OLEH :
SITI BULKIAH
( 19 111 021 080 01 )
BANJAR 2021/2022
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nilai PKn yang diambil peneliti dalam penelitian ini adalah kedisiplinan.
Disiplin adalah suatu keadaan tertib, ketika orang-orang yang bergabung dalam suatu
sistem tunduk pada peraturan-peraturan yang ada dengan senang hati (Mulyasa,
2008:191). Siswa-siswa kelas IV SDN Gambut 1 mengalami kesulitan dalam
bersikap disiplin. Sikap disini bukan berarti hanya perbuatan namun juga memuat
tiga hal yang penting yaitu: aspek memahami atau kognitif, aspek menghayati atau
afektif dan aspek melaksanakan atau konatif mengenai nilai kedisiplinan. Pernyataan
tersebut diketahui dari hasil observasi peneliti.
Tugas guru ketika proses pembelajaran untuk sampai pada refleksi ialah
mendorong siswanya agar mampu mengumpulkan dan menyimak bahan-bahan dari
pengalaman mereka sendiri dengan maksud untuk membantu mereka menyadari
berbagai fakta, data, perasaan, nilai-nilai, pemahaman dan pengertian mengenai
bidang studi yang bersangkutan. Siswa diharapkan mempunyai pemikiran yang nalar,
sikap disiplin dan berinisiatif, serta mampu mengembangkan integritas pribadi dan
berpikir positif. Siswa juga diharapkan mampu menerima nilai kedisiplinan dengan
baik, bukan hanya kemampuan kognitifnya saja, namun juga dapat merasakan
pentingnya nilai dalam kehidupan serta dapat melaksanakan nilai tersebut.
B. Rumusan Masalah
D. Tujuan Penelitian
E. Manfaat Penelitian
1) Sekolah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman metode pembelajaran
bagi guru.
2) Guru
Hasil penelitian ini dapat memberi gambaran mengenai model
paradigma pedagogi reflektif yang dapat diterapkan dalam proses
pembelajaran dikelas.
3) Siswa
4) Mahasiswa
Hasil dari penelitian ini menjadi bekal untuk para peneliti selanjutnya
khususnya PGSD dan sebagai acuan saat menjadi guru SD nantinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. KARANGKA TEORI
2. Sikap
Sikap menurut Secord dalam (Azwar, 2015:5) mendefenisikan sikap sebagai
keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi
tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya. Sikap
adalah suatu bentuk reaksi dari perasaan seseorang terhadap suatu peristiwa yang
sedang dialaminya.
Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang menurut
(Azwar, 2015:23-24) yaitu komponen kognitif (cognitive), afektif (affective) dan
komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan representasi sesuatu
hal yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen afektif merupakan
perasaan yang menyangkut aspek emosional. Komponen konatif merupakan aspek
kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang.
Ketiga komponen sikap tersebut saling berkaitan satu sama lain dan tidak dapat
dipisahkan. Apabila ketiga komponen tersebut berjalan dan terlaksana dengan
seimbang maka dapat memunculkan karakter baik pada siswa.
Menurut (Shalahuddin, 1990:99) ada beberapa faktor yang mempengaruhi Sikap
yaitu:
a. Sikap sebagai hasil belajar, yaitu sikap yang diperoleh melalui pengalaman yang
mempunyai unsur-unsur emosional.
b. Sikap mempunyai dua unsur yang bersifat perseptual dan afektif. Artinya bahwa
sikap itu bukan saja yang diamati oleh seorang siswa melainkan juga bagaimana
ia mengamatinya.
c. Sikap mempengaruhi pengajaran lainnya, yang berarti bahwa apabila seorang
siswa mempunyai sikap positif terhadap gurunya maka anak tersebut akan
senang pada pelajaran yang diberikan oleh guru yang berangkutan. Situasi ini
akan memberi jalan kepada anak ke arah pengalaman belajar yang sukses dan
akan menyebabkan ia belajar lebih efektif dan menimbulkan sukses yang besar.
a. Disiplin otoritarian
Disiplin otoritarian bersifat memaksa kehendak orang lain tanpa
mempertimbangkan dampaknya. Dalam disiplin ini, peraturan dibuat sangat ketat
dan rinci. Orang yang berada dalam lingkungan disiplin itu diminta untuk
mematuhi dan menaati peraturan yang berlaku. Apabila ada yang melanggar
disiplin tersebut, maka akan mendapatkan sanksi atau hukuman berat. Sebaliknya,
apabila berhasil mematuhi peraturan kurang mendapatkan penghargaan karena
disiplin otoritarian sudah dianggap sebagai kewajiban.
b. Disiplin permisif
Disiplin permisif bersifat membebaskan seseorang untuk mengambil
keputusan sendiri dan bertindak sesuai dengan keinginan hatinya. Dalam disiplin
ini, tidak ada sanksi bagi pelanggarannya sehingga menimbulkan dampak
kebingungan dan kebimbangan. Penyebabnya yaitu mereka tidak tahu mana yang
diperbolehkan dan mana yang dilarang.
c. Disiplin demokratis
Pendekatan disiplin demokratis dilakukan dengan memberi
penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak memahami mengapa
diharapkan mematuhi dan menaati peraturan yang ada. Teknik ini menekankan
pada aspek edukatif bukan hukuman. Sanksi disiplin diberikan kepada seseorang
yang melanggar sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan mendidik. Disiplin
demokratis berusaha mengembangkan disiplin yang muncul karena kesadaran diri
sehingga siswa memiliki disiplin diri yang kuat dan mantap. Dalam disiplin ini,
siswa memiliki tanggung jawab dan kemandirian yang tinggi.
5. Model Pembelajaran
Menurut Arends (dalam Suprijono, 2013:46) model pembelajaran mengacu pada
pendekatan yang digunakan termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-
tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
Dalam model pembelajaran terdapat tujuan, tahapan yang dilalui, lingkungan dan
penguasaan kelas yang menciptakan pembelajaran yang efektif.
Menurut Joice (dalam Isjoni, 2013:50) model pembelajaran adalah suatu pola
atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk
menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada
pengajar di kelasnya. Model pembelajaran merupakan rencana yang sudah rampung
untuk mencapai keberhasilan belajar-mengajar.
(Istarani, 2011:1) model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi
ajaryang meliputi segala aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang
dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau
tidak langsung dalam proses belajar. Model pembelajaran ialah penyajian materi ajar
yang digunakan guru untuk memfasilitasi proses pembelajaran.
Beberapa pendapat ahli diatas, peneliti menyimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah suatu pola atau perencanaan yang di rancang untuk menciptakan
pembelajaran di kelas secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran di kelas. Model-model pembelajaran memiliki banyak variasi,
salah satunya model Paradigma Pedagogi Reflektif.
Jenis model pembelajaran dalam pembelajaran memiliki beberapa variasi model
yang dapat diterapkan. (Majid, 2013:19) menyatakan terdapat 5 model pembelajaran
yang dapat diterapkan yaitu: (1) belajar tuntas (mastery learning), (2) belajar kontrol
diri (learning self control), (3) latihan pengembangan keterampilan dan konsep diri
(training for skill and concept development), (4) latihan assertif, dan (5) pembelajaran
langsung (explicit instruction).
6. Paradigma Pedagogi Reflektif
Pedagogi menurut (Subagya, 2010:22) merupakan seni mengajar untuk
mendampingi siswa dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Pradigma Pedagogi
Reflektif (PPR) merupakan pola pikir dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa
menjadi pribadi keagamaan/kemanusiaaan. Pola pikir yang dikembangkan dalam
PPR adalah membentuk siswa menjadi seorang yang mempunyai nilai kemanusiaan,
dapat merefleksikan semua yang dilakukannya dan melakukan aksi untuk
mewujudkan nilai tersebut (Subagya, 2010:39). PPR dibuat oleh para pengajar Jesuit
yang didasari pada ciri-ciri pendidikan Jesuit.
Ciri-ciri pendidikan Jesuit adalah mengembangkan pribadi siswa dan
membawa mereka melaksanakan yang dipenuhi oleh Tuhan. Pendidikan ditujukan
untuk mengembangkan segala aspek kemanusiaan setiap orang di dalamnya, semakin
memiliki kecerdasan dalam penalaran, semakin memiliki kepekaan dalam merasa,
dan semakin memiliki kehendak yang kokoh untuk mewujudkan nilai-nilai
kemanusiaan, agar dia menemukan diri sebagai orang yang diciptakan Allah demi
sesamanya (Suparno, 2015:18-20). Siswa diharapkan mempunyai kecerdasan
intelektual utuh, religius, mempunyai kasih dan mempunyai tekad untuk berbuat adil
berlandaskan kasih kepada sesama manusia.
Tujuan seluruh pendidikan dalam Paradigma Pedagogi Reflektif menurut
(Suparno, 2015:18-19) adalah mengembangkan manusia utuh yang gembira dalam
mengabdi Tuhan lewat sesamanya. Hal tersebut diterjemahkan dalam rumusan 3C
yaitu: competence, conscience dan compassion. Ketiga rumusan tersebut dijabarkan
sebagai berikut:
a. Competence
Competence mempunyai arti menguasai ilmu pengetahuan/keterampilan
sesuai bidangnya. Siswa setelah mendalami dang mengolah bahan yang telah
dipelajari menjadi kompeten dalam bidang ilmu atau bahan itu. Maka secara
kognitif atau intelek siswa memang menguasai bahannya dan dapat menjelaskan
bahan itu dengan benar. Secara lebih mendalam siswa juga dapat melakukan
sesuatu yang berkaitan hal itu sehingga bukan hanya segi kognitifnya yang
berkembang tetapi juga afeksi dan psikomotoriknya.
b. Conscience
Conscience berarti mempunyai hati nurani yang dpat membedakan baik dan
buruk. Selai mengetahui dan mempunyai kompetensi dalam bidangnya,
kompetensi siswa berkembang dalam membedakan baik dan buruk serta
mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan yang benar. Siswa
diharapkan dapat menganalisis segi baik dan buruknya bahan yang dipelajari,
mengerti alas an-alasan moral dibaliknya dan hatinya tergerak untuk memilih
yang baik.
c. Compassion
Compassion berarti bahwa siswa mempunyai kepekaan untuk berbuat baik
bagi orang lain yang membutuhkan, mempunyai kepedulian kepada orang lain
terutama yang kekurangan dan kecil. Siswa diharapkan tidak hanya pandai
tetapi sekaligus didorong untuk peka terhadap kebutuhan orang lain dan mau
berbuat sesuatu yang berkaitan dengan bidangnya dan kemajuan orang lain.
a. Konteks
Konteks merupakan keadaan awal (kesiapan) peseta didik untuk berproses
dalam suatu pembelajaran. Konteks meliputi keadaan keluarga, teman sebaya,
lembaga pendidikan (sekolah), keadaan sosial, ekonomi, budaya, pengetahuan
awal, dan peristiwa nyata yang dialami yang terangkum dalam kehidupan
pribadi peserta didik. Konteks berpengaruh terhadap sikap, tanggapan,
penilaian, dan pilihan peserta didik. (Subagya, 2010:43-46) menyatakan bahwa
kehidupan pribadi peserta didik sehari-hari dijadikan sebagai titik tolak proses
pembelajaran yang akan dilakukan. Oleh karena itu, konteks dalam PPR dimulai
dari pengalaman hidup peserta didik.
Memulai proses pembelajaran dengan pengalaman nyata menunjukkan
adanya perhatian dan kepedulian terhadap peserta didik, yang mencakup seluruh
aspek kehidupannya serta lingkungan yang meliputinya. Dan dengan demikian
yang dipelajari peserta didik bukanlah yang asing dari siswa, melainkan yang
secara nyata dihadapi dan dialami peserta didik; yang dipelajarinya bukan
sekedar teks tulisan yang dibaca, serta kata-kata yang didengar, melainkan hal
yang secara nyata dihadapi dalam hidupnya, merupakan masalah yang secara
nyata dapat dirasakan oleh peserta didik.
b. Pengalaman
Pengalaman dalam PPR mencakup aspek competence, conscience, dan
compassion yang diperoleh peserta didik secara seimbang. (Subagya, 2010:50-
51) membedakan pengalaman menjadi dua: a) pengalaman langsung, yaitu
pengalaman yang benar-benar dialami oleh peserta didik. Dalam proses
pembelajaran, pengalaman langsung merupakan pengalaman yang dialami dan
dilakukan secara langsung peserta didik antara lain berupa: diskusi, olahraga,
penelitian di laboratorium, kegiatan alam, dan proyek pelayanan. Keadaan
tersebut membuat peserta didik berhadapan dan merasakan secara langsung
materi yang diajarkan, bukan sekedar teks kata-kata yang disampaikan dalam
bahasa tulis atau lisan; b) pengalaman tidak langsung, yaitu pengalaman yang
diperoleh peserta didik secara tidak langsung dalam proses pembelajaran,
sehingga menuntut peserta didik untuk berimajinasi untuk bisa mengerti dan
menyelami materi pembelajaran. Pengalaman tidak langsung dapat diperoleh
dari kegiatan melihat, membaca atau mendengarkan secara tidak langsung
terhadap suatu peristiwa yang terjadi. Dan agar yang dipelajari dapat
membangkitkan imajinasi serta dapat menyentuh perasaan peserta didik, perlu
sekali dibantu dengan media yang menjadi jembatan peserta didik untuk sampai
pada gambaran tentang obyek yang dipelajarinya.
Paradigma Pedagogi Reflektif didalamnya pendidik berperan sebagai
fasilitator untuk memberikan pengalaman pada peserta didik. Pengalaman yang
diberikan diharapkan dapat melibatkan seluruh pikiran, hati, perasaan, dan
pribadi peserta didik. Pengalaman memungkinkan peserta didik dapat
menemukan hal-hal baru yang sesuai maupun yang bertentangan dengan
pengetahuan awal mereka. (Subagya 2010:49-50) menyatakan bahwa dengan
pengalaman, peserta didik dapat terdorong untuk mencari pemahaman lebih
lanjut dengan menganalisis, membandingkan, dan mengevaluasi sehingga
membentuk peserta didik berpengetahuan secara utuh, serta mampu
membangkitkan perasaan serta kepeduliaan terhadap materi terkait.
c. Refleksi
(Subagya, 2010:53) menyatakan bahwa refleksi berarti menyimak kembali
dengan penuh perhatian bahan belajar, pengalaman, ide, usul, atau reaksi
spontan agar mendapat makna secara mendalam. Dengan refleksi, peserta didik
dapat melewati tahap pemahaman, sehingga dapat mengamalkan nilai yang
diperoleh dalam kehidupan nyata dan memahami obyek yang dihadapinya,
namun diharapkan dapat melihat dan mengetahui dirinya dengan segala
keberadaannya dalam hubungannya dengan yang lain. Sehingga dengan refleksi,
peserta didik dapat mengetahui dan merasakan hubungan dirinya dengan
lingkungan sekitarnya, dapat menentukan langkah lebih lanjut yang dirasa baik
dilakukannya, atau sebaliknya layak untuk dihindarinya.
(Subagya, 2010:54-55) menyatakan bahwa refleksi untuk peserta didik
dituntun dengan pertanyaan-pertanyaan dari pendidik, sehingga pendidik harus
mampu merumuskan pertanyaan refleksi yang dapat menggugah batin peserta
didik, menggugah hati nuraninya, serta kepeduliannya pada yang lain berkaitan
dengan materi yang relevan.
d. Aksi
e. Evaluasi
B. Karangka Berpikir
C. Hipotesis
METODE PENELITIAN
a. Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan tahap untuk menyusun rancangan yang berkaitan
dengan PTK. Perencanaan tersebut meliputi perencanaan pendekatan
pembelajaran, metode pembelajaran, teknik atau strategi pembelajaran, media
dan materi pembelajaran dan sebagainya. Perencanaan pembelajaran dapat
dilihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan silabus.
b. Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan atau implementasi tindakan merupakan realisasi dari
perangkat pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya. Tahap pelaksanaan
ini dilakukan oleh peneliti kelas tersebut. Diharapkan peneliti dapat berpikir
kreatif dan inovatif agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
c. Pengamatan atau Observasi
Tahap ini biasanya disebut monitoring. Tahap pengamatan ini bisa dilakukan
oleh peneliti atau kolabolator yang diberi tugas untuk hal tersebut. Tugas
pengamat adalah mencatat semua peristiwa yang terjadi di kelas penelitian.
d. Refleksi
Tahap yang terakhir dalah refleksi. Refleksi adalah kegiatan merenung atau
memikirkan suatu upaya evaluasi diri terhadap hal yang dilakukan. Kegiatan
refleksi menimbulkan kembali masalah yang ada dalam penelitian berjalan dan
tindakan perbaikan apa yang harus dilakukan.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 1 Gambut yang
beralamat di Jl. Akhmad Yani km 13 Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar,
Kalimantan Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran
2021/2022 di SDN Gambut 1.
a. Siklus I
Rencana Tindakan
Pelaksanaan Tindakan
Pertemuan 1
• Do’a pembuka.
• Presensi.
• Apersepsi.
• Guru menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini.
Kegiatan Inti (45 menit) Eksplorasi Competence
• Siswa membaca teks tentang rumah adat suku Manggarai (konteks)
Elaborasi
• Siswa berdiskusi kelompok tentang bentuk, bahan pembuat, dan
keunikan dari rumah adat daerah mereka.
• Setiap wakil kelompok menceritakan hasil diskusi kelompok di
depan kelas.
• Siswa mencermati teks bacaan tentang keragaman rumah adat di
Indonesia.
• Siswa tidak harus menghafalkan seluruh nama rumah adat ini.
Conscience
• Bertanya jawab tentang materi yang telah dipelajari (untuk
mengetahui hasil ketercapaian materi) (refleksi)
Compassion
• Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan
pendapatnya tentang pembelajaran yang telah diikuti (aksi)
• Melakukan penilaian hasil belajar (evaluasi)
• Pembagian kuesioner
b. Siklus II
Perencanaan
Tahap ini kembali menyiapkan RPP, materi dan soal evaluasi untuk
pembelajaran di siklus II. Peneliti juga menyiapkan alat dan bahan untuk
kegiatan siswa dalam pembelajaran.
Pelaksanaan
• Conscience
Pertemuan 2
Kegiatan Awal (15 menit)
• Salam pembuka.
• Do’a pembuka.
• Presensi.
• Apersepsi.
Refleksi
1. Observasi
2. Kuesioner
3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu (Sugiyono,
2014:329). Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa dokumen
untuk memperoleh data tentang prestasi siswa. Hasil dari penelitian ini juga
dapat lebih terpercaya dengan adanya foto-foto selama proses pembelajaran.
Penilaian untuk aspek kognitif peneliti menggunakan nilai evaluasi.
F. Analisis Data
(Sugiyono, 2014:333) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan tindakan
kelas ada dua jenis data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti yaitu data kuantitatif
merupakan teknik analisis data menggunakan metode statistik yang sudah tersedia.
Data kualitatif berupa kata-kata atau kalimat sehingga mampu memberikan
gambaran pada keadaan seperti hasil wawancara dengan guru serta komentar siswa
terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan dan soal-soal evaluasi yang telah
diujikan. Data kuantitaf di analisis dengan metode statistik deskriptif agar dapat
memberikan suatu gambaran terhadap keberhasilan tindakan. Teknik statistik
deskriptif pada penelitian ini adalah mencari jumlah skor rata-rata sikap
kedisiplinan siswa setiap aspek kemudian menghitung dengan menggunakan PAP
tipe 1
Tingkatan Pengu
Nilai Huruf Keterangan
asaan
Kompetensi
Tabel 1. Diketahui bahwa siswa memiliki sikap kedisiplinan jika berada pada rentang
skor 65%-100% atau siswa dikatakan memiliki sikap kedisiplinan jika mendapat skor C
atau cukup. Langkah untuk menganalisis kedisiplinan siswa sebagai berikut:
§ Penskoran
Penskoran kuesioner dilakukan dengan cara jika siswa mengisi kuesioner dengan
nilai setiap pernyataan 1-5 sesuai dengan jawaban siswa memilih adalah SS
(Sangat Setuju), adalah S (Setuju), R (Ragu), TS (Tidak Setuju) dan STS (Sangat
Tidak Setuju). Jawaban R (Ragu) dengan nilai 3 dihilangkan dalam penelitian ini
karena merupakan jawaban biasa.
Tabel 2. Berisi rentang skor yang digunakan untuk melihat sikap kedisiplinan
siswa. Rentang skor 90-100 mempunyai kriteria “sangat tinggi”. Rentang skor 80- 89
mempunyai kriteria “tinggi”. Rentang skor 65-79 kriteria “cukup” begitu seterusnya.
Rentang skor minimal adalah 20 dan tidak 0 karena hal itu diasumsikan siswa
menjawab semua kuesioner dengan skor yang terendah yaitu 1. Siswa yang tidak
mengisi kuesioner maka kuesioner itu gugur dan harus dipastikan semua kuesioner
terisi. Penilaian sikap kedisiplinan dinilai melalui aspekkognitif, afektif dan konatif,
penilaian dapat dilihat dibawah ini:
Tingkat
penguasaan
Rentang skor Nilai huruf Keterangan
Kompetensi
Tabel 3. Berisi rentang skor pada aspek kognitif yang digunakan untuk melihat
sikap kedisiplinan siswa. Rentang skor 27-30 mempunyai kriteria “sangat tinggi”.
Rentang skor 24-26,99 mempunyai kriteria “tinggi”. Rentang skor 19,5- 23,99 kriteria
“cukup” begitu seterusnya. Rentang skor minimal adalah 6 dan tidak 0 karena hal itu
diasumsikan siswa menjawab semua kuesioner dengan skor yang terendah yaitu 1.
Siswa yang tidak mengisi kuesioner maka kuesioner itu gugur dan harus dipastikan
semua kuesioner terisi.
Tingkat
penguasaan
Rentang skor Nilai huruf Keterangan
Kompetensi
Tabel 4. Berisi rentang skor pada aspek afektif yang digunakan untuk melihat
sikap kedisiplinan siswa. Rentang skor 22,5-25 mempunyai kriteria “sangat
tinggi”. Rentang skor 20-22,49 mempunyai kriteria “tinggi”. Rentang skor 16,25-
19,99 kriteria “cukup” begitu seterusnya. Rentang skor minimal adalah 5 dan tidak 0
karena hal itu diasumsikan siswa menjawab semua kuesioner dengan skor yang
terendah yaitu 1. Siswa yang tidak mengisi kuesioner maka kuesioner itu gugur dan
harus dipastikan semua kuesioner terisi
penguasaan
kompetensi
Tabel 5. Berisi rentang skor pada aspek konatif yang digunakan untuk melihat
sikap kedisiplinan siswa. Rentang skor 40,5-45 mempunyai kriteria “sangat
tinggi”. Rentang skor 36-40,49 mempunyai kriteria “tinggi”. Rentang skor 29,25-
35,99 kriteria “cukup” begitu seterusnya. Rentang skor minimal adalah 9 dan tidak 0
karena hal itu diasumsikan siswa menjawab semua kuesioner dengan skor yang
terendah yaitu 1. Siswa yang tidak mengisi kuesioner maka kuesioner itu gugur dan
harus dipastikan semua kuesioner terisi.
Presentasi skor disiplim belajar tiap item soal dapat dihitung menggunakan rumus
berdasarkan penjelasan (Ridwan, 2013:41), sebagai berikut:
Target Target
Kondisi
Capaian Capaian
Aspek Deskriptor Awal Instrumen
Siklus I Siklus II
Kognitif Rata-rata 22 24 26
Kondisi
Indikator Deskriptor Target
Awal
DAFTAR RUJUKAN