrogenic Disorder (Gangguan Iatrogenik)
Karakteristik yang khas pada pasien lansia ialah multipatologik
yang sering menyebabkan pasien mengkonsumsi obat dalam
jumlah banyak. Namun pemberian obat ini harus dilakukan
secara hati-hati karena obat dimetabolisme di hati, sedangkan
pada lansia fungsi hati dan ginjal mengalami penurunan
sehingga obat tidak dimetabolisme dengan baik hingga
menimbulkan efek toksik.
13. Impairments of vision, hearing, skin integrity, taste
(Gangguan pendengaran, penglihatan dan penciuman)
Gangguan ini berhubungan dengan penurunan kegiatan waktu
senggang, status fungsional, fungsi sosial dan mobilitas.
Gangguan pengliahatan dan pendengaran berhubungan dengan
kualitas hidup, peningkatan disabilitas fisik, ketidakseimbangan,
jatuh, fraktur panggul dan mortalitas.6
- Riwayat sosial sangat penting pada pasien lansia, penilaian yang perlu
didapatkan seperti hari ulang tahun pasien, riwayat sekolah,
pernikahan, dan fungsi dalam pekerjaan. Perlu diketahui apakah
pasien tinggal dirumah sendiri atau bersama dengan keluarga, status
keuangan dan ekonomi (cukup, berlebih atau kurang), serta
pengaturan diet.
12
- Aktivitas sehari-hari / Activity of Daily Living (ADLs) dan
instrumental pada aktivitas sehari-hari / Instrumental Activities of
Daily Living (IADLs).
13
Tabel 2. Tabel Instrumenal pada aktivitas sehari-hari7,8
14
II.II.III. Wawancara
Wawancara yang dilakukan dengan pasien lansia merupakan hal yang
sederhana namun sulit, namun tergantung dari gangguan maupun
tingkat kognitif dari pasien. dalam melakukan wawancara diperlukan
membangun rapport atau hubungan. Dalam membangun sebuah
hubungan dengan pasien, dapat dilakukan dengan menunjukan sikap
yang tenang, sehingga pasien dapat terbuka dan mau menceritakan
masalahnya dengan dokter. Perlunya wawancara dengan keluarga
pasien setelah wawancara dengan pasien meskipun wawancara pasien
dilakukan dengan waktu yang singkat. Hal-hal penting yang perlu
disampaikan kepada pasien dan keluarga adalah prosedur, tes yang akan
pasien jalankan.
15
2. Mood
- Pada pasien lansia evaluasi mood merupakan hal yang
sulit, hal tersebut terjadi karena pasien lansia tidak suka
membahas masalah depresi ataupun cemas. Pasien
lansia lebih terfokus kepada masalah somatik seperti
gejala yang tidak khas.
3. Afek
- Afek yang ditemukan terkadang bersifat kurang jelas,
seperti yang ditemukan pada pasien parkinson dengan
ekspresi muka yang kurang, namun sering terlihat
bingung disertai dengan depresi. Pada pasien dengan
penyakit organik seperti pada pasien demensia ataupun
post stroke sering ditemukan inkontinensia emosional,
dimana pasien sering terlihat tertawa ataupun menangis
dalam waktu yang lama tanpa merasa sedih maupun
bahagia, terkadang sering memperlihatkan perilaku
depresif. Bila terdapat lesi pada lobus frontal dapat
memperlihatkan euphoria.
4. Psikotik
- Manifestasi psikotik yang menjadi masalah
berhubungan dengan penyakit organik. Sering
ditemukan masalah pada lansia, yaitu delusi yang
berkaitan dengan demensia, gejala yang ditemukan
adalah gangguan memori, paranoid, dan penganiayaan
tanpa disadari. Pada pasien dengan skizofrenia (jangka
panjang atau onset lambat) yang memiliki delusi yang
bizzare, halusinasi auditorik kronik. Pada halusinasi
visual sering terdapat pada pasien dengan gangguan
organik.
16
II.III. Kriteria Diagnosis
Gangguan jiwa pada lansia pada umumnya sama dengan gangguan jiwa pada
lansia, yaitu gangguan depresi, demensia, gangguan cemas, skizofrenia, gangguan
waham, gangguan anxietas, gangguan somatoform, penyalahgunaan alcohol dan
substansi lainnya, dan gangguan tidur. Namun diantaranya, gangguan yang paling
sering ditemukan pada pasien lansia adalah gangguan depresi dan demensia.
II.III.I. Depresi
Pada kasus depresi prevalensi yang ditemukan pada pasien
lansia dengan masalah depresif adalah 1% - 4% di derita pada usia diatas
65 tahun, lebih 60% dari jumlah pasien yg masuk ke bagian
psikogeriatri. 30% dari pasien depresi dengan penyakit fisik, akut /
kronis. Secara umum gejala depresi sama dengan gejala pada org
dewasa. Perbedaannya adalah pada lansia jarang ada keluhan penurunan
self esteem (harga diri) dan rasa bersalah.3
Tanda dan gejala yang sering ditemukan adalah berkurangnya
konsentrasi dan energi, masalah tidur (bangun dipagi hari dan tidur
berlebih), menurunnya nafsu makan, penurunan berat badan dan
masalah somatik.9
Pada pedoman diagnostik ditemukan untuk menetapkan
diagnostik depresi, gejala utama yang dapat ditemukan ialah afek
depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya energi
yang mcnuju meningkatnya keadaan mudah lelah (rasa lelah yang nyata
sesudah kerja sedikit) dan menurunnya aktivitas, dengan gejala lainnya
dapat ditemukan konsentrasi dan perhatian berkurang, harga diri dan
kepercayaan diri berkurang, gagasan tentang rasa bersalah dan tidak
berguna, pandangan masa depan yang suram dan pesimistis, gagasan
atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh, tidur terganggu, dan
nafsu makan berkurang. Untuk episode depresif dari ketiga tingkat
keparahan tersebut diperlukan masa sekurang-kurangnya 2 minggu
untuk penegakkan diagnosis, akan tetapi periode lebih pendek dapat
dibenarka jika gejala luar biasa beratnya dan berlangsung cepat.
17
Tingkat pada episode depresif dapat ringan, sedang, maupun
berat, pada depresif berat dapat disertai maupun tanpa gejala psikotik.
Pada depresi ringan sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala
utama, ditambah sekurang-kurangnya 2 dari gejala lainnya, tidak boleh
ada gejala yang berat diantara seluruh episode berlangsung sekurang-
kurangnya sekitar 2 minggu, dan sedikitnya kesulitan dalam pekerjaan
dan kegiatan sosial yang biasa dilakukannya.
Pada depresi sedang, ketentuan yang harus didapatkan pada
depresif sedang adalah Sekurang-kurangnya harus ada 2 dari 3 gejala
utama depresi seperti pada episode depresi ringan, ditambah sekurang-
kurangnya 3 (dan sebaiknya 4) dari gejala lainya, lamanya seluruh
episode berlangsung minimum sekitar 2 minggu, dan menghadapi
kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial, pckerjaan dan urusan
rumah tangga.
Sedangkan pada depresi berat tanpa gejala psikotik harus
ditemukan Semua 3 gejala utama depresi, ditambah sekurang-
kurangnya 4 dari gejala lainnya, dan beberapa di antaranya harus
berintensitas berat, biIa ada gejala penting (misalnya agitasi atau
retardasi psikomotoi) yang mencolok, maka pasien mungkin tidak mau
atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara rinci.
Episode depresif biasanya harus berlangsung sekurang-kurangnya 2
minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat,
maka masih dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam kurun
waktu kurang dari 2 minggu. Dan pada depresif berat sangat tidak
mungkin pasien akan mampu meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan
atau urusan rumah tangga, kecuali pada taraf yang sangat terbatas. Pada
pasien tanpa gejala psikotik gejala yang ditemukan adalah memenuhi
kriteria episode depresif berat, disertai waham, halusinasi ataupun
stupor depresi. Waham biasanya melibatkan ide tentang dosa,
kemiskinan atau malapetaka yang mengancam, dan pasien merasa
bertanggungjawab atas hal itu.
II.III.II. Demensia
Kasus ini merupakan masalah yang progresif dan gangguan yang
ireversibel pada masalah intelektual. Prevalensi semakin meningkat
seiring bertambahnya usia. Sekitar 5% populasi di USA dengan usia
diatas 65 tahun menderita demensia, 15% menderita demensia ringan.
Faktor resiko yang mempengaruhinya adalah umur, riwayat keluarga
dan gender perempuan.9
Untuk mendiagnosis demensia, perlu menentukan gangguan
mental organik, merupakan gangguan mental simptomatik atau otak ang
dapat di diagnosis sendiri, termasuk gangguan mental simptomatik,
dimana pengaruh terhadap otak merupakan akibat sekunder dari
penyakit/ganggu sistemik di luar otak (extracerebral). Gambaran Utama
yang ditemukan adalah gangguan fungsi kognitif (misalnya, daya ingat
(memory), daya pikir (intellect), belajar (learning)), gangguan
sensorium (misalnya, gangguan kesadaran (consciousness) dan
perhatian (attention)), dan sindrom dengan manifestasi yang menonjol
dalam bidang persepsi (halusinasi), isi pikiran (waham/delusi),, suasana
perasaan dan emosi (depresi, gembira, cemas). Blok Gangguan Mental
Organik menggunakan 2 kode, yaitu Sindrom psikopatoligik (misalnya,
20
Demensia), dan Gangguan yang mendasari (misalnya, Penyakit
Alzheimer)Demensia merupakan sindrom yang terjadi akibat penyakit
otak, biasanya kronik dan bersifat progresif. Pada demensia terdapat
gangguan fungsi kortikal yang multipel, daya ingat, dan orientasi.
Pedoman diagnostik pada pasien demensia adalah adanya
penurunan kemampuan daya ingat dan daya pikir, yang sampai
mengganggu kegiatan harian seseorang (personal activities of daily
living) seperti : mandi, berpakaian, makan, kebersihan diri, buang air
besar dan kecil, tidak ada gangguan kesadaran (clear consciousness),
dan gejala dan disabilitas sudah nyata untuk paling sedikit 6 bulan.10
Pemahaman, berhitung, belajar hal baru. Kesadaran pada pasien
ini tidak terganggu. Penyebabnya antara lain Alzheimer,
cerebrovaskuler, penyakit lain yang secara sekunder mengenai otak.
Perlu dibedakan dengan pseudodemensia. Pada pasien ini, terdapat
adanya gangguan fungsi intelektual dan gangguan fungsi perawatan diri,
dan fungsi sosial. Sedangkan pada pasien dengan psikotik, gejala yang
paling sering ditemukan adalah halusinasi, auditorik, ide curiga, yang
dalam bentuk berat berupa waham, terdapat gejala perilaku yang sangat
menganggu, namun pada kasus dimensia dengan gejala psikotik dan
gangguan perilaku lebih sering dirujuk ke psikiater.3
Jenis-jenis demensia yang terdapat pada masyarakat adalah
Demensia Alzheimer, Demensia vaskular (transient ischemic attack /
TCA, CVA), Demensia pada penyakit penyakit lain seperti pada
penyakit parkinson, hunthington, pick, maupun Human
immunodeficienci virus (HIV).
Demensia pada penyakit Alzheimer dapat ditegakkan dengan
terdapatnya gejala demensia, onset bertahap (insidious onset) dengan
deteriorasi lambat, onset biasanya sulit ditentukan waktunya yang
persis, tiba-tiba orang lain sudah menyadari adanya kelainan tersebut.
Dalam perjalanan penyakitnya dapat terjadi suatu taraf yang stabil
(plateau) secara nyata, tidak adanya bukti klinis, atau temuan dari
21
pemeriksaan khusus, yang menyatakan bahwa kondisi mental itu dapat
disebabkan oleh penyakit otak atau sistemik lain yang dapat
menimbulkan demensia (misalnya hipotiroidisme, hiperkalsemia,
defisiensi vitamin B12, defisiensi niasin, neurosifilis, hidrosefalus
bertekanan normal, atau hematoma subdural), dan tidak adanya
serangan apoplektik mendadak, atau gejala neurologik kerusakan otak
fokal seperti hemiparesis, hilangnya daya sensorik, defek lapangan
pandang mata, dan inkoordinasi yang terjadi dalam masa dini dari
gangguan itu (walaupun fenomena ini di kemudian hari dapat
bertumpang tindih). Demenisa pada Alzheimer dapat terjadi onset dini,
onset lambat, maupun tipe campuran.
Pada pasien demensia vaskuler dapat didiagnosis, yaitu
terdapatnya gejala demensia, hendaya fungsi kognitif biasanya tidak
merata (mungkin terdapat hilangnya daya ingat, gangguan daya pikir,
gejala neurologis fokal), daya tilik diri (insight) dan daya nilai
(judgment) secara relatif tetap baik, dan suatu onset yang mendadak atau
deteriorasi yang berta- hap, disertai adanya gejala neurologis fokal,
meningkatkan kemungkinan diagnosis demensia vaskuler. Pada
beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan pemeriksaan
CT-Scan atau pemeriksaan neuropatologis. Jenis demensia vaskuler
ialah demensia vaskuler onset akut, multi infark, subkortikal, dan
campuran antara kortikal dan subkortikal.
Terdapat demensia pada penyakit lain seperti pada penyakit pick
(gejala demensia yang progresif, gambaran, neuropatologis berupa
atrofi selektif dari lobus frontalis yang menonjol, disertai euforia, emosi
tumpul, dan perilaku sosial yang kasar, disinhibisi, dan apatis atau
gelisah, dan ditemukan manifestasi gangguan perilaku pada umumnya
mendahului gangguan daya ingat), penyakit Creuzfeldt-Jakob (Trias
yang sangat mengarah pada diagnosis penyakit ini, seperti demensia
yang progresif merusak, penyakit piramidal dan ekstrapiramidal dengan
mioklonus, elektroensefalogram yang khas (trifasik)), Huntington (Ada
22
kaitan antara gangguan gerakan koreiform, demensia, dan riwayat
keluarga dengan penyakit Huntington, terutama pada wajah, tangan, dan
bahu, atau cara belajar yang khas merupakan manifestasi dini dari
gangguan ini. Gejala ini biasanya mendahului gejala demensia, dan
jarang sekali gejala dini tersebut tak muncul sampai demensia menjadi
sangat lanjut, gejala demensia ditandai dengan gangguan fungsi lobus
frontalis pada tahap dini, dengan daya ingat relatifmasih terpelihara,
sampai saat selanjutnya), pada pasien Parkinson (demensia yang
berkembang pada seseorang dengan penyakit Parkinson yang sudah
parah, tidak ada gambaran klinis khusus yang dapat ditampilkan).
23
pada pasien berusia diatas 65 tahun, namun pada pasien ini dengan
temuan onset lambat lebih sering ditemukan pada pasien wanita
dibandingkan dengan laki-laki, perbedaan yang ditemukan, pada pasien
dengan onset lambat lebih sering ditemukan pasien dengan skizofrenia
tipe paranoid. Sedangkan pada pasien skizofrenia residual dapat terjadi
pada 30% pasien skizofrenia. Tanda dan gejala yang dapat ditemukan
ialah penumpukan emosi, menarik diri dari sosial, perilaku eksentrik,
dan pemikiran yang tidak logis. Pada lansia, gejala yang ditimbulkan
berespon dengan pemberian obat-obatan antipsikotik.
Total
Nilai : 3 atau lebih pada GDS 15 mendeteksi adanya kasus Depresi ( 100% sensitivitas)
24
Tabel 4. Tabel Pemeriksaan Status Mini Mental (Mini Mental State Examination)11
Skor Skor Jam mulai :
Maks Lansia
ORIENTASI
5 [__] Sekarang (hari),(tanggal),(bulan),(tahun) berapa,(musim) apa?
5 [__] Sekarang kita berada di mana ?
(jalan),(nomor rumah),(kota),(kabupaten),(propinsi)
REGISTRASI
3 [__] Pewawancara menyebutkan nama 3 buah benda, 1 detik untuk
tiap benda. Kemudian mintalah klien mengulang ke 3 nama benda
tersebut. Berikan 1 angka untuk tiap jawaban yang benar. Bila
masih salah, ulangi penyebutan ke 3 nama benda tsb sampai ia
dapat mengulangnya dengan benar. Hitunglah jumlah percobaan
dan catatlah (bola,kursi,sepatu)
Jumlah percobaan : ………………………………………..
ATENSI dan KALKULASI
5 [__] Hitunglah berturut-turut selang 7 mulai dari 100 ke bawah. Berilah
1 angka untuk tiap jawaban yang benar. Berhenti setelah 5
hitungan (93,86,79,72,65). Kemungkinan lain, ejalah kata “dunia”
dari akhir ke awal (a-i-n-u-d)
MENGINGAT
3 [__] Tanyalah kembali nama ke 3 benda yang telah disebutkan di atas.
Berilah 1 angka untuk tiap jawaban yang benar.
BAHASA
9 [__] Apakah nama benda-benda ini? Perlihatkan pensil dan arloji (2
angka)
Ulanglah kalimat berikut : “ Jika tidak, dan Atau Tapi ”. (1 angka)
Laksanakan 3 buah perintah ini : “ Peganglah selembar kertas
dengan tangan kananmu, lipatlah kertas itu pada pertengahan dan
letakkanlah di lantai”. (3 angka)
Bacalah dan laksanakan perintah berikut “PEJAMKAN MATA
ANDA”, (1 angka)
Tulislah sebuah kalimat
Tirulah gambar ini (1 angka)
25
Tabel 5. Tabel Fungsi Skala Demensia
Tidak atau sedikit Lingkari 1
Beberapa kali Lingkari 2
Sering Lingkari 3
Sangat sering Lingkari 4
1. Memiliki kesulitan dalam melakukan tugas sederhana 1 2 3 4
2. Meluangkan waktu untuk duduk dan melakukan aktivitas yang 1 2 3 4
tidak ada tujuannya
3. Berpergian di malam hari 1 2 3 4
4. Mendengar hal yang tidak nyata 1 2 3 4
5. Perlu bantuan saat makan 1 2 3 4
6. Kehilangan barang 1 2 3 4
7. Berpenampilan kacau bila berpakaian sendiri 1 2 3 4
8. Mengeluh 1 2 3 4
9. Gangguan fungsi pencernaan 1 2 3 4
10. Perilaku mengancam 1 2 3 4
11. Gangguan fungsi kandung kemih 1 2 3 4
12. Perlu prhatian khusus agar tidak melukai diri sendiri 1 2 3 4
13. Perilaku Destruktif 1 2 3 4
14. Berteriak 1 2 3 4
15. Menuduh orang lain akan melakukan kejahatan terhadap dirinya 1 2 3 4
16. Ketidaksadaran terhadap penyakit yang dialami 1 2 3 4
17. Disorientasi tempat 1 2 3 4
18. Gangguan daya ingat 1 2 3 4
19. Mood labil 1 2 3 4
20. Bila sendiri, pasien dapat berpergian tanpa tujuan pada siang hari 1 2 3 4
26
Bab III
Penutup
Pada pasien dengan lanjut usia, dalam usaha untuk melakukan pendekatan pada pasien
geriatri, tidak diperlukan keterampilan khusus, namun dibutuhkan kesabaran, observasi yang
baik dan pendekatan yang sistematis. Dengan bertambahnya usia, terjadi perubahan fisik pada
pasien geriatri yang dikaitkan dengan proses menua yang merupakan akibat dari kehilangan
yang bersifat bertahap dalam suatu tahapan kehidupan. Dengan adanya penurunan fungsi pada
organ juga mempengaruhi fungsi kognitif dan lainnya, sehingga wawancara yang dilakukan
dengan pasien lansia menjadi kurang informatif dan terkadang keluhan yang disampaikan oleh
pasien menjadi tumpeng tindih. Perlunya wawancara yang baik, observasi dan kesabaran untuk
dapat mengetahui masalah yang jelas sehingga masalah dapat diberikan terapi serta
penanganan yang tepat.
27
Daftar Pustaka
1. Pierre J, Twibell R. Geriatric Expertise Through the Geriatric Resource Nurse Model.
Geriatric Nursing; 2012.
2. Setiati S, et al. Buku ajar ilmu penyakit dalam. Jilid I. Jakarta: Interna Publishing; 2014.
3. Siregar M. Buku modul blok 13: Psikogeriatri. Jakarta: Fakultas Kedokteran UKRIDA;
2016.
5. Masalah Kesehatan Jiwa Lansia [Internet]. 2007 [cited 8 February 2018]. Available
from: http://www.e psikologi.com /epsi/lanjutusia_detail.asp?id=182
6. Docslide.us. 2018 [cited 7 February 2018]. Available from:
http://docslide.us/document/lp-geriatric-syndrome-vina.html
7. Brocklehurst. Textbook of Geriatric Medicine & Gerontology. 6th ed. New York:
Churchill & Living Stone; 2003.
8. Kahana E, Lawrence RH, Kahana B, et al. Long Term Impact of Preventive Proactivity
on Quality of Life of The Old. New York: Psychosomatic medicine; 2002.
9. Sadock B, Ahmad S, Sadock V. Kaplan & Sadock's pocket handbook of clinical
psychiatry; 2015.
10. Maslim R. Pedoman Diagnostik dari PPDGJ III. Buku Saku Diagnosis Gangguan
Jiwa, Rujukan Ringkas dari PPDGJ-III. Jakarta : PT. Nuh Jaya;2003.
11. Birrer RB. Depression in Later Life A Diagnostic and Therapetic Challenge. Am Fam
Physician; 2004.
28