Panduan Budi Pekerti (BookFold)
Panduan Budi Pekerti (BookFold)
i
menyenangkan di lingkungan sekolah, keluarga, dan
masyarakat.
Dalam Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti sekolah-
sekolah yang selama ini telah berhasil melaksanakan
penumbuhan budi pekerti dengan baik dijadikan sebagai
praktik yang baik (best practices) dan menjadi contoh untuk
disebarluaskan ke sekolah-sekolah lainnya. Melalui program ini
diharapkan para peserta didik (peserta didik) memiliki
keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berakhlak mulia, menguasai kompetensi akademik yang utuh
dan terpadu, sekaligus memiliki kepribadian yang baik sesuai
dengan norma-norma dan budaya Indonesia. Pada gilirannya,
Penumbuhan Budi Pekerti diharapkan menjadi budaya sekolah.
Dalam rangka mengimplementasikan kebijakan
Penumbuhan Budi Pekerti di tingkat Sekolah Dasar
sebagaimana dimaksud dalam Permendikbud RI nomor 23
tahun 2015, yang kemudian telah dijabarkan dalam buku
Panduan Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti oleh Ditjen
Dikdasmen tahun 2016, maka perlu disusun Buku Panduan
Pelaksanaan Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti di Sekolah
Dasar sebagai salah satu bahan acuan dalam pelaksanaannya.
Kami berharap, buku Panduan ini dapat bermanfaat
dalam Penumbuhan Budi Pekerti di tingkat Sekolah Dasar,
dalam rangka membina generasi bangsa yang berbudi pekerti
luhur, sesuai dengan nilai-nilai Pancasila.
Jakarta, April 2016
Direktur Pembinaan Sekolah Dasar
ii
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI iii
BAGIAN I | PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Dasar Hukum 8
Tujuan 9
Sasaran 10
iii
Lembaga Swadaya Masyarakat 43
Media Massa 44
Dunia usaha 44
Masyarakat Umum 44
Alur Peran Pemangku Kepentingan 45
Bagian VI | PENUTUP 71
iv
A. LATAR BELAKANG
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan merasa
terhormat untuk mengemban salah satu amanat janji
kemerdekaan, yaitu mencerdaskan anak bangsa, bukan hanya
cerdas secara intelektual, melainkan juga secara sosial,
emosional dan spiritual. Hal ini sejalan dengan amanat Pasal 3
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional yang menyatakan bahwa
“Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa,
bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik agar
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggungjawab”.
1
Ketentuan tersebut menghendaki hasil pendidikan
menumbuhkan kepribadian peserta didik yang utuh, yaitu
kepribadian yang religius, berakhlak mulia, serta menunjukkan
perilaku yang santun dan berbudi pekerti luhur (prosocial
behavior) dan menghindari perilaku kekerasan atau perilaku
anti sosial (aggressive behavior) dalam kehidupan masyarakat.
Fenomena perilaku kekerasan (aggressive behavior) di
kalangan pelajar angkanya cukup memprihatinkan,
sebagaimana tergambar dalam tabel berikut ini.
50%
80%
Siswa mengakui
40% pernah
melakukan
kekerasan di
75%
45% sekolah
22%
Siswa laki-laki
menyebutkan
bahwa guru atau
petugas sekolah
merupakan
pelaku kekerasan
2
Sumber: ICRW (2015) dan Unicef (2014-2015) dalam Ikhtisar Eksekutif
Strategi Nasional Penghapusan Kekerasan Terhadap Anak 2016-2020 oleh
Kemen-PPPA.
3
melalui Alur intrakurikuler dan ekstrakurikuler, Kemendikbud
juga menerbitkan kebijakan-kebijakan penting non-kurikuler,
seperti Sekolah Aman, Indeks Integritas Ujian Nasional, dan
Penumbuhan Budi Pekerti. Implementasi kebijakan sekolah
aman bersifat komplementer dengan kebijakan penumbuhan
budi pekerti. Konsep sekolah aman diperlukan untuk
menciptakan kondisi untuk bertumbuhnya budi pekerti. Di sisi
lain, gerakan penumbuhan budi pekerti lebih difokuskan pada
pembiasan untuk membentuk karakter peserta didik melalui
Alur non-kurikuler. Dengan demikian maka guna menunjang
efektivitas gerakan penumbuhan budi pekerti perlu
dikondisikan terwujudnya sekolah aman.
Sekolah Aman adalah sekolah yang memberikan
perlindungan kepada anak dalam proses pembelajaran, baik
dari sisi kesehatan dan keselamatan maupun dari sisi
keamanan. Faktanya dalam kehidupan masyarakat khususnya
di sekolah, ditemukan berbagai kasus perilaku kekerasan
sebagaimana tercantum dalam gambar 1.1 dan 1.2 di atas,
yang mengancam keamanan serta keselamatan anak masih
berlangsung di sekolah. Dunia pendidikan selama ini terkesan
mengabaikan masalah kekerasan di sekolah, sehingga
penanggulangannya masih bersifat parsial atau tidak sistemik.
4
serta melakukan intervensi terhadap perilaku kekerasan.
Berdasarkan Permendikbud RI No. 82 Tahun 2015, sekolah
haruslah menjadi tempat yang menyenangkan bagi peserta
didik, seolah-olah mereka berada di taman, sehingga peserta
didik akan merasa betah di sekolah sebagaimana mereka
merasa betah di taman.
5
melainkan dididikkan melalui pemahaman, pembiasaan dan
keteladanan baik yang bersifat komplementer pada setiap
mata pelajaran maupun diimplementasikan dalam berbagai
kegiatan peserta didik selama di sekolah.
Sejatinya pendidikan budi pekerti merupakan
gagasan yang ditawarkan oleh Bapak Pendidikan Nasional,
yaitu Ki Hadjar Dewantara. Menurut Ki Hadjar Dewantara
(2004: 485) “pengajaran (baca: pendidikan) budi pekerti,
tidak lain artinya daripada menyokong perkembangan
hidup anak-anak, lahir dan batin, dari sifat kodratnya
menuju ke arah peradaban dalam sifatnya yang umum”.
Lebih lanjut dijelaskan Ki Hadjar Dewantara, bahwa
pendidikan budi pekerti dilakukan dengan cara
menganjurkan atau kalau perlu memerintahkan anak-anak
untuk berperilaku yang baik dalam kehidupan sehari-hari.
Terhadap anak kecil cukuplah kita membiasakan mereka
untuk bertingkah laku yang baik, sedangkan bagi anak-anak
yang sudah dapat berpikir seyogianyalah diberikan
pengertian atau penjelasan tentang kebaikan dan
keburukan. Menurutnya, syarat pendidikan budi pekerti
dengan menggunakan metode “ngerti, ngrasa, nglakoni”
(menyadari, menginsyafi, dan melakukan).
Menurut Ki Hadjar Dewantara (2004:488) pendidikan
budi pekerti tingkat Sekolah Dasar (SD) untuk kelas bawah
yaitu usia 6 – 9 tahun, didorong untuk membiasakan
bertingkah laku baik, sedangkan untuk kelas atas yaitu usia
9 – 12 hendaknya anak-anak diberi pengertian tentang
segala tingkah laku kebaikan dalam hidupnya sehari-hari.
Lebih lanjut disebutkan Ki Hadjar Dewantara bahwa dalam
pendidikan Budi Pekerti hendaklah diterapkan maksud dan
6
tujuan Pendidikan Budi Pekerti yang pada prinsipnya adalah
untuk memelihara ketertiban guna mencapai rasa aman
lahir dan batin, baik untuk dirinya sendiri maupun untuk
masyarakat luas.
Secara saintifik, teori pendidikan Budi Pekerti yang
dikemukakan oleh Ki Hadjar Dewantara sebagaimana
tersebut di atas, apabila dikaji secara komprehensif
meliputi apa yang disebutnya sebagai periode hakekat,
syariat, dan periode ma’rifat, pada prinsipnya sejalan
dengan teori pada mazhab behaviorisme yaitu teori
kognitif, teori reinforcement (termasuk teori social learning),
dan teori psikoanalitis, mazhab konstruktivisme, dan teori
pendidikan pada mazhab humanisme.
Menurut penjelasan Permendikbud nomor 23 Tahun
2015, metode pelaksanaan Penumbuhan Budi Pekerti di
Sekolah Dasar dilakukan dengan mengamati dan meniru
perilaku positif guru dan kepala sekolah sebagai contoh
langsung di dalam membiasakan keteraturan dan
pengulangan. Sedangkan guru berperan juga sebagai
pendamping untuk mendorong peserta didik belajar mandiri
sekaligus memimpin teman dalam aktifitas kelompok seperti
bermain, bernyanyi, menari, mendongeng, melakukan simulasi,
dan bermain peran di dalam kelompok.
Kebijakan Penumbuhan Budi Pekerti (PBP) ini
merupakan salah satu ikhtiar menerjemahkan visi Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan 2014 – 2019, yaitu membentuk
insan dan ekosistem pendidikan dan kebudayaan yang
berkarakter. Agar kebijakan ini menjadi gerakan, maka
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan perlu menerbitkan
Panduan Pelaksanaan PBP khususnya dalam hal ini untuk
7
jenjang sekolah dasar. Buku ini akan menjadi acuan kerja bagi
para pemangku kepentingan yang peduli terhadap kemajuan
Penumbuhan Budi Pekerti bagi generasi penerus bangsa
Indonesia khususnya pada jenjang sekolah dasar.
B. DASAR HUKUM
Landasan yuridis Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti
ini yaitu:
1. Undang-undang Dasar Negara RI Tahun 1945 Pasal
28B, tentang Perlindungan Anak.
2. Undang-undang RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang
Perlindungan Anak.
3. Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional.
4. Peraturan Pemerintah RI Nomor 13 Tahun 2015
tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah
RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan.
5. Peraturan Pemerintah RI Nomor 48 Tahun 2008
tentang Pendanaan Pendidikan.
6. Peraturan Pemerintah RI Nomor 17 Tahun 2010
tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan,
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan
Pemerintah RI Nomor 66 Tahun 2010.
7. Perpres RI Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun
2015-2019.
8
8. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
Nomor 23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi
Pekerti.
9. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan RI
Nomor 82 Tahun 2015 tentang Pencegahan dan
Penanggulangan Tindak Kekerasan di Lingkungan
Satuan Pendidikan.
C. TUJUAN
Berdasarkan Pasal 2 Permendikbud RI Nomor 23
Tahun 2015, tujuan Penumbuhan Budi Pekerti (PBP)di
sekolah dasar adalah:
1. menjadikan sekolah sebagai taman belajar yang
menyenangkan bagi peserta didik, guru, dan tenaga
kependidikan;
2. menumbuhkembangkan kebiasaan yang baik sebagai
bentuk pendidikan karakter sejak di keluarga, sekolah,
danmasyarakat;
3. menjadikan pendidikan sebagai gerakan yang
melibatkan pemerintah, pemerintah daerah,
masyarakat, dan keluarga; dan/atau
4. menumbuhkembangkan lingkungan dan budaya
belajar yang serasi antara keluarga, sekolah, dan
masyarakat.
Tujuan PBP tersebut harus menjadi pedoman bagi para
kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan, dan pihak-pihak
lain (stakeholders) yang memiliki otoritas, kesadaran, dan
tanggung jawab dalam mengimplementasikan Gerakan
Penumbuhan Budi Pekerti (GPBP).
9
D. SASARAN
Sasaran utama dari Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti
(GPBP) ini adalah peserta didik sekolah dasar dalam kegiatan
non-kurikuler. Untuk menunjang tercapainya sasaran tersebut,
panduan ini dimaksudkan menjadi pedoman bagi stakeholders
atau pemangku kepentingan yang berpartisipasi aktif dalam
GPBP, yaitu:
1. Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota;
2. Pengawas sekolah dasar;
3. Kepala sekolah;
4. Guru kelas sekolah dasar;
5. Tenaga kependidikan;
6. Orang tua/wali peserta didik;
7. Komite sekolah
8. Alumni; dan/atau
9. Pihak-pihak yang terkait dengan kegiatan pembelajaran
di sekolah.
10
A. MAKNA GERAKAN PENUMBUHAN BUDI PEKERTI
1. Gerakan
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2015 tentang
Penumbuhan Budi Pekerti merupakan landasan
yuridis pelaksanaan Gerakan Penumbuhan Budi
Pekerti (GPBP) di sekolah dasar. Gerakan mengandung
makna tindakan terencana yang dilakukan oleh suatu
kelompok masyarakat disertai program terencana dan
ditujukan agar terjadi perubahan. Gerakan sebagai
tindakan terencana ini harus dipandang sebagai milik
bersama dan menjadi tanggung jawab semua pihak
yakni pemerintah pusat, pemerintah daerah, sekolah,
keluarga, dan masyarakat. Sebagai suatu tindakan yang
terencana GPBP dilaksanakan melalui proses yang
menyeluruh, maka penumbuhan budi pekerti tak cukup
11
hanya diterapkan di sekolah. Dari sisi tempat, berarti
dipraktikkan di sekolah, rumah, maupun lingkungan
sekitar. Dari sisi waktu, berarti senantiasa dilaksanakan
setiap waktu. Dari sisi pelaku, berarti dilakukan oleh
semua pelaku pendidikan.
2. Penumbuhan
Penumbuhan menurut bahasa adalah proses, cara,
perbuatan menumbuhkan. Istilah penumbuhan
mengakui adanya kemampuan potensial yang
membutuhkan ruang untuk berkembang, berbeda
dengan penanaman yang sifatnya meletakkan sesuatu
benih pada ruang tertentu yang asalnya tidak ada benih
tersebut. Kemendikbud menggunakan istilah
penumbuhan selaras dengan Permendikbud RI Nomor
23 Tahun 2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti Pasal 1
ayat (2) menjelaskan penumbuhan budi pekerti adalah
kegiatan pembiasaan sikap dan perilaku positif di
sekolah yang dimulai sejak hari pertama sekolah, masa
orientasi peserta didik baru sampai dengan kelulusan
sekolah.
Dengan demikian menumbuhkan budi pekerti berarti
memelihara, merawat, memfasilitasi potensi perilaku
positif peserta didik agar tumbuh semakin baik sehingga
menjadi kebiasaan hidupnya.
3. Budi Pekerti
Budi pekerti berasal dari kata “budi” yang berarti pikiran
atau gagasan, perasaan, kemauan, sedang “pekerti” itu
artinya “tenaga atau perbuatan”. Jadi “budi pekerti”
merupakan angan-angan atau gagasan seseorang yang
12
dijelmakan dalam bentuk perbuatan atau perilaku.
Dengan demikian “budi pekerti” seseorang merupakan
perilaku lahiriah yang didorong oleh gagasan dan
kehendaknya secara otonom (merdeka, berpribadi), yang
dapat memerintah atau menguasai dirinya sendiri
(mandiri). Istilah budi pekerti biasanya digunakan untuk
menyebut kepribadian, adab atau akhlak seseorang itu
baik.
B. ALUR GBPP
Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti (GPBP) di sekolah
dimaksudkan untuk membiasakan perilaku baik dalam
kehidupan sehari-hari, yang tidak hanya sekadar memberikan
pengetahuan tentang perbuatan baik, tetapi bagaimana
melaksanakan pembiasaan perbuatan baik tersebut dalam
bentuk tindakan non-kurikuler.
Yang dimaksud dengan kegiatan non-kurikuler adalah:
1. GPBP bukan merupakan mata pelajaran tersendiri;
2. GPBP tidak menambah tema atau pokok bahasan dalam
mata pelajaran tertentu, melainkan
3. GPBP mengoptimalkan kegiatan pendidikan budi pekerti
yang ada di sekolah dengan mengintegrasikannya pada
kegiatan-kegiatan persekolahan;
4. GPBP melibatkan seluruh warga sekolah dan masyarakat
dalam menumbuhkan, mengembangkan, membiasakan
dan membudayakan sikap dan perilaku positif peserta
didik; dan
5. GPBP menggunakan strategi pembudayaan nilai-nilai budi
pekerti.
13
Gambar 2.1 Infografis Alur Penumbuhan Budi Pekerti
14
akan makan sehabis bermain dengan teman-teman di
lingkungan sekitar rumah?
15
C. NILAI-NILAI DASAR GERAKAN PENUMBUHAN
BUDI PEKERTI
GPBP dimaksudkan untuk menumbuhkan tujuh nilai
positif melalui pembiasaan-pembiasaan yang dilakukan
sepanjang waktu, di rumah, sekolah, dan lingkungan.
Tujuh pembiasaan tersebut meliputi:
1. Internalisasi Sikap Moral dan Spiritual
Internalisasi adalah
penghayatan terhadap suatu
ajaran, doktrin, atau nilai
sehingga merupakan
keyakinan dan kesadaran
seseorang yang
diwujudkan dalam
sikap dan perilakunya.
Sikap moral adalah
keyakinan tentang baik
buruknya perbuatan
yang berlandaskan Gambar 2.3 Ilustrasi internalisasi sikap moral
pada nilai dan norma dan spiritual
yang diterima secara
umum (masyarakat, bangsa, dunia).
Sikap spiritual adalah keyakinan jiwa yang melandasi sikap
dan perilaku yang bersumber pada nilai-nilai keagamaan
dan Ketuhanan Yang Maha Esa. Internalisasi sikap moral dan
spiritual adalah menerima, meyakini, dan melaksanakan
kebaikan yang berlandaskan nilai kesopanan, kesusilaan,
hukum dan agama yang diwujudkan dalam sikap dan
perbuatan seseorang atau kelompok dalam kehidupan
16
pribadi, kehidupan masyarakat, kehidupan berbangsa dan
kehidupan bernegara.
17
3. Interaksi Sosial Positif antara Peserta didik dengan
Figur Orang Dewasa
Interaksi sosial antara
peserta didik dengan
orang dewasa di
lingkungan sekolah,
rumah dan di lingkungan
masyarakat harus dibiasakan
dalam perilaku yang sopan
dan tutur kata yang santun.
Pembiasaan interaksi sosial
positif dilakukan terhadap
pimpinan sekolah, guru,
tenaga kependidikan,
orang tua serta orang
dewasa lain yang ada di
Gambar 2.5 Ilustrasi interaksi sosial peserta sekolah. Demikian pula
didik dengan figure orang dewasa pembiasaan sopan
santun terhadap orang
dewasa ini dilakukan di rumah dan lingkungan masyarakat
sehingga hidup harmonis dan saling menghargai sebagai
cermin pribadi, masyarakat dan bangsa yang beradab.
Dalam prinsip ini tercermin nilai sopan dan santun dari
peserta didik terhadap orang dewasa, dan perlunya
keteladanan dan pengayoman orang dewasa terhadap
peserta didik.
18
4. Interaksi Sosial Positif Antar Peserta didik
Nilai interaksi sosial
positif antar peserta
didik pada hakikatnya
segala upaya
membiasakan peserta
didik untuk saling
hormati, toleran,
kerjasama, dan saling
membantu antar teman
sebaya, adik kelas, dan kakak
kelas. Gambar 2.6 ilustrasi interaksi antar peserta
didik
19
Gambar 2.7 ilustrasi memelihara lingkungan sekolah
20
coba memahami, menerima dan menghargai potensi-
potensi bakat peserta didik sehingga sekolah dapat
membuat suatu program dan menyediakan fasilitas
sarana pendukung untuk mengembangkan potensi
peserta didik tersebut.
Membuat program, menyediakan sarana, dan fasilitas
yang memungkinkan berkembangnya beragam potensi
peserta didik.
Sekolah membuat program pelatihan yang dimasukan
dalam kegiatan ekstrakurikuler, serta menyediakan
sarana dan memfasilitasi melalui berbagai bidang lomba
baik akademik maupun non akademik.
21
dalam lomba-lomba bidang akademik dan non akademik
baik di tingkat nasional maupun internasional, sehingga
peserta didik memiliki jiwa yang siap dan mampu
bersaing.
22
Tujuh nilai-nilai dasar penumbuhan budi pekerti dapat
digambarkan dalam tabel berikut:
Tabel Nilai
23
Nilai-nilai Tujuan Contoh Praktik yang Baik
ras dan untuk menghormati dan
mendukung menjunjung tinggi
ideologi bangsa simbol identitas
sebagaimana nasional Indonesia.
diekspresikan (Bendera, lagu
dalam Pancasila, kebangsaan, Pancasila,
serta Bhinneka lambang garuda dsb)
Tunggal Ika 3. peserta didik toleran
terhadap pendapat
yang berbeda;
4. peserta didik
merayakan hari
kemerdekaan, hari
besar nasional, dan
menghargai pahlawan
nasional;
5. peserta didik
merayakan hari besar
agama;
6. peserta didik mampu
menyanyikan lagu-lagu
daerah;
7. peserta didik dapat
memainkan alat musik
kesenian daerah; dan
8. menjunjung tinggi adat
istiadat setempat yang
positif (dimana bumi
dipijak disana langit
dijunjung).
Interaksi Membiasakan 1. Peserta didik bersikap
sosial positif untuk berinteraksi sopan pada orang yang
antara peserta secara baik lebih tua;
didik dengan dengan figure 2. peserta didik bertutur
figur orang dewasa di rumah, kata santun pada orang
dewasa di sekolah dan di yang lebih dewasa;
masyarakat 3. peserta didik
dibiasakan menghargai
24
Nilai-nilai Tujuan Contoh Praktik yang Baik
orang yang lebih tua di
rumah dan masyarakat;
4. peserta didik bersedia
membantu orang yang
lebih tua dengan
senang hati;
5. membiasakan senyum,
sapa dan salam; dan
6. menjaga nama baik
kepala sekolah, guru
dan tenaga
kependidikan lainnya.
25
Nilai-nilai Tujuan Contoh Praktik yang Baik
dengan peserta didik di
kelasnya dan dengan
peserta didik di kelas
lain, bahkan dengan
peserta didik sekolah-
sekolah lain;
6. peserta didik
melindungi dan
memelihara satu sama
lain sebagai anggota
keluarga besar; dan
7. peserta didik memberi
dukungan temannya
dalam berkompetisi
baik akademik maupun
non akademik.
26
Nilai-nilai Tujuan Contoh Praktik yang Baik
dan perbuatan di
rumah, di sekolah dan
di lingkungan
masyarakat;
7. peserta didik menyadari
tanggung jawab untuk
menjaga kebersihan di
rumah, di sekolah dan
lingkungannya; dan
8. peserta didik menyadari
isu-isu lingkungan dan
membuat kata bijak
tentang komitmen
lingkungan.
27
Nilai-nilai Tujuan Contoh Praktik yang Baik
orangtua dan dan masyarakat member bantuan dana;
unsur dalam 2. bersedia
masyarakat memfasilitasi, menyumbangkan tenaga
yang terkait, mendampingi, dan pikiran;
mengevaluasi dan 3. memberikan masukan,
mengawasi, penilaian, kritik yang
mengawal GPBP membangun atas
di lingkungan program sekolah;
rumah, sekolah 4. menjadi teladan perilaku
dan masyarakat positif di rumah dan
masyarakat; dan
5. mengawasi pergaulan
peserta didik di rumah
dan masyarakat agar
tetap terbiasa
berperilaku baik.
28
Strategi pertama:
Integrasi Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti Melalui
Kurikulum
GPBP melalui pengintegrasian kurikulum dilakukan dengan
mengintegrasikan materi pembelajaran atau mata pelajaran.
Misalnya integrasi materi penumbuhan budi pekerti yang
berkaitan dengan kompetensi spiritual yakni hubungan peserta
didik dengan Allah SWT, dan kompetensi sosial yakni berkaitan
dengan sikap dan perilaku peserta didik kepada orangtua dan
guru, dapat diintergarasikan ke dalam materi pelajaran
Pendidikan Agama.
29
menciptakan kegiatan-kegiatan yang memungkinkan
terimplementasikannya sikap dan perilaku positif peserta
didik.
Strategi kedua:
Pengintegrasian dalam Pembelajaran Ekstrakurikuler dan
Kokurikuler
Pengintegrasian GPBP pada kegiatan pembelajaran
ekstrakurikuler dilakukan pada seruluh kegiatan ekstrakurikuler
seperti pramuka, olah raga, seni budaya dan keterampilan
lainnya. Kegiatan pembelajaran ekstrakurikuler pramuka
misalnya, sangat efektif dalam membina budi pekerti peserta
didik dibina untuk melaksanakan sepuluh kebajikan (Dasa
Dharma), yaitu (1) taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, (2)
Cinta alam dan kasih sayang sesama manusia, (3) patriot yang
sopan dan kesatria, (4) patuh dan suka bermusyawarah, (5) rela
menolong dan tabah, (6) rajin, trampil dan gembira, (7) hemat,
cermat dan bersahaja, (8) disiplin, berani dan setia, (9)
bertanggung jawab dan dapat dipercaya, dan (10) suci dalam
pikiran perkataan dan perbuatan.
30
Strategi Ketiga:
Pembudayaan Kebiasaan Baik di Sekolah
Pembudayaan kebiasaan baik di sekolah yaitu
memprogramkan, mensosialisasikan, melatih, meneladankan,
menciptakan kegiatan dan suasana yang mendukung,
memfasilitasi agar sikap dan perilaku baik dapat
terimplementasikan oleh seluruh wargadalam kehidupan
keseharian di sekolah. Gerakan penumbuhan dan
pembudayaan budi pekerti di sekolah dimulai sejak
penerimaan peserta didik baru, masa orientasi peserta didik,
sampai dengan lulus pendidikannya di sekolah. GPBP
didukung dan dilaksanakan oleh seluruh warga sekolah mulai
dari Kepala Sekolah, guru, tenaga kependidikan, komite
sekolah, orang tua dan warga masyarakat yang ada di sekolah
sehingga akan menjadi pembiasaan dan pembudayaan sikap
dan perilaku baik bagi peserta didik.
Rangkaian kegiatan dalam pembudayaan kebiasaan baik dapat
dilakukan dengan:
a. Pengembangan program, sejak membuat visi, misi dan
program sekolah bermuatan nilai-nilai budi pekerti yang
akan dan harus dikembangkan di sekolah.
b. Mensosialisasikan program, yaitu menyampaikan informasi
GPBP melalui lisan dan tulisan kepada seluruh warga
sekolah, serta melakukan simbolisasi nilai-nilai budi pekerti
yang memotivasi sikap dan perilaku baik seluruh warga
sekolah.
c. Melatih peserta didik bersikap dan berperilaku baik dengan
cara memberi contoh langsung dan tidak langsung agar
peserta didik mampu berbuat dan bertindak sesuai dengan
budi pekerti yang luhur. (contoh, cara menyapu yang benar,
31
cara menghormat pada orang dewasa, cara membersihkan
kelas, cara berpakaian rapih, dsb)
d. Meneladankan sikap dan perilaku baik, yaitu sikap dan
perilaku orang dewasa (Kepala Sekolah, Guru, tenaga
kependidikan, Komite, orang tua, warga di sekitar sekolah)
bersikap dan berperilaku baik di lingkungan sekolah, serta
peserta didik yang lebih tinggi harus menjadi teladan sikap
dan perilaku baik bagi peserta didik di bawahnya.
e. Menciptakan kegiatan dan kondisi agar perilaku baik dapat
terimplementasikan oleh seluruh warga sekolah, seperti
kegiatan bakti sosial, gotong royong, menengok orang
sakit, membantu korban bencana alam, menyediakan sarana
ibadah, menyediakan sarana pembuangan dan pengolahan
sampah, kompetisi sehat yang melibatkan seluruh warga
sekolah dll.
f. Membiasakan sikap dan perilaku baik di sekolah yang
dilakukan melalui pembiasaan rutin, pembiasaan periodik,
pembiasaan spontanitas, pembiasaan keteladanan, dan
pembiasaan transmisi kultural yang meliputi:
i. Pembiasaan rutin
32
pembiasaan harian dapat berbentuk mencium tangan
orang tua sebelum berangkat ke sekolah, membaca
buku bacaan minimal 15 menit sebelum pelajaran
dimulai, berbaris tertib sebelum masuk kelas;
pembiasaan mingguan berupa mengikuti upacara
bendera dengan tertib, disiplin dan hikmad, memotong
kuku, dan merawat tanaman;
pembiasaan bulanan dapat berupa kerja bakti sekolah;
pembiasaan tengah tahunan kerja bakti di sekitar
sekolah.
Pembiasaan tahunan dapat berupa memperingati hari
besar nasional dan keagamaan.
33
lingkungan sekolah, melakukan lima S. Guru kepada staf dan
peserta didik misalnya tidak berbicara kasar, tidak segan
menggunakan kata-kata “tolong, maaf, terimakasih”.
Keteladanan antar peserta didik misal, makan dan minum
sambil duduk, tidak mencontek, mengerjakan PR tepat waktu.
v. Pembisaaan Transmisikultural
Pembiasaan transmisikultural adalah pembiasaan baik yang
dikerjakan sebagai karakteristik dan unggulan sekolah
misalnya sekolah dengan motto “one day one juz”. Pada hari-
hari tertentu menggunakan “bahasa daerah, pakaian daerah,
menggelar seni budaya lokal”
Strategi keempat:
Pelibatan Publik
Pelibatan publik. Program Kemendikbud ini dilakukan dengan
melibatkan seluruh masyarakat untuk bersama-sama
mewujudkan sikap dan perilaku baik dalam kegiatan sehari-
hari. Publik yang dimaksudkan adalah pemerintah pusat,
pemerintah daerah, swasta, perguruan tinggi, masyarakat dan
orang tua. Pelibatan publik ini dimaksudkan agar adanya
sinergi antara pemerintah pusat, daerah, swasta, perguruan
tinggi, masyarakat dan orang tua dalam mengawal program
penumbuhan budi pekerti sehingga apa yang menjadi harapan
dan cita-cita luhur budi pekerti dapat terwujud menjadi sebuah
budaya bagi seluruh elemen bangsa Indonesia. Keempat
strategi tersebut digambarkan dengan bagan sebagai berikut:
34
INTEGRASI DALAM
KURIKULUM PEMBELAJARAN
EKSTRAKURIKULER DAN
Budi pekerti diintegrasikan KO-KURIKULER
dalam kurikulum melalui
mata pelajaran tertentu Kegiatan Ekstrakurikuler dan
ko-kurikuler menjadi wahana
penumbuhan budi pekerti
STRATEGI
PENERAPAN
GBPB
PEMBUDAYAAN DI SEKOLAH
PELIBATAN PUBLIK
Dilakukan dengan
memprogramkan,
Pelibatan Pemerintah Pusat, mensosialisasikan, melatihkan,
Pemerintah Daerah, meneladankan, mengondisikan,
masyarakat dan orang tua dan pembiasaan sikap dan
perbuatan baik
35
kegiatan perayaan Hari besar keagamaan dan Hari besar
nasional;
b. Penumbuhan Budi Pekerti perlu melibatkan peserta didik
dalam seluruh kegiatan yang dilaksanakan dalam kerangka
GPBP. Keterlibatan peserta didik dilakukan dengan
memberikan kesempatan secara bergantian dalam
merencanakan, melaksanakan memimpin dan mengelola
kegiatan-kegiatan yang diadakan sehingga jiwa
kepemimpinan tumbuh dalam diri setiap peserta didik.
Seperti menjadi komandan upacara dan pemimpin barisan
secara bergantian;
c. Penumbuhan Budi Pekerti tidak selamanya seragam secara
nasional, namun dapat terbuka pada konteks dan nilai-nilai
muatan lokal dan keragaman model dan metode. Praktik-
praktik baik perlu dikumpulkan dan disebarkan antar
sekolah agar pembelajaran dapat berjalan lebih cepat.
Contoh kondisi lingkungan sekolah yang mempunyai
keunggulan pertanian, perkebunan, perikanan dan kerajinan
yang semuanya bisa memperkaya kepribadian dan keahlian
peserta didik dan seluruh warga sekolah;
d. Penumbuhan Budi Pekerti memiliki tujuan mendalam dan
bukan sekadar ritualistik. Penumbuhan berbagai
kemampuan dan karakter baik ditumbuhkan melalui
pembiasaan terus-menerus.
Contoh dalam membiasaan berdoa sebelum dan sesudah
melakukan kegiatan, dimaknai bukan sekedar rutinitas,
tetapi sebuah kebutuhan;
e. Penumbuhan Budi Pekerti mendorong pendekatan positif
dalam menyelesaikan masalah. Sekolah perlu mendorong
peserta didik untuk melakukan perbuatan yang baik dari
pada berfokus hanya pada melarang perbuatan yang tidak
36
baik. Contoh jika ada permasalahan diselesaikan dengan
musyawarah untuk mencari solusi, bukan mencari siapa
yang salah;
f. Penumbuhan Budi Pekerti mendorong sekolah untuk
merencanakan kegiatan-kegiatan yang relevan terhadap
tumbuh kembang peserta didik, terutama aspek-aspek yang
selama ini terkesampingkan akibat fokus berlebihan pada
aspek akademik yang sempit. Peserta didik perlu mendapat
kesempatan untuk mengembangkan potensi dirinya secara
utuh sehingga mampu kompetisi dan siap menghadapi
kehidupan nyata dan berkontribusi positif pada masyarakat.
Contoh dirancang kegiatan berbagi dengan orang-orang
yang kurang beruntung; dan
g. Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti bukan menciptakan
pelajaran tersendiri atau menambah tema serta pokok
pelajaran yang sudah ada, akan tetapi menggunakan setiap
aktifitas pendidikan sebagai sarana pengembangan budi
pekerti peserta didik baik di dalam kelas, di luar kelas, di
lingkungan sekolah maupun di masyarakat.
37
F. PROSES PEMBUDAYAAN GPBP
Proses pembudayaan GPBP tidak dapat dilakukan secara
singkat tetapi dibutuhkan waktu dan keseriusan proses. Tahap-
tahap pembudayaan budi pekerti sebagai berikut:
PEMBUDAYA
AN MORAL
38
Agar pelaksanaan gerakan Penumbuhan Budi Pekerti
(PBP) berjalan secara efektif maka perlu melibatkan berbagai
pemangku kepentingan secara sinergis sehingga merupakan
gerakan bersama. Para pemangku kepentingan dimaksud
adalah pemerintah, DPR, DPRD, lembaga swadaya masyarakat
(LSM), media massa, sekolah, orang tua, dunia usaha, dan
masyarakat padaumumnya. Hal ini sejalan dengan pandangan
UNDP 1997 bahwa untuk menjamin keberlangsungan dan
efektifitas pembangunan (dalam hal ini penumbuhan budi
pekerti) diperlukan sinergitas antara tiga domain atau tiga
kelompok pemangku kepentingan, yaitu masyarakat sipil (civil
society), negara/pemerintah (state/government), dan sektor
privat (private sector).
Kelompok mayarakat sipil terdiri atas Ormas, LSM,
media massa, orang tua, sekolah swasta (milik masyarakat),
39
dan masyarakat umum lainnya. Sektor privat terdiri dari dunia
usaha dan dunia industri, sedangkan sektor negara/pemerintah
meliputi pemerintah pusat, pemerintah daerah, DPR, DPRD dan
sekolah negeri (milik pemerintah). Kerja sama sinergistik antara
ketiga sektor/domain dalam tata kelola pemerintahan yang
baik tersebut oleh UNDP 1997 digambarkan sebagai berikut:
A. Pemerintah Pusat
Dalam GPBP ini peran Pemerintah Pusat adalah:
1. merumuskan kebijakan GPBP;
2. mengoordinasikan pelaksanaan kebijakan GPBP pada
tingkat Sekolah Dasar;
3. menyusun panduan pelaksanaan GPBP dan materi
sosialisasi sesuai dengan tugas dan fungsi Direktorat
Pembinaan Sekolah Dasar;
4. mengadakan sosialisasi GPBP ke tingkat kabupaten/kota
sampai dengan sekolah Dasar secara berjenjang;
5. melaksanakan kerja sama dan pemberdayaan peran
masyarakat dalam GPBP; dan
6. melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
GPBP pada tingkat sekolah dasar.
B. Pemerintah Provinsi
Adapun peran pemerintah provinsi dalam GPBP yaitu:
1. melakukan koordinasi pelaksanaan GPBP tingkat
sekolah dasar dengan kabupaten/kota; dan
2. melaksanakan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
GPBP pada tingkat sekolah dasar.
40
C. Pemerintah Kabupaten/Kota
Sedangkan peran pemerintah kabupaten/kota dalam GPBP
ini ialah:
1. melaksanakan kewenangan desentralisasi kebijakan
GPBP tingkat sekolah dasar;
2. memasukkan anggaran GPBP dalam APBD
Kabupaten/Kota;
3. merumuskan kebijakan teknis GPBP pada tingkat
sekolah dasar;
4. melaksanakan bimbingan teknis GPBP pada tingkat
sekolah dasar;
5. melaksanakan kerjasama dan pemberdayaan peran
serta masyarakat dalam GPBP pada tingkat sekolah
dasar;
6. melaksanakan pemantauan dan evaluasi GPBP pada
tingkat sekolah dasar; dan
7. melaporkan pelaksanaan kegiatan GPBP ke tingkat di
atasnya secara berjenjang.
41
E. Sekolah (Kepala Sekolah, Guru, dan Tenaga
Kependidikan)
Ujung tombak dari gerakan PBP adalah kepala sekolah,
guru dan tenaga kependidikan, yang menentukan tingkat
keberhasilan gerakan ini, yang mana perannya adalah
sebagai berikut:
1. menyusun program kerja gerakan PBP dalam Rencana
Kerja Sekolah (RKS) sesuai sumber daya yang tersedia;
2. menerapkan pembiasaan nilai-nilai dasar penumbuhan
budi pekerti sesuai psikologi dan fisiologi peserta didik,
baik dalam kegiatan wajib, pembiasaan umum maupun
pembiasaan periodik di lingkungan sekolah dengan
konsep sekolah sebagai “Taman Belajar” yang
menyenangkan bagi peserta didik, guru, dan tenaga
kependidikan;
3. melaksanakan pembiasaan nilai-nilai dasar
penumbuhan budi pekerti sebagai kegiatan harian,
mingguan, bulanan, tengah tahunan, dan akhir tahunan
sesuai dengan kearifan lokal;
4. menjalin kerjasama yang baik dengan pemerhati
pendidikan dalam pelaksanaan gerakan PBP;
5. menjalin kerjasama yang baik dengan orang tua dan
masyarakat dalam gerakan PBP; dan
6. melaporkan pelaksanaan kegiatan gerakan PBP ke
tingkat di atasnya secara berjenjang.
42
F. Keluarga (Orang Tua/Wali)
Keberhasilan gerakan PBP ini juga ditentukan oleh
kesungguhan dan peran aktif orang tua peserta didik yaitu:
1. membuat komitmen antaranggota keluarga untuk
melaksanakan gerakan PBP;
2. melaksanakan gerakan PBP di lingkungan keluarga
sebagai upaya untuk menanamkan nilai-nilai dasar
penumbuhan budi pekerti;
3. menerapkan pembiasaan nilai-nilai dasar penumbuhan
budi pekerti di lingkungan rumah, baik dalam kegiatan
wajib, pembiasaan umum maupun pembiasaan
periodik; dan
4. berperan aktif dalam berbagai kegiatan sekolah terkait
dengan gerakan PBP.
43
H. Media Massa
Status media massa sebagai bagian dari sektor masyarakat,
memiliki peran penting dalam GPBP yaitu:
1. memberitakan peristiwa yang sesuai dengan prinsip
GPBP;
2. bekerjasama dengan sekolah dalam menerapkan GPBP
sesuai wilayah kerjanya;
3. melakukan sosialisasi GPBP; dan
4. melakukan inovasi dalam memperkuat GPBP.
I. Dunia Usaha
Dalam menyukseskan Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti
(GPBP) perlu didukung oleh peran aktif dunia usaha dan
dunia industri yaitu antara lain dengan cara :
1. mengutamakan perekrutan karyawan sesuai dengan
nilai-nilai dasar Penumbuhan Budi Pekerti;
2. mengalokasikan dana tanggung jawab sosial
perusahaan untuk GPBP; dan
3. menjalankan bisnis, terutama dalam hal pemasaran,
sesuai dengan nilai-nilai dasar penumbuhan budi
pekerti.
J. Masyarakat Umum
Selain peran para stakeholder sebagaimana dimaksud pada
huruf A sampai dengan huruf I diatas, Penumbuhan Budi
Pekerti juga perlu didukung oleh masyarakat dalam
menciptakan suasana masyarakat yang kondusif untuk
bertumbuhnya budi pekerti para peserta didik. Sejalan
44
dengan itu terdapat sejumlah peran masyarakat umum
untuk Penumbuhan Budi Pekerti tersebut yaitu :
1. mendukung pelaksanaan GPBP di dalam dan di luar
sekolah baik secara langsung maupun tidak langsung;
2. berperan aktif menciptakan lingkungan yang sesuai
nilai-nilai dasar Penumbuhan Budi Pekerti, misalnya
dengan cara menampilkan perilaku sosial yang dapat
menjadi teladan bagi para peserta didik;
3. mencegah kegiatan masyarakat yang bertentangan
dengan nilai-nilai dasar Penumbuhan Budi Pekerti,
misalnya mencegah beredarnya VCD dan barang
cetakan yang bernuansa pornografi.
45
Halaman ini sengaja dikosongkan
46
Implementasi program penumbuhan budi pekerti pada
Sekolah Dasar dilakukan dengan strategi pembudayaan nilai-
nilai budi pekerti [Kotak-kotak (A),(B)(C)(D)dan (E)]. Langkah-
langkahnya dapat dilakukan dengan cara diajarkan (moral
knowing), dibiasakan (habituation), dilatihkan secara konsisten
(drill), menjadi karakter (character), dan akhirnya menjadi
budaya (cultur).
47
Gambar 4.1 Bagan Proses Implementasi GPBP
48
(wajib) dan fakultatif (pilihan) ituada yang bersifat rutin
(harian), ada yang bersifat periodik (berkala) seperti kegiatan
mingguan, bulanan, tengah tahunan, dan tahunan serta
kegiatan-kegiatan yang bersifat insidental.
2. Fakultatif (Pilihan)
Menunaikan √ √ √ Peserta didik biasa
ibadah bersama menjalankan ibadah
sesuai dengan sesuai ajaran
49
Pelaksanaan
Contoh-Contoh
KEGIATAN Insident
Rutin Periodik Kebiasaan Baik
al
agama dan agamanya di
kepercayaan sekolah, di rumah,
masing-masing dan di masyarakat
di sekolah, di
rumah, dan di Peserta didik dapat
masyarakat. dan biasamembaca
kitab suci agamanya
masing-masing;.
Peserta didik
menghormati orang
lain sesuai dengan
keyakinan
agamanya.
50
B. Nilai Kebangsaan dan Kebhinnekaan
Adapun tujuan umum implementasi nilai kebangsaan dan
kebhinnekaan adalah menempatkan kepentingan bangsa di
atas kepentingan individu dan kelompok,suku, agama,
golongan, ras dan untuk mendukung ideologi bangsa
sebagaimana diekspresikan dalam Pancasila, serta Bhinneka
Tunggal Ika.
Tabel 4.2 di bawah ini menggambarkan kegiatan-kegiatan
yang menunjukkan implementasi nilai kebangsaan dan
kebhinnekaan baik yang bersifat imperatif (wajib) maupun
fakultatif (pilihan), pelaksanaannya, serta contoh-contoh
kebiasaan baik yang diharapkan.
KEGIATAN Pelaksanaan Contoh-Contoh
Rutin Periodik Insidental Kebiasaan Baik
Imperatif (Wajib)
Upacara √ Peserta didik
bendera setiap terbiasa disiplin,
Senin. semangat
nasionalisme, cinta
Menyanyikan tanah air dll.
lagu
kebangsaan Peserta didik
(patriotik/ cinta menghormati dan
tanah air/wajib menjunjung tinggi
nasional dan simbol identitas
daerah) nasional Indonesia.
(Bendera, lagu
kebangsaan,
Pancasila, lambang
garuda dsb
2. Fakultatif (Pilihan)
Mengenalkan √ √ √ Peserta didik
beragam menghormati
51
KEGIATAN Pelaksanaan Contoh-Contoh
Rutin Periodik Insidental Kebiasaan Baik
keunikan perbedaan dalam
potensi daerah keragaman gender,
asal peserta agama, suku, ras,
didik melalui golongan dan
berbagai media budaya.
dan kegiatan
positif. Peserta didik
toleran terhadap
pendapat yang
berbeda.
Peserta didik
merayakan hari
kemerdekaan, hari
besar nasional, dan
menghargai
pahlawan nasional.
Peserta didik
merayakan hari
besar agama;
Peserta didik
mampu
menyanyikan lagu-
lagu daerah dan
atau memainkan
alat musik kesenian
daerah.
Menjunjung tinggi
adat istiadat
setempat yang
positif (dimana
bumi dipijak disana
langit dijunjung).
52
KEGIATAN Pelaksanaan Contoh-Contoh
Rutin Periodik Insidental Kebiasaan Baik
Sehari dalam √ Menjunjung tinggi
satu minggu bahasa/adat
ada hari istiadat setempat
berbahasa/berp yang positif.
akaian daerah.
53
KEGIATAN Pelaksanaan Contoh-Contoh
Rutin Periodik Insidental Kebiasaan Baik
Imperatif (Wajib)
Membiasakan √ √ Peserta didik
pertemuan bersikapkomunikatif
(interaksi) di , hormat, sopan dan
lingkungan santun pada
sekolah guru/orang yang
dan/rumah lebih tua.
untuk belajar
(induvidual/kelo Peserta didik
mpok) yang senantiasa
diketahui oleh merasakan
guru dan atau kehangatan
orang tua. hubungan anak-
orangtua.
Fakultatif (Pilihan)
Guru memberi √ Peserta didik biasa
salam kepada melaksanakan
peserta didik kewajiban
pada saat menjawab salam
mengawali dan dan mendoakan
mengakhiri (keselamatan) bagi
kegiatan dan guru-guru mereka.
secara bersama-
sama peserta
didik menjawab
salam/ hormat
kepada guru.
54
KEGIATAN Pelaksanaan Contoh-Contoh
Rutin Periodik Insidental Kebiasaan Baik
orang baik di hormat, sopan dan
lingkungan santun pada setiap
sekolah orang di lingkungan
maupun di luar manapun mereka
sekolah. berada.
55
KEGIATAN Pelaksanaan Contoh-Contoh
Rutin Periodik Insidental Kebiasaan Baik
didik sehingga dan orang tuanya.
mereka merasa
mudahuntuk
curhat dengan
para guru dan
para orang tua
secara periodik
untuk
membahas
perkembangan
anak dan
permasalahan
laiinya
56
Pelaksanaan Contoh-Contoh
KEGIATAN
Rutin Periodik Insidental Kebiasaan Baik
Imperatif (Wajib)
Membiasakan √ Peserta didik
berkomunikasi bersikap
sesama peserta komunikatif,
didik baik di hormat, sopan dan
lingkungan santun kepada
sekolah sesama mereka daik
maupun di luar di lingkungan
sekolah. sekolah maupun di
luar sekolah.
Fakultatif (Pilihan)
Membiasakan √ Peserta didik
peserta didik bersikap peduli,
untuk peduli biasa bekerja sama
kepada dan saling tolong
sesamanya, menolong dalam
misalnya kebaikan dan
menjenguk kesabaran.
peserta didik
lain yang Peserta didik bisa
sedang dan biasa
mengalami berbelasungkawa
musibah (sakit, (berta’ziah) bila
kematian, dan temannya ada
lainnya) musibah dan turut
bergembira
(tahniah) bila
temannya
mendapatkan
kebahagiaan.
57
Pelaksanaan Contoh-Contoh
KEGIATAN
Rutin Periodik Insidental Kebiasaan Baik
kelompok dipimpin oleh
sebaya (peer teman sebayanya
group) yang
dipimpin oleh Para peserta didik
salah seorang di dapat dan biasa
antara mereka. memecahkan
permasalahan yang
dihadapi mereka
secara kolektif dan
demokratis.
58
E. Nilai Memelihara Lingkungan Sekolah
Adapun tujuan umum implementasi nilai memelihara
lingkungan sekolah adalah membiasakan melakukan gotong-
royong untuk menjaga keamanan, ketertiban, kenyamanan,
dan kebersihan lingkungan sekolah.
Tabel 4.5 berikut ini menggambarkan kegiatan-kegiatan yang
menunjukkan implementasi nilai Memelihara lingkungan
sekolah baik yang bersifat imperatif (wajib) maupun fakultatif
(pilihan), pelaksanaannya, serta contoh-contoh kebiasaan baik
yang diharapkan.
Pelaksanaan Contoh-Contoh
KEGIATAN
Rutin Periodik Insidental Kebiasaan Baik
Imperatif (Wajib)
Melakukan kerja
bakti
Para peserta didik
membersihkan
biasa kerjasama
lingkungan
atau gotong royong
sekolah dengan
dengan siapapun,
membentuk
√ √ serta peka terhadap
kelompok lintas
tuntutan
kelas dan
lingkungannya.
berbagi tugas
sesuai usia dan
kemampuan
peserta didik
2. Fakultatif (Pilihan)
Membiasakan Para peserta didik
kampanye dapat, biasa, dan
kreatif dari dan kreatif untuk
√ √ √
oleh peserta berlomba pada
didik tentang kebaikan, terutama
penggunaan dalam penggunaan
fasilitas sekolah fasilitas sekolah
59
Pelaksanaan Contoh-Contoh
KEGIATAN
Rutin Periodik Insidental Kebiasaan Baik
(air, listrik, atau fasilitas umum.
telepon, dsb.)
secara efisien
60
Pelaksanaan Contoh-Contoh
KEGIATAN
Rutin Periodik Insidental Kebiasaan Baik
pakaian memelihara
seragam, kuku, kebersihan diri,
rambut, gigi, pakaian seragam,
masing-masing. kuku, rambut, gigi,
masing-masing.
Para peserta didik
Membiasakan bisa dan biasaantre,
antre, tertib, tertib, dan disiplin
dan disiplin dalam berbagai
√
dalam berbagai kegiatan di
kegiatan di lingkungan sekolah.
lingkungan
sekolah.
61
pelaksanaannya, serta contoh-contoh kebiasaan baik yang
diharapkan.
Pelaksanaan Contoh-Contoh
KEGIATAN
Rutin Periodik Insidental Kebiasaan Baik
Imperatif (Wajib)
Membiasakan √ Para peserta didik
membaca biasa gemar
selama 15 menit membaca dan
setiap hari mengasah
(selain buku potensi, minat dan
pelajaran) bakatnya;
sebelum
pelajaran
dimulai.
Fakultatif (Pilihan)
Peserta didik √ √ √ Para peserta didik
membiasakan mampu dan biasa
gemar hidup hemat,
menabung. tidak boros dan
memiliki
pandangan positif
ke depan.
62
Pelaksanaan Contoh-Contoh
KEGIATAN
Rutin Periodik Insidental Kebiasaan Baik
bertanggung
jawab dan
dilakukannya
secara santun dan
etis.
63
Pelaksanaan Contoh-Contoh
KEGIATAN
Rutin Periodik Insidental Kebiasaan Baik
nasionalnya.
64
Pelaksanaan Contoh-Contoh
KEGIATAN
Rutin Periodik Insidental Kebiasaan Baik
bakat dan minat
mereka.
65
Pelaksanaan Contoh-Contoh
KEGIATAN
Rutin Periodik Insidental Kebiasaan Baik
Mengadakan √ Para peserta didik
pameran/ yang berprestasi
pertunjukan karya dan berkarya
dan prestasi yang positif biasa
dicapai peserta mendapatkan
didik pada setiap apresiasi positif
akhir tahun ajaran dari teman-teman,
dengan para guru, orang
mengundang tua mereka dan
orangtua dan masyarakat
masyarakat untuk sehingga
memberikan memperkokoh
apresiasinya. karakter baiknya.
Fakultatif (Pilihan)
Orangtua/wali √ √ √ Para peserta didik
mengantar dapat meneladani
anaknya ke perilaku baik
sekolah (tanggung jawab
setidaknya pada edukatif) dan
hari-hari pertama merasa disayangi
sekolah. serta akrab
dengan
orangtua/wali
mereka.
66
Pelaksanaan Contoh-Contoh
KEGIATAN
Rutin Periodik Insidental Kebiasaan Baik
Orangtua √ √ √ Para peserta didik
menyediakan biasa akrab dan
waktu sekitar 20 diperhatikan oleh
menit setiap hari orangtua/wali
untuk mereka dan
berkomunikasi membantu/memb
dengan anak imbing tugas-
mengenai tugas akademik
kegiatan di mereka.
sekolah
67
Pelaksanaan Contoh-Contoh
KEGIATAN
Rutin Periodik Insidental Kebiasaan Baik
kepada para berbagai sumber
peserta didik di antara lain dari
sekolah. orangtua dan atau
tokoh masyarakat.
68
A. Pelaksanaan Pemantauan dan Evaluasi
Untuk memantau pelaksanaan GPBP ini bisa dilakukan
dengan observasi langsung atas proses, wawancara kepada
sumber/pelaku utama, kegiatan diskusi terbatas melalui focus
group discussion (FGD), dan menggunakan
instrumen/kuesioner terhadap sumber/pelaku utama, dengan
ketentuan sebagai berikut:
1. Pemantauan dan evaluasi kegiatan GPBP di SD ini dapat
dilaksanakan mulai awal tahun ajaran baru sampai akhir
tahun ajaran:
a. pemantauan dan evaluasi hari pertama masuk sekolah
atau masa pengenalan lingkungan sekolah
dilaksanakan pada awal tahun pelajaran baru oleh
pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya;
69
b. pemantauan dan evaluasi kegiatan pembiasaan,
interaksi, dan komunikasi di sekolah dilaksanakan
paling sedikit satu kali dalam satu tahun oleh
pemerintah dan pemerintah daerah sesuai dengan
kewenangannya; dan
c. pemantauan dan evaluasi kegiatan saat kelulusan
dilaksanakan pada akhir jenjang pendidikan (lulus dari
SD yang bersangkutan) oleh sekolah, pemerintah
daerah, dan pemerintah sesuai dengan
kewenangannya.
2. Orang tua, masyarakat, pegiat sosial, dan media dapat
bekerja sama dengan pemerintah atau pemerintah daerah
dalam melakukan pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
GPBP.
70
C. Aspek-Aspek yang Dipantau dan Dievaluasi
Beberapa aspek yang penting untuk dipantau dan dievaluasi
terkait GPBP antara lain:
1. perubahan tingkat pengetahuan dan pemahaman tentang
GPBP;
2. perubahan sikap dan penghayatan setiap warga sekolah
terkait GPBP;
3. perubahan tingkah laku/kebiasaan sehari-hari ketika dan
setelah melaksanakan GPBP;
4. sistem pembelajaran di kelas setelah GPBP;
5. perubahan keadaan lingkungan sekolah, lingkungan di
sekitar sekolah, dan lingkungan tempat tinggal peserta
didik yang meliputi tingkat kebersihan, sanitasi, keindahan,
keamanan, ketertiban, kekeluargaan, keramahan, dan aspek
lainnya; dan
6. tingkat partisipasi masyarakat dalam GPBP.
71
Halaman ini sengaja dikosongkan
72
Buku Panduan Gerakan Penumbuhan Budi Pekerti di
Sekolah Dasar ini dapat dikategorikan edisi awal yang masih
terbuka untuk disempurnakan lebih lanjut sesuai dengan
prinsip perbaikan kualitas yang berkelanjutan. Untuk itu, kami
memohon kesediaan pembaca untuk memberikan masukan-
masukan yang konstruktif untuk penyempurnaan buku
panduan ini di masa yang akan datang.
73
Halaman ini sengaja dikosongkan
74