Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Penelitian

Pendidikan merupakan kebutuhan manusia. Pendidikan selalu

mengalami perubahan, perkembangan dan perbaikan sesuai dengan

perkembangan di segala bidang kehidupan. Perubahan dan perbaikan dalam

bidang pendidikan meliputi berbagai komponen yang terlibat di dalamnya

baik itu pelaksana pendidikan di lapangan (kompetensi guru dan kualitas

tenaga pendidik), mutu pendidikan, perangkat kurikulum, sarana dan

prasarana pendidikan dan mutu menejemen pendidikan termasuk perubahan

dalam metode dan strategi pembelajaran yang lebih inovatif. Upaya

perubahan dan perbaikan tersebut bertujuan membawa kualitas pendidikan

Indonesia lebih baik.

Dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, maka peningkatan


mutu pendidikan suatu hal yang sangat penting bagi pembangunan
berkelanjutan di segala aspek kehidupan manusia. Sistem pendidikan nasional
senantiasa harus dikembangkan sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan
yang terjadi baik di tingkat lokal, nasional, maupun global (Mulyasa, 2006:4).

Memasuki masa era globalisasi, bangsa Indonesia tidak mati-matinya

selalu melakukan pembangunan disegala bidang kehidupan baik

pembangunan material maupun spiritual termasuk di dalamnya sumber daya

manusia, salah satu faktor yang menunjang pembangunan atau peningkatan

sumber daya manusia yaitu melalui pendidikan mendapat prioritas utama.

Pendidikan tidak terlepas dari kegiatan pembelajaran. Belajar menurut


Spears dalam Suprijono (2009:2) adalah mengamati, membaca, meniru,
mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu. Jadi belajar adalah

1
2

proses perubahan perilaku secara aktif, proses mereaksi terhadap semua


situasi yang ada di sekitar individu, proses yang diarahkan kepada suatu
tujuan, proses berbuat melalui berbagai pengalaman, proses melihat,
mengamati, memahami sesuatu yang dipelajari.
Dalam proses belajar mengajar guru dituntut untuk dapat mewujudkan

dan menciptakan situasi yang memungkinkan siswa untuk aktif dan kreatif.

Pada sistem ini diharapkan siswa dapat secara optimal melaksanakan aktivitas

belajar sehingga tujuan instruksional yang telah ditetapkan dapat tercapai

secara maksimal.

Proses belajar adalah suatu proses yang dengan sengaja di ciptakan

untuk kepentingan siswa, agar senang dan bergairah belajar. Guru berusaha

menyediakan dan menggunakan semua potensi dan upaya. Masalah motivasi

adalah faktor yang penting bagi peserta didik. Apalah artinya anak didik pergi

ke sekolah tanpa motivasi untuk belajar. Hanya saja motivasi sangat

bervariasi dari segi tinggi rendahnya maupun jenisnya. Guna mewujudkan

tujuan itu bukan suatu hal yang mudah. Sehingga sangatlah dibutuhkan

sebuah tekad dari berbagai pihak guna meraih kebersamaan tujuan dan visi

yang sama dalam menciptakan keterpaduan pencapaian dalam tujuan

pembelajaran.

Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran

yang mengajarkan tentang pentingnya nilai dan moral dari hak dan

kewajiban warga negara untuk membina akhlak peserta didik. Pendidikan

Kewarganegaraan memiliki tujuan bahwa setiap warga negaranya dapat

berperilaku sesuai dengan norma dan peraturan yang tercantum dalam cita-

cita bangsa dan negara. Pendidikan Kewarganegaraan ini sangat penting


3

maka pelajaran ini ada pada setiap jenjang pendidikan mulai dari

pendidikan dasar hingga pendidikan tingkat tinggi.

Mata pelajaran PPKn ada dalam setiap jenjang pendidikan sesuai

dengan ayat (1) dan (2) Pasal 37 Undang-Undang Republik Indonesia

Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa

kurikulum pendidikan dasar, menengah dan tinggi wajib memuat

Pendidikan Kewarganegaraan. Hal ini dikarenakan mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaraan didalamnya mempelajari mengenai

kehidupan kita sehari-hari yaitu tentang moral dan sikap sosial,

mengajarkan untuk menjadi warga negara yang baik, warga negara yang

menjunjung tinggi nilai-nilai Pancasila. Perilaku tersebut akan menjadi

bekal agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan

negara. Selain itu, yang dimaksudkan dengan ayat (1) dan (2) Pasal 37

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 Tentang

Sistem Pendidikan Nasional bahwa bangsa Indonesia dapat memiliki jati

diri yang kuat. Selain itu, mata pelajaran PKn dapat memberikan arahan

mengenai budaya luar negeri yang masuk ke wilayah negara Indonesia

sehingga mata pelajaran PKn dapat menyaring budaya luar agar sesuai

dengan kepribadian bangsa Indonesia yaitu Pancasila.

Sebagaimana yang dikemukakan Asep Mahpudz (2007, 628), tujuan


mata pelajaran PKn adalah mengembangkan kompetensi sebagai berikut:
1) Memiliki kemampuan berfikir secara rasional, kritis, dan kreatif,
sehingga mampu memahami berbagai wacana kewarganegaraan.
2) Memiliki keterampilan intelektual dan keterampilan
berpartisipasi secara demokratis dan bertanggung jawab.
3) Memiliki watak dan kepribadian yang baik, sesuai dengan
4

norma-norma yang berlaku dalam kehidupan bermasyarakat dan


bernegara.

Rumusan tujuan tersebut diharapkan bahwa dalam pembelajaran PPKn

peserta didik dapat berpikir kritis untuk memecahkan permasalahan atau

fenomena yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari. Peserta didik mampu

bersikap demokratis dalam kegiatan sehari-harinya serta bertanggung jawab

atas segala perilaku yang dilakukan dan memiliki kepribadian sesuai dengan

nilai, moral dan sesuai peraturan yang berlaku sehingga terwujudnya warga

negara yang baik.

Rumusan tujuan tersebut sejalan dengan tiga aspek kompetensi yang


dikembangkan pelajaran PKn. Menurut Branson dalam Mulyono (2017) ada
tiga aspek kompetensi PKn yang sesuai dengan tujuan PKn yaitu aspek civic
knowledge, civic skills, dan civic dispotitions. Aspek kompetensi
pembelajaran pertama adalah pengetahuan kewarganegaraan (civic
knowledge) yang berkaitan dengan kemampuan akademik-keilmuan yang
dikembangkan dari berbagai teori atau konsep politik, hukum, dan moral.
Aspek yang kedua yaitu keterampilan (kecakapan) kewarganegaraan (civic
skills) merupakan keterampilan seseorang untuk dapat memperoleh sesuatu
yang bermakna dan bermanfaat untuk memecahkan suatu permasalahan.
Aspek ketiga, watak atau karakter kewarganegaraan (civic dispositions)
berkaitan dengan sikap warga negara untuk kemajuan bangsa dan negara.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan ( PPKn ) selain sebagai

salah satu bidang ilmu dalam dunia pendidikan juga merupakan salah satu

bidang studi yang sangat penting, baik bagi siswa maupun bagi

pengembangan bidang keilmuan yang lain. Kedudukan PPKn dalam dunia

pendidikan sangat besar manfaatnya karena PPKn dapat membantu siswa

dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis.

Berdasarkan hasil pendahuluan yang dilaksanakan di SMK Al-Madina

Cianjur di kabupaten Cianjur, di dalam proses pembelajaran PPKn anak


5

cenderung pasif. Guru Saat itu memberikan proses pembelajaran berupa

metode ceramah, sehingga anak cenderung merasa bosan. Partisipasi atau

minat anak menjadi berkurang, serta anak cenderung tidak kritis dalam

mengemukakan pendapatnya. Walaupun sekarang diharuskan proses

pembelajaran melalui pendekatan saintifik, tetapi terdapat juga beberapa guru

yang mengajarkan proses belajar tersebut dengan metode diskusi tetapi

hasilnya masing kurang optimal sehingga anak-anak masih tidak dapat

berpikir kritis dalam mengemukan pendapatnya.

Penelitian ini dilakukan di SMK Al-Madina Cianjur, adapun

penelitian pendahuluan dilakukan melalui observasi di ruang kelas dan

wawancara kepada guru. Penelitian dilakukan dikelas XI dengan

matapelajaran PPKn, yang memiliki KKM ≥72. Peserta didik ada yang

mencapai KKM adapula yang belum mencapai KKM. Dari hasil observasi

tersebut peneliti melihat bahwa harus ada penerapan yang menunjukkan

keaktifan peserta didik dalam proses belajar dan meningkatkan pengetahuan

peserta didik dalam berpikirnya. Berdasarkan studi pendahuluan yang

dilakukan diperoleh data

Tabel 1.1. Hasil Tes Berpikir Kritis

Kriteria Keterangan Jumlah %


≥ 70 Tuntas 7 30%
< 70 Tidak Tuntas 16 70%
Jumlah 23 100%
6

Dari hasil observasi peneliti melihat kemampuan berpikir kritis

peserta didik belum terlihat yaitu yang lulus 7 siswa 30% dan yang tidak lulus

16 siswa 70% karena peserta didik masih ada yang berpatokan pada jawaban

di buku, dan untuk menjelaskan secara pemikiran sendiri belum terlihat

tentang pelajaran PPKn. Untuk berpikir kritis peserta didik belum di asah

lebih dalam untuk bertanya ataupun menjalaskan. Berpikir kritis sangat

berguna bagi siswa kelas XI, sebab dari sudut pandang usia siswa sudah

masuk tahap dewasa berpikir konkret perkembangan itu bukan hanya

bersumber dari faktor eksternal tetapi faktor internal juga, sebab siswa

mengalami perubahan terus menerus. Otak merupakan organ berpikir yang

berkembang melalui proses belajar yang berulang-ulang serta beriteraksi

dengan dunia melalui persepsi dan tindakan. Oleh karena itu kemampuan

berpikir kritis bagi siswa kelas XI di SMK Al-Madina Cianjur sangat

diharapkan lebih konkret dan pemikirannya lebih mendalam dalam

pembelajaran terutama dalam pembelajaran PPKn.

Pembelajaran PPKn sebenarnya mempunyai peran yang sangat

penting dalam mengembangkan sikap kritis anak. Mata pelajaran PPKn

diharapkan akan mampu membentuk siswa yang ideal serta memiliki mental

yang kuat, sehingga dapat mengatasi permasalahan sosial yang akan dihadapi.

Pendidikan formal saat ini cenderung mengalami perubahan yang sangat

cepat sehingga diperlukan strategi proses pembelajaran yang harus

menyesuaikan dengan perubahan yang terjadi.


7

Dalam proses pembelajaran yang menyangkut materi, metode, media,

alat peraga dan pendukung lainnya menuntut perubahan yang kreatif dan

inovasi. Perlunya langkah tersebut di atas menuntut seorang guru harus cepat

beradaptasi dengan perubahan yang terjadi. Karena keberhasilan

pembelajaran tersebut salah satunya bergantung pada guru dalam

merencanakan pembelajaran di sekolah.

Menurut Muhammad Ali, (2002:11-14) Mengajar merupakan suatu


proses yang kompleks. Tidak hanya sekedar menyampaikan informasi dari
guru kepada siswa. Banyak kegiatan maupun tindakan harus dilakukan,
terutama bila diinginkan hasil belajar lebih baik pada seluruh siswa. Dan
Belajar dapat diartikan sebagai proses perubahan perilaku, akibat interaksi
invidu dengan lingkungan.

Sedangkan menurut Dimyati&Mudjiono, (2009:132-254)


keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar atau hasil nilai yang
dicapai oleh siswa. Di dalam pendidikan, siswa akan dinilai keberhasilannnya
melalui tes hasil belajar. Hasil yang diharapkan tentunya adalah prestasi
belajar yang baik, karena setiap orang menginginkan prestasi yang tinggi,
baik siswa, guru, sekolah, maupun orang tua hingga masyarakat. Namun
dalam pencapaian prestasi belajar terdapat perbedaan antara siswa satu
dengan yang lainnya. Adanya perbedaan prestasi belajar siswa dapat
dipengaruhi oleh berbagai factor. Baik itu faktor internal maupun faktor
eksternal. Faktor internal yaitu faktor yang bersumber dari dalam individu itu
sendiri (siswa) yang meliputi sikap terhadap belajar, motivasi belajar,
konsentrasi belajar, mengolah bahan ajar, menyimpan perolehan hasil belajar,
menggali hasil belajar yang tersimpan, kemampuan berprestasi, rasa percaya
diri siswa, intelegensi dan keberhasilan belajar, kebiasaan belajar, dan cita-
cita siswa. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari
luar siswa yang meliputi guru, sarana dan prasarana pembelajaran. Kebijakan
penilaian, lingkungan sosial siswa di sekolah, dan kurikulum sekolah.

Berdasarkan pendapat diatas bahwa keberhasilan siswa dapat

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor eksternal dan faktor internal,

sehingga seorang guru harus mampu memahami karakteritik dari kedua faktor

tersebut. Faktor ekternal yaitu faktor yang dapat dipengaruhi dari lingkungan

dan termasuk dalam proses mengajar sedangkan untuk faktor internal adalah
8

faktor yang dapat dipengaruhi dari dalam diri siswa tersebut. Dalam hal ini

Guru sangat berperan penting dalam pembentukan karakteristik siswa

sehingga harus mampu memberikan pemahaman yang jelas dan dapat

memberikan penyampaian yang lebih kreatif misalnya dengan

mengagendakan pembelajaran diluar kelas yang dapat membangkitkan

semangat dari siswa sehingga siswa dapat belajar aktif atau dapat berpikir

kritis. Berdasarkan studi pendahuluan dalam proses pembelajaran PPKn

sering ditemukan siswa tidak semangat bahkan mengantuk, ini diakibatkan

kurang menariknya seorang guru dalam memyampaikan materi dan terkesan

membosankan. Maka dari itu seorang guru dalam menyampaikan

pembelajaran PPKn harus membuat suasana belajar menarik dan

menyenangkan, sehingga dapat membangkitkan semangat siswa untuk belajar

aktif dan berpikir kritis.

Keterampilan mengajar merupakan keterampilan yang harus di miliki

oleh seorang guru dalam proses belajar mengajar guna menciptakan

pembelajaran yang efektif. Dalam hal ini presepsi siswa terhadap kemampuan

atau kecakapan seorang guru dalam membimbing siswa pada saat proses

belajar sehingga tercipta suatu proses pembelajaran yang efektif.

Penyampaian informasi yang terencana dengan baik dan disajikan

dengan urutan yang sesuai dengan tujuan yang diinginkan merupakan ciri

utama kegiatan menjelaskan. Pemberian penjelasan merupakan salah satu

aspek yang penting dari kegiatan guru dalam berinteraksi dengan siswa di

dalam kelas, dan biasanya guru lebih mendominasi pembicaraan dan


9

mempunyai pengaruh atau dapat mempengaruhi siswa melalui penjelasan dan

perkataan yang disampaikannya, sehingga terkadang siswa mengikuti apa

yang disampaikan oleh guru, dengan kata lain siswa mempercayai bahwa

penjelasan dari guru itu benar, misalnya dalam memberikan fakta, ide atau

pendapat. Oleh karena itu, penjelasan guru haruslah jelas dan detail sehingga

tidak mengakibatkan salah pengertian bagi siswa. Hal tersebut haruslah

dibenahi untuk ditingkatkan keefektifannya agar tercapai hasil yang optimal

dari penjelasan yang disampaikan guru sehingga bermakna bagi siswa.

Lembaga pendidikan diharapkan mampu menghasilkan insan terdidik

yang berkualitas. Kualitas pendidikan dapat dilihat dari kemampuan lulusan

mengaplikasikan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dapat digunakan

untuk memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari. Menghasilkan

lulusan yang berkualitas merupakan tujuan pendidikan pada umumnya.

Menurut Bloom dan Krathwol dalam Uno (2006:35) menyatakan bahwa

tujuan pembelajaran terdiri atas tiga ranah, yaitu ranah kognitif, afektif, dan

psikomotor.

Pencapaian ketiga ranah tersebut dapat dilakukan dengan membekali

siswa berbagai disiplin ilmu. Untuk dapat menguasai materi pelajaran

diperlukan kemampuan mengolah informasi tentang konsep-konsep yang

berkaitan. Mengolah informasi dengan baik memerlukan kemampuan berpikir

kritis.

Berpikir kritis sangat penting dikembangkan dan dimiliki oleh setiap

siswa agar mereka dapat memikirkan strategi-strategi yang tepat dalam


10

memecahkan suatu masalah karena melihat ada penemuan baru bahwa di

SMK Al-Madina Cianjur berpikir kritis kurang dalam berpikir tingkat tinggi

yaitu menganaslisis, mengevaluasi dan mencipta.

Berpikir merupakan proses kognitif yang tidak apat dilihat secara fisik
karena merupakan aktivitas mental seseorang (Utami, 2013). Hasil dari
berpikir bisa berupa ide-ide, alasan- alasan, strategi-strategi maupun
keputusan. Klurik, Rudnick & Milou (dalam Utami, 2013) membagi level
berpikir menjadi empat, yaitu : (1) Menghafal (Recall thinking). Mengingat
nama, alamat, nomor telepon merupakan contoh recall thinking, (2)
Keterampilan dasar (Basic thinking), yaitu keterampilan dalam memhami
konsep dan aplikasinya Contoh basic thinking adalah jika anakditanya berapa
yangharus dibayar jika membeli 4 permen yang harganya Rp. 100,0 per
permen. (3) Berpikir kritis (Critical thinking) adalah berpikir dengan
memeriksa, menghubungkan, dan mengevaluasi semua aspek situasi atau
masalah. Termasuk di dalamnya mengumpulkan, mengorganisir, mengingat
dan menganalisa informasi. Berpikir kritis termasuk kemampuan membaca
dengan pemahaman dan mengidentifikasi materi yang dibutuhkan dan tidak
dibutuhkan.
Kemampuan menarik kesimpulan yang benar dari data yang diberikan

dan mampu menentukan ketidak-konsistenan dan pertentangan dalam

sekelompok data merupakan bagian dari keterampilan berpikir kritis. Dengan

kata lain berpikir kritis adalah analitis dan reflektif. Johnson dan Lamb (dalam

Juita, 2011) menyatakan bahwa berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah

dan jelas yang digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah,

mengambil keputusan, membujuk, menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian

ilmiah. Berpikir kritis meliputi berpikir logis dan beralasan berkaitan dengan

keterampilan seperti membandingkan, menggolongkan, mengurutkan, sebab akibat,

menyusun, mengaitkan, analogi, proses berpikir deduktif, dan penyebab induktif,

ramalan, rencana, membuat hipotesis, dan tinjauan kritis. Kritis berkaitan dengan

ketajaman dalam menganalisis suatu hal atau persoalan dan pengambilan keputusan.

Semakin tajam seseorang menganalisis suatu permasalahan maka akan semakin

tajam pula keputusan yang dibuat oleh orang tersebut. Ennis dalam Hassoubah
11

(2007) menjelaskan bahwa berpikir kritis adalah berpikir secara beralasan dan

reflektif dengan menekankan kepada pembuatan keputusan tentang apa yang harus

dipercayai atau dilakukan. Pengertian lain diungkapkan oleh Setiono (dalam Juita,

2011) yang menjelaskan bahwa berpikir kritis adalah suatu aktivitas kognitif yang

berkaitan dengan penggunaan nalar. Belajar berpikir kritis berarti menggunakan

proses-proses mental, seperti memperhatikan, mengatagorikan, seleksi, dan

menilai/memutuskan. Murti (2015) menjabarkan berpikir kritis sebagai kemampuan

untuk berpikir jernih dan rasional, yang meliputi kemampuan untuk berpikir reflektif

dan independen. (4) Berpikir kreatif (Creative thinking) yang sifatnya orisinil

dan relektif. Hasil dari keterampilan berpikir ini adalah sesuatu yang

kompleks. Kegiatan yang dilakukan di antara menyatukan ide, menciptakan

ide baru, dan menentukan efektifitasnya. Berpikir kreatif meliputi juga

kemampuan menarik kesimpulan yang biasanya memunculkan hasil akhir

yang baru. Ketrampilan berpikir kritis dan kreatif disebut juga keterampilan

berpikir tingkat tinggi yang harus dikembangkan seorang pustakawan dalam

penulisan karya ilmiah. Revisi taksonomi Bloom menurut Anderson &

Krathwohl (dalam Utami, 2013) mengklasifikasikan ranah kognitif ke

dalam enam tingkatan berpikir, yaitu :

(1) Mengingat (Remembering), (2) Memahami (Understanding), (3)

Menerapkan (Applying), (4) Menganalisis (Analysing), (5) Mengevaluasi

(Evaluating), (6) Mencipta (Creating).

Adapun menurut Dewey dalam Fisher (2008:2) menyatakan bahwa


berpikir kritis adalah pertimbangan yang aktif, presisten (terus menerus), dan
teliti mengenai sebuah keyakinan atau bentuk pengetahuan, dipandang dari
sudut alasan-alasan yang mendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan
lanjutan yang menjadi kecendrungannya.
12

Pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa dalam proses

memperoleh ilmu pengetahuan diperlukan kemampuan berpikir kritis.

Selanjutnya, dikatakan bahwa berpikir kritis (critical thinking) adalah

kemampuan untuk membuat keputusan rasional tentang apa yang dilakukan

dan apa yang diyakini.

Kemampuan berpikir kritis merupakan hasil interaksi antara individu

dengan lingkungannya. Interaksi antara individu dengan lingkungan sekitar

dapat menunjang proses berpikir dan kreatifitas siswa. Salah satu bentuk

interaksi individu dengan lingkungan diharapkan tercipta proses berpikir

kritis. Proses berpikir kritis dapat ditunjang oleh sumber-sumber

informasi berupa buku-buku, majalah, surat kabar, radio, dan televisi.

Menurut Parkey dalam Aunurarhman (2010:107) menyatakan bahwa

untuk menghadapi tantangan masa depan, siswa membutuhkan pengetahuan,

keterampilan dan sikap sebagai berikut:

a. Kemampuan berbahasa, matematika dan sain,


b. Keterampilan teknologi baru,
c. Kemampuan pemecahan masalah, pikiran kritis, dan kreativitas,
d. Kesadaran sosial, keterampilan berkomunikasi dan membangun
sinergitas kelompok,
e. Kesadaran global dan keterampilan konservasi,
f. Pendidikan kesehatan dan kesejahteraan,
g. Orientasi moral dan etika,
h. Kesadaran estetika,
i. Pendidikan seumur hidup untuk kemandirian belajar.

Pendidikan kewarganegaraan adalah pendidikan demokrasi yang


bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berfikir kritis dan
bertindak demokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada
generasi baru, bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang
paling menjamin hak-hak warga masyarakat (Zamroni (dalam Aji,
2014:28).
13

Sedangkan menurut Aji (2013:31) mata pelajaran PPKn merupakan


mata pelajaran yang mempunyai misi membina nilai, moral, dan norma
secara utuh bulat dan berkesinambungan, tujuan PPKn adalah untuk
membentuk watak warga negara yang baik, yaitu yang tahu, mau dan sadar
akan hak dan kewajibannya.
Berdasarkan kedua pendapat tersebut dapat diketahui bahwa

pembelajaran PPKn adalah pembelajaran yang mengajarkan akan nilai-nilai

demokrasi dan juga mengajarkan akan moral dan norma secara utuh dan

berkesinambung. Untuk membentuk watak warga negara yang baik, yang

tahu, mau dan sadar akan hak dan kewajibannya.

Berdasarkan permasalahan yang telah dipaparkan di atas, maka

penulis ingin mangadakan penelitian tentang pengaruh pembelajaran PPKn

dan keterampilan mengajar guru PPKn terhadap berpikir kritis siswa di SMK

AL-Madina Kabupaten Cianjur.

B. Rumusan dan Batasan Masalah

1. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas,

maka rumusan masalah penelitian ini adalah: Seberapa besar pengaruh

Pembelajaran PPKn dan keterampilan mengajar guru PPKn terhadap

berpikir kritis siswa di SMK AL-Madina Cianjur?

2. Batasan Masalah

Agar penelitian yang dilakukan lebih terarah dan memperoleh

sasaran serta tujuan yang jelas, maka penulis membatasi masalah

penelitian sebagai berikut :


14

a. Seberapa besar pengaruh pembelajaran PPKn terhadap kemampuan

berpikir kritis siswa di SMK Al-Madina Cianjur?

b. Seberapa besar pengaruh keterampilan mengajar guru PPKn terhadap

kemampuan berpikir kritis siswa di SMK Al-Madina Cianjur?

c. Seberapa besar pengaruh pembelajaran PPKn dan keterampilan

mengajar guru PPKn terhadap kemampuan berpikir kritis siswa di SMK

Al-Madina Cianjur?

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dengan tujuan pokok untuk mengetahui

pengaruh pembelajaran PPKn dan keterampilan mengajar guru PPKn

terhadap kemampuan berpikir kritis siswa di SMK Al-Madina Cianjur.

Tujuan khusus penelitian yang dikembangkan dari tujuan pokok di

atas sebagai berikut.

1. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran PPKn terhadap kemampuan

berpikir kritis siswa di SMK Al-Madina Cianjur.

2. Untuk mengetahui pengaruh keterampilan mengajar guru PPKn terhadap

kemampuan berpikir kritis siswa di SMK Al-Madina Cianjur.

3. Untuk mengetahui pengaruh pembelajaran PPKn dan keterampilan

mengajar guru PPKn terhadap kemampuan berpikir kritis siswa di SMK

Al-Madina Cianjur.
15

D. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoretis

Secara teoritis penelitian ini memberikan kontribusi terhadap Ilmu

Penddidikan yakni memperkaya subtansi Kurikulum dimensi proses.

Pengayaan subtansi tersebut berupa data, konsep, teori pembelajaran PPKn

dan keterampilan mengajar guru PPKn yang mampu meningkatkan

kemampuan berpikir kritis siswa di SMK Al-Madina Cianjur.

2. Kegunaan Praktis

a. Bagi siswa, penelitian ini dapat meningkatkan kemampuan berpikir

kritis siswa, mampu mendorong siswa untuk terlibat secara aktif di

kelas dan membuat siswa berani mengemukakan pendapat.

b. Bagi guru, sebagai masukan atau informasi untuk memperoleh

gambaran mengenai pengaruh pembelajaran PPKn dan keterampilan

mengajar guru PPKn dalam upaya meningkatkan kemampuan berpikir

kritis siswa, sehingga dapat dijadikan alternatif strategi pembelajaran

PPKn.

c. Bagi penelitian selanjutnya, diharapkan dapat mengembangkan tidak

hanya dengan pembelajaran PPKn saja, tetapi pembelajaran yang lain

juga harus dikembangkan sehingga dapat dijadikan alternatif dalam

rangka meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa.


16

E. Posisi Studi

Keterkaitan masalah yang akan diteliti oleh penulis termasuk pada

wilayah bidang studi yang kini sedang ditekuni penulis yaitu pendidikan ilmu

pengetahuan sosial dengan konsentrasi pendidikan pancasila

kewarganegaraan yang sangat relevan dengan judul “Pengaruh pembelajaran

PPKn Terhadap Berpikir Kritis Siswa di SMK Al-Madina Cianjur. Dengan

pembahasan menyangkut tentang salah satu pendekatan yang dapat

mengembangkan kemampuan siswa berpikir kritis adalah melalui

pembelajaran PPKn.

Dan dalam pembahasan ini menyangkut tentang pembelajaran PPKn

termasuk kedalam IPS, Karena sebenarnya jati diri PPKn adalah IPS karena

didalam terdapat Social Studies yang didalamnya ada unsur-unsur tentang

menjadikan dan menyiapkan warganegara yang baik dalam masyarakat.

Seperti yang ada di dalam PPKn yaitu menjadikan warga negara yang baik

(Good citizens).

PPKn yang sekarang kenal, yang asalnya berasal dari PKn dalam

mengalami perubahan jaman. Keterkaitan PKn dengan IPS sangat kuat. Hal

ini dikarenakan sebelum menjadi Bidang Studi Pendidikan Kewarganegaraan

yang menurut Kurikulum tahun 1994 diberi nama Bidang Studi Pendidikan

Pancasila dan Kewarganegaraan (sebagai upaya mewujudkan pesan UU

sistem Pendidikan Nasional No. 2 Tahun 1989 khususnya Pasal 39 Ayat (2)

dan (3)), Bidang studi Pendidikan Kewarganegaraan adalah bagian dari

bidang studi IPS. Bidang studi IPS mencakup aspek Geografi, Ekonomi, dan
17

Sejarah, Pancasila serta UUD 1945 yang menyangkut warga negara serta

pemerintahan. Kemudian terjadi pemisahan menjadi bidang studi IPS yang

mencakup aspek Geografi, Ekonomi, dan Sejarah.

Pembelajaran terpadu dikembangkan selain untuk mencapai tujuan

pembelajaran yang telah ditetapkan, diharapkan siswa juga dapat: (1)

Meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih bermakna;

(2) Mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah, dan

memanfaatkan informasi; (3) Menumbuhkembangkan sikap positif, kebiasaan

baik, dan nilai-nilai luhur yang diperlukan dalam kehidupan; (4)

Menumbuhkembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama, toleransi,

komunikasi, serta menghargai pendapat orang lain; (5) Meningkatkan minat

dalam belajar; dan (6) Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan

kebutuhannya.

Pendidikan kewarganegaraan (PKn) merupakan program pendidikan

yang memiliki misi untuk mengembangkan nilai luhur dan moral yang

berakar pada budaya dan keyakinan bangsa indonesia yang memungkinkan

dapat diwujudkan dalam perilaku dalam kehidupan sehari-hari.

Mata pelajaran PKn merupakan mata pelajaran yang bersifat

interdisipliner terutama disiplin ilmu hukum, politik, dan filsafat moral. Sifat

interdisipliner ini menjadikan PKn jelas batang keilmuannya (body of

knowledge).
18

Dalam paradigma PKn sekarang dikenal tiga komponen yang saling

berkaitan. Menurut Udin Saripuddin Winataputra, ada tiga komponen tersebut

adalah sebagaimana uraian berikut ini.

1. Komponen pengetahuan kewarganegaraan (civic knowledge) berupa

materi pelajaran PKn yang harus dicapai peserta didik.

2. Komponen keterampilan kewarganegaraan (civic skills) berupa

kemampuan bersifat partisipatoris dan kemampuan intelektual.

3. Komponen watak/karakter kewarganegaraan (civic dispositions) seperti

bertanggung jawab secara moral; disiplin; rasa hormat terhadap nilai dan

martabat kemanusiaan; rasa hormat terhadap peraturan (hukum); mau

mendengarkan, bernegosiasi dan berkompromi untuk mencapai kebaikan

publik; dan menjunjung tinggi kebenaran dan keadilan.

Hubungan Pendidikan Kewarganegaraan terhadap ilmu sosial lainnya:

1. Hubungan PKn dengan Ilmu Politik

Pendidikan kewarganegaraan merupakan praktik dari ilmu

kewarganegaraan, sedangkan ilmu kewarganegaraan adalah bagian dari

ilmu politik. Seperti yang dikemukakan oleh Checter Van yakni bagian dari

ilmu poltik akan membahas tentang hak dan kewajiban warga negara

terdapat di civics/ilmu kewarganegaraan. Jadi dapat disimpulkan bahwa

pendidikan kewarganegaraan mengandung praktik-praktik yang diturunkan

ilmu politik. Sesuai dengan tujuan PKn yaitu menjadikan warganegara

yang baik. Maka kita harus memahami teori tentang demokrasi politik yang

meliputi konstitusi, parpol pemilu dan semuan hal itu merupakan adopsi
19

dari ilmu politik. Dengan memahami teori ilmu politik maka warga negara

mempunyai pengetahuan tentang kenegaraan melalui praktis dari

pendidikan kewarganegaraan maka warga negara dapat melaksanakan

kewajibannya dan mengetahui hak yang harus diterimanya sebagai warga

negaa yang baik.

2. Pendidikan Kewarganegaraan dengan Sosiologi

Sosiologi merupakan ilmu tentang masyarakat. Yang mana yang

dibahas tidak hanya keteraturan dalam msyarakat tetapi juga penyimpangan

sosial. Salah satu penyebab terjadi penyimpangan sosial yaitu

kekurangpahaman masyarakat terhadap hak dan kewajibannya sebagai

warga negara. Contoh kasus keterkaitan sosiologi dengan pendidikan

kewarganegaraan, dalam sebuah desa mempunyai kendala dalam

aksesbilitas, yaitu seperti kurang memadainya jalan raya untuk masyarakat

desa dalam rangka memenuhi kebutuhan, seperti berjualan, melanjutkan

pendidikan, dan membeli kebutuhan rumah tangga yang tidak disediakan

desa. Namun hal tersebut terkendala sehingga menimbulkan ketergangguan

pola kehidupan masyarakat, terjadinya konflik antar masyarakat yang dapat

mengakibatkan meresahkan kondisi desa. Bagi masyarakat yang paham

dengan haknya sebagai warganegara maka mereka akan menuntutnya

sesuai prosedur tanpa harus meresahkan kampungnya sendiri. Kemudian

jika mereka memahami tentang kewajiban sebagai warga negara maka

mereka akan berusaha memenuhi kewajibannya seperti pajak supaya

pemerintah dapat membangun sarana umum seperti yang diinginkan dan


20

mengelola sumberdaya ala dengan baik. Jadi pendidikan kewarganegaraan

dapat menjad solusi permasalahan di masyarakat. Sama-sama mengkaji

masyarakat / warga negara.

3. Pendidikan Kewarganegaraan dengan Ilmu Sejarah

Dalam mempelajari sejarah terdapat latar belakang mempelajari

pendidikan kewarganegaraan, proses dan alasannya pendidikan

kewarganegaraan dipelajari. Kemudian dengan ilmu sejarah dapat diketahui

mengapa perlunya pendidikan yang bertujuan menjadikan warga negara

yang baik. Semua itu didasari oleh sejarah/peristiwa yang telah terjadi

dimasa lalu, sehingga dengan mempelajari sejarah kita dapat mengetahui

kekurangan dimasa lalu yang dapat diperbaiki pada masa sekarang dengan

terwujudnya perbaikan-perbaikan dari waktu ke waktu. Mempelajari

sejarah dapat ditemukan hal positif yang dapat dipertahankan untuk

tercapanya tujuan PKn saat ini atau kedepannya.

Oleh karena itu dengan pendapat diatas maka bahwa Ilmu IPS

dengan PPKn sangat keterkaitan dikarenakan PPkn merupakan bagian dari

IPS.

Anda mungkin juga menyukai