Anda di halaman 1dari 33

LAPORAN DISKUSI KELOMPOK

MODUL PENGINDERAAN

Disusun Oleh :

Kelompok 4

1. FITRIANTO DWI UTOMO I11111064


2. CITRA KRISTI MELASARI I11110029
3. HENDRI WIJAYA I11112013
4. IRVINIA RAHMADYAH I11112023
5. CHRISTOVER FIRSTNANDO SARAGIH I11112025
6. GITA AMALIA ASIKIN I11112032
7. EKO KUNARYAGI I11112036
8. FRISKA SILVIANTRI I11112045
9. BIMO JULIANSYAH I11112062
10. PUTRI UMAGIA DRILNA I11112067
11. CHRISTINA WIYANIPUTRI I11112070

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS TANJUNGPURA

2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pemicu
Saat libur semester lalu, siti berkunjung ke rumah neneknya yang
berumur 65 tahun. Sesampai di gerbang pagar rumah nenek, tampak oleh
siti, nenek sedang memandang kepagar, namun sepertinya nenek tidak
mengenalinya. Nenek mengeluhkan bahwa sejak satu tahun ini
penglihatanya semakin kabur.
Keesokan harinya siti mengajak neneknya mengunjungi ke dokter
puskesmas terdekat. Pada anamnesis ditemukan bahwa nenek siti menderita
diabetis melitus sejak 20 tahun yang lalu. Dengan kadar gula darah sering
tidak terkendali. Pada pemeriksaan, dokter menemukan tajam penglihatan
mata kanan 2/60 , mata kiri 6/30 tekanan bola mata kanan 18 mmHg , mata
kiri 15 mmHg. Tidak tampak kelainan palpebra konjungtiva, kornea kedua
mata nenek, bilik mata dalam, lensa mata kanan keruh total, shadow test
negatif, dan pada pemeriksaan funduskopi mata kanan refleks fundus
negatif. Funduskopi sulit dinilai. Pada mata kiri tampak lensa jernih,
pemeriksaan funduskopi menunjukan retina tampak ada mikroaneruisma,
perdrahan dot dan blot, eksudat.
Diruang tunggu siti bertemu dengan rudi 20 tahun, tetangga nenek
yang sedang berobat karena mata merah dan selalu keluar sekret kotor.
Meskipun tampak mengerikan, rudi tidak mengeluhkan gangguan
penglihatan pada kedua matanya. Siti tidak berani mendekat dan bersalaman
dengan rudi karena takut tertular.

B. Klarifikasi dan Definisi


1. Shadow test: suatu cara untuk menentukan kesalahan refraksi dengan metode netralisasi.
2. Perdarahan dot dan blot: perdarahan intraretina profunda yang meliputi bagian
fotoreseptor dan bagian retina tengah.
3. Mikroaneurisma: pembengkakan seperti balon kecil karena pembesaran pada pembuluh
kapiler yang memasok darah ke retina dibelakang mata.
C. Kata Kunci
1. Perdarahan dot dan blot pada mata kiri
2. Mikroaneurisma pada mata kiri
3. Diabetes mellitus
4. Shadow test negatif pada mata kanan
5. Penglihatan semakin kabur
6. Refleks fundus negatif pada mata kanan
7. Mata merah
8. Sekret

D. Rumusan Masalah
- Nenek Siti, 65 tahun, menderita DM sejak 20 tahun yang lalu dengan penurunan tajam
penglihatan, lensa kanan keruh total, terdapat mikroaneurisma, dan perdarah dot dan blot
serta eksudat pada mata kiri.
- Rudi mengalami mata merah serta selalu kelaur sekret kotor, tidak ditemukan gangguan
penglihatan namun orang disekitar Rudi menjauhi Rudi karena takut tertular.
E. Analisis Masalah

Penyakit mata

Mata tenang Mata tenang

Visus menurun Visus menurun Visus Visus


mendadak perlahan normal menurun

Infeksi
katarak Retinopathy Glaukoma
diabetikum

DM tidak terkontrol
Pemeriksaan mata
sejak 20 tahun

Tekanan Lensa Shadow Funduskopi


bola mata test

Mata kanan: Mata kanan:


Normal keruh total
Mata kanan: refleks
negatif negatif, sulit
dinilai

Bakteri Virus Jamur

Sekret
Lokal Sistemik
F. Hipotesis
Nenek Siti, 65 tahun, mengalami retinopati diabetikum sedangkan Rudi, 20 tahun,
mengalami konjungtivitis.

G. Pertanyaan Diskusi
1. Jelaskan mengenai retinopati diabetikum:
a. Definisi dan klasifikasi
b.Epidemiologi dan etiologi
c. Faktor resiko
d.Gambaran klinis
e. Patofisiologi
f. Komplikasi
g.Diagnosis
h.Tatalaksana
i. Prognosis
j. Pencegahan
2. Jelaskan mengenai katarak diabetikum:
a. Definisi dan klasifikasi
b. Epidemiologi dan etiologi
c. Faktor resiko
d. Gambaran klinis
e. Patofisiologi
f. Komplikasi
g. Diagnosis
h. Tatalaksana
i. Prognosis
j. Pencegahan
3. Jelaskan mengenai konjungtivitis:
a. Definisi dan klasifikasi
b. Epidemiologi dan etiologi
c. Faktor resiko
d. Gambaran klinis
e. Patofisiologi
f. Komplikasi
g. Diagnosis
h. Tatalaksana
i. Prognosis
j. Pencegahan
4. Bagaimana cara membedakan konjungtivitis bakteri, virus, fungal?
5. Apa saja penyakit mata dengan visus menurun perlahan?
6. Bagaimana interpretasi hasil pemeriksaan?
7. Bagaimana tatalaksana yang tepat pada kasus?
8. Bagaimana prognosis pasien pada kasus?
9. Mengapa penglihatan mata nenek kabur tetapi penglihatan mata Rudi baik?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Retinopati diabetikum
a. Definisi
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang ditandai oleh
kerusakan dan sumbatan pembuluh-pembuluh halus,1 meliputi arteriol prekapiler retina,
kapiler-kapiler dan vena-vena.2
b. Klasifikasi
Klasifikasi retinopati diabetikum berdasarkan ETDRS3

Klasifikasi retinopati DM Tanda pada pemeriksaan mata

Derajat 1 Tidak terdapat retinopati DM

Derajat 2 Hanya terdapat mikroaneurisma

Derajat 3 Retinopati DM non-proliferatif derajat ringan -


sedang yang ditandai oleh mikroaneurisma dan satu atau
lebih tanda:
• Venous loops
• Perdarahan
• Hard exudates
• Soft exudates
• Intraretinal microvascular abnormalities
(IRMA)
• Venous beading

Derajat 4 Retinopati DM non-proliferatif derajat sedang-berat yang


ditandai oleh:
• Perdarahan derajat sedang-berat
• Mikroaneurisma
• IRMA

Derajat 5 Retinopati DM proliferatif yang ditandai oleh


neovaskularisasi dan perdarahan vitreous

Berkaitan dengan prognosis dan pengobatan, maka retinopati diabetik dibagi


menjadi :1,4
1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif, atau dikenal juga dengan retinopati diabetik
dasar ( Background Diabetic Retinopathy ).
2. Retinopati Diabetik Proliferatif.

c. Epidemiologi
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan yang paling sering di jumpai,
terutama di negara barat.1 Kira-kira 1 dari 900 orang berusia 25 tahun mengidap diabetes
dan kira-kira 1 dari 25 orang berusia 60 tahun adalah penyandang diabetes. Prevalensi
retinopati diabetik proliferatif pada diabetes tipe 1 dengan lama penyakit 15 tahun adalah
50%.1
Retinopati diabetik jarang ditemukan pada anak-anak dibawah umur 10 tahun
tanpa memperhatikan lamanya diabetes. Resiko berkembangnya retinopati meningkat
setelah pubertas.4
Penelitian epidemiologis di Amerika, Australia, Eropa, dan Asia melaporkan bahwa
jumlah penderita retinopati DM akan meningkat dari 100,8 juta pada tahun 2010 menjadi
154,9 juta pada tahun 2030 dengan 30% di antaranya terancam mengalami kebutaan. 5 The
DiabCareAsia 2008 Study melibatkan 1 785 penderita DM pada 18 pusat kesehatan primer
dan sekunder di Indonesia dan melaporkan bahwa 42% penderita DM mengalami
komplikasi retinopati, dan 6,4% di antaranya merupakan retinopati DM proliferatif. 6
d. Etiologi
Penyebab pasti retinopati diabetik belum diketahui. Tetapi diyakini bahwa
lamanya terpapar pada hiperglikemia ( kronis ) menyebabkan perubahan fisiologi dan
biokimia yang akhirnya menyebabkan kerusakan endotel pembuluh darah.4
Hal ini didukung oleh hasil pengamatan bahwa tidak terjadi retinopati pada orang
muda dengan diabetes tipe 1 paling sedikit 3-5 tahun setelah awitan penyakit ini. Hasil
serupa telah diperoleh pada diabetes tipe 2, tetapi pada pasien ini onset dan lama penyakit
lebih sulit ditentukan secara tepat.1
Perubahan abnormalitas sebagian besar hematologi dan biokimia telah
dihubungkan dengan prevalensi dan beratnya retinopati antara lain : 4
- Adhesif platelet yang meningkat.
- Agregasi eritrosit yang meningkat.
- Abnormalitas lipid serum.
- Fibrinolisis yang tidak sempurna.
- Abnormalitas dari sekresi growth hormon
- Abnormalitas serum dan viskositas darah.

e. Faktor resiko
Faktor risiko lain untuk retinopati DM adalah ketergantungan insulin pada
penyandang DM tipe II, nefropati, dan hipertensi.7,8 Sementara itu, pubertas dan
kehamilan dapat mempercepat progresivitas retinopati DM.9,10

f. Gambaran klinis11
- Makula udema
- Eksudat
- Viterus hemorhage (perdarahan vitreus)
- Neovasculatisasi
- Ablasi retina
- Jaringan ikat vitreo retinal
- Perdarahan di subhyaloid
g. Patofisiologi
Hiperglikemia kronik mengawali perubahan patologis pada retinopati DM dan
terjadi melalui beberapa jalur. Pertama, hiperglikemia memicu terbentuknya reactive
oxygenintermediates (ROIs) dan advanced glycationendproducts (AGEs). ROIs dan AGEs
merusak perisit dan endotel pembuluh darah serta merangsang pelepasan factor vasoaktif
seperti nitric oxide (NO), prostasiklin, insulin-likegrowth factor-1 (IGF-1), dan endotelin
yang akan memperparah kerusakan. Kedua, hiperglikemia kronik mengaktivasi jalur poliol
yang meningkatkan glikosilasi dan ekspresi aldose reduktase sehingga terjadi akumulasi
sorbitol. Glikosilasi dan akumulasi sorbitol kemudian mengakibatkan kerusakan endotel
pembuluh darah dan disfungsi enzim endotel. Ketiga, hiperglikemia mengaktivasi
transduksi sinyal intraseluler protein kinase C (PKC). Vascular endothelialgrowth factor
(VEGF) dan faktor pertumbuhan lain diaktivasi oleh PKC. VEGF menstimulasi ekspresi
intracellular adhesion molecule-1 (ICAM-1) yang memicu terbentuknya ikatanantara
leukosit dan endotel pembuluh darah. Ikatan tersebutmenyebabkan kerusakan sawar
darah retina, serta thrombosis dan oklusi kapiler retina. Keseluruhan jalur tersebut
menimbulkangangguan sirkulasi, hipoksia, dan inflamasi padaretina. Hipoksia
menyebabkan ekspresi faktor angiogenik yang berlebihan sehingga merangsang
pembentukanpembuluh darah baru yang memiliki kelemahan padamembran basalisnya,
defisiensi taut kedap antarsel endotelnya,dan kekurangan jumlah perisit. Akibatnya,
terjadikebocoran protein plasma dan perdarahan di dalam retina dan vitreous.10,12
Retinopati Diabetik Non Proliferatif

Merupakan bentuk yang paling umum dijumpai.2 Merupakan cerminan klinis dari
hiperpermeabilitas dan inkompetens pembuluh yang terkena.1 Disebabkan oleh
penyumbatan dan kebocoran kapiler, mekanisme perubahannya tidak diketahui tapi telah
diteliti adanya perubahan endotel vaskuler (penebalan membran basalis dan hilangnya
pericyte) dan gangguan hemodinamik (pada sel darah merah dan agregasi platelet).13
Disini perubahan mikrovaskular pada retina terbatas pada lapisan retina
(intraretinal), terikat ke kutub posterior dan tidak melebihi membran internal. 4
Karakteristik pada jenis ini adalah dijumpainya mikroaneurisma multiple yang dibentuk
oleh kapiler-kapiler yang membentuk kantung-kantung kecil menonjol seperti titik-titik,
vena retina mengalami dilatasi dan berkelok-kelok, bercak perdarahan intraretinal.1,4
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina dan berbentuk nyala api
karena lokasinya didalam lapisan serat saraf yang berorientasi horizontal. Sedangkan
perdarahanbentuk titik-titik atau bercak terletak di lapisan retina yang lebih dalam tempat
sel-sel akson berorientasi vertikal.1
Retinopati Diabetik Preproliferatif dan Edema Makula

Merupakan stadium yang paling berat dari Retinopati Diabetik Non


Proliferatif.1,14 Pada keadaan ini terdapat penyumbatan kapiler mikrovaskuler dan
kebocoran plasma yang berlanjut, disertai iskemik pada dinding retina (cotton wool spot,
infark pada lapisan serabut saraf).Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan
kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari stadium ini adalah
cotton wool spot, blothaemorrage, intraretinal Microvasculer Abnormal (IRMA), dan
rangkaian vena yang seperti manik-manik.1,14 Bila satu dari keempatnya dijumpai ada
kecendrungan untuk menjadi progresif (Retinopati Diabetik Proliferatif), dan bila
keempatnya dijumpai maka beresiko untuk menjadi Proliferatif dalam satu tahun. 14
Edema makula pada retinopati diabetik non proliferatif merupakan penyebab
tersering timbulnya gangguan penglihatan.2 Edema ini terutama disebabkan oleh rusaknya
sawar retina-darah bagian dalam pada endotel kapiler retina sehingga terjadi kebocoran
cairan dan konstituen plasma ke dalam retina dan sekitarnya. Edema ini dapat bersifat
fokal dan difus. Edema ini tampak sebagai retina yang menebal dan keruh disertai
mikroaneurisma dan eksudat intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning kaya
lemak bentuk bundar disekitar mikroaneurisma dan paling sering berpusat dibagian
temporal makula.1
Retinopati Diabetik Non Proliferatif dapat mempengaruhi fungsi penglihatan
melalui 2 mekanisme yaitu :4
- Perubahan sedikit demi sedikit dari pada penutupan kapiler intraretinal yang
menyebabkan iskemik makular.
- Peningkatan permeabilitas pembuluh retina yang menyebabkan edema makular.
Retinopati Diabetik Proliferatif

Merupakan penyulit mata yang paling parah pada Diabetes Melitus. Pada jenis ini
iskemia retina yang progresif akhirnya merangsang pembentukan pembuluhpembuluh
halus (neovaskularisasi) yang sering terletak pada permukaan diskus dan di tepi posterior
zona perifer disamping itu neovaskularisasi iris atau rubeosis iridis juga dapat terjadi.
Pembuluh-pembuluh baru yang rapuh berproliferasi dan menjadi meninggi apabila korpus
vitreum mulai berkontraksi menjauhi retina dan darah keluar dari pembuluh tersebut
maka akan terjadi perdarahan massif dan dapat timbul penurunan penglihatan mendadak. 1
Disamping itu jaringan neovaskularisasi yang meninggi ini dapat mengalami fibrosis
dan membentuk pita-pita fibrovaskular rapat yang menarik retina dan menimbulkan
kontaksi terus-menerus pada korpus vitreum. Ini dapat menyebabkan pelepasan retina
akibat traksi progresif atau apabila terjadi robekan retina, terjadi ablasio retina
regmatogenosa. Pelepasan retina dapat didahului atau ditutupi oleh perdarahan korpus
vitreum. Apabila kontraksi korpus vitreum telah sempurna dimata tersebut, maka
retinopati proliferatif cenderung masuk ke stadium involusional atau burnet-out.1
h. Komplikasi 15,16,17

Retinopati diabetikum dapat menyebabkan kebutaan yang diakibatkan oleh


beberapa proses seperti
1. Retinal Detachment (Ablasio Retina)
Peningkatan sintesis growth factor pada retinopati diabetik juga akan
menyebabkan peningkatan jaringan fibrosa pada retina dan corpus vitreus. Suatu
saat jaringan fibrosis ini dapat tertarik karena berkontraksi, sehingga retina juga
ikut tertarik dan terlepas dari tempat melekatnya di koroid. Proses inilah yang
menyebabkan terjadinya ablasio retina pada retinopati diabetik.
2. Oklusi vascular mata
Penyempitan lumen vaskular dan trombosis sebagai efek dari proses biokimiawi
akibat hiperglikemia kronis pada akhirnya akan menyebabkan terjadinya oklusi
vaskular retina. Oklusi vena sentralis retina akan menyebabkan terjadinya vena
berkelok-kelok apabila oklusi terjadi parsial, namun apabila terjadi oklusi total akan
didapatkan perdarahan pada retina dan vitreus sehingga mengganggu tajam
penglihatan penderitanya. Apabila terjadi perdarahan luas, maka tajam penglihatan
penderitanya dapat sangat buruk hingga mengalami kebutaan. Perdarahan luas ini
biasanya didapatkan pada retinopati diabetik dengan oklusi vena sentral, karena
banyaknya dinding vaskular yang lemah.
Selain oklusi vena, dapat juga terjadi oklusi arteri sentralis retina. Arteri yang
mengalami penyumbatan tidak akan dapat memberikan suplai darah yang berisi
nutrisi dan oksigen ke retina, sehingga retina mengalami hipoksia dan terganggu
fungsinya. Oklusi arteri retina sentralis akan menyebabkan penderitanya mengeluh
penglihatan yang tiba-tiba gelap tanpa terlihatnya kelainan pada mata bagian luar.
Pada pemeriksaan funduskopi akan terlihat seluruh retina berwarna pucat.
3. Glaukoma
Mekanisme terjadinya glaukoma pada retinopati diabetik masih belum jelas.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa glaukoma dapat terjadi pada retinopati
diabetik sehubungan dengan neovaskularisasi yang terbentuk sehingga menambah
tekanan intraokular.

i. Diagnosis
Pada tahun 2010, The American Diabetes Association menetapkan beberapa rekomendasi
pemeriksaan untuk deteksi dini retinopati DM. Pertama, orang dewasa dan anak berusia lebih dari
10 tahun yang menderita DM tipe I harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter
spesialis mata dalam waktu lima tahun setelah diagnosis DM ditegakkan.8, 10
Kedua, penderita DM tipe II harus menjalani pemeriksaan mata lengkap oleh dokter
spesialis mata segera setelah didiagnosis DM. Ketiga, pemeriksaan mata penderita DM tipe I dan II
harus dilakukan secara rutin setiap tahun oleh dokter spesialis mata. Keempat, frekuensi
pemeriksaan mata dapat dikurangi apabila satu atau lebih hasil pemeriksaan menunjukkan hasil
normal dan dapat ditingkatkan apabila ditemukan tanda retinopati progresif. Kelima, perempuan
hamil dengan DM harus menjalani pemeriksaan mata rutin sejak trimester pertama sampai dengan
satu tahun setelah persalinan karena risiko terjadinya dan/atau perburukan retinopati DM
meningkat, dan ia harus menerima penjelasan menyeluruh tentang risiko tersebut.8,10
Deteksi dini retinopati DM di pelayanan kesehatan primer dilakukan melalui pemeriksaan
funduskopi direk dan indirek. Dengan fundus photography dapat dilakukan dokumentasi kelainan
retina. Metode diagnostik terkini yang disetujui oleh American Academy of Ophthalmology (AAO)
adalah fundus photography. Keunggulan pemeriksaan ter tersebut adalah mudah dilaksanakan,
interpretasi dapat dilakukan oleh dokter umum terlatih sehingga mampu laksana di pelayanan
kesehatan primer. Pemeriksaan mata lengkap oleh dokter spesialis mata terdiri dari pemeriksaan
visus, tekanan bola mata, slit-lamp biomicroscopy, gonioskop, funduskopi dan stereoscopic fundus
photography dengan pemberian midriatikum sebelum pemeriksaan. Pemeriksaan dapat
dilanjutkan dengan optical coherence tomography (OCT) dan ocular ultrasonography bila perlu.
OCT memberikan gambaran penampang aksial untuk menemukan kelainan yang sulit terdeteksi
oleh pemeriksaan lain dan menilai edema makula serta responsnya terhadap terapi. Ocular
ultrasonography bermanfaat untuk evaluasi retina bila visualisasinya terhalang oleh perdarahan
vitreous atau kekeruhan media refraksi.
Pemeriksaan funduskopi direk bermanfaat untuk menilai saraf optik, retina, makula dan
pembuluh darah di kutub posterior mata. Sebelum pemeriksaan dilakukan, pasien diminta untuk
melepaskan kaca mata atau lensa kontak, kemudian mata yang akan diperiksa ditetesi midriatikum.
Pemeriksa harus menyampaikan kepada pasien bahwa ia akan merasa silau dan kurang nyaman
setelah ditetesi obat tersebut. Risiko glaukoma akut sudut tertutup merupakan kontraindikasi
pemberian midriatikum. Pemeriksaan funduskopi direk dilakukan di ruangan yang cukup gelap.
Pasien duduk berhadapan sama tinggi dengan pemeriksa dan diminta untuk memakukan (fiksasi)
pandangannya pada satu titik jauh. Pemeriksa kemudian mengatur oftalmoskop pada 0 dioptri dan
ukuran apertur yang sesuai. Mata kanan pasien diperiksa dengan mata kanan pemeriksa dan
oftalmoskop dipegang di tangan kanan. Mula-mula pemeriksaan dilakukan pada jarak 50 cm untuk
menilai refleks retina yang berwarna merah jingga dan koroid. Selanjutnya, pemeriksaan dilakukan
pada jarak 2-3 cm dengan mengikuti pembuluh darah ke arah medial untuk menilai tampilan tepi
dan warna diskus optik, dan melihat cup-disc ratio. Diskus optik yang normal berbatas tegas, disc
berwarna merah muda dengan cup berwarna kuning, sedangkan cup-disc ratio <0,3. Pasien lalu
diminta melihat ke delapan arah mata angin untuk menilai retina. Mikroaneurisma, eksudat,
perdarahan, dan neovaskularisasi merupakan tanda utama retinopati DM. Terakhir, pasien diminta
melihat langsung ke cahaya oftalmoskop agar pemeriksa dapat menilai makula. Edema makula dan
eksudat adalah tanda khas makulopati diabetikum.

j. Tatalaksana dan pencegahan1, 18,19


Pencegahan dan pengobatan retinopati diabetik merupakan upaya yang harus
dilakukan bersama untuk mencegah atau menunda timbulnya retinopati dan juga untuk
memperlambat perburukan retinopati. Tujuan utama pengobatan retinopati diabetic ialah
untuk mencegah terjadinya kebutaan permanen. Metode pencegahan dan pengobatan
retinopati diabetic saat ini meliputi kontrol glukosa darah, kontrol tekanan darah dan laser
koagulasi. Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, pengontrolan kadar glukosa darah
dan tekanan darah yang baik secara signifikan menurunkan resiko perkembangan
retinopati diabetic dan juga progresivitasnya.
Perkembangan laser fotokoagulasi retina secara dramatis telah mengubah
penanganan retinopati diabetic. Fotokuagulopati dilakukan pada focal and diffuse
maculophaty dan pada PDR. Penggunaan cahaya yang terfokus untuk mengkauter retina
telah dipraktiskan sejak beberapa tahun dan hasilnya telah dikonfirmasi melalui percobaan
klinikal yang ekstensif untuk kedua penyakit NPDR dan PDR dan juga untuk beberapa tipe
makulopati. Progresivitas retinopati terutama dicegah dengan melakukan pengendalian
yang baik terhadap hiperglikemia, hipertensi sistemik dan hiperkolesterolemia. Terapi pada
mata tergantung dari lokasi dan keparahan retinopatinya. Mata dengan edema macula
diabetic yang belum bermakna klinis sebaiknya dipantau secara ketat tanpa dilakukan
terapi laser. Yang bermakna klinis memerlukan focal laser bila lesinya setempat, dan grid
laser biasanya bila lesinya difus. Penyuntikan intravitreal triamcinolon atau anti VEGF juga
efektif.
Dengan merangsang regresi pembuluh-pembuluh baru, fotokoagulasi laser pan-
retina (PRP) menurunkan insidens gangguan penglihatan berat akibat RD proliferative
hingga 50%. Beberapa ribu bakaran laser dengan jarak teratur diberikan diseluruh retina
untuk mengurangi rangsangan angiogenik dari daerah-daerah iskemik. Daerah sentral yang
dibatasi oleh diskus dan cabang-cabang pembuluh darah temporal tidak dikenai. Yang
beresiko besar kehilangan penglihatan adalah pasien dengan ciri-ciri resiko tinggi. Jika
pengobatan ditunda hingga cirri tersebut muncul, fotokoagulasi laser pan retina yang
memadai harus segera dilakukan tanpa penundaan lagi. Pengobatan pada retinopati
nonproliferatif berat belum mampu mengubah hasil akhir penglihatan, namun pada
pasien-pasien dengan diabetes tipe II, control darah yang buruk, terapi harus diberikan
sebelum kelainan proliferative muncul. Viterktomi dapat membersihkan perdarahan
vitreus dan mengatasi traksi vitreoretina. Sekali perdarahan vitreus yang luas terjadi, 20%
mata akan menuju kondisi penglihatan dengan visus tanpa persepsi cahaya dalam 2 tahun.
Komplikasi pasca-vitrektomi lebih sering dijumpai pada pasien DM tipe I yang menunda
vitrektomi dan pasien DM tipe II yang menjalani vitrektomi dini. Komplikasi tersebut antara
lain ftisis bulbi, peningkatan tekanan intraocular dengan edema kornea, ablation retina dan
infeksi.

k. Prognosis
Pemahaman yang lebih baik terhadap retinopati diabetic melalui pangaplikasian
metode investigasi yang lebih akurat, seperti angiografi fluorescein, indirek oftalmoskopi
secara rutin, slit lamp mikroskop, foto fundus berseri pengguanaan ultrasound juga
dianggap penting. Dengan metode ini juga angka kebutaan bisa dikurangi kecuali pada
situasi masalah social atau masalah lain. Pendidikan pada pasien sangat penting untuk
memperoleh perbaikan dalam prognosis pengobatan untuk pasien diabetes mellitus.
Setelah 20 tahun, 75% daripada pasien diabetic dengan PDR akan menjadi buta jika diobati
dalam masa 5 tahun.15
Kontrol optimal terhadap kadar glukosa darah dapat mencegah komplikasi
retinopati yang lebih berbahaya. Pada mata yang mengalami edema makuler dan iskemik
yang bermakna akan memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser,
daripada mata dengan edema dan perfusi yang relative baik.15
2. Konjungtivitis
a. Definisi
Konjungtivitis adalah peradangan pada konjungtiva dan penyakit ini adalah
penyakit mata yang paling umum di dunia. Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh
banyak mikroorganisme dan faktor-faktor lingkungan lain yang mengganggu.1
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi
padakonjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang menutupi bagian
berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam kelopak mata.

b. Klasifikasi, Etiologi dan Faktor Resiko


1. Konjungtivitis Bakteri
Konjungtivitis Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh
bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya pasien datang dengan keluhan mata merah,
sekret pada mata dan iritasi mata.20
Konjungtivitis bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut,
subakut dan kronik. Konjungtivitis bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N
gonnorhoeae, Neisseria kochii dan N meningitidis. Bentuk yang akut biasanya
disebabkan oleh Streptococcus pneumoniadan Haemophilus aegyptyus. Penyebab
yang paling sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza
dan Escherichia coli, sedangkan bentuk kronik paling sering terjadi pada
konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus nasolakrimalis.21
Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu mata kemudian mengenai
mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke orang lain. Penyakit ini
biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak dengan penderita, sinusitis
dan keadaan imunodefisiensi.22
2. Konjungtivitis Virus
Konjungtivitis viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai
jenis virus, dan berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat
hingga infeksi ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama
daripada konjungtivitis.1
Konjungtivitis viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus
adalah virus yang paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan herpes simplex
virusyang paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh
virus Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan
human immunodeficiency virus.23 Penyakit ini sering terjadi pada orang yang sering
kontak dengan penderita dan dapat menular melalu di droplet pernafasan, kontak
dengan benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan berada di kolam
renang yang terkontaminasi.16
3. Konjungtivitis alergi
Konjungtivitis alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan
disebabkan oleh reaksi inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem
imun (Cuvillo et al, 2009). Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada
alergi di konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1.24
Konjungtivitis alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi
musiman dan konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan
dalam satu grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopic dan
konjungtivitis papilar raksasa.1
Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan
subkategorinya. Misalnya konjungtivitis alergi musiman dan tumbuh-tumbuhan
biasanya disebabkan olehalergi tepung sari, rumput, bulu hewan, dan disertai
dengan rinitis alergi serta timbul pada waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis
sering disertai dengan riwayat asma, eksema dan rinitis alergi musiman.
Konjungtivitis atopik terjadi pada pasien denganriwayat dermatitis atopic,
sedangkan konjungtivitis papilar rak pada pengguna lensa-kontak atau mata buatan
dari plastik.25
4. Konjungtivitis jamur
Konjungtivitis jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan
merupakan infeksi yang jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak
putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem
imun yang terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh
Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun
jarang.1
5. Konjungtivitis parasit
Konjungtivitis parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis, Loa
loa, Ascaris lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma.
6. Konjungtivitis kimia atau iritatif
Konjungtivitis kimia - iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan
substansi iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis.Substansi-substansi iritan yang
masuk ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti
asam, alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejala -gejala berupa nyeri,
pelebaran pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme. Selain itu penyakit ini
dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka panjang seperti
dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan pengawet yang
toksik atau menimbulkan iritasi. Konjungtivitis ini dapat diatasi dengan penghentian
substansi penyebab dan pemakaian tetesan ringan.1
7. Konjungtivitis lain
Selain disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit, konjungtivitis
juga dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit autoimun seperti
penyakit tiroid, gout dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis yang disebabkan
oleh penyakit sistemik tersebut diarahkan pada pengendalian penyakit utama atau
penyebabnya.1 Konjungtivitis juga bisa terjadi sebagai komplikasi dari acne rosacea
dan dermatitis herpetiformis ataupun masalah kulit lainnya pada daerah wajah.
c. Epidemiologi
Konjungtivitis adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan dapat diderita
oleh seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Walaupun tidak ada dokumen
yang secara rinci menjelaskan tentang prevalensi konjungtivitis, tetapi keadaan ini
sudah ditetapkan sebagai penyakit yang sering terjadi pada masyarakat.

d. Gambaran klinis
Tanda-tanda konjungtivitis, yakni18:
a. Kemerahan di forniks dan makin berkurang ke arah limbus karena dilatasi pembuluh-
pembuluh konjungtiva posterior (Hiperemia).
b. Produksi air mata berlebihan (epifora).
c. Eksudat yang berlapis-lapis dan amorf pada konjungtivitis bakteri dan berserabut pada
konkungtivitis alergika (eksudasi).
d. Terkulainya palpebra superior karena infiltrasi di otot Muller (pseudoptosis)
e. Penumpukan Limfosit di pembuluh darah (fliktenula).
f. Pengentalan (koagulum) di atas permukaan epitel (pseudomembran).
g. Edema dari konjungtiva mata (Chemosis)
Gejala-gejala pada konjungtivitis, yakni1:
- Sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau terbakar.
- Sensasi penuh di sekeliling mata, gatal, dan fotofobia.
e. Patofisiologi
Jaringan pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci,
staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan tubuh
ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan infeksi klinis.
Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya kontaminasi eksternal,
penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran darah.20
Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan salah satu penyebab perubahan
flora normal pada jaringan mata, serta resistensi terhadap antibiotik.20
Mekanisme pertahanan primer terhadap infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi
konjungtiva sedangkan mekanisme pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang
berasal dari perdarahan konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan
air mata, mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau
kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada konjungtiva.20
Mekanisme terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada setiap jenis konjungtivitis
ataupun mikroorganisme penyebabnya. Mikroorganisme yang dapat menyebabkan
penyakit ini dijelaskan pada etiologi.20

f. Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan
kerusakan pada mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa
komplikasi dari konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya28:
1. Ulserasi kornea.
2. Membaliknya bulu mata ke dalam (trikiasis).
3. Membaliknya seluruh tepian palpebra (enteropion).
4. Obstruksi ductus nasolacrimalis.
5. Turunnya kelopak mata atas karena kelumpuhan (ptosis).

i. Diagnosis
a. Gejala Subjektif Konjungtivitis biasanya hanya menyebabkan iritasi dengan rasa sakit
dengan mata merah dan lakrimasi. Khasnya pada konjungtivitis flikten apabila kornea ikut
terlibat akan terdapat fotofobia dan gangguan penglihatan. Keluhan lain dapat berupa rasa
berpasir. Konjungtivitis flikten biasanya dicetuskan oleh blefaritis akut dan konjungtivitis
bekterial akut.1
b. Gejala Objektif Dengan Slit Lamp tampak sebagai tonjolan bulat ukuran 1-3 mm,
berwarna kuning atau kelabu, jumlahnya satu atau lebih yang di sekelilingnya terdapat
pelebaran pembuluh darah konjungtiva (hyperemia). Bisa unilateral atau mengenai kedua
mata.1
c. Laboratorium Dapat dilakukan pemeriksaan kultur konjungtiva. Pemeriksaan dengan
pewarnaan gram pada sekret untuk mengidentifikasi organisme penyebab maupun adanya
infeksi sekunder.1
k. Tatalaksana
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya.
Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memulai terapi antimikroba spectrum
luas (mis., polymyxin-trimethoprim). Pada setiap konjungtivitis purulen yang pulasan
gramnya menunjukkan diplokokus gram negative, dugaan neisseria, harus segera dimulai
terapi topical dan sistemik. Jika kornea tidak terlibat, ceftriaxone 1g diberikan dosis tunggal
per intramuscular biasanya merupakan terapi sistemik yang adekuat. Jika kornea terkena,
dibutuhkan ceftriaxone parental, 1-2g perhari selama 5 hari. Pada konjungtivitis purulen dan
mukopurulen, saccus conjunctivalis harus dibilas dengan larutan saline agar dapat
dihilangkan sekret konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan
keluarga diminta memperhatikan hygiene perorangan secara khusus. Perbaikan klinis pada
konjungtivitis klamidia umunya dapat dicapai dengan tetracycline, 1-1,5g/hari peroral dalam
empat dosis selama 3-4 minggu, dozycycline, 100 mg peroral dua kali sehari selama 3
minggu, atau erythromycin, 1g/hari peroral dibagi dalam empat dosis selama 3-4 minggu.28
Infeksi pada konjungtivitis jamur berespons terhadap amphotericin B (3-8 mg/ml) dalam
larutan air (bukan garam) atau terhadap krim kulit nystatin (100.000 U/g) empat sampai
enam kali sehari. Obat ini harus diberikan secara hati-hati agar benar-benar masuk dalam
saccus conjunctivalis. Karena konjungtivitis alergi merupakan penyakit yang dapat sembuh
snediri maka perlu diingat bahwa medikasi yang dipakai untuk meredakan gejala dapat
member perbaikan dalam waktu singkat, tetapi dapat memberikan kerugian jangka panjang.
Steroid topikal atau sistemik dapat dipakai untuk mengurangi rasa gatal dan mempunyai
efek samping (glaukoma, katarak, dan komplikasi lain) yang sangat merugikan.28

l. Prognosis
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila penyakit
radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada
mata/gangguan dan menimbulkan komplikasi seperti Keratitis, Glaukoma, katarak maupun
ablasi retina.29
3. Katarak diabetikum
a. Definisi
Katarak diabetikum merupakan katarak yang terjadi karena penyakit diabetes melitus
dimana terjadi peningkatan glukosa yang memicu proses metabolik dan menyebabkan
hidrasi pada lensa mata.30

b. Etiologi
1. Sebab-sebab biologik :
a. Karena usia. Seperti juga pada seluruh makhluk hidup maka lensa pun mangalami
proses tua dimana dalam keadaan ini ia menjadi katarak.
b. Pengaruh genetik. Pengaruh genetik dikatakan berhubungan dengan proses
degenerasi yang timbul pada lensa.
2. Sebab-sebab imunologik: Badan manusia mempunyai kemampuan membentuk
antibody spesifik terhadap salah satu dari protein-protein lensa. Oleh sebab-sebab
tertentu dapat terjadi sensitisasi secara tidak disengaja oleh protein lensa yang
menyebabkan terbentuknya antibody tersebut. Bila hal ini terjadi maka dapat
menimbulkan katarak.
3. Sebab-sebab fungsional: Akomodasi yang sangat kuat mempunyai efek yang buruk
terhadap serabutserabut lensa dan cenderung memudahkan terjadinya kekeruhan pada
lensa. Ini dapat terlihat pada keadaan seperti intoksikasi ergot, keadaan tetani dan
apathyroidisme.
4. Gangguan bersifat lokal terhadap lensa: Dapat berupa:
a. gangguan nutrisi pada lensa
b. gangguan permeabilitas kapsul lensa
c. efek radiasi dari cahaya matahari
5. Gangguan metabolisme umum: Defisiensi vitamin dan gangguan endokrin dapat
menyebabkan katarak misalnya pada penyakit diabetes mellitus atau
hyperparathiroidisme.

c. Faktor resiko31,32
1. Faktor resiko yang tak bisa diubah
 Usia >45 tahun
Usia diatas 45 tahun cenderung lebih disebabkan karena resistensi insulin atau gangguan
sekresi insulin akibat penuaan dan apoptosi sel beta pankreas.
 Riwayat keluarga diabetes
 Diabetes pada gestasional/kehamilan
Diabetes gestasional merupakan diabetes yang terjadi pada seseorang setelah ia menjadi hamil.
Hal ini disebabkan karena ketidakseimbangan hormonal, tingginya progesteron sehingga
meningkatkan sistem kerja tubuh untuk merangsang sel-sel berkembang yang menyebabkan
tubuh akan mengirimkan sinyal lapar hingga pada puncaknya sistem metabolisme tubuh tidak
bisa menerima langsung asupan kalori dan menggunakannya secaa total sehingga terjadi
peningkatan gula daah selama kehamilan.
 Jenis kelamin
Secara teori, perempuan lebih beresiko terkena diabetes tipe 2. Hal ini disebabkan karena
perempuan memiliki peluang peningkatan indeks massa tubuh yang lebih besar akibat
akumulasi lemak akibat proses hormonal.
 Pola hidup tidak sehat
Hal ini dapat kita lihat pada orang yang merokok, minum alkohol, konsumsi kafein, kurang
makan buah dan sayur.

d. Klasifikasi
Terdapat 2 tipe klasifikasi katarak pada pasien tersebut. True diabetic cataract, atau
snowflake cataract, dapat bilateral, onset terjadi secara tiba tiba dan menyebar sampai
subkapsular lensa, tipe ini biasa terjadi pada usia dengan diabetes mellitus yang tidak
terkontrol. kekeruhan menyeluruh supcapsular seperti tampilan kepingan salju terlihat
awalnya di superfisial anterior dan korteks posterior lensa. Vacuola muncul dalam kapsul
lensa. Pembengkakan dan kematangan katarak kortikal terjadi segera sesudahnya. Peneliti
percaya bahwa perubahan metabolik yang mendasari terjadinya true diabetic cataract pada
manusia sangat erat kaitannya dengan katarak sorbitol yang dipelajari pada hewan
percobaan. Meskipun true diabetic cataract jarang ditemui pada praktek klinis saat ini,
Setiap dilaporkannya katarak kortikal matur bilateral pada anak atau dewasa muda
sebaiknya diwaspadai oleh klinisi kemungkinan diabetes mellitus.34
e. Gambaran klinis
Katarak pada diabetes didiagnosis terutama dengan gejala subjektif. Biasanya, pasien
melaporkan penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan gangguan fungsional sampai
derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan tadi, temuan objektif
biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil sehingga retina tak akan
tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak, cahaya akan dipendarkan dan
bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan terfokus pada retina. Hasilnya
adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang menjengkelkan dengan distorsi
bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang normalnya hitam, akan tampak
kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi bertahap selama bertahun-tahun,
dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi yang lebih kuat pun tak akan
mampu memperbaiki penglihatan. Orang dengan katarak secara khas selalu mengembangkan
strategi untuk menghindari silau yang menjengkel yang disebabkan oleh cahaya yang salah
arah.33
f. Patofisiologi
Glukosa memasuki lensa dari aqueous humor melalui difusi sederhana dan difusi yang
difasilitasi. Kira-kira 90-95% glukosa yang masuk ke lensa akan difosforilasi oleh enzim
hexokinase menjadi glukosa-6-fosfat. Hexokinase akan tersaturasi oleh kadar glukosa normal
pada lensa sehingga apabila kadar glukosa normal telah dicapai, maka akan reaksi ini akan
terhenti. Glukosa-6-fosfat yang terbentuk ini akan digunakan di jalur glikolisis anaerob dan
jalur pentosa fosfat. Lensa tidak dilalui pembuluh darah sehingga kadar oksigen lensa sangat
rendah. Oleh karena itu, metabolisme utamanya berlangsung secara anaerob yaitu glikolisis
anaerob. Sebesar 70% ATP lensa dihasilkan melalui glikolisis anaerob. Walaupun kira-kira
hanya 3% dari glukosa masuk ke siklus Krebs, tetapi siklus ini menghasilkan 25% dari
seluruh ATP yang dibentuk di lensa. Jalur lain yang memetabolisme glukosa-6-fosfat adalah
jalur pentosa fosfat. Kira-kira 5% dari seluruh glukosa lensa dimetabolisme oleh jalur ini dan
dapat distimulasi oleh peningkatan kadar glukosa. Aktivitas jalur pentosa fosfat di lensa
lebih tinggi dibandingkan di jaringan lain untuk menghasilkan banyak NADPH yang
berfungsi untuk mereduksi glutation. Jalur lain yang berperan dalam metabolisme glukosa di
lensa adalah jalur sorbitol. Ketika kadar glukosa meningkat, seperti pada keadaan
hiperglikemik, jalur sorbitol akan lebih aktif dari pada jalur glikolisis sehingga sorbitol akan
terakumulasi. Glukosa akan diubah menjadi sorbitol dengan bantuan enzim yang berada di
permukaan epitel yaitu aldosa reduktase. Lalu sorbitol akan dimetabolisme menjadi fruktosa
oleh enzim poliol dehidrogenase. Enzim ini memiliki afinitas yang rendah, artinya sorbitol
akan terakumulasi sebelum dapat dimetabolisme, sehingga menyebabkan retensi sorbitol di
lensa. Selanjutnya sorbitol dan fruktosa menyebabkan tekanan osmotik meningkat dan akan
menarik air sehingga lensa akan menggembung, sitoskeletal mengalami kerusakan, dan lensa
menjadi keruh.33

k. Tatalaksana
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak
mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan mengganti
kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa yang keruh. Namun,
aldose reductase inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi glukosa menjadi sorbitol,
sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak gula pada hewan.
Obat anti katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya agen yang menurunkan kadar
sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E2,5,7,9.
Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah ekstraksi lensa. Lebih dari bertahuntahun,
tehnik bedah yang bervariasi sudah berkembang dari metode yang kuno hingga tehnik hari ini
phacoemulsifikasi. Hampir bersamaan dengan evolusi IOL yang digunakan, yang bervariasi
dengan lokasi, material, dan bahan implantasi. Bergantung pada integritas kapsul lensa
posterior, ada 2 tipe bedah lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra
capsuler cataract ekstraksi (ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga
prosedur operasi pada ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan
phacoemulsifikasi.34

l. Prognosis
Dengan tehnik bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat jarang. Hasil
pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah katarak resiko ini kecil dan jarang
terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada pembedahan dengan ECCE atau
fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat meningkat hingga 2 garis
pada pemeriksaan dengan menggunakan snellen chart.1
4. Cara membedakan konjungtivitis bakteri, virus, jamur
Gejala-gejala yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi konjungtiva
baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis bakteri biasanya
lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai
edema pada kelopak mata. Ketajaman penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada
konjungtivitis bakteri namun mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada
lapisan air mata, sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejala yang paling khas adalah
kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur.17
Gejala klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan etiologinya. Pada
keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus biasanya dijumpai demam
dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai pseudomembran. Selain
itu dijumpai infiltrat subepitel kornea atau keratitis setelah terjadi konjungtivitis dan
bertahan selama lebih dari 2 bulan.1 Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga
mengeluhkan gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti
sakit kepala dan demam. Pada konjungtivitis herpetic yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks (HSV) yang biasanya mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret
mukoid, nyeri, fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes. Konjungtivitis hemoragika
akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan coxsackie virus memiliki gejala klinis
nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata, kemerahan, edema palpebra dan
perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat terjadi kimosis.23
Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat timbul pada pasien diabetes dan
pasien dengan keadaan sistem imun yang terganggu.1

5. Penurunan visus35
Mata merah visus tidak turun
Prinsipnya: mengenai struktur yang bervaskuler (konjungtiva atau sklera) yang tidak
menghalangi media refraksi. Contoh :antara lain konjungtivitis murni, trakoma, mata kering,
xeroftalmia, pterigium, pinguekula, episkleritis, skleritis
-Mata merah visus turun
Prinsipnya: mengenai struktur bervaskuler yang mengenai media refraksi (kornea, uvea, atau
seluruh mata). Contoh: keratitis, keratokonjungtivitis, uveitis, glaukoma akut, endoftalmitis,
panoftalmitis
-Mata tenang visus turun mendadak
uveitis posterior, perdarahan vitreous, ablasio retina, oklusi arteri atau vena retinal, neuritis optik,
neuropati optik akut karena obat (misalnya etambutol), migrain, tumor otak
-Mata tenang visus turun perlahan
katarak, glaukoma, retinopati penyakit sistemik, retinitis pigmentosa, kelainan refraksi

6. Interpretasi hasil
Pada mata kiri nenek dicuragai adanya retinopati diabetik oleh karena hasil
pemeriksaan mirip seperti tanda berikut:
- Makula udema
- Eksudat
- Viterus hemorhage (perdarahan vitreus)
- Neovasculatisasi
- Ablasi retina
- Jaringan ikat vitreo retinal
- Perdarahan di subhyaloid
Pada mata kanan nenek dicuragai mengalami katarak diabetic, sebab gejalanya mirip
seperti gejala katarak diabetik seperti penurunan ketajaman fungsi penglihatan, silau, dan
gangguan fungsional sampai derajat tertentu yang diakibatkan karena kehilangan penglihatan
tadi, temuan objektif biasanya meliputi pengembunan seperti mutiara keabuan pada pupil
sehingga retina tak akan tampak dengan oftalmoskop. Ketika lensa sudah menjadi opak,
cahaya akan dipendarkan dan bukannya ditransmisikan dengan tajam menjadi bayangan
terfokus pada retina. Hasilnya adalah pandangan kabur atau redup, menyilaukan yang
menjengkelkan dengan distorsi bayangan dan susah melihat di malam hari. Pupil yang
normalnya hitam, akan tampak kekuningan, abu-abu atau putih. Katarak biasanya terjadi
bertahap selama bertahun-tahun, dan ketika katarak sudah sangat memburuk, lensa koreksi
yang lebih kuat pun tak akan mampu memperbaiki penglihatan.
Pada mata rudi yang mengalami merah adalah diduga disebabkan karena konjuntivitis bakteri, karena
gejala yang dialami oleh rudi mirip tanda-tanda pada konjungtivitis bakteri, yaitu injeksi konjungtiva baik
segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis bakteri biasanya lebih purulen
daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada kasus yang ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata.
Gejala yang paling khas adalah kelopak mata yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur.

7. Tatalaksana kasus

Untuk nenek dapat dilakukan beberapa hal berikut, seperti Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur
operasi. Akan tetapi jika gejala katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang
kala cukup dengan mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan
lensa yang keruh. Namun, aldose reductase inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi glukosa
menjadi sorbitol, sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam pencegahan katarak gula pada
hewan. Obat anti katarak lainnya sedang diteliti termasuk diantaranya agen yang menurunkan kadar
sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan antioksidan vitamin C dan E2,5,7,9.2 tipe bedah lensa
yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi (ECCE). Metode
pencegahan dan pengobatan retinopati diabetic saat ini meliputi kontrol glukosa darah, kontrol
tekanan darah dan laser koagulasi. Sedangkan untuk rudi dapat dilakukan Terapi spesifik
konjungtivitis bakteri yang tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya. Sambil menunggu hasil
laboratorium, dokter dapat memulai terapi antimikroba spectrum luas (mis., polymyxin-trimethoprim).
Jika kornea terkena, dibutuhkan ceftriaxone parental, 1-2g perhari selama 5 hari. Pada konjungtivitis
purulen dan mukopurulen, saccus conjunctivalis harus dibilas dengan larutan saline agar dapat
dihilangkan sekret konjungtiva. Untuk mencegah penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta
memperhatikan hygiene perorangan secara khusus.

8. Prognosis kasus
Pada nenek prognosisnya pada mata kiri adalah baik dengan tehnik bedah yang mutakhir,
komplikasi atau penyulit menjadi sangat jarang. Hasil pembedahan yang baik dapat mencapai
95%. Pada bedah katarak resiko ini kecil dan jarang terjadi. Untuk mata kanannya kurang baik,
sebab pada mata yang mengalami edema makuler dan iskemik yang bermakna akan
memiliki prognosis yang lebih jelek dengan atau tanpa terapi laser, daripada mata
dengan edema dan perfusi yang relative baik. Untuk mata Rudi, prognosisnya baik.
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila penyakit radang
mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan dan
menimbulkan komplikasi seperti Keratitis, Glaukoma, katarak maupun ablasi retina
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan:
Nenek Siti, 65 tahun, mengalami retinopati diabetik pada mata kiri dan katarak diabetic pada
mata kanannya, sedangkan rudi mengalami konjungtivitis bakteri.

Daftar Pustaka
1. Vaughan DG, Asbury T, Eva PR, Oftalmologi Umum, Edisi 14, Widya Medika, Jakarta, 2000, hal. 211-14.
2. Nema HV, Text book of Opthalmology, Edition 4, Medical publishers, New Delhi, 2002, page 249-251.
3. Kern TS, Huang S. Vascular damage in diabetic retinopathy. In: Levin LA, Albert DM, editor. Ocular
disease: mechanisms and management. USA: Saunders; 2010. p. 506-12.
4. Basic and Clinical Science Course, Retina and Vitreous, Section 12, American - Academy of
Ophtalmologi, United State, 1997, page 71-86.
5. Wong TY, Yau J, Rogers S, Kawasaki R, Lamoureux EL, Kowalski J. Global prevalence of diabetic
retinopathy: Pooled data frompopulation studies from the United States, Australia, Europe and Asia.
Prosiding The Association for Research in Vision and Opthalmology Annual Meeting; 2011.
6. Soewondo P, Soegondo S, Suastika K, Pranoto A, Soeatmadji DW, Tjokroprawiro A. The DiabCare Asia
2008 study – Outcomes on control and complications of type 2 diabetic patients in Indonesia. Med J
Indones. 2010;19(4):235-43.
7. Paulus YM, Gariano RF. Diabetic retinopathy: A growing concern in an aging population. Geriatrics.
2009;64(2):16-26.
8. American Diabetes Association. Standards of medical care in diabetes - 2010. Diabetes Care.
2010;33(Suppl1):S11-61.
9. Fong DS, Aiello L, King GL, Blankenship G, Cavallerano JD, Ferris FL. Retinopathy in diabetes. Diabetes
Care. 2004;27 (Suppl1):S84-7.
10. Garg S, Davis RM. Diabetic retinopathy screening update. Clinical Diabetes. 2009;27(4):140-5.
11. Daniel W. Foster. 2000. Diabetes Mellitus dalam Harrison Ilmu-ilmu Penyakit Dalam. Volume 5, EGC.
12. Westerfeld CB, Miller JW. Neovascularization in diabetic retinopathy. In: Levin LA, Albert DM, editor.
Ocular disease: mechanisms and management. USA: Saunders; 2010. p. 514-7.
13. Freeman WR, Practical Atlas of Retinal Disease and Therapy, Edition 2, Lippincott-Raven, Hongkong,
1998, page 199-213.
14. Langston D, Manual of Ocular Diagnosisand therapy, Edition 4, Deborah Pavan Langston, United
State, 1996, page 162-165.
15. Pandelaki K. 2007. Retinopati Diabetik dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi IV Jilid III. Editor:
Aru W. Sudoyo dkk. Departemen ilmu penyakit dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia:
Jakarta.
16. Ilyas S. 2006. Ilmu Penyakit Mata. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia: Jakarta.
17. James B dkk. 2006. Oftalmologi, Lecture Notes, Edisi ke-9. Erlangga: Jakarta.
18. Kanski J Jack. 1998. Ophthalmology in focus. Elsevier. London.
19. National Eye Institute of Health. 2012. Diabetic Retinopathy: Prevention Treatment and Diet. North
Dakota State University.
20. James, B., Chew, C., Bron, A., 2005. Konjungtiva, Kornea, dan Sklera. Dalam: Bruce, J., et al. (eds).
Lecture Notes Oftalmologi. Edisi 9. Jakarta: Penerbit Erlangga, 6-66.
21. Jatla, K.K., 2009. Neonatal Conjunctivitis. University of Colorado Denver Health Science Center.
Available at: http://emedicine.medscape.com/ article/1192190-overview.
22. Marlin, D.S., 2009. Bacterial Conjunctivitis. Penn State College of Medicine. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview.
23. Scott, I.U., 2010. Viral Conjunctivitis. Departement of Opthalmology and Public Health Sciences:
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/ 1191370-overview.
24. Majmudar, P.A., 2010. Allergic Conjunctivitis. Rush-Presbyterian-St Luke’s Medical Center. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview.
25. Asokan, N., 2007. Asthma and Immunology Care. Diplomate of American Board of Allergy &
Immunology and American Board of Pediatrics. Available from: http://www.trinityallergy.com/md-
natarajan-asokan-trinity-allergy-asthma-immunology-kingman-az.htm.
26. Chu C, Salmon J. Examination of the fundus. The Journal of Clinical Examination. 2007;2:7-14.
27. Benjamin L, James B. Examination of the retina and optic disc. In: Benjamin L, James B, editor.
Ophthalmology investigation examination techniques. China: Elsevier; 2007. p. 45-50.
28. Salmon, J.R, 2007. Glaucoma. In: Paul R, Whitcher, J.P, ed. Vaughan & Asbury’s General
Ophthalmology. USA: McGraw-Hill, 212-228.
29. Engram, Barbara. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah. Jakarta: EGC
30. Schwartz SG, Flynn HW. The complex relationship between cataract and diabetic eye disease. Naples:
Bascom Palmer Eye Institute.
31. Sustrani, Lanny dkk. “Diabetes”. PT: Gramedia Pustaka Utama. Jakarta: 2006
32. Ramaiah, Savitri. “Diabetes: Cara Mengetahui Gejala Diabetes dan Mendeteksinya Sejak Dini”. PT.
Bhuana Ilmu Populer. Jakarta: 2008
33. Khurana A.K, Community Ophthalmologi, Chapter 20, in Comprehensive Ophthalmology, Fourth
Edition, New Delhi, New Age International Limited Publisher, 2007
34. Murril A.C, Stanfield L.D, Vanbrocklin D.M, Bailey L.I, Denbeste P.B, Dilomo C.R, et all. (2004).
Optometric clinical practice guideline. American optometric association: U.S.A
35. Crick,R,P, 2003, A Textbook of Clinical Ophthalmology 3rd edition, World Scientific
Publishing, Singapore.

Anda mungkin juga menyukai