Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Manusia yang hidup di dunia ini pada hakikatnya membutuhkan
pendidikan. Pendidikan ialah sebuah proses dengan metode-metode tertentu
sehingga orang memperoleh pengetahuan, pemahaman, dan cara bertingkah laku
sesuai dengan kebutuhan (Muhibbin Syah, 2010: 10). Adapun pengertian
pendidikan menurut UU No. 20 Tahun 2003:
“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,
serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.” (UU No. 20, 2003)
Dalam bentuk proses penerapannya, pendidikan memerlukan sebuah
proses pembelajaran. Adapun pembelajaran adalah proses interaksi antar peserta
didik, antara peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Dari pengertian tersebut maka jelas bahwa di dalam
pembelajaran harus ada interaksi aktif antar peserta didik dan peserta didik dengan
pendidik untuk mencapai keberhasilan pembelajaran.
Setiap pendidik menginginkan peserta didiknya memperoleh hasil yang
baik dalam proses pembelajaran. Namun untuk mencapai hal itu bukanlah suatu
hal yang mudah, karena keberhasilan belajar sangat dipengaruhi oleh banyak
faktor antara lain, Faktor internal (faktor dari dalam siswa), yakni keadaan atau
kondisi jasmani dan rohani seperti kesehatan, mental, tingkat kecerdasan, minat
dan sebagainya. Faktor eksternal, ialah faktor yang datang dari luar diri anak,
seperti kebersihan rumah, udara, lingkungan, keluarga, masyarakat, teman, guru,
media, sarana dan prasarana belajar. Faktor pendekatan yakni, jenis upaya belajar
siswa yang meliputi strategi dan metode yang digunakan siswa untuk melakukan
kegiatan pembelajaran materi pembelajaran (Muhibbin Syah, 2010: 132).
Pada dasarnya pendidikan bertujuan untuk meningkatkan kualitas sumber
daya manusia, sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang Sisdiknas No 22

1
2

tahun 2003, bahwa pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan


dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yang demokratis serta bertanggungjawab.
Berdasarkan UU Sisdiknas di atas, salah satu ciri manusia berkualitas
adalah mereka yang tangguh iman dan takwanya serta memiliki akhlak mulia.
Dengan demikian, salah satu ciri kompetensi keluaran pendidikan kita adalah
ketangguhan dalam iman dan takwa serta memiliki akhlak mulia. Untuk mencapai
tujuan pendidikan yang mulia diatas diperlukan sosok guru yang memiliki empat
kompetensi, yaitu kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
profesional dan kompetensi sosial. Guru dalam pendidikan merupakan unsur yang
penting. Posisi dan kedudukan guru dapat dilihat dalam berbagai dimensi, guru
sebagai pribadi, guru dalam keluarga, guru disekolah, guru sebagai anggota
masyarakat dan warga negara serta guru sebagai hamba Allah (Uus Ruswandi,
2009:). Dari pernyataan tersebut jelas bahwa guru menempati posisi yang sangat
penting dalam proses pendidikan.
Mata pelajaran akidah akhlak mempunyai peran yang sangat strategis
dalam hal peningkatan iman, takwa, dan akhlak mulia. Hal itu disebabkan karena
dalam struktur kurikulum nasional, pendidikan akidah akhlak merupakan
kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia. Di sisi lain pendidikan akidah
akhlak menemui banyak tantangan dan kritik. Tantangan yang dihadapi dalam
pelajaran akidah akhlak sebagai sebuah mata pelajaran adalah bagaimana
mengimplementasikan akidah akhlak. Pengajaran akidah akhlak bukan hanya
mengajarkan pengetahuan agama tetapi bagaimana mengarahkan peserta dididk
agar memiliki kualitas iman, taqwa, dan akhlak mulia. Dengan demikian materi
pendidikan akidah akhlak meliputi pengetahuan tentang agama dan bagaimana
membentuk kepribadian siswa agar memiliki keimanan dan ketakwaan yang kuat.
Sedangkan implementasinya dalam kehidupan sehari-hari mereka selalu dengan
akhlak mulia di mana pun mereka berada dan dalam aktivitas apapun.
3

Materi adab Islami terhadap tetangga merupakan salah satu materi


pelajaran akidah akhlak. Ketika materi ini disajikan oleh penulis dengan
pendekatan ceramah, membaca buku teks, menghapal arti adab terhadap tetangga,
dan memberi tugas untuk mengerjakan soal-soal latihan, ternyata hasil belajarnya
sangat rendah. Reratanya hanya 65, presentase ketuntasannya hanya 58%,
berdasarkan hasil pengamatan presentase siswa yang terlibat aktif dalam
pembelajaran hanya 58%. Bagi penulis hal ini merupakan masalah yang serius
karena penulis khawatir materi adab terhadap tetangga yang penting ini hanya
terlewati begitu saja, tanpa kesan, tidak bermakna, dan tidak mendapatkan hasil
belajar yang optimal pada diri siswa.
Dari permasalahan di atas penulis tertarik untuk mengadakan Penelitian
Tindakan Kelas guna memperbaiki pembelajaran Akidah Akhlak, khususnya pada
materi pokok adab terhadap tetangga. Pendekatan yang penulis lakukan adalah
dengan menggunakan metode pembelajaran jigsaw. Pembelajaran tipe jigsaw
dapat diaplikasikan dalam semua bidang studi dan untuk semua jenis kelas, baik
kelas khusus untuk anak-anak berbakat, kelas pendidikan khusus, kelas dengan
tingkat kecerdasan rata-rata dan sangat diperlukan dalam kelas heterogen dengan
berbagai tingkat kemampuan. Pembelajaran tipe jigsaw sangat kondusif untuk
mengembang-kan hubungan antara siswa yang terbelakang secara akademik
dengan teman sekelasnya (Slavin 2005: 66). Penulis berharap melalui metode
pembelajaran ini pemahaman belajar siswa akan meningkat, berkesan, bermakna
dan hasil belajar pun menjadi optimal.
Maka dari pemaparan tersebut, penulis tertarik untuk melakukan sebuah
penelitian tindakan kelas dalam rangka meningkatkan pemahaman mata pelajaran
Akidah Akhlak di madrasah ini, dengan judul sebagai berikut: ”UPAYA
MENINGKATKAN PEMAHAMAN SISWA PADA PELAJARAN AKIDAH
AKHLAK MATERI ADAB ISLAMI KEPADA TETANGGA MELALUI
PENERAPAN KOOPERATIF LEARNING TIPE JIGSAW (Penelitian Tindakan
Kelas di Kelas IX E MTs Ma’arif Cikeruh Jatinangor Sumedang).”
4

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian pada latar belakang masalah di atas, rumusan masalah
dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembelajaran Akidah Akhlak pada materi pokok adab
Islami terhadap tetangga melalui pembelajaran metode jigsaw di kelas IX
E MTs Ma’arif Cikeruh Jatinangor Sumedang?
2. Bagaimana pemahaman siswa pada materi pokok adab Islami terhadap
tetangga pada siklus I dengan menggunakan metode pembelajaran
jigsaw?
3. Bagaimana pemahaman siswa pada materi pokok adab Islami terhadap
tetangga pada siklus II dengan menggunakan metode pembelajaran
jigsaw?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang diajukan, tujuan yang hendak dicapai
pada penelitian ini, adalah untuk mengetahui:
1. Bagaimana proses pembelajaran Akidah Akhlak pada materi pokok adab
Islami terhadap tetangga melalui pembelajaran metode jigsaw di kelas IX
E MTs Ma’arif Cikeruh Jatinangor Sumedang?
2. Bagaimana pemahaman siswa pada materi pokok adab Islami terhadap
tetangga pada siklus I dengan menggunakan metode pembelajaran
jigsaw?
3. Bagaimana pemahaman siswa pada materi pokok adab Islami terhadap
tetangga pada siklus II dengan menggunakan metode pembelajaran
jigsaw?
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoretis
Melalui penelitian tindakan kelas ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi terhadap dunia pendidikan terutama bagi peneliti yang berkenaan
dengan implementasi metode pembelajaran jigsaw.
2. Manfaat Praktis
5

a. Bagi siswa, pembelajaran dengan metode jigsaw memberikan pengalaman baru


dan diharapkan memberikan kontribusi terhadap peningkatan belajarnya. Siswa
memiliki kesadaran bahwa proses pembelajaran adalah dalam rangka
mengembangkan potensi dirinya, karena itu keberhasilan pembelajaran sangat
ditentukan oleh siswa. Di samping itu, melalui penelitian ini siswa terlatih
untuk dapat memecahkan masalah dengan pendekatan ilmiah dan siswa
didorong aktif secara fisik, mental dan emosi dalam pembelajaran.
b. Bagi guru, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
profesional dan pembelajaran dengan metode jigsaw menjadi alternatif
pembelajaran akidah akhlak khususnya materi pokok adab terhadap tetangga
untuk meningkatkan pemahaman belajar siswa, memberikan kesadaran kepada
guru untuk memperbaiki dan meningkatkan kualitas pembelajaran yang
disesuaikan dengan tujuan, materi, karakteristik siswa, dan kondisi
pembelajaran. Guru mempunyai kemampuan untuk merancang model
pembelajaran aktif dan menerapkannya dalam pembelajaran akidak akhlak.
Dengan penelitian ini kemampuan guru mengaktifkan kemampuan siswa dan
memusatkan pembelajaran pada pengembangan potensi diri siswa, sehingga
pembelajaran menjadi lebih menarik, bermakna, dan menyenangkan. Melalui
PTK ini dapat memperkaya pengalaman guru dalam melakukan perbaikan dan
meningkatkan kualitas pembelajaran.
c. Bagi Kepala sekolah, PTK ini dapat dijadikan masukan untuk kebijakan dalam
upaya meningkatkan proses belajar mengajar serta perlunya kerjasama yang
baik antar guru dengan kepala sekolah.
E. Kerangka Berpikir
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata “pemahaman” berarti
proses berpikir dan belajar. Dikatakan demikian karena untuk menuju ke arah
pemahaman perlu diikuti dengan belajar dan berpikir, pemahaman merupakan
proses perbuatan dan cara memahami (WJS Porwadarminta 1991: 636). Dalam
istilah pendidikan aspek pemahaman merupakan salah satu target pencapaian
tujuan pendidikan dalam ranah kognitif yang menurut Uzer Usman (2000:35)
dibatasi sebagai suatu kemampuan memahami arti atau suatu makna materi,
6

seperti menafsirkan, menjelaskan atau meringkas. Pemahaman mempunyai fungsi


yang amat penting dalam setiap proses belajar maupun proses belajar mengajar.
Untuk mengetahui tentang gambaran pemahaman secara luas, berikut
dikemukakan beberapa pendapat. Sardiman A.M (1996: 41) mengemukakan
bahwa pemahaman atau comprehension dapat diartikan sebagai menguasai
sesuatu dengan pikiran. Dikatakan demikian, karena dalam memahami sesuatu
seseorang dituntut untuk mengerti secara mental makna, maksud, implikasi dan
aplikasi-aplikasinya, sehingga menyebabkan seseorang dapat memahami suatu
situasi yang dihadapinya. Oleh karena itulah pemahaman mempunyai arti yang
sangat mendasar dalam setiap proses belajar, sebab memahami sesuatu materi,
menangkap makna materi dan mengaplikasikannya dalam bentuk perkataan dan
perbuatan adalah tujuan akhir dari belajar.
Nasution (1987: 26) mengemukakan bahwa pemahaman itu adalah
kesanggupan seseorang dalam menyatakan suatu definisi atau rumusan kata yang
sulit sekalipun ke dalam bahasanya sendiri atau ke dalam suatu konsekuensi atau
implikasi. Kemampuan menyatakan definisi atau rumusan kata itu dapat dilihat
dalam perkataannya ketika merumuskan sesuatu atau membaca sesuatu.
Sedangkan Nana Sudjana (1992:24) mengungkapkan bahwa pemahaman
merupakan kemampuan seseorang dalam menyimpulkan sesuatu hal. Menurutnya
kemampuan ini setingkat lebih tinggi daripada pengetahuan, karena pada
pemahaman terkandung kemampuan menilai, memahami serta menghayati
terhadap sesuatu yang dikaji, yang nantinya akan terungkap dalam kata-kata dan
teraplikasi dengan tingkah laku. Sejalan dengan itu, Zakiah Darajdat (1992: 18),
mengatakan bahwa pemahaman adalah kemampuan seseorang dalam
menyimpulkan bahan yang telah diajarkan. Untuk mengumpulkan bahan materi
tersebut tentunya diperlukan pemahaman yang lebih mendalam untuk memahami
bahan ajar yang telah diterima, oleh karena itu Nasution (1987: 35-36)
mengatakan bahwa lebih sulit dari pengetahuan, sebab pada pemahaman
diperlukan pemikiran yang mendalam.
Dengan pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa memahami
hubungan yang sederhana di antara fakta-fakta atau konsep. Lorin W. Anderson
7

dan David R. Krathwohl yang dikutip oleh Tim pengembang ilmu pendidikan
FIP-UPI menjelaskan tentang tahapan kemampuan kognitif untuk kategori
memahami terdapat tujuh tahapan, yaitu: menginterpretasi-kan, memberi contoh,
meng-klasifikasikan, merangkum, menyimpulkan, mem-bandingkan, dan
menjelaskan (Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI, 2007: 118).
Berdasarkan pemaparan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan pemahaman adalah kemampuan seseorang dalam mengerti akan sesuatu
dengan benar.
Model pembelajaran jigsaw pertama kali dikembangkan dan diujicobakan
oleh Elliot Aronson dan teman-teman di Universitas Texas, dan kemudian
diadaptasi oleh Slavin dan teman-teman di universitas John Hopkins (Arends,
2001: 56). Teknik mengajar model jigsaw dikembangkan oleh Aronson sebagai
metode dari Cooperative Learning. Dalam teknik ini, guru memperhatikan skema
atau latar belakang pengalaman siswa dan membantu siswa mengaktifkan skema
ini agar bahan pelajaran menjadi lebih bermakna. Selain itu siswa bekerja sama
dengan sesama siswa dalam suasana gotong royong dan mempunyai banyak
kesempatan untuk mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan
berkomunikasi. Pembelajaran model jigsaw adalah suatu model pembelajaran
kooperatif yang terdiri dari beberapa anggota dalam satu kelompok yang
bertanggung jawab atas penguasaan bagian materi belajar dan mampu
mengajarkan materi tersebut kepada anggota lain dalam kelompoknya. Dengan
demikian diharapkan seluruh angota akan memiliki pemahaman yang utuh akan
materi yang diajarkan (Arends, 1997: 36).
Model Pembelajaran jigsaw didesain untuk meningkatkan rasa tanggung
jawab siswa terhadap pembelajarannya sendiri dan juga pembelajaran orang lain.
Siswa tidak hanya mempelajari materi yang diberikan, tetapi mereka juga harus
siap memberikan dan mengajarkan materi tersebut pada anggota kelompoknya
yang lain. Dengan demikian, siswa saling tergantung satu dengan yang lain dan
harus bekerja sama secara kooperatif untuk mempelajari materi yang ditugaskan
(Lie, A, 1994: 67).
8

Pada model pembelajaran jigsaw, terdapat kelompok asal dan kelompok


ahli. Kelompok asal yaitu kelompok induk siswa yang beranggotakan siswa
dengan kemampuan, asal, dan latar belakang keluarga yang beragam. Kelompok
asal merupakan gabungan dari kelompok ahli. Kelompok ahli yaitu kelompok
siswa yang terdiri dari anggota kelompok asal yang berbeda yang ditugaskan
untuk mempelajari dan mendalami topik tertentu dan menyelesaikan tugas-tugas
yang berhubungan dengan topiknya untuk kemudian dijelaskan kepada anggota
kelompok asal.
Kerangka berpikir dalam penelitian tindakan kelas ini tergambar dalam
bagan di bawah ini:

Peserta
Guru KBM Metode Jigsaw Pemahaman
Didik

Gambar 1.1
Kerangka Pemikiran
F. Hipotesis Tindakan
Hipotesis merupakan suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul (Arikunto,
2010: 110). Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud
dengan hipotesis adalah dugaan sementara dari penelitian yang akan dijadikan
sebagai pijakan pertama dalam penelitian.
Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah bahwa penerapan metode
jigsaw dapat meningkatkan pemahaman peserta didik pada mata pelajaran Akidah
Akhlak materi adab Islami terhadap tetangga.
G. Penelitian Terdahulu
1. “Peningkatan Pemahaman Siswa Materi Gaya Mata Pelajaran IPA
Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Di Kelas IV Minu Waru II
Sidoarjo.” Robiatul Adawiyah: Skripsi di Program Studi PGMI Fakultas Tarbiyah
dan Keguruan Universitas Islam Negeri Sunan Ampel Surabaya 2018. Penelitian
tindakan kelas ini menggunakan model Kurt Lewin yang terdiri atas 4 tahapan
pada tiap siklusnya. Tahapan tersebut antara lain perencanaan (planning),
9

pelaksanaan (action), pengamatan (observing), dan refleksi (reflection). Penelitian


ini dilakukan di MINU Waru II Sidoarjo pada kelas IV-B dengan jumlah siswa
sebanyak 27. Data penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data melalui
observasi, wawancara, tes dan dokumentasi. Berdasarkan hasil penelitian aktivitas
guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa mengalami peningkatan. Hasil
penelitian menunjukan : (1) Penggunaan metode kooperatif tipe Jigsaw dapat
meningkatkan aktivitas guru dari siklus I 70,37 (cukup) pada siklus II menjadi
85,18 (baik), aktivitas siswa dari siklus I 67,04 (cukup) pada siklus II menjadi
87,50 (sangat baik). (2) persentase peningkatan hasil belajar siswa saat prasiklus
dari 25,92% (kurang sekali), siklus I 55,55% (kurang), dan pada siklus II 81,48%
(baik).
2. “Penerapan Model Pembelajaran Jigsaw untuk Meningkatkan
Pemahaman Siswa Materi Kegiatan Jual Beli Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan
Sosial Kelas III Ali Bin Abu Thalib MI Darul Ulum Ngaliyan Semarang Tahun
Pelajaran 2015/2016.” Siti Partinah: Skripsi di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Walisongo Semarang 2016. Hasil penelitian
menunjukkan pada pra siklus siswa yang mampu mencapai nilai sesuai KKM
hanya 32 % atau 11 anak. Hal inilah yang membuat peneliti tertarik untuk
melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan model jigsaw. Pada siklus I daftar
nilai siswa yang mampumencapai nilai KKM sebanyak68 % atau 23 siswa.
Kemudian hasil tersebut diperbaiki lagi pada siklus II hingga mencapai ketuntasan
belajar sebanyak 91 % atau 31 siswa. Sedangkan pengamatan pada proses
pembelajaran jigsaw siswa juga mengalami peningkatan, dimana pada siklus I
hanya mencapai 65 % atau 22 siswa yang mencapai ketutansan klasikal dan pada
siklus II mencapai 88 % atau 30 siswa berperan aktif dalam mengikuti proses
pembelajaran. Jadi dapat disimpulkan penerapan model pembelajaranjigsawdapat
meningkatkan pemahaman siswa pada pembelajaran IPS di kelas III Ali bin Abu
Thalib MI Darul Ulum Ngaliyan.
3. “Peningkatan Pemahaman Fikih Materi Haji melalui Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw pada Siswa Kelas V-B Minu Kedungrejo
Waru Sidoarjo Tahun Pelajaran 2017/2018.” Mustajab Khoirul Anam: Skripsi di
10

Program Studi PGMI Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Sunan Ampel Surabaya 2018. Hasil penelitian ini telah berjalan dengan baik dan
berhasil mengalami peningkatan pemahaman peserta didik melalui model
pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa kelas V-B MINU Kedung Rejo
Hal ini dapat dilihat dari hasil nilai akhir aktivitas guru siklus I mendapat 63,3
(cukup) dan meningkat pada siklus II menjadi 87,5 (sangat baik). Sedangkan, nilai
akhir aktivitas siswa juga mengalami peningkatan dari siklus I sebesar 67,5
(cukup) menjadi 87,5 (sangat baik) pada sikus II. Hal ini juga dapat dibuktikan
dengan nilai peningkatan pemahaman pada pra siklus, siklus I dan siklus II. Pada
pra siklus persentase keberhasilan kelas 45,94% (kurang) dan rata-rata 65,8
(cukup), siklus I diperoleh persentase keberhasilan kelas 67,5% (cukup) dan rata-
rata 70,27 (ukup) dan pada siklus II persentase keberhasilan kelas dan rata-rata
meningkat dengan 86,4% (sangat baik) dan rata-rata 83,3 (sangat baik) dan telah
memenuhi indikator kinerja yang ditetapkan.
H. Jadwal Penelitian
Berikut jadwal penelitian tindakan kelas mengenai penerapan metode jigsaw
untuk meningkatkan pemahaman peserta didik pada mata pelajaran Akidah
Akhlak materi adab Islami kepada tetangga.
Tabel 1.1
Jadwal Kegiatan Penelitian
Waktu
No Kegiatan Oktober November
1 2 3 4 5 6 7 8
1 Studi Awal (Pendahuluan)
2 Identifikasi Masalah
3 Perumusan Masalah
4 Penyusunan Proposal
5 Seminar Proposal (Telaah Proposal)
6 Penyusunan BAB I
7 Penyusunan BAB II
8 Penyusunan BAB III
9 Penyusunan Instrumen
10 Pelaksanaan Siklus 1
11 Pelaksanaan Siklus 2
12 Pengolahan Data
13 Penyusunan BAB IV
11

14 Penyusunan BAB V
15 Penyusunan Daftar Pustaka
16 Penyusunan Lampiran

Anda mungkin juga menyukai