Anda di halaman 1dari 40

PENINGKATAN SIKAP KEDISIPLINAN MUATAN PKN

MENGGUNAKAN MODEL PARADIGMA PEDAGOGI REFLEKTIF


SISWA KELAS IV SD NEGERI 1 GAMBUT

OLEH :
SITI BULKIAH
( 19 111 021 080 01 )

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA KALIMANTAN SELATAN

BANJAR 2021/2022
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan kunci pembangunan di masa yang akan datang.


Manusia dapat belajar mengembangkan potensi diri sehingga dapat tercapai sumber
daya manusia yang bermutu dan berkualitas melalui pendidikan. Arti pendidikan
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 adalah usaha yang sadar dan
terencana seseorang untuk mewujudkan suasana dan proses pembelajaran agar siswa
dapat dengan aktif mengembangkan potensi diri, sehingga siswa mempunyai
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak
mulia dan keterampilan yang diperlukan dirinya dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa, bernegara (Suyadi, 2013:4).

Fungsi dan tujuan pendidikan menurut UU RI Nomor 20 Tahun 2003 adalah


mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cukup,
kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggungjawab
(Kurniawan, 2013:38). Pendidikan sangat penting ditanamkan sejak anak usia dini
melalui pendidikan dasar.

Pendidikan dasar menurut KBBI merupakan pendidikan terendah yang


diwajibkan bagi semua warga Negara. Pendidikan dasar yang berlaku di Indonesia
adalah jenjang pendidikan awal selama 9 tahun pertama masa sekolah anak-anak.
Pendidikan dasar inilah menjadi dasar bagi pendidikan menengah. Pendidikan dasar
di Indonesia dimulai dari Sekolah Dasar sampai Sekolah Menengah Pertama. Materi
yang diberikan untuk jenjang pendidikan SD diantaranya adalah Matematika, Ilmu
pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Bahasa Indonesia, Penjaskes, Seni
Budaya dan Prakarya, Pendidikan Agama dan Pendidikan Kewarganegaraan.

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu mata pelajaran


yang diajarkan di SD. PKn adalah pendidikan yang mengarahkan siswa untuk
menjadi warga Negara yang demokratis, yang menghargai perbedaan, dan mencintai
keadilan dan kebenaran (Utami, 2010:2). PKn merupakan mata pelajaran dimana
didalamnya memuat pendidikan karakter yang ditujukan untuk anak-anak di
Indonesia. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilai
dari pandangan hidup bangsa, agama, dan budaya yang dirumuskan dalam tujuan
pendidikan nasional (Kurniawan. 2013:39). PKn merupakan sarana pengembangan
sikap. Sikap menurut Azwar (2015:23-24) terdiri atas tiga komponen yaitu kognitif
(cognitive), afektif (affective) dan komponen konatif (conative).

PKn yang merupakan sarana pendidikan karakter hendaknya dapat


disampaikan dengan baik kepada siswa. Menurut observasi yang dilakukan peneliti
saat berkunjung ke sekolah, pemberian materi PKn di SD disampaikan hanya sebatas
materi pelajaran saja, sehingga siswa kurang dapat memahami nilai yang dimiliki
setiap materi PKn setelah mempelajari hal tersebut dikarenakan siswa menerima
materi dengan kemampuan kognitifnya saja. Kemampuan kognitif saja belum cukup
dimiliki siswa. Siswa hendaknya mengamalkan nilai yang terkandung dalam
pelajaran PKn tersebut. Pengamalan dari nilai tersebut dapat berupa sikap positif
yang dilakukan untuk lingkungan sekitar.

Nilai PKn yang diambil peneliti dalam penelitian ini adalah kedisiplinan.
Disiplin adalah suatu keadaan tertib, ketika orang-orang yang bergabung dalam suatu
sistem tunduk pada peraturan-peraturan yang ada dengan senang hati (Mulyasa,
2008:191). Siswa-siswa kelas IV SDN Gambut 1 mengalami kesulitan dalam
bersikap disiplin. Sikap disini bukan berarti hanya perbuatan namun juga memuat
tiga hal yang penting yaitu: aspek memahami atau kognitif, aspek menghayati atau
afektif dan aspek melaksanakan atau konatif mengenai nilai kedisiplinan. Pernyataan
tersebut diketahui dari hasil observasi peneliti.

Peneliti juga melakukan wawancara terhadap guru kelas untuk melihat


kondisi awal siswa di SDN Gambut 1. Peneliti mengamati dalam hal menaati aturan
yaitu siswa dalam berseragam apakah sesuai aturan, baju dimasukkan, memakai ikat
pinggang dan sepatu berwarna hitam. Peneliti juga mengamati kontrol diri siswa,
apakah siswa mendengarkan saat guru menjelaskan. Hal lain yang diamati peneliti
adalah kesadaran siswa saat belajar, apakah mereka mengerjakan sungguh-sungguh
untuk mendapatkan nilai yang baik. Wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru
kelas berkaitan dengan kedisiplinan siswa dalam mengikuti pembelajaran di sekolah.
Peneliti berpendapat bahwa terjadi masalah sikap kedisiplinan siswa dalam aplikasi
materi pembelajaran PKn.

Standar nilai Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) merupakan patokan nilai


yang harus dicapai siswa dalam setiap mata pelajaran, dalam penelitian ini KKM
mata pelajaran PKn. Kenyataan yang ditemukan dari hasil observasi dan wawancara
yang terjadi di kelas IV SDN Gambut 1 : kedisiplinan di sekolah tersebut kurang,
karena nilai yang dicapai oleh siswa tidak mencapai standar nilai Kriteria Ketuntasan
Minimal (KKM) yang telah ditetapkan sekolah, yaitu untuk mata pelajaran PKn
sebesar 70 dan ketuntasan klasikal yaitu 75. Hal ini dapat di ketahui dari data hasil
ulangan harian mata pelajaran PKn sikap kedisiplinan semester 1 tahun pelajaran
2019/2020 kelas IV pada SDN Gambut 1 dimana yang lulus hanya 64% dari 30
siswa.

Menurunnya pemahaman 11 orang siswa atau 36% yang lain selama


pembelajaran dikarenakan siswa kurang disiplin saat proses pembelajaran, mereka
kurang bersungguh- sungguh saat guru memberikan materi kepada mereka, disini
mereka harus lebih disiplin sebab proses pembelajaran akan berhasil jika siswa
bersungguh-sungguh dalam belajar dan juga guru harus lebih memperhatikan
siswanya. Nilai yang dicapai oleh siswa tidak mencapai standar KKM diakibatkan
ketidakseriusan mereka dalam mengikuti pelajaran.

Masalah sikap kedisiplinan siswa untuk mengamalkan nilai kurang


disebabkan karena siswa hanya mempelajari pengetahuan kognitif pelajaran PKn
saja. Rendahnya sikap siswa mengenai kedisiplinan disebabkan karena siswa kurang
memahami pentingnya nilai kedisiplinan yang mereka pelajari dalam pelajaran PKn.
Peneliti memilih model Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) untuk membantu siswa
mampu mewujudkan sikap nilai kedisiplinan dalam pelajaran PKn. Peneliti memilih
menggunakan model PPR karena didalam model tersebut terdapat kegiatan reflektif
dan aksi yang dianggap mendukung untuk peningkatan sikap siswa terhadap nilai
kedisiplinan. Model PPR juga mengembangkan pola pikir siswa menjadi siswa yang
berkemanusiaan (Subagya, 2010:22).

Model PPR mengembangkan competence, conscience dan compassion yang


sama dengan aspek kognitif, afektif dann konatif. Langkah-langkah model PPR
sendiri diawali dengan konteks, pengalaman, refleksi, aksi dan evaluasi. Proses
pembelajaran PPR menekankan pada tahapan refleksi paling tidak menganut pola
demikian; mendiskripsikan suatu fakta obyektif, menyadari dan menanggapi
kenyataan yang dihadapi, penilaian dan pemaknaan pengalaman dan rencana aksi
(Widyastuti 2020:29).

Tugas guru ketika proses pembelajaran untuk sampai pada refleksi ialah
mendorong siswanya agar mampu mengumpulkan dan menyimak bahan-bahan dari
pengalaman mereka sendiri dengan maksud untuk membantu mereka menyadari
berbagai fakta, data, perasaan, nilai-nilai, pemahaman dan pengertian mengenai
bidang studi yang bersangkutan. Siswa diharapkan mempunyai pemikiran yang nalar,
sikap disiplin dan berinisiatif, serta mampu mengembangkan integritas pribadi dan
berpikir positif. Siswa juga diharapkan mampu menerima nilai kedisiplinan dengan
baik, bukan hanya kemampuan kognitifnya saja, namun juga dapat merasakan
pentingnya nilai dalam kehidupan serta dapat melaksanakan nilai tersebut.

Uraian diatas menjadi latar belakang untuk mengetahui peningkatan


mengenai sikap nilai kedisiplinan pada mata pelajaran PKn. Hal tersebut yang
mendasari peneliti untuk melakukan penelitian yang berjudul “Peningkatan Sikap
Kedisiplinan Pembelajaran PKn Menggunakan Model Paradigma Pedagogi Reflektif
Siswa Kelas IV SDN Gambut 1”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana pelaksanaan model paradigma pedagogi reflektif untuk


meningkatkan sikap kedisiplinan siswa kelas IV SDN Gambut 1 pada muatan
Pkn?
2. Apakah model paradigma pedagogi reflektif dapat meningkatkan sikap nilai
kedisiplinan siswa kelas IV SDN Gambut 1 pada muatan PKn?

C. Rumusan Pemecahan Masalah

Tindakan yang akan dilakukan untuk memecahkan masalah kedisiplinan


siswa kelas IV SDN Gambut 1 melalui Pendekatan dan konsep yang digunakan
sesuai dengan kaidah PTK melalui model Paradigma Pedagogi Reflektif.

Adapun keunggulan dari paradigma pedagogi ignatian teflektif adalah: (1)


siswa memiliki pengalaman nyata, terlibat aktif dalam proses pembelajaran; (2)
siswa dapat memiliki kemampuan dan ketrampilan untuk mengadakan refleksi atas
pengalamannya selama proses pembelajaran dan menemukan makna atau nilai-nilai
yang terkandung dalam setiap materi ajar dan selama proses pembelajaran; (3) siswa
dapat belajar mengambil keputusan atas hasil refleksi pribadi untuk
mewujudnyatakannya dalam aksi konkret dalam kehidupan sehari-hari; (4) Bagi guru
kesempatan untuk mengoptimalkan diri sebagai fasilitator dan motivator dalam
proses pembelajaran; (5) Guru semakin dapat memiliki hubungan batin dengan setiap
siswa dengan semakin mengetahui dan mengenal konteks hidup setiap siswa
(Widyastuti 2020:18).

D. Tujuan Penelitian

1. Mendeskripsikan pelaksanaan model paradigma pedagogi reflektif dalam


upaya meningkatkan sikap kedisiplinan bagi siswa kelas IV SDN Gambut 1
pada muatan PKn.
2. Mendeskripsikan peningkatan sikap kedisiplinan bagi siswa kelas IV SDN
Gambut 1 pada muatan PKn menggunakan model paradigma pedagogi
reflektif.

E. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan memberi manfaat semua pihak, diantaranya:

1) Sekolah
Hasil penelitian ini dapat dijadikan pedoman metode pembelajaran
bagi guru.
2) Guru
Hasil penelitian ini dapat memberi gambaran mengenai model
paradigma pedagogi reflektif yang dapat diterapkan dalam proses
pembelajaran dikelas.
3) Siswa

Hasil penelitian ini dapat membantu siswa dalam memahami,


menghayati dan melaksanakan nilai juang pada muatan PKn.

4) Mahasiswa

Hasil dari penelitian ini menjadi bekal untuk para peneliti selanjutnya
khususnya PGSD dan sebagai acuan saat menjadi guru SD nantinya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KARANGKA TEORI

1. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)


Pendidikan Kewarganegaraan merupakan salah satu mata pelajaran wajib yang
ada di Sekolah Dasar (SD). PKn menjadi sarana untuk reformasi kehidupan bangsa
yang saat ini mengalami kemerosotan nilai dan moral (Utami, 2010:1).
PKn membuat perubahan pada siswa SD dengan komitmen yang kuat agar
membangun bangsa yang berada dalam satu negara yang sama. Menurut (Darmadi,
2010:34) Pendidikan Kewarganegaraan berupaya untuk membentuk anak didik
menjadi warga negara yang baik dan bertanggungjawab dan ikut serta mampu
mengenalkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pengertian PKn dapat
disimpulkan sebagai mata pelajaran nilai dan moral untuk mendidik anak menjadi
warga Indonesia yang baik sesuai Pancasila dan UUD 45. Upaya mendidik dengan
mata pelajaran PKn mempunyai tujuan yang ingin dicapai untuk menentramkan
hidup bangsa.
Tujuan PKn dalam Permendiknas RI Nomor 2006 adalah (1) Membuat siswa
mempunyai pikiran yang kritis, rasional dan kreatif dalam menanggapi isu
kewarganegaraan, (2) Berpartisipasi secara aktif. Tanggung jawab, cerdas dalam
bertindak di lingkungan masyarakat, bangsa dan Negara serta anti korupsi, (3)
Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasar karakter-
karakter masyarakat Indonesia agar mampu hidup berdampingan dengan bangsa
yang lain, (4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain secara langsung ataupun tidak
langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi (Utami,
2010:2).
Berdasarkan teori diatas penulis menyimpulkan bahwa dengan pembelajaran PKn
di SD siswa mampu menjadi warga negara yang baik sesuai dengan ideologinegara
Indonesia. Siswa yang memahami niai dan moral akan menjadi warga negara yang
mampu meningkatkan serta membangun negaranya agar lebih maju.

2. Sikap
Sikap menurut Secord dalam (Azwar, 2015:5) mendefenisikan sikap sebagai
keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi) dan predisposisi
tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya. Sikap
adalah suatu bentuk reaksi dari perasaan seseorang terhadap suatu peristiwa yang
sedang dialaminya.
Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling menunjang menurut
(Azwar, 2015:23-24) yaitu komponen kognitif (cognitive), afektif (affective) dan
komponen konatif (conative). Komponen kognitif merupakan representasi sesuatu
hal yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Komponen afektif merupakan
perasaan yang menyangkut aspek emosional. Komponen konatif merupakan aspek
kecenderungan berperilaku tertentu sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang.
Ketiga komponen sikap tersebut saling berkaitan satu sama lain dan tidak dapat
dipisahkan. Apabila ketiga komponen tersebut berjalan dan terlaksana dengan
seimbang maka dapat memunculkan karakter baik pada siswa.
Menurut (Shalahuddin, 1990:99) ada beberapa faktor yang mempengaruhi Sikap
yaitu:
a. Sikap sebagai hasil belajar, yaitu sikap yang diperoleh melalui pengalaman yang
mempunyai unsur-unsur emosional.
b. Sikap mempunyai dua unsur yang bersifat perseptual dan afektif. Artinya bahwa
sikap itu bukan saja yang diamati oleh seorang siswa melainkan juga bagaimana
ia mengamatinya.
c. Sikap mempengaruhi pengajaran lainnya, yang berarti bahwa apabila seorang
siswa mempunyai sikap positif terhadap gurunya maka anak tersebut akan
senang pada pelajaran yang diberikan oleh guru yang berangkutan. Situasi ini
akan memberi jalan kepada anak ke arah pengalaman belajar yang sukses dan
akan menyebabkan ia belajar lebih efektif dan menimbulkan sukses yang besar.

Komponen-komponen karakter yang baik menurut (Lickona, 2014:74-79) terdiri


dari aspek pengetahuan moral merupakan ilmu yang dapat dimanfaatkan ketika
sesorang menghadapi tantangan-tantangan moral dalam hidup. Terdapat enam ranah
pengetahuan moral yaitu kesadaan moral, mengetahui nilai-nilai moral, pengambilan
perspektif, penalaran moral, pengambilan keputusan dan pengetahuan diri. Aspek
pengetahuan moral ini disebut juga sebagai komponen kognitif dari sikap.
Aspek perasaan moral yang memiliki arti pertimbangan hati untuk menentukan
sesuatu tindakan yang benar atau salah. Terdapat enam ranah dalam perasaan moral
yaitu hati nurani, penghargaan diri, emapati, menyukai kebaikan, kontrol diri dan
kerendahan hati. Aspek perasaan moral ini disebut juga sebagai komponen afektif
dari sikap (Lickona, 2014:79-85).
Aspek tindakan moral yang memiliki arti perbuatan benar atau salah yang
didasari oleh pengetahuan dan perasaan yang siswa miliki. Terdapat tiga ranah
tindakan moral yaitu kompetensi, kehendak dan kebiasaan. Aspek tindakan moral ini
disebut juga sebagai komponen konatif dari sikap (Lickona, 2014:86-87).
Interaksi komponen-komponen sikap menurut para ahli psikologi sosial dalam
(Azwar, 2015:28) adalah selaras dan konsisten karena ketiga komponen tersebut
mempolakan arah sikap yang sama apabila dihadapkan pada suatu masalah atau
kejadian. Komponen sikap dapat dijadikan indikator yaitu: 1) Kognitif, 2) Afektif, 3)
Psikomotor atau konatif..
Berdasarkan pendapat tersebut, sikap seseorang akan menjadi kuat disebabkan
suatu kepercayaan atau kesadaran yang tinggi tentang sesuatu melalui proses
psikologis antara ketiga struktur tersebut.Sikap merupakan salah istilah yang sering
digunakan dalam mengkaji atau membahas tingkah laku manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Sikap yang ada pada seseorang akan membawa warna dan corak pada
tindakan, baik menerima maupun menolak dalam menanggapi sesuatu hal yang ada
diluar dirinya. Melalui pengetahuan tentang sikap akan dapat menduga tindakan
yang akan diambil seseorang terhadap sesuatu yang dihadapinya. Meneliti sikap
akan membantu untuk mengerti tingkah laku seseorang.
3. Nilai
Nilai berasal dari bahasa latin va’ler yang mempunyai arti berguna, berdaya,
mampu akan, sehingga dipandang sebagai sesuatu yang baik (Adisusilo, 2012:56).
Nilai menurut (Suriya, 2009:53) merupakan sesuatu berharga yang berupa
seperangkat keyakinan atau prinsip perilaku seseorang atau kelompok masyarakat
yang terungkap ketika melakukan tindakan atau berpikir. Nilai adalah kualitas suatu
hal yang menjadikan sesuatu itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna dan
dapat membuat orang yang menghayatinya bermartabat (Adisusilo, 2012:56). Nilai
dapat dikatakan sebagai sesuatu yang berkualitas dimana merupakan keyakinan atau
prinsip seseorang yang disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna saat sehingga
menjadi orang yang bermartabat dalam melakukan tindakan atau berpikir.
Nilai mempunyai peranan dalam hidup manusia. Menurut (Wahana, 2004:92)
peranan nilai untuk kehidupan adalah mengarahkan dan member daya tarik pada
manusia untuk membentuk dirinya menggubakan tindakan-tindakan. Nilai juga dapat
memotivasi menjadi pedoman hidup manusia (Adisusilo, 2012:59). Nilai tidak bisa
lepas dari hidup manusia karena nilai merupakan acuan tingkah laku manusia.
Tahapan nilai menjadi acuan tingkah laku manusia adalah sebagai berikut: (1) Nilai
pada tahapan dipikirkan. (2) Nilai yang menjadi keyakinan atau tahap niat pada
seseorang untuk melakukan sesuatu. (3) Tahap nilai telah menjadi keyakinan dan
diwujudkan dalam tindakan.
Nilai dibagi menjadi dua, yaitu nilai subtantif dan nilai prosedural. Nilai
subtantif adalah keyakinan yang dipegang pelajar sebagai hasil belajar bukan hanya
penyampaian informasi saja. Nilai prosedural merupakan mendasar yang harus
dimiliki oleh seseorang, misalnya nilai kedisiplinan, toleransi, kejujuran dan
menghormati kebenaran.Penjelasan diatas menyatakan nilai adalah acuan tingkah laku
manusia berbentuk penghargaan serta keadaan yang bermanfaat bagi manusia dalam
menentukan tindakan. Salah satunya nilai prosedural yang dijadikan peneliti sebagai
acuan dalam penilaian kedisiplinan siswa di sekolah.
4. Kedisiplinan
Kedisiplinan berasal dari kata disiplin. Disiplin menurut kamus besar Bahasa
Indonesia mempunyai arti kepatuhan terhadap peraturan (KBBI 2008). (Mustari,
2014:35) memaparkan disiplin adalah tindakan yang menunjukkan perilaku tertib,
ketika orang-orang yang bergabung dalam suatu sistem tunduk pada peraturan-
peraturan yang ada dengan senang hati (Mulyasa, 2008:191). Pendapat dari bebrapa
ahli diatas dapat disimpulkan bahwa disiplin merupakan tindakan yang patuh dan
tertib pada aturan yang ada. Disiplin dapat ditanamkan dengan menggunakan tiga
cara, yaitu: cara otoriter, cara permisif dan cara demokratis (Hurlock, 1989:92).
Cara otoriter adalah cara menanamkan disiplin dengan keras agar perilaku
sesuai dengan yang diinginkan, jika tidak menurut aturan maka akan diberihukuman
yang berat tanpa persetujuan. Pujian akan diberikan kepada siswa yang berhasil
melakukan disiplin. Cara permesif adalah cara yang bebas. Siswa diberi kebebasan
untuk melakukan disiplin sesuai dengan hati nuraninya. Cara demokratis adalah cara
mengajarkan disiplin dengan mengenalkan teori-teori mengenai kedisiplinan tersebut
(Hurlock, 1989:93-94).
Tujuan menanamkan disiplin menurut (Hurlock, 1989:93-94) adalah untuk
mengajar siswa bahwa perilaku tidak disiplin selalu akan diikuti hukuman, namun
perilaku disiplin akan mendapatkan pujian. Mengajarkan pada siswa tingkatan
penyesuaian yang wajar, tanpa menuntut konformitas yang berlebihan. Membantu
siswa mengembangkan pengendalian diri dan pengarahan diri sehingga mereka dapat
mengembangkan hati nurani untuk membimbing tindakan mereka. Tujuan disiplin
sekolah menurut (Mulyasa, 2008:192) adalah untuk membantu peserta didik
menemukan dirinya, mengatasi dan mencegah timbulnya problem-problem disiplin,
serta berusaha menciptakan suasana yang menyenangkan dalam pembelajaran
sehingga dapat menggapai hasil belajar yang optimal. Mendisiplinkan peserta didik.
Strategi mendisiplinkan anak menurut (Mulyasa, 2011:27) sebagai berikut:
a. Konsep diri (self-concept), menekankan konsep individu merupakan sikap yang
penting dari setiap perilaku. Hal yang perlu dilakukan pendidik untuk
menumbuhkan konsep diri adalah bersikap empatik, menerima hangat dan
terbuka sehingga siswa dapat mengeksplor pikiran dan perasaan untuk mencegah
masalah.
b. Keterampilan berkomunikasi (communication skills), pendidik perlu memiliki
keterampilan komunikasi yang efektif agar mampu menerima semua perasaan
dan mendorong timbulnya kepatuhan siswa.
c. Konsekuensi-konsekuensi logis dan alami (natural dan logical concequences),
perilaku siswa yang salah karena telah mengembangkan kepercayaan yang salah
terhadap dirinya. Pendidik disarankan untuk menunjukkan perilaku yang salah
dan memanfaatkan akibat-akibat logis dan alami dari perilaku yang salah.
d. Klasifikasi nilai (values clarification), strategi ini dilakukan untuk membantu
siswa dalam menjawab pertanyaan sendiri mengenai nilai-nilai dan membentuk
system nilainya sendiri.
e. Analisis transaksional (transactional analysis), seorang pendidik belajar sebagai
orang dewasa terutama saat menghadapi siswa yang mempunyai masalah.
f. Terapi realitas (reality therapy), sekolah berupaya mengurangi kegagalan dan
meningkatkan keterlibatan. Pendidik hendaknya mempunyai sikap positif dan
tanggungjawab.
g. Disiplin yang terintegrasi (assertive discipline), pendidik mengendalikan penuh
untuk mengenmbangkan dan mempertahankan peraturan yang ada disekitar
siswa.
h. Modifikasi perilaku (behavior modification), perilaku salah yang disebabkan oleh
lingkungan, sebagai tindakan remedisasi. Sehubungan dengan hal tersebut,
pembelajaran perlu diciptakan lingkungan yang kondusif.
i. Tantangan bagi disiplin (dare to discipline), pendidik diharapkan cekatan, sangat
terorganisasi dan mempunyai pengendalian yang tegas. Pendekatan ini
mengasumsikan bahwa siswa akan menghadapi berbagai keterbatasan pada hari
pertama masuk sekolah.

Pembahasan mengenai macam-macam disiplin dijelaskan oleh (Tu‟u, 2004: 44-6)


yakni:

a. Disiplin otoritarian
Disiplin otoritarian bersifat memaksa kehendak orang lain tanpa
mempertimbangkan dampaknya. Dalam disiplin ini, peraturan dibuat sangat ketat
dan rinci. Orang yang berada dalam lingkungan disiplin itu diminta untuk
mematuhi dan menaati peraturan yang berlaku. Apabila ada yang melanggar
disiplin tersebut, maka akan mendapatkan sanksi atau hukuman berat. Sebaliknya,
apabila berhasil mematuhi peraturan kurang mendapatkan penghargaan karena
disiplin otoritarian sudah dianggap sebagai kewajiban.
b. Disiplin permisif
Disiplin permisif bersifat membebaskan seseorang untuk mengambil
keputusan sendiri dan bertindak sesuai dengan keinginan hatinya. Dalam disiplin
ini, tidak ada sanksi bagi pelanggarannya sehingga menimbulkan dampak
kebingungan dan kebimbangan. Penyebabnya yaitu mereka tidak tahu mana yang
diperbolehkan dan mana yang dilarang.
c. Disiplin demokratis
Pendekatan disiplin demokratis dilakukan dengan memberi
penjelasan, diskusi dan penalaran untuk membantu anak memahami mengapa
diharapkan mematuhi dan menaati peraturan yang ada. Teknik ini menekankan
pada aspek edukatif bukan hukuman. Sanksi disiplin diberikan kepada seseorang
yang melanggar sebagai upaya menyadarkan, mengoreksi dan mendidik. Disiplin
demokratis berusaha mengembangkan disiplin yang muncul karena kesadaran diri
sehingga siswa memiliki disiplin diri yang kuat dan mantap. Dalam disiplin ini,
siswa memiliki tanggung jawab dan kemandirian yang tinggi.
5. Model Pembelajaran
Menurut Arends (dalam Suprijono, 2013:46) model pembelajaran mengacu pada
pendekatan yang digunakan termasuk didalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-
tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran dan pengelolaan kelas.
Dalam model pembelajaran terdapat tujuan, tahapan yang dilalui, lingkungan dan
penguasaan kelas yang menciptakan pembelajaran yang efektif.
Menurut Joice (dalam Isjoni, 2013:50) model pembelajaran adalah suatu pola
atau rencana yang sudah direncanakan sedemikian rupa dan digunakan untuk
menyusun kurikulum, mengatur materi pelajaran, dan memberi petunjuk kepada
pengajar di kelasnya. Model pembelajaran merupakan rencana yang sudah rampung
untuk mencapai keberhasilan belajar-mengajar.
(Istarani, 2011:1) model pembelajaran adalah seluruh rangkaian penyajian materi
ajaryang meliputi segala aspek sebelum, sedang dan sesudah pembelajaran yang
dilakukan guru serta segala fasilitas yang terkait yang digunakan secara langsung atau
tidak langsung dalam proses belajar. Model pembelajaran ialah penyajian materi ajar
yang digunakan guru untuk memfasilitasi proses pembelajaran.
Beberapa pendapat ahli diatas, peneliti menyimpulkan bahwa model
pembelajaran adalah suatu pola atau perencanaan yang di rancang untuk menciptakan
pembelajaran di kelas secara efektif dan efisien untuk mencapai tujuan pembelajaran.
Model pembelajaran dapat dijadikan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan
kualitas pembelajaran di kelas. Model-model pembelajaran memiliki banyak variasi,
salah satunya model Paradigma Pedagogi Reflektif.
Jenis model pembelajaran dalam pembelajaran memiliki beberapa variasi model
yang dapat diterapkan. (Majid, 2013:19) menyatakan terdapat 5 model pembelajaran
yang dapat diterapkan yaitu: (1) belajar tuntas (mastery learning), (2) belajar kontrol
diri (learning self control), (3) latihan pengembangan keterampilan dan konsep diri
(training for skill and concept development), (4) latihan assertif, dan (5) pembelajaran
langsung (explicit instruction).
6. Paradigma Pedagogi Reflektif
Pedagogi menurut (Subagya, 2010:22) merupakan seni mengajar untuk
mendampingi siswa dalam pertumbuhan dan perkembangannya. Pradigma Pedagogi
Reflektif (PPR) merupakan pola pikir dalam menumbuhkembangkan pribadi siswa
menjadi pribadi keagamaan/kemanusiaaan. Pola pikir yang dikembangkan dalam
PPR adalah membentuk siswa menjadi seorang yang mempunyai nilai kemanusiaan,
dapat merefleksikan semua yang dilakukannya dan melakukan aksi untuk
mewujudkan nilai tersebut (Subagya, 2010:39). PPR dibuat oleh para pengajar Jesuit
yang didasari pada ciri-ciri pendidikan Jesuit.
Ciri-ciri pendidikan Jesuit adalah mengembangkan pribadi siswa dan
membawa mereka melaksanakan yang dipenuhi oleh Tuhan. Pendidikan ditujukan
untuk mengembangkan segala aspek kemanusiaan setiap orang di dalamnya, semakin
memiliki kecerdasan dalam penalaran, semakin memiliki kepekaan dalam merasa,
dan semakin memiliki kehendak yang kokoh untuk mewujudkan nilai-nilai
kemanusiaan, agar dia menemukan diri sebagai orang yang diciptakan Allah demi
sesamanya (Suparno, 2015:18-20). Siswa diharapkan mempunyai kecerdasan
intelektual utuh, religius, mempunyai kasih dan mempunyai tekad untuk berbuat adil
berlandaskan kasih kepada sesama manusia.
Tujuan seluruh pendidikan dalam Paradigma Pedagogi Reflektif menurut
(Suparno, 2015:18-19) adalah mengembangkan manusia utuh yang gembira dalam
mengabdi Tuhan lewat sesamanya. Hal tersebut diterjemahkan dalam rumusan 3C
yaitu: competence, conscience dan compassion. Ketiga rumusan tersebut dijabarkan
sebagai berikut:
a. Competence
Competence mempunyai arti menguasai ilmu pengetahuan/keterampilan
sesuai bidangnya. Siswa setelah mendalami dang mengolah bahan yang telah
dipelajari menjadi kompeten dalam bidang ilmu atau bahan itu. Maka secara
kognitif atau intelek siswa memang menguasai bahannya dan dapat menjelaskan
bahan itu dengan benar. Secara lebih mendalam siswa juga dapat melakukan
sesuatu yang berkaitan hal itu sehingga bukan hanya segi kognitifnya yang
berkembang tetapi juga afeksi dan psikomotoriknya.
b. Conscience
Conscience berarti mempunyai hati nurani yang dpat membedakan baik dan
buruk. Selai mengetahui dan mempunyai kompetensi dalam bidangnya,
kompetensi siswa berkembang dalam membedakan baik dan buruk serta
mempunyai kemampuan untuk mengambil keputusan yang benar. Siswa
diharapkan dapat menganalisis segi baik dan buruknya bahan yang dipelajari,
mengerti alas an-alasan moral dibaliknya dan hatinya tergerak untuk memilih
yang baik.
c. Compassion
Compassion berarti bahwa siswa mempunyai kepekaan untuk berbuat baik
bagi orang lain yang membutuhkan, mempunyai kepedulian kepada orang lain
terutama yang kekurangan dan kecil. Siswa diharapkan tidak hanya pandai
tetapi sekaligus didorong untuk peka terhadap kebutuhan orang lain dan mau
berbuat sesuatu yang berkaitan dengan bidangnya dan kemajuan orang lain.

Dinamika pelaksanaan PPR meliputi lima langkah yang berkesinambungan


dimulai dari konteks, pengalaman, refleksi, aksi dan evaluasi (Subagya, 2010:40)
Hasil evaluasi dijadikan titik tolak untuk melanjutkan proses pembelajaran yang
berikutnya.

a. Konteks
Konteks merupakan keadaan awal (kesiapan) peseta didik untuk berproses
dalam suatu pembelajaran. Konteks meliputi keadaan keluarga, teman sebaya,
lembaga pendidikan (sekolah), keadaan sosial, ekonomi, budaya, pengetahuan
awal, dan peristiwa nyata yang dialami yang terangkum dalam kehidupan
pribadi peserta didik. Konteks berpengaruh terhadap sikap, tanggapan,
penilaian, dan pilihan peserta didik. (Subagya, 2010:43-46) menyatakan bahwa
kehidupan pribadi peserta didik sehari-hari dijadikan sebagai titik tolak proses
pembelajaran yang akan dilakukan. Oleh karena itu, konteks dalam PPR dimulai
dari pengalaman hidup peserta didik.
Memulai proses pembelajaran dengan pengalaman nyata menunjukkan
adanya perhatian dan kepedulian terhadap peserta didik, yang mencakup seluruh
aspek kehidupannya serta lingkungan yang meliputinya. Dan dengan demikian
yang dipelajari peserta didik bukanlah yang asing dari siswa, melainkan yang
secara nyata dihadapi dan dialami peserta didik; yang dipelajarinya bukan
sekedar teks tulisan yang dibaca, serta kata-kata yang didengar, melainkan hal
yang secara nyata dihadapi dalam hidupnya, merupakan masalah yang secara
nyata dapat dirasakan oleh peserta didik.
b. Pengalaman
Pengalaman dalam PPR mencakup aspek competence, conscience, dan
compassion yang diperoleh peserta didik secara seimbang. (Subagya, 2010:50-
51) membedakan pengalaman menjadi dua: a) pengalaman langsung, yaitu
pengalaman yang benar-benar dialami oleh peserta didik. Dalam proses
pembelajaran, pengalaman langsung merupakan pengalaman yang dialami dan
dilakukan secara langsung peserta didik antara lain berupa: diskusi, olahraga,
penelitian di laboratorium, kegiatan alam, dan proyek pelayanan. Keadaan
tersebut membuat peserta didik berhadapan dan merasakan secara langsung
materi yang diajarkan, bukan sekedar teks kata-kata yang disampaikan dalam
bahasa tulis atau lisan; b) pengalaman tidak langsung, yaitu pengalaman yang
diperoleh peserta didik secara tidak langsung dalam proses pembelajaran,
sehingga menuntut peserta didik untuk berimajinasi untuk bisa mengerti dan
menyelami materi pembelajaran. Pengalaman tidak langsung dapat diperoleh
dari kegiatan melihat, membaca atau mendengarkan secara tidak langsung
terhadap suatu peristiwa yang terjadi. Dan agar yang dipelajari dapat
membangkitkan imajinasi serta dapat menyentuh perasaan peserta didik, perlu
sekali dibantu dengan media yang menjadi jembatan peserta didik untuk sampai
pada gambaran tentang obyek yang dipelajarinya.
Paradigma Pedagogi Reflektif didalamnya pendidik berperan sebagai
fasilitator untuk memberikan pengalaman pada peserta didik. Pengalaman yang
diberikan diharapkan dapat melibatkan seluruh pikiran, hati, perasaan, dan
pribadi peserta didik. Pengalaman memungkinkan peserta didik dapat
menemukan hal-hal baru yang sesuai maupun yang bertentangan dengan
pengetahuan awal mereka. (Subagya 2010:49-50) menyatakan bahwa dengan
pengalaman, peserta didik dapat terdorong untuk mencari pemahaman lebih
lanjut dengan menganalisis, membandingkan, dan mengevaluasi sehingga
membentuk peserta didik berpengetahuan secara utuh, serta mampu
membangkitkan perasaan serta kepeduliaan terhadap materi terkait.
c. Refleksi
(Subagya, 2010:53) menyatakan bahwa refleksi berarti menyimak kembali
dengan penuh perhatian bahan belajar, pengalaman, ide, usul, atau reaksi
spontan agar mendapat makna secara mendalam. Dengan refleksi, peserta didik
dapat melewati tahap pemahaman, sehingga dapat mengamalkan nilai yang
diperoleh dalam kehidupan nyata dan memahami obyek yang dihadapinya,
namun diharapkan dapat melihat dan mengetahui dirinya dengan segala
keberadaannya dalam hubungannya dengan yang lain. Sehingga dengan refleksi,
peserta didik dapat mengetahui dan merasakan hubungan dirinya dengan
lingkungan sekitarnya, dapat menentukan langkah lebih lanjut yang dirasa baik
dilakukannya, atau sebaliknya layak untuk dihindarinya.
(Subagya, 2010:54-55) menyatakan bahwa refleksi untuk peserta didik
dituntun dengan pertanyaan-pertanyaan dari pendidik, sehingga pendidik harus
mampu merumuskan pertanyaan refleksi yang dapat menggugah batin peserta
didik, menggugah hati nuraninya, serta kepeduliannya pada yang lain berkaitan
dengan materi yang relevan.
d. Aksi

(Subagya, 2010:59) menyatakan bahwa aksi merupakan pertumbuhan


batin seseorang berdasarkan pengalaman yang telah direfleksikan dan juga
manifestasi lahiriahnya. Aksi meliputi dua hal : a) pilihan batin, yaitu pilihan
yang didasari oleh keyakinan bahwa keputusan yang diambil adalah benar dan
dapat membawa pada pribadi yang lebih baik, b) pilihan lahir, yaitu pilihan
setelah niat-niat yang dirumuskan diolah dalam pikiran, peserta didik akan
terdorong untuk berbuat secara konsisten sesuai dengan prioritas yang telah
dibuatnya. Jika menemukan makna yang positif, maka perbuatan akan menjadi
kebiasaan yang menguntungkan. “Misalnya sekarang ia insaf akan sebab-sebab
hasil belajarnya yang buruk, ia akan mengubah cara belajar untuk menghindari
kegagalan lagi” (Subagya, 2010: 60-61).

e. Evaluasi

Evaluasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk meninjau kemajuan


yang dicapai dalam proses pembelajaran dalam bentuk penilaian. Fokus
penilaian tidak hanya pada akademiknya, tetapi juga memperhatikan
pertumbuhan dan perkembangan peserta didik secara menyeluruh sebagai
makhluk pribadi maupun sosial. Oleh karena itu, penilaian dalam PPR tidak
hanya berupa soal yang bersifat kognitif, tetapi juga meliputi skala pengukuran
untuk mengukur kepekaan hati nurani dan jiwa sosial peserta didik. Penilaian
tidak hanya meliputi aspek competence (kecerdasan pemikiran), tetapi meliputi
aspek conscience (kepekaan hati nurani) serta aspek compassion (kepedulian
sosial). (Subagya, 2010:61) menyatakan evaluasi akan menjadi efektif dan dapat
menilai seberapa jauh perkembangan peserta didik jika dilakukan secara
berkala. Oleh karena itu, evaluasi dilakukan pada setiap akhir putaran proses
pembelajaran, untuk mengetahui dampaknya berkenaan dengan perkembangan
pemikirannya, hati nuraninya, serta kepedulian sosialnya.
Kelima unsur yang ada dalam PPR membawa kelebihan jika diterapkan
dalam pembelajaran. Kelebihan PPR yang dijelaskan oleh (Subagya, 2010:68)
adalah sebagai berikut:

PPR ini dapat diterapkan dalam semua kurikulum yang diterapkan


pemerintah. Paradigma ini tidak menuntut tambahan apapun, selain pendekatan
baru pada cara mengajarkan mata pelajaran yang ada.

a. Fundamental untuk proses belajar mengajar


Paradigma ini dapat diterapkan pada ranah non-akademik, seperti
kegiatan ekstrakurikuler, olahraga, program pelayanan masyarakat, retret
dan sebagainya. Paradigma ini membantu menghubungkan bagian dari satu
bidang studi dengan yang lainnya.
b. Menjamin para pengajar menjadi pengajar yang lebih baik
Paradigma ini memungkinkan pengajar memperkaya baik isi
maupun susunan yang mereka ajarkan, cara mendorong inisiatif siswa, cara
mendorong siswa untuk aktif dan bertanggungjawab terhadap hasil studi
dan cara memotivasi siswa untuk menghubungkan apa yang mereka pelajari
dengan pengalaman siswa.
c. Memperbandingkan proses belajar dan mendorong pelajar merefleksikan
makna dan arti dari yang dipelajari.
Paradigma ini mendukung integrasi anatara pengalaman belajar di
ruang kelas dengan pengalaman di rumah, waktu bekerja, dunia teman
sebaya dan sebagainya.
d. Menekankan matra sosial belajar maupun mengajar
Paradigma ini mendorong kerjasama yang erat dan berbagi
pengalaman serta dialog antar siswa. Melalui interaksi tersebut lama-
kelamaan siswa menjadi sadar bahwa pengalaman-pengalaman yang paling
mendalam timbul dari hubungan yang manusiawi.

Kelemahan dari paradigma pedagogi reflektif adalah:

a. Guru harus menyediakan waktu lebih untuk mendesain silabus, rencana


pelaksanaan pembelajaran, membuat pertanyaan-pertanyaan refleksi,
memeriksa dan menanggapi hasil refleksi siswa.
b. Guru harus menyediakan waktu untuk mengetahui dan mengenal konteks
setiap siswa sehingga dapat memperlakukan siswa sebagai pribadi yang
unik.
c. Guru dituntut untuk selalu memperbaharui pengetahuan dan membaca
tanda- tanda jaman yang nyata sehingga dapat membimbing siswa untuk
membuat refleksi dan aksi konkret.

B. Karangka Berpikir

Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) merupakan mata pelajaran yang


didalamnya memuat pendidikan karakter yang ditujukan kepada anak-anak
Indonesia. Pendidikan karakter merupakan pendidikan yang mengembangkan nilai
dari pandangan hidup bangsa, agama dan budaya yang dirumuskan dalam tujuan
pendidikan nasional. Pendidikan karakter juga merupakan pendidikan sikap
(Widyastuti, 2020:31).

Sikap adalah keteraturan tertentu dalam perasaan (afeksi), pemikiran


(kognisi) dan predisposisi tindakan (konasi) sesorang terhadap suatu aspek di
lingkungan sekitarnya. Salah satu contoh sikap yang perlu dikembangkan adalah
kedisiplinan (Widyastuti, 2020:23).

Sikap kedisiplinan bukan hanya pengetahuan saja melainkan meliputi aspek


afektif dan juga konatif. Rendahnya sikap yang dialami siswa karena aspek sikap
hanya tersampaikan aspek kognitifnya. Pembelajaran yang cocok disertai juga
dengan aspek afektif dan konatif. Pembelajaran yang digunakan hanya model
ceramah, tetapi sampai pada refleksi dan aksi. Pembelajaran yang baik jika diawali
dengan mengetahui nilai yang ingin dicapai dalam pembelajaran. Siswa kemudian
menggali pengalaman berkaitan dengan pengalaman yang pernah dilalui. Kemudian
siswa merefleksikan pengalaman yang diperoleh. Siswa melakukan tindak lanjut
setelah siswa mengikuti proses pembelajaran. Kurangnya kedisiplinan karena
mengutaman aspek kognitifnya saja (Widyastuti, 2020:23).

Peneliti memilih menggunakan model Paradigma Pedagogi Reflektif untuk


meningkatkan sikap kedisiplinan. Sehingga siswa cenderung memiliki sikap disiplin.
Model ini menekankan pada kemampuan 3C yaitu competence, conscience dan
compassion. Langkah-langkah PPR diawali dengan konteks, pengalaman, refleksi,
aksi dan evaluasi. Pembelajaran tidak hanya memperoleh materi pembelajaran
namun juga menekankan pada refleksi serta tindak lanjut dari hal yang telah
dipelajari. PPR memuat kegiatan untuk merefleksikan dan membuat rencana yang
akan dilakukan dan mengevaluasi hasil kerja mereka sehingga PPR ini cocok untuk
meningkatkan sikap kedisiplinan siswa. Siswa dapat memperoleh pengetahuan dari
materi sikap kedisiplinan dengan PPR. Siswa juga mampu mengetahui dan
menghargai sikap kedisiplinan sehingga terdorong untuk melakukan sikap
kedisiplinan. Adapun bagan kerangka pikir dapat dilihan pada gambar 1.

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir

C. Hipotesis

Hipotesis dari penelitian ini adalah penerapan langkah model pembelajaran


paradigma pedagogi reflektif dengan tepat dapat meningkatkan sikap kedisiplinan
bagi siswa kelas IV SDN Gambut 1 pada mata pelajaran PKn.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan dan Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
tindak kelas (PTK), dan pendekatan yang digunakan adalah pendekatan kualitatif.
(Mulyasa, 2009:11) memaparkan penelitian tindakan kelas merupakan suatu upaya
untuk mencermati kegiatan belajar sekelompok siswa dengan memberikan sebuah
tindakan (treatment) yang sengaja dimunculkan.

(Kunandar, 2008:45) memaparkan bahwa tujuan utama PTK adalah untuk


memecahkan permasalahan nyata yang terjadi di kelas dan meningkatkan kegiatan
nyata guru dalam kegiatan pengembangan profesinya. Jadi, penelitian ini dilakukan
secara nyata oleh guru sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan pembelajaran di
kelas. Model PTK yang dipergunakan untuk melakukan penelitian tindak kelas ada
beberapa macam. Model tersebut diantaranya seperti model Kurt Lewin, model
Kemmis Mc. Taggart, model Dave Ebbut, model John Elliott, model Hopkins dan
model Mc. Kernan (Kusumah, 2010:19).

Penelitian ini menggunakan model penelitian Kemmis dan Mc. Taggart.


Model ini dipilih oleh peneliti dikarenakan langkah-langkahnya terdiri dari
perencanaan, tindakan, observasi dan refleksi, yang keempatnya merupakan satu
siklus. Setelah suatu siklus diimplementasikan, akan diadakan refleksi dari semua
kegiatan yang telah dilakukan. Kemudian dilakukan perencanaan ulang untuk
dilaksanakan pada siklus tersendiri. Skema penelitian tindak kelas yang dikemukakan
oleh Kemmis (dalam Aqib, 2011:16).

Ada empat tahap dalam setiap siklus yaitu perencanaan, pelaksanaan,


pengamatan atau observasi dan refleksi. Penjelasan tahap penelitian tersebut menurut
(Kusumah, 2010:39) adalah sebagai berikut:

a. Perencanaan
Tahap perencanaan merupakan tahap untuk menyusun rancangan yang berkaitan
dengan PTK. Perencanaan tersebut meliputi perencanaan pendekatan
pembelajaran, metode pembelajaran, teknik atau strategi pembelajaran, media
dan materi pembelajaran dan sebagainya. Perencanaan pembelajaran dapat
dilihat dari Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan silabus.
b. Pelaksanaan
Tahapan pelaksanaan atau implementasi tindakan merupakan realisasi dari
perangkat pembelajaran yang telah dirancang sebelumnya. Tahap pelaksanaan
ini dilakukan oleh peneliti kelas tersebut. Diharapkan peneliti dapat berpikir
kreatif dan inovatif agar dapat meningkatkan kualitas pendidikan.
c. Pengamatan atau Observasi
Tahap ini biasanya disebut monitoring. Tahap pengamatan ini bisa dilakukan
oleh peneliti atau kolabolator yang diberi tugas untuk hal tersebut. Tugas
pengamat adalah mencatat semua peristiwa yang terjadi di kelas penelitian.
d. Refleksi
Tahap yang terakhir dalah refleksi. Refleksi adalah kegiatan merenung atau
memikirkan suatu upaya evaluasi diri terhadap hal yang dilakukan. Kegiatan
refleksi menimbulkan kembali masalah yang ada dalam penelitian berjalan dan
tindakan perbaikan apa yang harus dilakukan.

B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Sekolah Dasar Negeri 1 Gambut yang
beralamat di Jl. Akhmad Yani km 13 Kecamatan Gambut, Kabupaten Banjar,
Kalimantan Selatan. Penelitian ini dilaksanakan pada semester genap tahun ajaran
2021/2022 di SDN Gambut 1.

C. Faktor Yang Diteliti


SD Negeri 1 Gambut ini memiliki siswa sebanyak 221 orang siswa, laki-laki
121 orang dan perempuan 100 orang. Perekonomian digolongkan menengah kebawa
karena sumber pencarian sebagian besar buruh bangunan dan nelayan. Adapun
penelitian ini mengambil siswa kelas IV sebanyak 30 orang siswa, terdiri dari 18
orang laki-laki dan 12 orang perempuan.
D. Skenario Tindakan
Penelitian ini merupakan PTK yang berawal dari permasalahan sikap siswa
dalam pembelajaran. Penelitian ini menekankan pada peningkatan sikap siswa
terhadap sikap kedisiplinan pada muatan PKn bagi siswa kelas IV SD Negeri 1
Gambut. Penelitian ini dilaksanakan dalam 2 siklus. Siklus I dua kali pertemuan dan
siklus II dua kali pertemuan. Setiap pertemuan memerlukan waktu 2 jam pelajaran
(2x35 menit).

a. Siklus I

 Rencana Tindakan

Perencanaan yang dilakukan adalah membuat perangkat pembelajaran


yang berupa RPP, silabus, pembuatan media pembelajaran dan instrumen
penilaian. Mendata nama siswa kelas IV yang mempunyai sikap kurang baik
sampai siswa yang mempunyai sikap paling baik dalam mengikuti
pembelajaran di kelas berdasarkan hasil penyebaran kuesioner yang
dilakukan.

 Pelaksanaan Tindakan

Pada siklus I ini dilaksanakan dua kali pertemuan dengan alokasi


waktu setiap pertemuan 2x35 menit.

 Pertemuan 1

 Kegiatan Awal (10 menit)


• Menyiapkan siswa secara fisik dan psikis untuk memulai pelajaran.

• Siswa dan guru berdo’a bersama dipimpin oleh ketua kelas.

• Guru menanyakan kabar siswa.

• Guru melakukan presensi.

• Guru memberikan kontrak belajar.

• Guru menyampaikan tujuan pelajaran.


 Kegiatan Inti Eksplorasi (10 menit) Competence
• Guru Tanya jawab dengan siswa mengenai materi (konteks).

• Siswa menyebutkan jawaban sesuai pengetahuan (pengalaman).

• Guru memberikan penjelasan mengenai jawaban, siswa bias juga


menyempurnakan jawaban dari siswa.

 Elaborasi (25 menit)


• Siswa berdiskusi mengenai tempat ibadah, kitab suci, dan hari besar
agama-agama yang ada di Indonesia.
• Siswa menuliskan tempat ibadah, kitab suci, dan hari besar agama-
agama yang ada di Indonesia dalam sebuah peta pikiran.

 Konfirmasi (10 menit)

Guru menjelaskan kepada siswa bahwa setiap siswa memiliki hak


untuk menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing.
 Kegiatan Penutup (15 menit)
• Bersama-sama siswa membuat kesimpulan / rangkuman hasil
belajar.
• Bertanya jawab tentang materi yang telah dipelajari (untuk
mengetahui hasil ketercapaian materi) (refleksi).
• Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan
pendapatnya tentang pembelajaran yang telah diikuti (aksi).
• Melakukan penilaian hasil belajar (evaluasi).
• Mengajak semua siswa berdo’a menurut agama dan keyakinan
masing- masing (untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran).
 Pertemuan 2
 Kegiatan Awal (15 menit)
• Salam pembuka.

• Do’a pembuka.

• Presensi.

• Apersepsi.
• Guru menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini.
 Kegiatan Inti (45 menit) Eksplorasi Competence
• Siswa membaca teks tentang rumah adat suku Manggarai (konteks)

• Siswa diajak bertanya jawab mengenai rumah adat di daerah


tempat tinggal siswa (pengalaman)

 Elaborasi
• Siswa berdiskusi kelompok tentang bentuk, bahan pembuat, dan
keunikan dari rumah adat daerah mereka.
• Setiap wakil kelompok menceritakan hasil diskusi kelompok di
depan kelas.
• Siswa mencermati teks bacaan tentang keragaman rumah adat di
Indonesia.
• Siswa tidak harus menghafalkan seluruh nama rumah adat ini.

• Guru membimbing siswa mengamati gambar beberapa rumah adat


di Indonesia.
• Siswa secara berkelompok mencari informasi tentang daerah asal
rumah adat tersebut serta keunikannya.
• Siswa menceritakan daerah asal dan keunikan dari setiap rumah
adat di depan kelas secara bergantian.
 Konfirmasi

• Guru mengoreksi jawaban siswa.

• Guru menanyakan kepada siswa mengenai hal yang kurang jelas.


 Kegiatan Akhir (15 menit)
• Guru bersama dengan siswa membuat kesimpulan pembelajaran.

 Conscience
• Bertanya jawab tentang materi yang telah dipelajari (untuk
mengetahui hasil ketercapaian materi) (refleksi)
 Compassion
• Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan
pendapatnya tentang pembelajaran yang telah diikuti (aksi)
• Melakukan penilaian hasil belajar (evaluasi)
• Pembagian kuesioner

• Mengajak semua siswa berdo’a menurut agama dan keyakinan


masing- masing (untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran)

 Pengamatan dan Observasi

Penelitian melakukan pengamatan secara langsung proses


pembelajaran, kerja kelompok dan sikap masing-masing anggotanya
dan mencatat kejadian yang terjadi selama kegiatan berlangsung. Hal
tersebut bertujuan sebagai tolak ukur untuk menjalankan siklus
selanjutnya.
a. Refleksi
• Meninjau akhir siklus I untuk mengetahui apakah target yang
ditentukan telah tercapai.
• Mencari kekurangan pada pelaksanaan kegiatan pembelajaran dan
mencari penyebabnya.
• Merencanakan tindak lanjut untuk menjadi dasar perbaikan di
siklus II.

• Menentukan hal-hal yang perlu diperbaiki dari siklus sebelumnya.

• Peneliti membuat kesimpulan mengenai sikap siswa terhadap nilai


kedisiplinan dalam pembelajaran PKn yang telah dilaksanakan.
• Peneliti merancang tindakan untuk siklus lanjutan.

b. Siklus II
 Perencanaan
Tahap ini kembali menyiapkan RPP, materi dan soal evaluasi untuk
pembelajaran di siklus II. Peneliti juga menyiapkan alat dan bahan untuk
kegiatan siswa dalam pembelajaran.

 Pelaksanaan

Pada siklus II dilaksanakan dua kali pertemuan dengan alokasi waktu


2x35 menit.
 Pertemuan 1

 Kegiatan Awal (10 menit)


• Menyiapkan siswa secara fisik dan psikis untuk memulai pelajaran.
• Siswa dan guru berdo’a bersama dengan dipimpin oleh ketua kelas.

• Guru menanyakan kabar siswa.

• Guru melakukan presensi.

• Guru memberikan kontrak belajar.

• Guru menyampaikan tujuan pelajaran.


 Kegiatan Inti Eksplorasi (5 menit)
• Guru memberikan pertanyaan untuk mengetahui tingkat pemahaman
siswa tentang pakaian adat (pengalaman).

 Elaborasi (30 menit) Competence


• Siswa melakukan diskusi kelompok mengenai pakaian adat yang
digunakan di daerah mereka.
• Siswa membuat laporan tertulis mengenai nama, keunikan dan
penggunaan pakaian adat yang ada di daerah mereka tinggal.
• Siswa membaca teks tentang ragam pakaian adat di Indonesia.

• Siswa diajak bertanya jawab mengenai isi teks, misalnya adanya


perbedaan pakaian adat di setiap daerah di Indonesia disebabkan
oleh adanya perbedaan kondisi geografis wilayah Indonesia.
• Siswa mencermati gambar beberapa pakaian adat dari berbagai
daerah di Indonesia.
• Siswa menuliskan keunikan dari setiap pakaian adat yang diamati.
• Siswa membacakan keunikan dari pakaian adat yang diamatinya.
• Siswa diminta membuat kesimpulan dari kegiatan tersebut.
Kesimpulan yang diharapkan: pakaian adat yang ada di Indonesia
sangat beragam dan keragaman itu merupakan kekayaan yang
dimiliki bangsa Indonesia.
• Siswa berdiskusi kelompok mengenai tindakan untuk melestarikan
pakaian adat di Indonesia.
• Siswa membacakan hasil diskusi di depan kelas secara bergantian.
 Konfirmasi (10 menit)
• Guru menekankan kepada siswa mengenai beberapa contoh
tindakan untuk melestarikan pakaian adat. Tindakan itu antara lain:
mengabadikan foto atau gambar pakaian adat, memakainya dalam
kehidupan sehari-hari, tetapi dengan modifikasi agar nyaman
dipakai serta memakai pakaian adat dalam perayaan hari
kemerdekaan.

 Kegiatan Penutup (15 menit)

• Bersama guru menyimpulkan materi pembelajaran.

• Conscience

Bertanya jawab tentang materi yang telah dipelajari (untuk


mengetahui hasil ketercapaian materi) (refleksi)
• Compassion
• Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk
menyampaikan pendapatnya tentang pembelajaran yang telah
diikuti (aksi).
• Melakukan penilaian hasil belajar (evaluasi)
• Mengajak semua siswa berdo’a menurut agama dan keyakinan
masing- masing (untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran).

 Pertemuan 2
 Kegiatan Awal (15 menit)
• Salam pembuka.

• Do’a pembuka.

• Presensi.

• Apersepsi.

• Guru menyampaikan tujuan pembelajaran hari ini.


 Kegiatan Inti (45 menit) Eksplorasi Competence
• Siswa diajak bertanya jawab mengenai kesenian Indonesia
yang beragam. Keragaman itu antara lain meliputi tarian, alat
musik, upacara adat, dan seni pertunjukan (pengalaman)
 Elaborasi
§ Siswa mencermati teks bacaan tentang keragaman kesenian
daerah di Indonesia.
§ Siswa melakukan permainan untuk mengenal alat musik dan
jenis tari yang ada di Indonesia.
§ Konfirmasi
§ Guru menjelaskan aturan permainan dan memberi kesempatan
untuk siswa bertanya.
§ Kegiatan Akhir (15 menit)
§ Bersama-sama siswa membuat kesimpulan / rangkuman hasil
belajar selama sehari
 Conscience
§ Bertanya jawab tentang materi yang telah dipelajari (untuk
mengetahui hasil ketercapaian materi) (refleksi)
 Compassion
§ Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menyampaikan
pendapatnya entang pembelajaran yang telah diikuti (aksi)
§ Melakukan penilaian hasil belajar (evaluasi)
§ Pembagian kuesioner

§ Mengajak semua siswa berdo’a menurut agama dan keyakinan


masing- masing (untuk mengakhiri kegiatan pembelajaran)

§ Pengamatan atau Observasi\

Peneliti melakukan pengamatan bagaimana sikap


kedisiplinan siswa dalam pembelajaran di siklus II. Peneliti juga
mencatat beberapa hal penting yang berhubungan dengan sikap
kedisiplinan siswa yang muncul dalam pembelajaran tersebut.

 Refleksi

Tahap ini peneliti melakukan evaluasi terhadap


pembelajaran yang telah dilaksanakan. Peneliti mengidentifikasi
permasalahan-permasalahan yang muncul. Peneliti juga melihat
hasil observasi apakah sudah menunjukkan peningkatan.

E. Data dan Cara Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan yang dipilih peneliti dalam penelitian ini adalah teknik
non tes. Teknik pengumpulan data non tes dalam penelitian ini meliputi observasi,
wawancara, kuesioner dan dokumentasi.

1. Observasi

Observasi menurut Sutrisno Hadi (Sugiyono, 2014:203) merupakan suatu


proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis
dan psikologis. Dua diantaranya yang terpenting adalah proses pengamatan dan
ingatan. (Gulo, 2002:116) juga mengungkapkan bahwa observasi atau
pengamatan adalah metode pengumpulan data dimana peneliti mencatat
informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian. Observasi
mempunyai dua jenis yaitu observasi berstruktur (dengan pedoman) dan
observasi tidak berstruktur (tidak menggunakan pedoman) (Kusumah, 2010:66).
Peneliti menggunakan observasi langsung dengan tipe berstruktur (dengan
menggunakan pedoman) untuk melihat secara nyata kondisi siswa saat
melakukan pembelajaran di kelas. Peneliti mengamati bagaimana sikap siswa
dan kedisiplinan siswa saat mengikuti pembelajaran. Observasi dilakukan ketika
peneliti berada di dalam kelas dan mengikuti proses pembelajaran yang sedang
berlangsung. Peneliti memberikan penjelasan pada lembar observasi yang sesuai
dengan apa yang terjadi di dalam kelas berkaitan dengan kedisiplinan belajar
siswa.

2. Kuesioner

Teknik kuesioner ini menurut (Sugiyono, 2014:199), kuesioner merupakan


teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pernyataan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya.

Kuesioner mempunyai dua jenis yaitu kuesioner tidak berstruktur atau


tertutup yang berisi pertanyaan disertai jawaban dan kuesioner tidak berstruktur
atau terbuka yang berisi pertanyaan tidak disertai jawaban (Kusumah, 2010:78).

Peneliti menggunakan jenis kuesioner tertutup untuk mencari data. Peneliti


menyebar kuesioner untuk memperoleh hasil kedisiplinan siswa dalam kegiatan
pembelajaran di kelas. Dalam kuesioner terdapat 20 pernyataan atau pertanyaan
yang akan dipilih oleh siswa sesuai dengan pengalaman siswa dalam kehidupan
sehari-hari dengan cara memberi tanda check list (√) pada kolom jawaban.
Pertanyaan yang ada dalam kuesioner mengandung tiga ranah yang harus
dikembangkan oleh siswa yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (pemahaman)
dan konatif (pelaksanaan). Pernyataan yang dibuat merupakan pernyataan yang
berkaitan dengan sikap kedisiplinan. Pernyataan dibuat menjadi pernyataan 13
favorable dan 7 pernyataan unfavorable.

3. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu (Sugiyono,
2014:329). Peneliti menggunakan teknik pengumpulan data berupa dokumen
untuk memperoleh data tentang prestasi siswa. Hasil dari penelitian ini juga
dapat lebih terpercaya dengan adanya foto-foto selama proses pembelajaran.
Penilaian untuk aspek kognitif peneliti menggunakan nilai evaluasi.

F. Analisis Data
(Sugiyono, 2014:333) menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan tindakan
kelas ada dua jenis data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti yaitu data kuantitatif
merupakan teknik analisis data menggunakan metode statistik yang sudah tersedia.
Data kualitatif berupa kata-kata atau kalimat sehingga mampu memberikan
gambaran pada keadaan seperti hasil wawancara dengan guru serta komentar siswa
terhadap pembelajaran yang telah dilaksanakan dan soal-soal evaluasi yang telah
diujikan. Data kuantitaf di analisis dengan metode statistik deskriptif agar dapat
memberikan suatu gambaran terhadap keberhasilan tindakan. Teknik statistik
deskriptif pada penelitian ini adalah mencari jumlah skor rata-rata sikap
kedisiplinan siswa setiap aspek kemudian menghitung dengan menggunakan PAP
tipe 1

Masijo mengertikan Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah penilaian yang


membandingkan prestasi belajar dengan patokan yang diterapkan sbelumnya oleh
guru (Masijo, 1995:151). PAP mempunyai 2 tipe yaitu tipe 1 dan 2. Perbedaan
teletak pada terletak passing score, PAP tipe 2 lebih rendah dari pada PAP tipe.
peneliti menggunakan PAP tipe 1 untuk menghitung data yang diperoleh. Berikut
tabel kriteria PAP tipe 1:

Tabel 1. Kriteria PAP Tipe 1

Tingkatan Pengu
Nilai Huruf Keterangan
asaan

Kompetensi

90%-100% A Sangat Baik


80%-89% B Baik
C
65%-79% Cukup Baik
D
Tidak Baik
55%-64%
E
Sangat Tidak Baik
Di bawah 55%

Sumber: Dewi, R.K (2016:62)

Tabel 1. Diketahui bahwa siswa memiliki sikap kedisiplinan jika berada pada rentang
skor 65%-100% atau siswa dikatakan memiliki sikap kedisiplinan jika mendapat skor C
atau cukup. Langkah untuk menganalisis kedisiplinan siswa sebagai berikut:

§ Penskoran

Penskoran kuesioner dilakukan dengan cara jika siswa mengisi kuesioner dengan
nilai setiap pernyataan 1-5 sesuai dengan jawaban siswa memilih adalah SS
(Sangat Setuju), adalah S (Setuju), R (Ragu), TS (Tidak Setuju) dan STS (Sangat
Tidak Setuju). Jawaban R (Ragu) dengan nilai 3 dihilangkan dalam penelitian ini
karena merupakan jawaban biasa.

§ Menghitung setiap skor yang diperoleh setiap siswa


Jumlah Skor Setiap Siswa=Jumlah Skor Dari Setiap Item

§ Menghitung jumlah skor seluruh siswa

Jumlah Skor Seluruh Siswa=Jumlah Skor Item Semua Siswa

§ Menghitung nilai rata-rata


Nilai Rata-Rata = Jumlah Nilai : Banyak Data ( banyak siswa)

§ Menentukan tentang skor berdasarkan kriteria sikap


PAP tipe 1

§ Tabel 2. Rentang Skor dari Kriteria Sikap Kedisiplinan


Tingkat
penguasaan Rentang skor Nilai huruf Keterangan
kompetensi

90%-100% 90-100 A Sangat Tinggi


B Tinggi
80%-89% 80-89
C Cukup
65%-79% 65-79 D Rendah

55%-64% 55-64 E Sangat Rendah

Di bawah 55% 20-54

Sumber: Dewi, R.K (2016:64)

Tabel 2. Berisi rentang skor yang digunakan untuk melihat sikap kedisiplinan
siswa. Rentang skor 90-100 mempunyai kriteria “sangat tinggi”. Rentang skor 80- 89
mempunyai kriteria “tinggi”. Rentang skor 65-79 kriteria “cukup” begitu seterusnya.
Rentang skor minimal adalah 20 dan tidak 0 karena hal itu diasumsikan siswa
menjawab semua kuesioner dengan skor yang terendah yaitu 1. Siswa yang tidak
mengisi kuesioner maka kuesioner itu gugur dan harus dipastikan semua kuesioner
terisi. Penilaian sikap kedisiplinan dinilai melalui aspekkognitif, afektif dan konatif,
penilaian dapat dilihat dibawah ini:

Tabel 3. Rentang Skor dari Aspek Kognitif

Tingkat
penguasaan
Rentang skor Nilai huruf Keterangan
Kompetensi

90%-100% 27-30 A Sangat Tinggi


80%-89% 24-26,99 B Tinggi
C Cukup
65%-79% 19,5-23,99
D Rendah
55%-64% 16,5-19,49
E Sangat Rendah
Di bawah 55% 6-16,49

Sumber: Dewi, R.K (2016:65)

Tabel 3. Berisi rentang skor pada aspek kognitif yang digunakan untuk melihat
sikap kedisiplinan siswa. Rentang skor 27-30 mempunyai kriteria “sangat tinggi”.
Rentang skor 24-26,99 mempunyai kriteria “tinggi”. Rentang skor 19,5- 23,99 kriteria
“cukup” begitu seterusnya. Rentang skor minimal adalah 6 dan tidak 0 karena hal itu
diasumsikan siswa menjawab semua kuesioner dengan skor yang terendah yaitu 1.
Siswa yang tidak mengisi kuesioner maka kuesioner itu gugur dan harus dipastikan
semua kuesioner terisi.

Tabel 4. Rentang Skor dari Kriteria Aspek Afektif

Tingkat
penguasaan
Rentang skor Nilai huruf Keterangan
Kompetensi

90%-100% 22,5-25 A Sangat Tinggi


B Tinggi
80%-89% 20-22,49
C Cukup
65%-79% 16,25-19,99 D Rendah

55%-64% 13,75-16,24 E Sangat Rendah

Di bawah 55% 5-13,74

Sumber: Dewi, R.K (2016:65)

Tabel 4. Berisi rentang skor pada aspek afektif yang digunakan untuk melihat
sikap kedisiplinan siswa. Rentang skor 22,5-25 mempunyai kriteria “sangat

tinggi”. Rentang skor 20-22,49 mempunyai kriteria “tinggi”. Rentang skor 16,25-
19,99 kriteria “cukup” begitu seterusnya. Rentang skor minimal adalah 5 dan tidak 0
karena hal itu diasumsikan siswa menjawab semua kuesioner dengan skor yang
terendah yaitu 1. Siswa yang tidak mengisi kuesioner maka kuesioner itu gugur dan
harus dipastikan semua kuesioner terisi

Tabel 5. Rentang Skor dari Kriteria Aspek Konatif

Tingkat Rentang skor Nilai huruf Keterangan

penguasaan

kompetensi

90%-100% 40,5-45 A Sangat Tinggi

80%-89% 36-40,49 B Tinggi

65%-79% 29,25-35,99 C Cukup

55%-64% 24,75-29,24 D Rendah

Di bawah 55% 9-24,74 E Sangat Rendah

Sumber: Dewi, R.K (2016:66)

Tabel 5. Berisi rentang skor pada aspek konatif yang digunakan untuk melihat
sikap kedisiplinan siswa. Rentang skor 40,5-45 mempunyai kriteria “sangat

tinggi”. Rentang skor 36-40,49 mempunyai kriteria “tinggi”. Rentang skor 29,25-
35,99 kriteria “cukup” begitu seterusnya. Rentang skor minimal adalah 9 dan tidak 0
karena hal itu diasumsikan siswa menjawab semua kuesioner dengan skor yang
terendah yaitu 1. Siswa yang tidak mengisi kuesioner maka kuesioner itu gugur dan
harus dipastikan semua kuesioner terisi.

§ Menghitung persentase kriteria jumlah siswa disiplin minimal cukup

Presentasi skor disiplim belajar tiap item soal dapat dihitung menggunakan rumus
berdasarkan penjelasan (Ridwan, 2013:41), sebagai berikut:

Persentasi disiplin belajar = skor keseluruhan yang diperoleh : jumlah skor


maksimal x 100%
G. Indikator Keberhasilan
Penelitian ini ingin meningkatkan tiga aspek dalam sikap kedisiplinan
siswa, yaitu: (1) Kognitif, yang berhubungan dengan pengetahuan siswa
kedisiplinan (2) Afektif, yang berhubungan dengan kesadaran siswa mengenai
pentingnya disiplin dan (3) Konatif, yang berhubungan dengan pelaksanaan sikap
disiplin siswa.

Ta bel 10. Indikator Keberhasilan Peraspek

Target Target
Kondisi
Capaian Capaian
Aspek Deskriptor Awal Instrumen
Siklus I Siklus II

Aspek 1: Presentase 55% 65% 75%

Kognitif Rata-rata 22 24 26

Aspek 2: Presentase 68% 75% 80%

Afektif Rata-rata 18,29 20 22 Non Tes

Aspek 3: Presentase 45% 65% 75%

Konatif Rata-rata 31,03 35 40

Keseluruhan Presentase 64,51% 80% 85%

Rata-rata 71,32 80,00 85,00

Sumber: Dewi, R.K (2016:67)

Tabel 10. Menunjukkan tentang indikator keberhasilan pemahaman, penghayatan


dan pelaksanaan kedisiplinan dalam penelitian ini. Indikator sikap kedisiplinan
yang pertama dilihat dari aspek kognitifnya, kondisi awal untuk aspek kognitif
adalah 55%, sedangkan target indikator keberhasilannya dalam siklus I adalah 65%
dan siklus II adalah 70%. Indikator sikap kedisiplinan yang kedua adalah aspek
afektif, kondisi awalnya adalah 68%, sedangkan target indikator keberhasilannya
dalam siklus I adalah 75% dan pada siklus II adalah 80%. Indikator sikap
kedisiplinan ketiga dilihat dari aspek konatif, kondisi awalnya adalah 45%,
sedangkan target indikator keberhasilannya dalam siklus I adalah 65% dan pada
siklus II adalah 75%.

Tabel 11. Indikator Keberhasilan Secara Keseluruhan

Kondisi
Indikator Deskriptor Target
Awal

Sikap Persentase siswa yang 60,51-


85%
Kedisiplinan memenuhi kriteria
64,51%
85,00
Siswa Rata-rata siswa
67,32-
71,32

Sumber: Dewi, R.K (2016:68)

Tabel 11. Menunjukkan indikator keberhasilan pemahaman, penghayatan dan


pelaksanaan kedisiplinan dalam penelitian ini. Indikator sikap kedisiplinan untuk
kondisi awal adalah 64,51% dengan rata-rata 71,32, sedangkan target indikator
keberhasilannya adalah 85% dengan rata-rata 85,00.

DAFTAR RUJUKAN

Adisusilo, S. 2012. Pembelajaran Nilai Karakter. Jakarta: PT. Raja Grafindo.


Aqib, Zainal. 2011. Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: Yrama Widya.
Azwar, Zaifuddin. 2015. SIkap Manusia dan Pengukurannya. Yogyakarta: Pustaka
Belajar.
Darmadi, Hamid. 2010. Pengantar Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung:
Alfabeta.
Dewi, R.K. 2014. Peningkatan Sikap Kedisiplinan dalam Pembelajaran PKn
Menggunakan Model Pembelajaran Paradigma Pedagogi Reflektif bagi Siswa
Kelas III SDN Kledokan. (Skripsi yang tidak dipublikasikan): Universitas
Sanata Dharma, Yogyakarta.
Faturrohman, Puput, dkk. 2013. Pengembangan Pendidikan Karakter. Bandung:
Refika Aditama.
Gulo, W. 2002. Metodologi Penelitian. Jakarta: Grasindo.
Hurlock, B Elizabeth. 1989. Perkembangan Anak Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga.
Istiqomah, H. 2010. Penggunaan Model Pembelajaran Group Investigation untuk
Menumbuhkan Sikap Ilmiah Siswa. Jurnal Pendidikan Fisika Indonesia.
ISSN: 1693-1246.
Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Rajagrafindo
Persada.
Kurniawan, Syamsul. 2013. Pendidikan Karakter Konsepsi dan Implementasinya
secara Terpadu di Lingkungan Keluarga, Sekolah, Perguruan Tinggi dan
Masyarakat. Yogyakarta: Az- Ruzz Media.
Kusumah, Wijaya & Dedi Dwitagama. 2010. Mengenal Penelitian Tindakan Kelas.
Jakarta Barat: PT. Indeks.
Lickona. 2014. Pendidikan Karakter Panduan Lengkap Mendidik Siswa Menjadi
Pintar dan Baik. Bandung: Nusa Media.
Martono, Nanang. 2010. Statistik Sosial: Teori dan aplikasi program SPSS.
Yogyakarta: Kanisius.
Masijo, B. 1995. Penilaian Pencapaian Hasil Belajar Siswa di sekolah.
Yogyakarta: Kanisius.
Morrisan. 2012. Metode penelitian survey. Jakarta: PT. Kencana Prenadamedia.
Mulyasa, E. 2008. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Mulyasa, E. 2009. Praktik Penelitian Tindakan Kelas. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Mustari, Mohamad. (2014). Nilai Karakter Refleksi Untuk Pendidikan. Jakarta:
Rajawali Pers.
P3MP-LPM. 2012. Pedoman Model Pembelajaran Berbasis Paradigma Pedagogi
Ignasian. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.
Sapriya. 2009. Pendidikan IPS. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Siregar, S. 2010. Statistika Deskriptif Untuk Penelitian. Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada.
Subagya, Chris. 2008. Paradigma Pedagogi Reflektif. Yogyakarta: Kanisius.
Subagya, Chris. 2010. Paradigma Pedagogi Reflektif Mendampingi Siswa Menjadi
Cerdas dan Berkarakter. Yogyakarta: Kanisius.
Sugiyono. 2014. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung:
Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai