PENDAHULUAN
Pendidikan merupakan kunci utama dalam membangun masa depan bangsa yang
gemilang. Melalui pendidikan, manusia dapat belajar dan mengembangkan potensi diri secara
optimal, sehingga tercipta sumber daya manusia (SDM) yang bermutu dan berkualitas.
Nasional mendefinisikan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana yang dilakukan untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik dapat aktif
mengembangkan potensi diri. Tujuannya, agar peserta didik memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, dan keterampilan yang
diperlukan untuk hidup bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara (Suyadi, 2013: 4).
yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Tujuannya agar siswa
menjadi orang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cukup, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan
Pendidikan sangat penting ditanamkan sejak anak usia dini melalui pendidikan dasar.
Pendidikan dasar menurut KBBI merupakan pendidikan terendah yang diwajibkan bagi
semua warga negara. Pendidikan dasar yang berlaku di Indonesia adalah jenjang pendidikan
awal selama 9 tahun pertama masa sekolah anak-anak. Pendidikan dasar inilah menjadi dasar
bagi pendidikan menengah. Pendidikan dasar di Indonesia dimulai dari Sekolah Dasar sampai
dengan Sekolah Menengah Pertama. PKn adalah pendidikan yang mengarahkan siswa untuk
menjadi warga negara yang demokratis, yang menghargai perbedaan, dan mencintai keadilan
dan kebenaran (Utami, 2010: 2). PKn merupakan mata pelajaran dimana memuat pendidikan
pendidikan yang mengembangkan nilai dari pandangan hidup bangsa, agama, dan budaya
PKn merupakan sarana pengembangan sikap. Sikap menurut Azwar (2015: 23-24)
terdiri atas tiga komponen yaitu komponen yaitu kognitif (cognitive), afektif (affective), dan
komponen konatif (conative). PKn yang merupakan sarana pendidikan karakter hendaknya
dapat disampaikan dengan baik kepada siswa. Menurut observasi yang peneliti tanggal 21
Desember 2024, pemberian materi PKn di SMP disampaikan hanya sebatas materi pelajaran
saja, sehingga siswa kurang dapat memahami nilai yang dimiliki setiap materi PKn setelah
kognitifnya saja. Kemampuan kognitif saja belum cukup dimiliki siswa. Siswa hendaknya
mengamalkan nilai yang terkandung dalam pelajaran PKn tersebut. Pengamalan dari nilai
tersebut dapat berupa sikap positif yang dilakukan untuk lingkungan sekitar. Nilai PKn yang
diambil peneliti dalam penelitian ini adalah kedisiplinan. Disiplin adalah suatu keadaan tertib,
ketika orang-orang yang bergabung dalam suatu sistem tunduk pada peraturan-peraturan yang
ada dengan senang hati (Mulyasa, 2008: 191). Siswa-siswa kelas VIII B UPT SMP Islam Al
Irsyad Tellu Limpoe mengalami kesulitan dalam bersikap disiplin. Sikap disini bukan berarti
hanya perbuatan namun juga memuat tiga hal yang penting yaitu: aspek memahami atau
kognitif, aspek menghayati atau afektif, dan aspek melaksanakan atau konatif mengenai nilai
kedisiplinan.
Peneliti juga melakukan wawancara terhadap guru kelas untuk melihat kondisi awal
siswa di VIII B UPT SMP Islam Al Irsyad Tellu Limpoe. Peneliti mengamati dalam hal
menaati aturan yaitu siswa dalam berseragam apakah sesuai aturan, baju dimasukkan,
memakai ikat pinggang, dan sepatu warna hitam. Peneliti juga mengamati kontrol diri siswa,
apakah siswa mendengarkan saat guru menjelaskan. Hal lain yang diamati peneliti adalah
mendapatkan nilai yang baik. Wawancara yang dilakukan peneliti kepada guru kelas
berpendapat bahwa terjadi masalah sikap kedisiplinan siswa dalam aplikasi materi
pembelajaran PKn.
Masalah sikap kedisiplinan siswa untuk mengamalkan nilai kurang disebabkan karena
siswa hanya mempelajari pengetahuan kognitif pelajaran PKn saja. Rendahnya sikap siswa
kedisiplinan yang mereka pelajari dalam pelajaran PKn. Peneliti memilih model Paradigma
Pedagogi Reflektif (PPR) untuk membantu siswa mampu mewujudkan sikap nilai
kedisiplinan dalam Pelajaran PKn. Peneliti memilih menggunakan model PPR karena
didalam model tersebut terdapat kegiatan refleksi dan aksi yang dianggap mendukung untuk
peningkatan sikap siswa terhadap nilai kedisiplinan. Model PPR juga mengembangkan pola
pikir siswa menjadi siswa yang berkemanusian (Subagya, 2010: 22). Model PPR
mengembangkan competence, conscience, dan compassion yang sama dengan aspek kognitif,
afektif, dan konatif. Langkah-langkah model PPR sendiri diawali dengan konteks,
pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi. Siswa diharapkan mempunyai pemikiran yang nalar,
sikap disiplin dan berinisiatif, serta mampu mengembangkan integritas pribadi dan berpikir
positif. Siswa juga diharapkan mampu menerima nilai kedisiplinan dengan baik, bukan hanya
kemampuannya kognitifnya saja, namun juga dapat merasakan pentingnya nilai dalam
Uraian diatas menjadi latar belakang untuk mengetahui peningkatan mengenai sikap
nilai kedisiplinan pada mata pelajaran PKn. Hal tersebut yang mendasari penulis untuk
membuat tulisan yang berjudul “Peningkatan Sikap Kedisiplinan dalam Pembelajaran PKn
Menggunakan Model Paradigma Pedagogi Reflektif bagi Siswa Kelas VIII B UPT SMP
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana model Paradigma Pedagogi Reflektif bagi Siswa Kelas VIII B UPT SMP
2. Bagaimana hasil belajar PPKn melalui metode Paradigma Pedagogi Reflektif bagi
C. Tujuan Penelitian
menggunakan model Paradigma Pedagogi Reflektif bagi siswa Kelas VIII B UPT SMP
menggunakan model Paradigma Pedagogi Reflektif bagi siswa Kelas VIII B UPT SMP
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini dapat memberikan manfaat secara teoretis maupun praktis.
1. Manfaat teoritis
Reflektif.
b. Hasil penelitian ini sebagai landasan bagi para peneliti lain dalam melakukan
masalah siswa.
2. Manfaat Praktis
sehingga siswa dapat meningkatkan hasil belajar yang ada pada dirinya.
Guru mampu memahami keadaan jiwa peserta didik dan dapat membantunya dalam
mengatasi berbagai kesulitan yang dialami sehingga kualitas dan hasil belajar siswa
dapat meningkat.
Penelitian ini dapat melatih diri agar mampu menerapkan ilmu yang diperoleh
bagi peneliti.
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
1. Tinjauan Pustaka
Salah satu mata pelajaran yang harus dipelajari di Sekolah Menegah Pertama (SMP)
yang saat ini mengalami penurunan nilai dan moral (Utami, 2010: 1). Menurut Darmadi
(2010: 34) tujuan dari pendidikan kewarganegaraan adalah untuk mendidik anak-anak
menjadi warga negara yang baik dan bertanggung jawab yang mampu memahami Pancasila
dan UUD45 dan berpartisipasi dalam masyarakat. Dengan demikian, pengertian PKn dapat
didefinisikan sebagai subjek nilai dan moral yang bertujuan untuk mendidik anak-anak
pikiran kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi masalah kewarganegaraan; (2)
membuat siswa berpartisipasi secara aktif, tanggung jawab, dan cerdas dalam bertindak di
lingkungan masyarakat, bangsa, dan negara mereka, serta anti korup; (3) membentuk diri
mereka secara positif dan demokratis berdasarkan nilai-nilai masyarakat Indonesia sehingga
mereka mampu hidup berdampingan dengan orang lain; dan (4) berinteraksi secara positif
Kompetensi pembelajaran yang sesuai diperlukan untuk mencapai tujuan PKn. Siswa
harus memiliki kemampuan berikut: (1) cinta dan kebanggaan terhadap bangsa, negara, dan
tanah air Indonesia; (2) memahami aturan sosial yang berlaku di lingkungan mereka; (3)
menghargai perbedaan agama, suku, budaya, ras, dan golongan sosial ekonomi di lingkungan
mereka; dan (4) memiliki kemampuan untuk berperilaku jujur, disiplin, senang bekerja, dan
2. Sikap
Sikap, menurut Secord & Backman dalam Azwar (2015: 5), didefinisikan sebagai
keteraturan dalam hal perasaan seseorang (afeksi), pemikiran seseorang (kognisi), dan
peristiwa.
Menurut Azwar (2015: 23-24), struktur sikap terdiri dari tiga komponen yang saling
menunjang: komponen kognitif (kognitif), afektif (affective), dan konatif. Komponen kognitif
menunjukkan apa yang dipikirkan orang yang memiliki sikap, dan komponen afektif
menunjukkan kecenderungan untuk berperilaku tertentu yang sesuai dengan sikap yang
mereka miliki. Ketiga komponen sikap tersebut saling terkait dan saling mempengaruhi.
Apabila ketiga komponen tersebut dilaksanakan secara seimbang, hal itu dapat menghasilkan
Menurut Lickona (2014: 74-79), komponen karakter yang baik terdiri dari aspek
pengetahuan moral, yang merupakan disiplin ilmu yang dapat digunakan seseorang ketika
menghadapi tantangan moral dalam hidup mereka. Pengetahuan moral terdiri dari enam
pengambilan keputusan, dan pengetahuan diri. Bagian-bagian ini dari pengetahuan moral
apakah suatu tindakan adalah yang terbaik atau yang buruk. Perasaan moral terdiri dari enam
bagian: hati nurani, penghargaan diri, empati, menyukai kebaikan, kontrol diri, dan
kerendahan hati. Bagian-bagian ini juga dapat disebut sebagai elemen afektif dari sikap
Aspek tindakan etika yang didasarkan pada pengetahuan dan perasaan siswa dan
menentukan perbuatan yang benar atau salah. Kompetensi, keinginan, dan kebiasaan adalah
tiga dimensi tindakan moral. Aspek tindakan moral ini juga dapat disebut sebagai elemen
Menurut para ahli psikologi sosial, menurut Azwar (2015: 28), hubungan antara
komponen sikap selaras dan konsisten karena ketiga komponen tersebut mengambil sikap
yang sama saat menghadapi masalah atau peristiwa. Faktor-faktor berikut dapat digunakan
3. Nilai
Nilai, yang berasal dari kata latin vale’rê, yang berarti berguna, berdaya, dan mampu,
sehingga dipandang sebagai sesuatu yang baik (Adisusilo, 2012: 56). Menurut Sapriya (2009:
53), nilai adalah sesuatu yang berharga yang terdiri dari seperangkat keyakinan atau prinsip
yang terungkap dalam tindakan atau pemikiran seseorang atau kelompok masyarakat. Nilai
dapat didefinisikan sebagai kualitas suatu hal yang menjadikan sesuatu itu disukai,
diinginkan, dikejar, dihargai, berguna, dan dapat membuat orang yang menghayatinya
bermatabat (Adisusilo, 2012: 56). Nilai juga dapat didefinisikan sebagai kualitas suatu hal
yang menjadikan sesuatu itu disukai, diinginkan, dikejar, dihargai, berguna, dan dapat
menurut Wahana (2004: 92), dengan memotivasi dan mendorong manusia untuk mengambil
tindakan yang mengubah diri mereka sendiri. Nilai membuat manusia menjadi orang yang
baik. Mereka juga dapat menjadi pedoman hidup manusia (Adisusilo, 2012: 59). Nilai tidak
dapat dipisahkan dari kehidupan manusia karena mereka berfungsi sebagai acuan untuk
tingkah laku mereka. Berikut ini adalah tahapan nilai yang dapat digunakan sebagai acuan
untuk tingkah laku manusia: a.) Nilai yang dipikirkan pada tahapan, b.) Nilai yang menjadi
keyakinan atau niat seseorang untuk melakukan sesuatu, dan c.) Nilai yang telah menjadi
Ada dua jenis nilai: nilai prosedural dan nilai subtantif. Nilai prosedural adalah
prinsip-prinsip dasar yang harus dipegang oleh siswa sebagai hasil belajar, bukan hanya
pembelajaran. Nilai subtantif adalah keyakinan yang dipegang siswa sebagai hasil belajar,
4. Kedisiplinan
Disiplin adalah kata dasar dari mana kedisiplinan berasal. Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, "disiplin" berarti mematuhi peraturan (KBBI, 2008). Disiplin dijelaskan
oleh Mustari (2014: 35) sebagai tindakan yang menunjukkan perilaku yang teratur dan
mematuhi berbagai peraturan dan ketentuan yang ada. Didisiplin adalah ketika orang-orang
yang bergabung dalam suatu sistem dengan senang hati tunduk pada peraturan yang ada
(Mulyasa, 2008: 191). Menurut beberapa ahli di atas, disiplin adalah mematuhi aturan. Ada
tiga cara di mana disiplin dapat ditanamkan: otoriter, permisif, dan demokratis (Hurlock,
1989: 92).
Metode otoriter melibatkan penerapan disiplin yang keras untuk mendorong perilaku
yang diinginkan dan, jika perilaku tersebut tidak sesuai dengan aturan, maka akan diberi
hukuman yang berat tanpa persetujuan bersama. Siswa yang berhasil mematuhi disiplin akan
dihargai. Metode permesif adalah metode bebas. Siswa diberi kebebasan untuk melakukan
disiplin apa pun yang mereka inginkan. Cara mengajar disiplin yang demokratis
Menurut Hurlock (1989: 93-94), tujuan menanamkan disiplin adalah untuk memberi
tahu siswa bahwa meskipun tindakan disiplin akan dihargai, tindakan tidak disiplin akan
selalu diikuti dengan hukuman. memberi tahu siswa tingkat penyesuain yang masuk akal
tanpa menuntut konformitas yang berlebihan. Membantu siswa belajar mengendalikan diri
dan mengendalikan diri sehingga mereka dapat mengembangkan kesadaran moral untuk
mengarahkan tindakan mereka. Menurut Mulyasa (2008: 192), tujuan disiplin sekolah adalah
untuk membantu siswa menemukan diri mereka sendiri, mengatasi masalah, dan mencegah
masalah disiplin muncul lagi. Tujuan lain adalah untuk menciptakan lingkungan
pembelajaran yang menyenangkan sehingga siswa dapat mencapai hasil belajar yang terbaik.
Menurut Mulyasa (2011: 27), ada strategi yang diperlukan untuk mendisiplinkan siswa
sebagai berikut:
konsep individu merupakan sikap yang penting dari setiap perilaku. Pendidik
menerima, hangat, dan terbuka. Dengan cara ini, siswa dapat mengeksplorasi
perilaku siswa yang salah karena mereka telah membangun keyakinan yang
salah tentang diri mereka sendiri. Pendidik disarankan untuk menunjukkan
perilaku siswa yang salah dan memanfaatkan konsekuensi logis dan alami dari
perilaku tersebut.
kesulitan.
dan memiliki kontrol yang kuat. Metode ini menganggap bahwa siswa akan
Pedagogi, menurut Subagya (2010: 22), adalah seni mengajar yang mendampingi
siswa dalam pertumbuhannya. Paradigma Pedagogi Reflektif (PPR) adalah cara berpikir yang
bertujuan untuk membantu siswa menjadi orang yang kristen dan kemanusiaan. Siswa dididik
dengan pola pikir PPR untuk menjadi manusia yang memiliki nilai, yang dapat
mempertimbangkan apa yang mereka lakukan dan mengambil tindakan untuk mewujudkan
nilai tersebut (Subagya, 2008: 39). Pendidik Jesuit membuat PPR berdasarkan karakteristik
pendidikan Jesuit.
yang dipenuhi oleh roh Allah adalah ciri-ciri pendidikan Jesuit. Siswa mengembangkan
integritas pribadi dan pemikiran yang jernih, serta sikap yang disiplin dan berinisiatif
(Subagya, 2010: 23). Siswa diharapkan memiliki kecerdasan intelektual yang utuh, iman,
kasih sayang, dan keinginan untuk bertindak adil berdasarkan kasih sayang kepada sesama
manusia.
Menurut Suparno (2015: 18-19), tujuan utama pendidikan dalam Paradigma Pedagogi
Reflektif adalah untuk menghasilkan manusia yang bahagia yang mengabdi Tuhan lewat
1. Competence
dalam bidang tertentu. Setelah mendalami dan mengolah topik yang telah dipelajari,
siswa menjadi mahir dalam topik tersebut secara kognitif dan intelek, menguasai topik
tersebut, dan dapat menjelaskan topik dengan benar. Mereka juga dapat melakukan
hal-hal yang berkaitan dengan topik tersebut secara lebih mendalam, meningkatkan
2. Conscience
Conscience berarti memiliki hatinurani yang dapat membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk. Siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan dan keahlian
dalam bidang mereka, tetapi mereka juga memperoleh kemampuan untuk membuat
keputusan yang tepat dan membedakan yang baik dan yang buruk. Diharapkan siswa
3. Compassion
didorong untuk memperhatikan kebutuhan orang lain dan berbuat baik kepada orang
lain, terutama mereka yang miskin dan kecil. Mereka juga diharapkan memiliki
kepedulian dan keinginan untuk berbuat sesuatu yang berkaitan dengan bidangnya
Paradigma pedagogi reflektif terdiri dari lima komponen utama yang harus
dikembangkan: konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi. Berikut adalah ringkasan
1. Konteks
Dalam konteks PPR, guru dan siswa berbicara tentang nilai yang ingin mereka
prinsip tersebut dihayati dan diperjuangkan. Relasi guru-siswa akan dihargai dan
dipuji. Guru dan siswa harus bersahabat dan membantu satu sama lain dengan
semangat, murah hati, dan jelas. Salah satu komponen PPR selain konteks adalah
pengalaman.
2. Pengalaman
membaca buku, siswa harus mengalaminya sendiri untuk membuat materi mudah
diingat. Tujuan lain dari siswa adalah untuk memberikan contoh langsung.
3. Rekfeksi
tetapi juga pada refleksi. Refleksi dilakukan untuk mengetahui bagaimana siswa dapat
membantu siswa. Siswa menjawab pertanyaan gurunya dengan diam. Setelah refleksi,
siswa bertindak.
4. Aksi
Di sini, aksi adalah kegiatan tambahan yang akan dilakukan siswa setelah
bersemangat tentang tindakan yang akan diambil. Diharapkan siswa menjadi pejuang
5. Evaluasi
perkembangan pribadi dan potensi akademik siswa mereka. Guru dapat mengajukan
diterapkan dalam proses pendidikan. Subagya (2010: 68) menyebutkan beberapa keuntungan
1. Dapat diterapkan pada semua program pendidikan Paradigma Pedagogi Reflektif ini
dapat diterapkan pada semua program pendidikan yang diatur oleh pemerintah.
Paradigma ini tidak membutuhkan apa pun selain metode baru untuk mengajarkan
3. Menjamin bahwa pendidik menjadi pendidik yang lebih baik Paradigma ini
jawab atas hasil belajar mereka, dan mendorong siswa untuk mengaitkan apa yang
belajar di rumah, waktu kerja, teman sebaya, dan hal lainnya. Ini
mendorong pelajar untuk merefleksikan makna dan arti dari apa yang
mereka pelajari.
B. Karangka Berpikir
PEMBELAJARAN PPKn
Siklus II HASIL
agama, budaya, dan perspektif bangsa dalam tujuan pendidikan nasional dikenal sebagai
pendidikan karakter. Pendidikan karakter adalah pendidikan sikap juga. Sikap adalah
keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan tindakan (konasi)
seseorang terhadap suatu aspek lingkungan sekitarnya. Kedisiplinan adalah contoh sikap
mengalami kesulitan dengan sikap karena hanya aspek kognitif yang disampaikan. Untuk
mempelajari aspek afektif dan konatif juga penting untuk mempelajari aspek kognitif.
Pembelajaran yang digunakan mencakup refleksi dan tindakan, bukan hanya model ceramah.
Mengetahui nilai yang ingin dicapai dalam pembelajaran adalah langkah pertama menuju
pembelajaran yang efektif. Setelah itu, siswa melakukan penyelidikan tentang hubungan
antara pengalaman sebelumnya dan pengalaman sebelumnya. Setelah itu, siswa berpikir
tentang nilai dan pengalaman yang mereka peroleh. Mereka juga berpikir tentang tindakan
apa yang akan mereka lakukan setelah mereka menyelesaikan proses pembelajaran. Karena
dengan konteks, pengalaman, refleksi, aksi, dan evaluasi. Pembelajaran tidak hanya
mendapatkan informasi, tetapi juga menekankan pada refleksi dan tindak lanjut. PPR cocok
juga memberi siswa kesempatan untuk belajar tentang materi sikap kedisiplinan dan juga
C. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka pikir di atas, maka diajukan hipotesis tindakan sebagai berikut:
kedisiplinan bagi siswa kelas VIII B UPT SMP Islam Al Irsyad Tellu Limpoe pada
pelajaran PKn.
2. Model paradigma pedagogi reflektif dapat meningkatan sikap kedisiplinan bagi siswa
kelas VIII B UPT SMP Islam Al Irsyad Tellu Limpoe pada pelajaran PKn.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian tindakan
kelas (PTK). Menurut Mulyasa (2009: 11), penelitian tindakan kelas adalah upaya untuk
melihat bagaimana sekelompok siswa belajar dengan memberikan tindakan (treatment) yang
sengaja muncul. Menurut Kunandar (2008: 45) bahwa tujuan utama PTK adalah untuk
meningkatkan kegiatan pengembangan profesi guru dan memecahkan masalah nyata di kelas.
Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan secara nyata oleh guru untuk meningkatkan
pembelajaran di kelas. Ada banyak model PTK yang dapat digunakan untuk penelitian
tindakan kelas. Model-model ini termasuk Kurt Lewin, Kemmis Mc Taggart, Dave Ebbut,
Penelitian ini menggunakan model penelitian Kemmis dan Mc. Taggart karena terdiri
dari perencanaan, tindakan, observasi, dan refleksi, yang keempatnya berfungsi sebagai satu
siklus. Setelah setiap siklus dilaksanakan, dilakukan refleksi tentang kegiatan yang telah
dilakukan, dan kemudian dilakukan perencanaan ulang untuk dilaksanakan pada siklus yang
berbeda. Gambar 3.1 menunjukkan skema penelitian tindakan kelas yang diusulkan oleh
Kemmis dan Mc. Taggart (Aqib, 2011: 16). Dalam penelitian ini, tindakan kelas digunakan
karena ada masalah sikap siswa selama proses pembelajaran di Kelas VIII B UPT SMP Islam
Al Irsyad Tellu Limpoe. Untuk menunjukkan bahwa hasil belajar siswa dalam proeses
pembelajaran dapat ditingkatkan, penelitian tindakan ini dilakukan dalam beberapa siklus
tindakan.
B. Variable Penelitian
Ada dua variabel dalam penelitian ini yaitu variabel bebas atau independent dan
variabel terikat atau dependen. Untuk lebih jelasnya mengenai variabel tersebut sebagai
berikut:
1. Variabel bebas atau independen (X) adalah variabel mempengaruhi atau yang menjadi sebab
perubahan terhadap variabel terikat (Y). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model
2. Variabel terikat atau dependen (Y) adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas (X).
Variabel X Variabel Y
interpretasi maka terdapat hal-hal yang bersifat esensial. Berikut defenisi operasional yang di
buat peneliti:
tertentu. Setelah mendalami dan mengolah topik yang telah dipelajari, siswa menjadi mahir
dalam topik tersebut secara kognitif dan intelek, menguasai topik tersebut, dan dapat
2. Conscience berarti memiliki hatinurani yang dapat membedakan mana yang baik dan mana
yang buruk. Siswa tidak hanya memperoleh pengetahuan dan keahlian dalam bidang mereka,
tetapi mereka juga memperoleh kemampuan untuk membuat keputusan yang tepat dan
3. Compassion menunjukkan bahwa siswa tidak hanya pandai, tetapi juga didorong untuk
memperhatikan kebutuhan orang lain dan berbuat baik kepada orang lain, terutama mereka
D. Subjek Penelitian
Subjek tindakan kelas ini dilaksanakan di UPT SMP Islam Al Irsyad Tellu Limpoe,
Kabupaten Sidenreng Rappang selama kurun waktu 2 bulan, subjek penelitian adalah siswa
E. Proedur Penelitian
ini bekerja sama dengan guru mata pelajaran dan di laksanakan dua siklus.tiap siklus terdiri
Pelaksanaan
Refleksi
Pelaksanaan
Sumber: Aqib (2011: 16)
Gambar 3.1 Model Siklus Kemmis dan Mc. Taggart
observasi, dan refleksi, seperti yang ditunjukkan pada Gambar 3.1. Menurut Kusumah (2010:
1. Perencanaan
Dalam PTK, tahap perencanaan adalah tahap di mana rancangan dibuat. Tahap ini
pembelajaran juga dikenal sebagai menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) dan
silabus pembelajaran.
2. Pelaksanaan
peneliti memiliki kemampuan untuk berpikir secara inovatif dan inovatif dalam upaya
Monitoring adalah istilah lain untuk tahap pengamatan. Ini dapat dilakukan oleh
peneliti atau kolaborator yang ditugaskan untuk melakukannya. Semua peristiwa yang terjadi
4. Refleksi
Tahap keempat adalah refleksi. Dalam tahap ini, peneliti melakukan sesuatu untuk
merenungkan atau memikirkan apa yang telah mereka lakukan dan menilai apa yang telah
mereka lakukan. Mereka membahas masalah yang telah muncul selama penelitian dan saran
untuk perbaikan.
1. Observasi
kegiatan, dan proses mengumpulkan data dalam bentuk data kualitatif untuk memotret
seberapa jauh tindakan telah mencapai sasaran. Studi observasi dilakukan untuk mengetahui
2. Kuesioner
Sugiyono (2014:199), adalah metode pengumpulan data yang digunakan untuk memberi
peserta serangkaian pernyataan atau pernyataan tertulis untuk dijawab (Kusumah, 2010: 78).
Kuesioner berstruktur atau tertutup terdiri dari pertanyaan yang memiliki jawaban dan
kuesioner tidak berstruktur atau terbuka terdiri dari pertanyaan yang tidak memiliki jawaban
(Kusumah, 2010: 78). Jenis kuesioner tertutup biasanya digunakan oleh peneliti untuk
kegiatan pembelajaran di kelas. Dalam kuesioner terdapat dua puluh pernyataan atau
pertanyaan yang harus dipilih oleh siswa berdasarkan hal-hal yang mereka alami dalam
kehidupan sehari-hari. Mereka harus menandai kolom jawaban dengan tanda silang (X). Tiga
domain kognitif (pengetahuan), afektif (pemahaman), dan konatif adalah pertanyaan yang
membentuk perspektif kedisiplinan: aturan rumah, sekolah, dan masyarakat, kesadaran dan
3. Wawancara
Pertanyaan lisan yang diajukan kepada orang yang sedang diselidiki dikenal sebagai
wawancara (Kusumah, 2010: 77). Menurut Wiriaatmadja (2007: 117), wawancara adalah
pertanyaan verbal yang diajukan kepada individu yang dianggap memiliki kemampuan untuk
memberikan informasi. Ada dua jenis wawancara: terstruktur dan tidak terstruktur (Kusumah,
2010: 77). Jenis wawancara tidak terstruktur dilakukan karena peneliti tidak menggunakan
pedoman wawancara. Peneliti melakukan wawancara langsung dengan guru dan siswa tanpa
tentang sikap siswa terhadap nilai kedisiplinan mencakup aspek kognitif, afektif, dan konatif.
4. Dokumentasi
mengumpulkan informasi tentang prestasi siswa melalui teknik pengumpulan data dokumen.
Jika foto digunakan selama proses pembelajaran, hasil penelitian akan semakin dapat
1. Lembar observasi
Observasi dilakukan oleh penelitian yang mengamati aktivitas guru dan siswa
Tabel 3.1 merupakan pernyataan yang akan diamati peneliti saat melakukan
observasi di kelas. Observasi yang akan dilakukan oleh peneliti digunakan untuk
2. Wawancara
awal. Sebagian besar pertanyaan yang diajukan peneliti didasarkan pada metrik sikap
memakai seragam
sesuai dengan
aturan sekolah?
Apakah ada siswa
yang telat
mengumpulkan
tugas? Jika ada
seberapa sering?
Apakah ada
Menyadari jadwal
dan piket kelas? Jika
mengontrol ada apakah semua
diri siswa
melaksanakan
tugas
piket sesuai
jadwal?
Apakah semua
siswa masuk kelas
tepat waktu?
Apakah semua
siswa memiliki
kedisiplinan yang
manajemen kelas di
siswa
menerapkannya?
ada di kelas digambarkan dalam Tabel 3.2. Wawancara ini dilakukan dengan guru kelas untuk
Peneliti menggunakan penilaian non tes, yang berupa lembar kuesioner. Selama
proses pembelajaran, kuesioner digunakan untuk mengukur spektrum kognitif, afektif, dan
konatif siswa. Indikator kedisiplinan menjadi dasar kuesioner. Kuesioner terdiri dari 47
pertanyaan atau pernyataan, dengan 24 item positif dan 23 item negatif. Item positif biasanya
disebut sebagai favorabel, dan item negatif biasanya disebut sebagai unfavorabel. Berikan
tanda check list pada kolom SS (Sangat Setuju), S (Setuju), TS (Tidak Setuju), dan STS
(Sangat Tidak Setuju) pada setiap pernyataan yang sesuai dengan kenyataan yang ada pada
siswa saat mengisi kuesioner. Pengukuran kuiseoner dilakukan dengan skala Likert, dan
Tabel 3.3 pengukuran item positif dan negatif menunjukkan penjabaran skor
untuk masing-masing item. Penjabaran skor untuk item positif adalah sebagai berikut:
responden sepenuhnya setuju dengan pertanyaan. Studi ini tidak menggunakan opsi
jawaban alternatif "cukup" karena siswa lebih cenderung memilih opsi jawaban
Menurut Tabel 3.4, instrumen penelitian tersebut mengandung dua puluh empat item
positif dan dua puluh tiga item negatif. Item positif termasuk item 1, 2, 4, 7, 8, 9, 13, 14, 15,
18, 21, 22, 26, 27, 30, 32, 34, 36, 38, 40, 41, 42, 44, dan 46. Item negatif termasuk item 3, 5,
6, 10, 11, 12, 16, 17, 19, 20, 23, 24, 25, 28, 29, 31, 33, 35,37, 39, 43, 45, dan 47. Tabel
berikut menunjukkan penyebaran nomor item positif dan negatif pada tabel di atas, yang
Sebaran nomor item dalam kuesioner penelitian digambarkan dalam Tabel 3.5.
Menurut penelitian, ada tiga indikator sikap kedisiplinan: kesadaran dan pengendalian diri,
aturan rumah, sekolah, dan masyarakat, dan kesadaran tujuan. Jumlah aspek untuk masing-
masing indikator adalah 3, dan total soal adalah 47 soal: 22 soal untuk indikator aturan
rumah, sekolah, dan masyarakat; 12 soal untuk indikator kesadaran dan pengendalian diri;
Sugiiyono (2014: 333) menjelaskan bahwa ada dua jenis data yang dikumpulkan
menggunakan teknik statistik yang tersedia. Data kualitatif terdiri dari kata-kata atau kalimat
dan memberikan gambaran tentang keadaan, seperti hasil wawancara dengan guru, komentar
siswa tentang apa yang mereka pelajari di kelas, dan soal evaluasi yang mereka selesaikan.
Penilaian Acuan Patokan (PAP) adalah ujian yang membandingkan hasil belajar siswa
dengan standar yang telah ditetapkan oleh guru sebelumnya (Masijo, 1995: 151). Ada dua
jenis PAP: PAP tipe 1 dan PAP tipe 2. Yang membedakan PAP tipe 1 dan 2 adalah passing
score PAP tipe 2 lebih rendah dari PAP tipe 1. Untuk menghitung data yang diperoleh,
peneliti menggunakan PAP tipe 1. Tabel kriteria PAP tipe 1 tersedia di sini.
sebagai berikut: Tabel 3.5 menunjukkan bahwa siswa dianggap memiliki sikap kedisiplinan
jika mereka menerima skor antara 65% dan 100%, atau jika mereka menerima skor C atau
lebih tinggi.
1. Penilaian
Siswa mengisi kuesioner dengan nilai dari 1 hingga 5 dan memilih SS (Sangat
Setuju), S (Setuju), R (Ragu), TS (Tidak Setuju), dan STS (Sangat Tidak Setuju). Jawaban R
(Ragu) dengan nilai 3 dihilangkan dalam penelitian ini karena merupakan jawaban bias.
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑠𝑘𝑜𝑟
5. Menentukan rentang skor berdasarkan kriteria sikap kedisiplinan mengunakan PAP tipe 1
ditunjukkan dalam Tabel 3.6. Siswa diasumsikan menjawab semua kuesioner dengan skor
terendah, yaitu 1, dan harus dikembalikan lagi. Oleh karena itu, rentang skor antara 90 dan
100 menunjukkan kriteria "sangat tinggi", rentang skor antara 80 dan 89 menunjukkan
kriteria "cukup", rentang skor antara 55 dan 64 menunjukkan kriteria "rendah", dan rentang
skor antara 54 dan 20 menunjukkan kriteria "sangat rendah". Tabel afektif dan konatif
digunakan untuk menilai selain tabel kognitif. Di bawah ini adalah tabel aspek.
Tabel 3.7 Rentang skor dari kriteria sikap disiplin menurut aspek kognitif
Tingkat Penguasaan Rentang Skor Nilai Huruf Keterangan
Kompetensi
90% - 100% 27 – 30 A Sangat Tinggi
80% - 89% 24 – 26,99 B Tinggi
65% - 79% 19,5 – 23,99 C Cukup
55% - 64% 16,5 – 19,49 D Rendah
di bawah 55% 6 – 16,49 E Sangat Rendah
Rentang skor pada komponen kognitif yang digunakan untuk memeriksa sikap
kedisiplinan siswa ditunjukkan dalam Tabel 3.7. Dengan asumsi bahwa siswa menjawab
semua kuesioner dengan skor terendah, yaitu 1, kuesioner itu gugur. Akibatnya, rentang skor
antara 27 dan 30 menunjukkan kriteria "sangat tinggi", rentang skor antara 19,5 dan 23,99
menunjukkan kriteria "cukup", rentang skor antara 16,5 dan 19,49 menunjukkan kriteria
"rendah", dan rentang skor minimal adalah 6 dan tidak 0. Selain penilaian tabel kognitif, ada
juga tabel afektif dan konatif. Tabel aspek afektif dapat ditemukan dalam tabel 3.8:
Tabel 3.8 Rentang skor dari kriteria sikap disiplin menurut aspek afektif
Tingkat Penguasaan Rentang Skor Nilai Huruf Keterangan
Kompetensi
90% - 100% 22,5 – 25 A Sangat Tinggi
80% - 89% 20 – 22,49 B Tinggi
65% - 79% 16,25 – 19,99 C Cukup
55% - 64% 13,75 – 16,24 D Rendah
di bawah 55% 5 – 13,74 E Sangat Rendah
Tabel 3.8 menunjukkan range skor untuk elemen afektif yang digunakan untuk
mengevaluasi sikap siswa terhadap kedisiplinan. Dengan asumsi bahwa siswa menjawab
semua kuesioner dengan skor terendah, yaitu 1, kuesioner itu dianggap memiliki kriteria
"sangat tinggi", rentang skor 20–22,49 menunjukkan kriteria "tinggi", rentang skor 16,25–
"rendah", dan rentang skor minimal adalah 5 dan tidak 0. Tabel 3.9 berikut menunjukkan
Tabel 3.9 Rentang skor dari kriteria sikap disiplin menurut aspek konatif
Tingkat Penguasaan Rentang Skor Nilai Huruf Keterangan
Kompetensi
90% - 100% 40,5 – 45 A Sangat Tinggi
80% - 89% 36 – 40,04 B Tinggi
65% - 79% 29,25 – 35,99 C Cukup
55% - 64% 24,75 – 29,24 D Rendah
di bawah 55% 9 – 24,74 E Sangat Rendah
Rentang skor untuk elemen afektif yang digunakan untuk mengevaluasi sikap
kedisiplinan siswa ditunjukkan dalam Tabel 3.9. Karena diasumsikan bahwa siswa menjawab
semua kuesioner dengan skor terendah, yaitu 1, maka rentang skor 40,5–45 menunjukkan
kriteria "sangat tinggi", rentang skor 36–40,04 menunjukkan kriteria "tinggi", rentang skor
24,75–29,24 menunjukkan kriteria "rendah", dan rentang skor minimal 9–24,74 menunjukkan
DAFTAR PUSTAKA
Martono, Nanang. 2010. Statistik sosial: Teori dan aplikasi program SPSS. Yogyakarta:
Gava Media.
Utami. 2010. Praktik PAKEM PKn SD: Panduan praktis .mengajar PKn di
kelas II dengan aktif, kreatif, dan menyenangkan (Jilid2). Jakarta:
Erlangga.