Anda di halaman 1dari 27

PENINGKATAN MOTIVASI BELAJAR PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

MELALUI PENERAPAN PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW


PADA SISWA KELAS I SDN 030281 SIDIKALANG

Pituan B Gultom, S.Ag

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peningkatan motivasi belajar
pendidikan agama katolik melalui penerapan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw pada
siswa kelas I Sekolah Dasar. Jenis penelitian ini adalah penelitian tindakan kelas dengan
dua siklus yang terdiri dari empat tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan
refleksi. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas I yang terdiri dari 3 siswa. Jenis data
yang digunakan adalah data kuantitatif dan data kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa penerapan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) tipe jigsaw
ternyata (1) dapat meningkatkan hasil belajar siswa, nilai rata-rata siswa naik 6,8% dari
kondisi awal 52,6 menjadi 59,4 pada siklus I, dan meningkat lagi 59,4% menjadi 70,8
pada siklus II. Siswa yang memperoleh nilai ≥ 68 meningkat 50% dari kondisi awal 0%
menjadi 50% pada siklus I, dan meningkat lagi 50% menjadi 100% pada siklus II. Dengan
demikian siklus II sudah mencapai kriteria keberhasilan tindakan yang ditentukan yaitu
75% dari jumlah siswa memperoleh nilai ≥,68; (2) dapat meningkatkan aktifitas belajar,
pada siklus I yaitu 65% meningkat 11% menjadi 76% pada siklus II. Rata-rata aktivitas
siswa siklus I adalah 70 meningkat 10,3% menjadi 80,8, sehingga penelitian berhenti
pada siklus II.

Kata kunci: motivasi belajar, Pendidikan Agama Katolik, kooperatif (cooperative


learning) tipe jigsaw.

1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pendidikan di sekolah seyogyanya memberi peluang yang sebesar-besarnya
kepada setiap peserta didik untuk mengembangkan potensi dirinya. Pendidikan di sekolah
juga harus menghasilkan siswa yang memiliki semangat untuk terus belajar seumur hidup
(longlife education), penuh rasa ingin tahu dan keinginan menambah ilmu dan
ketrampilan yang berguna untuk kehidupannya. Salah satu kunci untuk mewujudkan
pendidikan yang demikian adalah adanya motivasi yang tinggi dan terpelihara dalam diri
peserta didik.
Namun suasana pembelajaran yang ideal seperti di atas; anak memiliki motivasi
belajar yang tinggi dan tetap terpelihara tidaklah setiap saat dapat kita alami. Kita
berharap anak dapat mencapai prestasi secara optimal, namun yang kita jumpai adalah
anak dengan prestasi dan semangat belajar yang rendah.
Rendahnya motivasi belajar siswa merupakan masalah yang perlu disikapi secara serius
oleh seorang guru dalam proses pendidikan di sekolah. Saya merasa prihatin terhadap
permasalahan tersebut. Upaya meningkatkan motivasi belajar siswa khususnya dalam
Pendidikan Agama Katolik tersebut saya lakukan dengan menerapkan model
permbelajaran kooperatif (Cooperative learning) tipe Jigsaw.
Penerapan model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) merupakan hasil
refleksi terhadap proses pendidikan yang telah berlangsung selama ini. Sekolah cenderung
menjadi arena persaingan. Menurut Anita Lie (2002:24) salah satu falsafah yang
mendasari pola pendidikan kompetitif adalah teori evolusi Darwin, yang menyatakan siapa
yang kuat dialah yang akan menang dan bertahan dalam kehidupan. Prinsip survival of the
fittest kerap tercermin dalam pendidikan di sekolah. Hadiah dan penghargaan selalu
diberikan kepada sang juara, yaitu mereka yang mampu mengalahkan yang lain.
Dalam buku Silabus Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah Dasar disebutkan
bahwa,” Pendidikan agama di Sekolah Dasar dimaksudkan untuk membantu siswa
menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang maha Esa dan berakhlak
mulia serta peningkatan potensi kehidupan spiritual. Akhlak mulia mencakup etika, budi
pekerti, dan moral sebagai perwujudan dari pendidikan Agama. Peningkatan potensi
kehidupan spiritual mencakup pengenalan, pemahaman, dan penanaman nilai-nilai
keagamaan dalam kehidupan individual maupun kolektif kemasyarakatan. Peningkatan
potensi kehidupan spiritual tersebut pada akhirnya bertujuan pada optimalisasi berbagai

2
potensi manusia yang aktualisasinya mencerminkan harkat dan martabatnya sebagai
mahluk Tuhan.” (2007:9).
Berdasarkan latar belakang masalah seperti di atas maka kami menyusun Penelitian
Tindakan Kelas ini dengan judul: “Peningkatan Motivasi Belajar Pendidikan Agama
Katolik Melalui Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Siswa Kelas I SDN
030281 Sidikalang.”

1.2 Identifikasi Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka permasalahan yang dapat
diindentifikasi sebagai berikut :
1. Bahwa dalam mengikuti pembelajaran Agama Katolik di SD Negeri 030281 Sidikalang
siswa kurang bersemangat, sehingga menyebabkan penurunan nilai mata pelajaran dan
suasana belajar yang kurang menyenangkan.
2. Saat proses pembelajaran berlangsung siswa cenderung bermain-main dengan temannya
tanpa memperhatikan penjelasan guru dan saat guru mengajukan pertanyaan siswa tidak
dapat menjawab sehingga tercermin interaksi dalam kelas itu rendah.

1.3 Pembatasan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah diatas, maka yang menjadi
batasan masalah dalam penelitian ini adalah “Peningkatan Motivasi Belajar Siswa dengan
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Pada Pembelajaran Agama
Katolik Siswa Kelas I SD Negeri 030281 Sidikalang.”

1.4 Perumusan Masalah


Berdasarkan pembatasan masalah tersebut, maka dapat dirumuskan masalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana motivasi belajar siswa pada pelajaran Agama Katolik SDN 030281
Sidikalang ?
2. Adakah pengaruh model pembelajaran yang digunakan terhadap peningkatan motivasi
belajar siswa ?

3
1.5 Tujuan Penelitian
Berdasarkan masalah yang telah dirumuskan, maka peneliti bertujuan untuk
mengetahui hal sebagai berikut:
1. Untuk memberikan penjelasan bagaimana motivas belajar siswa kelas I pada mata
pelajaran Agama Katolik di SDN 030281 Sidikalang.
2. Untuk memberikan penjelasan bagaimana sebuah model pembelajaran terhadap
peningkatan hasil belajar siswa.

1.6 Manfaat Penelitian


Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian yang dilaksanakan di SDN 030281
Sidikalang adalah :
1. Bagi peneliti, yakni dapat meningkatkan pengetahuannya dalam bidang penelitian dan
pemahaman tentang kompetensi guru, penelitian ini diharapkan dapat menjadi inspirasi
bagi para calon guru dan tertarik untuk melakukan penelitian kembali dalam bidang
pendidikan.
2. Bagi guru, yakni guru dapat meningkatkan kembali kompetensinya dan lebih mampu
untuk menciptakan kondisi belajar yang efektif dan efesien. Hal ini sangat penting agar
tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik sehingga dapat meningkatkan kualitas
pembelajaran yang dimana nanti akan terlihat dalam hasil belajar peserta didiknya.
3. Bagi umum, yakni dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran bagi para pembaca
dalam bidang pengetahuan umum dan untuk mengetahui sekitar dunia pendidikan.
4. Dalam penelitian juga dapat memberikan atau menambah pemahaman yang berkaitan
dengan dunia pendidikan khususnya yang berkaitan dengan model-model pembelajaran.

4
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Pendidikan
Pendidikan merupakan suatu keharusan bagi manusia dan berlangsung sepanjang
hayat. Sejak kelahirannya ke dunia, anak memiliki kebutuhan untuk memperoleh
pendidikan. Pendidikan sangat dibutuhkan oleh setiap manusia agar dapat melakukan
aktivitas teladan di masyarakat tempat mereka berada. Adalah suatu kenyataan, anak
sebagai makhluk yang belum dewasa harus ditolong, dibantu, dibimbing, serta diarahkan
agar dapat mengembangkan potensinya secara optimal. Salah satu upaya yang dapat
dilakukan adalah melalui pendidikan formal di sekolah. Sebagai lembaga pendidikan
formal, sekolah tidak hanya berfungsi mengembangkan kecerdasan anak tetapi juga
mengembangkan kepribadian. Hal itu tertuang dalam Undang-undang (UU) RI Nomor 20
Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional Bab II Pasal 3 sebagai berikut.
“Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi
manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berahlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri , dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab”.
Dari penjelasan diatas dapat diharapkan supaya mata pelajaran pendidikan agama
kristen dirancang untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, dan kemampuan
analisis terhadap kondisi social masyarakat. mata pelajaran pendidikan agama kristen
disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu dalam proses pembelajaran menuju
kedewasaan dan keberhasilan dalam kehidupan di masyarakat. atas dasar tersebut, tujuaan
utama pembelajaran pendidikan agama kristen diharapkan agar siswa mengenal konsep-
konsep berperilaku baik sesuai agamanya yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat
dan lingkungannya, harapan selanjutnya adalah agar siswa memiliki kemampuan dasar
untuk berpikir logis dan kritis, memiliki rasa ingin tahu, memecahkan masalah, dan
keterampilan dalam kehidupan rohani dan jasmani. pada akhirnya siswa dapat memiliki
komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai rohani dan jasmani dan kemanusiaan yang
ada di lingkungan masyarakat sekitarnya, sehingga siswa memiliki kemampuan
berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat
lokal, nasional, dan global.
Kesan yang terjadi pada mata pelajaran pendidikan agama kristen dianggap kurang
menarik bagi kebanyakan siswa, mata pelajaran ini dianggap membosankan dan hanya
seputar menceritakan kejadian-kejadian kurang realistis secara manusia tanpa adanya

5
interaksi antar siswa dengan guru. hal ini sesuai dengan pendapat slameto (2010 : 54-60)
yang mengatakan bahwa “Kualitas pendidikan yang masih rendah menjadi kendala dalam
rangka pembangunan di indonesia. rendahnya kualitas pendidikan disebabkan oleh faktor
dari dalam dan luar siswa. Faktor yang berasal dari diri siswa meliputi kesiapan, sikap,
minat, dan intelegensi, sedangkan yang berasal dari luar siswa meliputi guru, sarana
prasarana serta lingkungan belajar siswa”.

2.2 Pengertian Belajar


Belajar terjadi bila seseorang menghadapi suatu yang di dalamnya ia tak dapat
menyesuaikan diri dengan menggunakan bentuk-bentuk kebiasaan untuk menghadapi
tantangan-tantangan, atau apabila ia harus mengatasi rintangan-rintangan dalam
aktivitasnya. Hal ini sesuai dengan pendapat para ahli berikut tentang pengertian belajar.
Winkel (Sukasno, 2002:10) menyatakan bahwa “belajar adalah suatu aktivitas mental yang
berlangsung dalam interaksi aktif antara seseorang dengan lingkungan, dan menghasilkan
perubahan-perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, keterampilan dan nilai sikap yang
bersifat relatif konstan dan berbekas”. Pendapat ini senada dengan apa yang diungkapkan
oleh Hamalik (2003:28) sebagai berikut:
Belajar adalah suatu proses perubahan tingkah laku individu atau sesorang melalui
interaksi dengan lingkungan. Perubahan tingkah laku ini mencakup perubahan dalam
kebiasaan (habit), kecakapan-kecakapan (skill), ataupun dalam tiga aspek yaitu
pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) dan keterampilan. Perubahan tingkah laku
dalam kegiatan belajar disebabkan oleh pengalaman atau latihan.

Hal ini diperkuat oleh pendapat Sardiman (2009:22) menyatakan bahwa: “Belajar
boleh dikatakan juga proses interaksi antara diri manusia dengan lingkungannya, yang
mungkin berwujud pribadi, fakta, konsep atau teori”.
Dari pengertian belajar di atas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar adalah
terjadinya perubahan prilaku pada seseorang (peserta didik) dan perubahan prilaku
tersebut relatif tetap baik dalam berpikir, merasa, maupun dalam bertindak. Perubahan ini
terjadi sebagai hasil latihan, pengalaman, dan pengembangan yang hasilnya tidak dapat
diamati secara langsung.
2.3. Motivasi
Motivasi berasal dari kata motif yang dapat diartikan sebagai kekuatan yang terdapat
dalam diri individu, yang meyebabkan individu tersebut bertindak atau berbuat. Motif
tidak dapat diamati secara langsung tetapi dapat diintegrasikan dalam tingkah laku, berupa
rangsangan, dorongan, atau pembangkit tenaga munculnya suatu tingkah laku tertentu. Mc.

6
Donald (dalam Sardiman, 2009:73) mengungkapkan bahwa “motivasi adalah perubahan
energi dalam diri seseorang yang ditandai dengan munculnya perasaan dan didahului
dengan tanggapan terhadap adanya tujuan”. Lebih lanjut Sardiman (2009:74)
mengungkapkan bahwa “motivasi belajar dapat juga diartikan sebagai serangkaian usaha
untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu, sehingga seseorang mau dan ingin melakukan
sesuatu, dan bila ia tidak suka, maka akan berusaha untuk meniadakan atau mengelak
perasaan tidak suka itu”.
Menurut Hamzah (2011: 9) mengemukakan bahwa :
Motivasi merupakan suatu dorongan yang timbul oleh adanya rangsangan dari
dalam maupun dari luar sehingga seseorang berkeinginan untuk mengadakan
perubahan tingkah laku /aktivitas tertentu lebih baik dari keadaan sebelumnya.
Dengan sasaran sebagai berikut: (a) mendorong manusia untuk melakukan suatu
aktivitas yang didasarkan atas pemenuhan kebutuhan, (b) menentukan arah tujuan
yang hendak dicapai, dan (c) menentukan perbuatan yang harus dilakukan.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa motivasi adalah
keseluruhan daya penggerak baik dari dalam diri maupun dari luar dengan menciptakan
serangkaian usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi tertentu yang menjamin
kelangsungan dan memberikan arah pada kegiatan sehingga tujuan yang dikehendaki oleh
subjek itu dapat tercapai.

2.4 Motivasi Belajar

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Dimana
motivasi merupakan pengarah untuk perbuatan belajar kepada tujuan yang jelas diharapkan
dapat dicapai siswa belajar karena didorong oleh kekuatan mentalnya. Kekuatan mental
itu berupa keinginan, perhatian, kemauan atau cita-cita. Menurut Sardiman (2009: 86)
bahwa “Motivasi belajar merupakan suatu keadaan atau kondisi yang mendorong,
merangsang atau menggerakan seseorang untuk belajar sesuatu atau atau melakukan
kegiatan untuk mencapai suatu tujuan”.

2.5 Metode Pembelajaran


Metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk
mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan
praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran. Terdapat beberapa metode pembelajaran
yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya: (1)
kerja kelompok; (2) demonstrasi; (3) diskusi; (4) simulasi; (5) laboratorium; (6)
pengalaman lapangan; (7) brainstorming; (8) debat, (9) simposium, dan sebagainya.

7
Menurut Purwadinata (dalam Sudjana, 2001:7) mengungkapkan bahwa “ metode adalah
cara yang telah teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai sesuatu maksud” Morris
(dalam Sudjana, 2001:8) mengemukakan bahwa metode adalah “ A mean or manner of
procedure ; specially a regular and systematic way of accomplishing anything …. Method
emphasized procedures according to adetailed, logically ordered plan”. Sedangkan
menurut kamus besar Indonesia, “Metode adalah cara kerja yang bersistem untuk
memudahkan pelaksanaan suatu kegiatan guna mencapai tujuan yang ditemukan”
(Muliono, dkk, 1990:580-581).
Menurut Sudjana (2005:76) mengungkapkan bahwa: “Metode pembelajaran ialah
cara yang dipergunakan guru dalam mengadakan hubungan dengan siswa pada saat
berlangsungnya pengajaran”. Sedangkan Sutikno (2009:88) menyatakan bahwa “Metode
pembelajaran adalah cara-cara menyajikan materi pelajaran yang dilakukan oleh pendidik
agar terjadi proses pembelajaran pada diri siswa dalam upaya untuk mencapai tujuan”.
Berdasarkan definisi / pengertian metode pembelajaran yang dikemukakan tersebut
di atas dapat disimpulkan bahwa metode pembelajaran merupakan suatu cara atau strategi
yang dilakukan oleh seorang guru agar terjadi proses belajar pada diri siswa untuk
mencapai tujuan.

2.6 Model Pembelajaran Jigsaw


Model pembelajaran jigsaw secara etimologi Jigsaw berasal dari bahasa ingris yaitu
gergaji ukir dan ada juga yang menyebutnya dengan istilah Fuzzle, yaitu sebuah teka teki
yang menyusun potongan gambar. Pembelajaran kooperatif model jigsaw ini juga
mengambil pola cara bekerja sebuah gergaji (jigsaw), yaitu siswa melakukan sesuatu
kegiatan belajar dengan cara bekerja sama dengan siswa lain untuk mencapai tujuan
bersama.
Model Pembelajaran Kooperatif Jigsaw ini dikembangkan oleh Elliot Aronson dan
kawan-kawannya dari Universitas Texas dan kemudian di adaptasi oleh Slavin dan kawan-
kawannya. Menurut Arends (1997) model pembelajaran kooperatif jigsaw merupakan
model pembelajaran kooperatif, dengan siswa belajar dalam kelompok kecil yang terdiri
dari 2-3 orang secara heterogen dan bekerjasama saling ketergantungan yang positif dan
bertanggung jawab atas ketuntasan bagian materi pelajaran yang harus dipelajari dan
menyampaikan materi tersebut kepada kelompok yang lain. Pendapat tersebut dijelaskan
kembali oleh Anita Lie (2004:69) mengatakan bahwa, Teknik mengajar jigsaw
dikembangkan oleh Aronson et al. sebagai metode cooperative learning.

8
Sedangkan menurut Agus Suprijono( 2009: 89 ) Model pembelajaran kooperatif
jigsaw merupakan pembelajaran kooperatif dimana guru membagi kelas dalam kelompok-
kelompok lebih kecil.
Selain itu Yuzar dalam Isjoni (2010: 78) mengatakan, dalam pembelajaran kooperatif tipe
jigsaw, siswa belajar dengan kelompok kecil yang terdiri 4 sampai 6 orang, heterogen dan
bekerja sama saling ketergantungan yang positif dan bertanggung jawab secara mandiri.
Pembelajaran ini dimulai dengan pembelajaran bab atau pokok bahasan, sehingga
setiap anggota kelompok memegang materi dengan topik yang berbeda-beda. Tiap siswa
dari masing-masing kelompok yang memegang materi yang sama selanjutnya berkumpul
dalam satu kelompok baru yang dinamakan kelompok ahli. Masing-masing kelompok ahli
bertanggungjawab untuk sebuah bab atau pokok bahasan. Setelah kelompok ahli selesai
mempelajari satu topik materi keahliannya, masing-masing siswa kembali ke kelompok
asal mereka untuk mengajarkan materi keahliannya kepada teman-teman dalam satu
kelompok dalam bentuk diskusi.
Dalam model pembelajaran kooperatif jigsaw ini siswa memiliki banyak
kesempatan untuk mengemukanakan pendapat, dan mengelolah imformasi yang didapat
dan dapat meningkatkan keterampilan berkomunikasii, anggota kelompok bertanggung
jawab atas keberhasilan kelompoknya dan ketuntasan bagian materi yang dipelajari, dan
dapat menyampaikan kepada kelompoknya.( Rusman, 2008.203).

2.7 Materi Pembelajaran Allah Menciptakan Langit dan Bumi

9
Proses penciptaan alam semesta menurut alkitab diawali dengan kejadian 1:1,
sebagai penjelasan dasar bahwa alam semesta itu diciptakan oleh Tuhan. Lalu pada
kejadian 1:2-31 menjelaskan rincian atau urutan waktu penciptaan mulai dari penciptaan
bumi, langit, daratan, lautan, tumbuh-tumbuhan, binatang dan manusia. Alkitab
memberikan informasi kepada kita mengenai proses penciptaan alam semesta beserta
isinya yang telah selesai hanya dalam waktu 6 hari dan berikut adalah rinciannya :
1. Hari pertama Tuhan menciptakan bumi dimana bumi masih dalam keadaan
kosong dan belum ada kehidupan didalamnya. ( Kejadian 1:1-5 )
2. Hari kedua Tuhan menciptakan langit dan juga masih dalam keadaan kosong
dan belum ada benda-benda langit didalamnya. Dan disana Tuhan juga
memisahkan air yang ada dibawah langit dan juga diatas langit. (Kejadian 1:6-8)
3. Hari ketiga Tuhan menciptakan daratan yang meliputi benua, pulau dan juga
gunung-gunung. Dan dihari yang sama Tuhan juga menciptakan lautan dan juga
tumbuh-tumbuhan. ( Kejadian 1:9-13 )
4. Hari keempat Tuhan menciptakan benda-benda langit yakni matahari, bulan
dan bintang-bintang. ( Kejadian 1:14-19 )
5. Hari kelima Tuhan menciptakan segala binatang yang hidup di bumi, baik
yang hidup di darat, air ataupun udara. ( Kejadian 1:20-23 )
6. Hari keenam Tuhan menciptakan manusia sebagai citra Allah diciptakan-Nya
laki-laki dan perempuan untuk tinggal dan beranakcucu di bumi dan
mengusahakan apa yang ada dibumi ( Kejadian 1:24-31)
Berfirmanlah Allah: “Lihatlah, aku memberikan kepadamu segala tumbuh-
tumbuhan yang berbiji diseluruh bumi dan segala pohon-pohonan yang buahnya berbiji.
Itulah akan menjadi makananmu.” (Kejadian 1: 29)
Sebelum menciptakan manusia, Allah terlebih dahulu menciptakan alam semesta
sebagai tempat tinggal (Kej 2:8,15) “taman” manusia. Allah membuat semua itu baik,
bahkan sesudah manusia diciptakan, semua ciptaan itu menjadi sungguh amat baik (Kej
1:31). Kedekatan manusia dengan alam semesta juga nampak dari kenyataan bahwa
manusia diciptakan dari “debu tanah” (Kej 2:7), yang juga merupakan “asal usul” dari
segala ciptaan lain.
Alam semesta dan manusia dalam pandangan Alkitab. Dasar pemahaman alkitab
mengenai alam semesta adalah cerita penciptaan yang tertulis dalam Kejadian (pasal 1 dan
2). Ditunjukan bahwa alam semesta dan dunia segala isinya adalah ciptaan Allah kerena

1
0
segala ciptaan adalah milik Allah. Dunia ini diciptakan menjadi bukti bahwa Allah itu ada
dan berkuasa. Jadi keberadaan dunia menunjukkan kemahakuasaan Allah. Karena alam
semesta dapat memperhatikan gerak gerik menunjukkan kemahakuasaan Tuhan itu dan
yang tidak dapat dikontrol atau dikuasai oleh manusia, seperti gempa bumi dan gunung
meletus. Maksud lain dari penciptaan itu tentu adalah bagi kepentingan ciptaan itu sendiri,
yaitu alam lingkungan, tumbuhan, makhluk dan manusia. Alam semesta yang diciptakan
Tuhan terdiri dari berbagai unsur, seperti bumi, tanah, air, udara/angin, tumbuhan, hewan
dan manusia. Manusia ditugaskan untuk memelihara alam semesta ini (Kej. 2:15).
Disinilah letak tugas utama manusia dalam alam ini yaitu untuk merawat dan serta
menjaga keberlangsungan hidupnya yang tentunya diharapkan selalu baik adanya
sebagaimana pada awal ia diciptakan. Manusia diberikan kepercayaan oleh Allah untuk
mengelola dan memanfaatkan alam yang disediakan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ini tentu menjadi kebanggaan bagi manusia itu sendiri. Gereja memiliki dasar dan
dorongan untuk melakukan usaha pemeliharaan dan pelestarian alam. Pertama, kelestarian
alam adalah kebutuhan manusia atau gereja. Kedua, adanya tugas karena kepercayaan yang
diberikan  Tuhan kepada manusia. Ketiga, menjaga kelestarian dan keindahan alam adalah
bagian dari iman.

1
1
BAB 3
METODE PENELITIAN

3.1. Jenis Penelitian


Penelitian ini termasuk dalam jenis penelitian tindakan kelas (PTK). Ciri utama
dari penelitian tindakan kelas yakni adanya tindakan-tindakan tertentu untuk
memperbaiki dan menyempurnakan proses pembelajaran di kelas. Penelitian tindakan
kelas yang digunakan adalah penelitian partisipan di mana peneliti terlibat secara
langsung dan penuh dalam penelitian mulai dari awal sampai akhir penelitian.
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri 030281 Sidikalang, dipilihnya sekolah ini
sebagai tempat meneliti karena peneliti adalah sebagai guru mata pelajaran Pendidikan
Agama Katolik di SD tersebut. Adapun alamat SD Negeri 030281 Sidikalang terletak di
jalan Dr. FL Tobing Kota Sidikalang.
3.3.  Subjek Penelitian
Subjek yang dimaksud tindakan dalam penelitian ini adalah peserta didik kelas I
SD Negeri 030281 Sidikalang yang berjumlah 3 peserta didik. Mereka merupakan
peserta didik kelas I semester Ganjil tahun pelajaran 2019/2020, sedangkan partisipan
yang terlibat dalam penelitian ini adalah guru kelas dan teman sejawat lainnya.
3.4 Indikator Ketercapaian
Indikator ketercapaian penelitian ini menggunakan nilai hasil pembelajaran peserta
didik saat melaksanakan siklus I dan II, yakni apabila secara klasikal 100% peserta didik
kelas I SDN 030281 Sidikalang yang telah memperoleh nilai minimal 68 (KKM
tergantung sekolah) pada mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik dengan materi
“Allah Menciptakan Langit dan Bumi”. Melalui peningkatan hasil belajar siswa maka
akan terjadi pula pengingkatan pada hasil belajarnya.
3.5 Prosedur Penelitian
Penelitian Tindakan Kelas ini dilaksanakan dalam dua siklus. Setiap siklus tindakan
pembelajaran menerapkan model atau pendekatan kooperatif (Cooperative Learning) tipe
Jigsaw. Penggunaan model atau pendekatan kooperatif (Cooperative Learning) tipe Jigsaw
ini bertujuan untuk meningkatkan motivasi belajar yang salah satu indikatornya dapat
dilihat pada meningkatnya hasil belajar siswa.
Perangkat atau instrumen yang digunakan meliputi: 1) Menentukan Kompetensi
Dasar yang akan dilaksanakan dalam proses pembelajaran. Peneliti mengambil KD mata
pelajaran Pendidikan Agama Katolik Kelas I, yaitu mengenai “Allah Menciptakan Langt
dan Bumi”
3.6 Teknik dan Alat Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dalam Penelitian Tindakan Kelas ini adalah observasi
atau pengamatan, yang dipergunakan dalam Penelitian Tindakan Kelas ini Guru sebagai
peneliti terlibat secara langsung dalam kegiatan pembelajaran bersama siswa yang menjadi
subyek penelitiannya. Data yang yang dihimpun di dalam Penelitian Tindakan Kelas ini
dapat dikelompokkan menjadi dua macam: 1) Data kuwalitatif, yaitu data yang berupa
sejumlah informasi dalam bentuk kalimat yang menunjukkan gambaran (deskripsi) siswa,
data tersebut dianalisis secara kuwalitatif; 2) Data kuwantitatif, yaitu data mengenai hasil
belajar siswa yang dihimpun melalui instrumen test.
Indikator kinerja di dalam Penelitian Tindakan Kelas ini meliputi:
a. Observasi: bagaimana perhatian, antusiasme, motivasi, dan rasa kepercayaan diri siswa
dalam aktivitas pembelajaran yang sedang berlangsung; b) Wawancara: pandangan dan
sikap siswa terhadap metode atau pendekatan pembelajaran yang digunakan; c) Tes: nilai
rata-rata ulangan harian yang dilakukan dalam setiap siklus.: d) Dokumentasi: mengenai
kehadiran siswa; e) Observasi: hasil pengamatan terhadap aktivitas belajar siswa.
Penelitian Tindakan Kelas ini akan dilaksanakan dalam dua siklus dengan
menggunakan pendekatan atau model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) tipe
Jigsaw sebagai upaya meningkatkan motivasi belajar siswa kelas I SDN 030281 Sidikalang
pada mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik.
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1   Deskripsi Data (Hasil Pengumpulan dan Pengolahan Data)


Penelitian ini dilakukan pada sebuah sekolah negeri yang ada di Kota Sidikalang
yaitu SD Negeri 030281 Sidikalang. Sekolah ini berdiri pada tahun 1952 dengan surat
keputusan (SK) Pendirian Sekolah 421/SD/01/1952, tanggal 06 Januari 1952 dengan status
kepemilikan Pemerintah Daerah dengan Nomor Pokok Sekolah Nasional (NPSN)
10203640. SD Negeri 030281 terletak dijalan Dr. FL Tobing kota Sidikalang. Pendirian
sekolah ini sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat Kota Sidikalang dalam
menyongsong pendidikan yang lebih memadai di daerah tersebut.
Penilitian ini dilaksanakan di SD Negeri 030281 Sidikalang yang dilakukan di kelas
IV yang dimana sebagi responden dalam penelitian ini.

4.2 Deskripsi Data


Dari kegiatan pembelajaran Pendidikan Agama Katolik yang diterapkan pada kelas
II menimbulkan dampak pada pemerolehan hasil belajar siswa. Gambaran kondisi awal
didukung oleh pemberian pra tindakan berupa soal Pendidikan Agama Katolik yang
diberikan kepada siswa kelas II sebanyak 3 siswa.
Hasil belajar siswa pada pra tindakan dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Hasil Belajar Siswa pada Pra Tindakan

No Keterangan Pra Tindakan


1. Nilai <68 100%
2. Nilai ≥68 0%

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa 3 siswa atau 100% siswa yang memperoleh
nilai <68. Tidak ada siswa yang memperoleh nilai >68. Nilai rata-rata siswa pada pra
tindakan yaitu 52.6. Data tersebut menunjukkan bahwa 75% dari jumlah siswa yang belum
memperoleh nilai ≥68, hal tersebut masih jauh dari target yang diharapkan.
Berdasarkan hasil observasi dan pra tindakan yang telah dilakukan terhadap proses
pembelajaran Pendidikan Agama Katolik, maka disusunlah rencana perbaikan terhadap
proses pembelajaran dengan menggunakan model kooperatif tipe Jigsaw sehingga
diharapkan dapat meningkatkan motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik pada siswa
kelas I SDN 030281 Sidikalang Semester Gasal Tahun Pelajaran 2019/ 2020.

4.3 Gambaran Umum Subjek Penilitian


Siklus I
Kegiatan pembelajaran siklus pertama dilaksanakan dalam dua pertemuan
pembelajaran, masing-masing kegiatan pembelajaran terdiri dari empat tahapan.
Perencanaan (Planing)
Perencanaan (Planing) yaitu sejumlah kegiatan persiapan yang dilakukan untuk
melaksanakan Penelitian Tindakan Kelas meliputi: a) Peneliti melakukan analisis
kurikulum untuk mengetahui kompetensi dasar (KD) yang akan disampaikan dalam
pembelajaran kepada siswa; b) Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP)
kooperatif tipe Jigsaw; c) Membuat Lembar Diskusi siswa (LDS); d) Membuat instrumen
yang akan digunakan untuk mengumpulkan data dalam kegiatan penelitian; e) Membuat
alat evaluasi belajar siswa.
Pelaksanaan (Acting)
Pada awal pembelajaran (pertemuan pertama) Siklus pertama pelaksanaan
pembelajaran belum dapat berjalan sebagaimana diharapkan. Hasil pengamatan
menunjukkan: a) Masih ada anak yang datang terlambat; b) Anak merasa keberatan ketika
harus masuk ke dalam kelompok heterogen, mereka menginginkan berkelompok dengan
teman yang disenangi; c) Anak belum mau melibatkan diri sepenuhnya dalam diskusi/
tugas-tugas kelompok.
Masalah-masalah yang terjadi dalam pembelajaran seperti di atas disebabkan: a)
Anak masih terbiasa dengan pola pembelajaran individual, mereka belum terbiasa belajar
berkelompok; b) Anak belum sepenuhnya memahami langkah-langkah pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw; c) Anak yang lebih mampu merasa kurang mendapat keuntungan
dari anggota kelompok yang kurang mampu.
Upaya-upaya konkret yang dilakukan untuk mengatasi masalah di atas adalah: a)
Peneliti menjelaskan kembali tujuan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw yang sedang
dilaksanakan dalam pembelajaran ini;
b) Peneliti menjelaskan langkah-langkah yang akan ditempuh dalam pembelajaran
sesuai dengan pendekatan yang digunakan; c) Peneliti secara lebih intensif membimbing,
mengarahkan, dan memotivasi keterlibatan siswa di dalam kelompok; 3) Pada akhir
pembelajaran peneliti menyampaikan topik pembelajaran yang akan datang sehingga
siswa dapat lebih menyiapkan diri.
Hasil pengamatan terhadap proses pembelajaran pada siklus pertama dapat
disimpulkan sebagai berikut: a) Siswa mulai menunjukan minat belajar yang lebih baik; b)
Siswa mulai memahami tujuan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw; c) Siswa lebih aktif
melibatkan diri dalam tugas kelompok; d) Siswa yang lebih mampu mulai memotivasi
temannya yang kurang mampu demi tujuan kelompok yang harus mereka capai.

4.4 Pengamatan Hasil Belajar


Evaluasi terhadap kemampuan penguasaan materi pembelajaran pada penelitian ini
menunjukkan bahwa hasil belajar siswa meningkat setelah diterapkan metode
pembelajaran kooperatif tipe jigsaw.
Hasil belajar siswa pada siklus I dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 2. Hasil Belajar Siswa Siklus I

No Keterangan Siklus I
1. Nilai <68 25%
2. Nilai ≥68 75%

Berdasarkan tabel di atas, diketahui bahwa 1 siswa atau 25% memperoleh nilai
<68. Sedangkan 2 siswa atau 75% memperoleh nilai ≥68. Nilai rata-rata siswa pada
siklus I yaitu 75.6. Data tersebut menunjukkan bahwa 25% dari jumlah siswa yang belum
memperoleh nilai ≥68, hal tersebut belum memenuhi target yang telah diharapkan oleh
peneliti.
Aktivitas Siswa
Hasil observasi/ pengamatan terhadap situasi yang terjadi dalam kegiatan belajar
mengajar (KBM) pada siklus pertama belum mencapai hasil yang optimal, namun telah
mengalami perkembangan yang cukup signifian. Beberapa perkembangan situasi dan
prilaku siswa dalam kegiatan belajar mengajar pada siklus pertama dapat kita lihat pada
tabel berikut:
Tabel 3: Persentase setiap Aspek Aktivitas Siswa pada Siklus I
No Item (%) Kategori
Penilaian
1 Minat 65 Baik
2 Perhatian 62 Cukup
3 Partisipasi 54 Cukup
4 Presentasi 59 Cukup

Berdasarkan hasil pengamatan aktivitas siswa siklus I di atas yang dilakukan


terlihat bahwa 65% dari jumlah siswa memiliki minat baik, 62% dari jumlah siswa
memiliki perhatian yang cukup, 64% dari jumlah siswa cukup melakukan partisipasi, 59%
dari jumlah siswa melakukan presentasi dengan cukup benar. Rata-rata aktivitas siswa
siklus I adalah 60 dengan kategori cukup.

Refleksi (Reflecting)
Penerapan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) tipe jigsaw pada
siklus pertama telah menunjukan hasil yang cukup baik walaupun belum optimal.
Beberapa kendala yang kesulitan yang maih dihadapi dalam siklus pertama ini adalah: 1)
Peneliti masih disibukan untuk menjelaskan langkah-langkahpenerapanmodel
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) tipe jigsaw sehingga masih kurang
memberikan pendampingan terhadap siswa dalam kegiatan kelompok dan perhatian
terhadap penguasaan materi masih kurang; 2) Siswa belum terbiasa belajar dengan model
pembelajaran kooperatif (cooperative learning) tipe jigsaw, siswa masih terbiasa dengan
model pembelajaran yang bersifat individual; 3) Sebagian siswa belum dapat memberikan
dukungan terhadap siswa lain sehingga kelompok tidak dapat menyelesaikan tugas tepat
pada waktunya; 4) Ada siswa yang ngambek karena merasa tidak nyaman dengan anggota
kelompok yang lain sehingga membutuhkan pendampingan khusus untuk menanamkan
sikap kooperatif dalam pembelajaran; 5) Peningkatan hasil belajar siswa masih belum
100% , pada akhir siklus pertama baru mencapai 75%.
Upaya yang perlu dilakukan oleh peneliti untuk memperbaiki beberapa kelemahan
yang masih terjadi dan meningkatkan hasil yang dicapai pada siklus pertama adalah
merencanakan pembelajaran pada siklus kedua dengan beberapa penekanan sebagai
berikut: a) Memberikan motivasi kepada anggota kelompok belajar (siswa) agar lebih aktif
terlibat di dalam proses pembelajaran; b) Memberikan bimbingan secara lebih intensif
terutama kepada siswa yang masih mengalami kesulitan di dalam pembelajaran; c)
Memberikan balikan baik terhadap proses belajar maupun hasil yang dicapai baik kepada
kelompok maupun perorangan; d) Lebih memberikan penghargaan sebagai penguatan
terhadap hasil belajar yang telah dicapai ataupun meningkatkan motivasi untuk
memperbaiki beberapa kekurangan atau kelemahan yang masih terjadi.
Siklus II
Siklus kedua dilaksanakan seperti pada siklus pertama dengan tahap - tahap
perencanaan, pelaksanaan, observasi dan evaluasi, serta refleksi.
Perencanaan (Planing)
Perencanaan (planing) pada siklus kedua ini dibuat berdasarkan refleksi
pelaksanaan pembelajaran pada siklus pertama, yaitu: a) Menyusun Rencana Pelaksanaan
Pembelajaran (RPP), Instrumen observasi dan evaluasi; b) Memberikan motivasi kepada
anggota kelompok belajar (siswa) agar lebih aktif terlibat di dalam proses pembelajaran; c)
Memberikan bimbingan secara lebih intensif terutama kepada siswa yang masih
mengalami kesulitan di dalam pembelajaran; d) Memberikan balikan baik terhadap proses
belajar maupun hasil yang dicapai baik kepada kelompok maupun perorangan; e) Lebih
memberikan penghargaan sebagai penguatan terhadap prestasi yang telah dicapai
ataupun meningkatkan motivasi untuk memperbaiki beberapa kekurangan atau kelemahan
yang masih terjadi.
Pelaksanaan (Action)
a) Suasana pembelajaran pada siklus kedua ini sudah semakin kondusif. Tugas
kelompok yang diberikan guru dengan menggunakan Lembar Diskusi Siswa (LDS) dapat
berjalan lebih baik dibandingkan pada siklus pertama. Siswa mulai berani menanyakan
kepada rekan sekelompok atau guru hal-hal yang belum mereka fahami dengan baik.
Siswa dalam satu kelompok mulai menunjukan dukungannya satu terhadap yang lain.
Suasana belajar makin terasa bersahabat (friendship); b) Siswa juga mulai termotivasi
mengungkapkan pendapatnya atau menanggapi pendapat teman dari kelompok lain pada
saat mempresentasikan hasil diskusi; c) Siswa merasa senang dengan penghargaan berupa
pujian atau aplause yang diberikan oleh sesama teman atau guru.

Observasi Hasil Belajar


Hasil belajar siswa pada siklus II dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4. Hasil Belajar Siswa Siklus II

No Keterangan Siklus II
1. Nilai <68 0%
2. Nilai ≥68 100%

Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa tidak ada siswa yang memperoleh nilai
<68. Sedangkan 3 siswa atau 100% siswa memperoleh nilai ≥68. Nilai rata-rata siswa
pada siklus II yaitu 80,8. Data tersebut menunjukkan bahwa 100% dari jumlah siswa
sudah memperoleh nilai ≥68, hal tersebut sudah memenuhi target yang diharapkan.

Aktivitas Siswa
Hasil observasi/ pengamatan terhadap situasi yang terjadi dalam kegiatan belajar
mengajar (KBM) pada siklus pertama belum mencapai hasil yang optimal, namun telah
mengalami perkembangan yang cukup signifian. Beberapa perkembangan situasi dan
prilaku siswa dalam kegiatan belajar mengajar pada siklus pertama dapat kita lihat pada
tabel berikut:
Tabel 5: Persentase setiap Aspek Aktivitas Siswa pada Siklus II
No Item (%) Kategori
Penilaian
1 Minat 76 Baik
2 Perhatian 73 Baik
3 Partisipasi 65 Baik
4 Presentasi 67 Baik

Berdasarkan tabel di atas, hasil pengamatan aktivitas siswa siklus II yang dilakukan
terlihat bahwa 76% dari jumlah siswa memiliki minat baik, 73% dari jumlah siswa
memiliki perhatian yang baik, 65% dari jumlah siswa melakukan partisipasi dengan baik,
67% dari jumlah siswa melakukan presentasi dengan baik. Rata-rata aktivitas siswa siklus
II adalah 70,25 dengan kategori cukup.
Pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Katolik menggunakan model
kooperatif tipe Jigsaw, hasil belajar sikus II sudah mencapai kriteria keberhasilan
tindakan. Siswa yang mencapai kriteria keberhasilan tindakan pada siklus II adalah 3
siswa atau 100%. Itu artinya 100% dari jumlah siswa memperoleh nilai ≥68. Dari hasil
yang telah terpenuhi maka dari itu penelitian ini dihentikan pada siklus II.
Refleksi (Reflecting)
Penerapan model pembelajaran kooperatif (cooperative learning) tipe jigsaw pada
siklus kedua menunjukan hasil yang lebih baik dibandikan dengan pelaksanaan
pembelajaran pada siklus pertama.
Upaya yang dilakukan oleh guru untuk memperbaiki beberapa kelemahan yang
masih terjadi dan meningkatkan hasil yang dicapai pada siklus kedua menunjukan
beberapa hasil sebagai berikut: a) Motivasi belajar siswa meningkat, hal ini tampak dari
meningkatnya keterlibatan siswa dalam kegiatan Proses belajar mengajar (PBM) yang
didukung oleh meningkatnya keterlibatan guru dalam merencanakan dan melaksanakan
kegiatan pembelajaran yang kooperatif. Guru secara intensif membimbing siswa
memahami hakekat, tujuan dan langkah-langkah konkret pembelajaran kooperatif
(Cooperative Learning) tipe Jigsaw; b) Peningkatan motivasi dan aktivitas siswa dalam
kegiatan pembelajaran ternyata juga mendorong siswa untuk meningkatkan hasil belajar
mereka. Hal ini dapat kita lihat dari peningkatan hasil belajar yang dicapai pada siklus
pertama, 59.4 meningkat menjadi 70.7 pada siklus kedua; c) Suasana pembelajaran
menjadi lebih menyenangkan karena siswa mengalami didukung oleh kelompoknya,
umpan balik dan penghargaan yang diberikan oleh guru membuat siswa lebih percaya diri.

Pembahasan
Hasil belajar siswa setelah dilakukan perbaikan tindakan pada siklus II mengalami
kenaikan secara signifikan dari pra tindakan, siklus I dan sikus II. Nilai rata-rata hasil
belajar siswa naik 6,8% dari kondisi awal 52,6 menjadi 59,4 pada siklus I, dan meningkat
lagi 59,4% menjadi 70,8 pada siklus II. Siswa yang memperoleh nilai ≥68 meningkat 50%
dari kondisi awal 0% menjadi 50% pada siklus I, dan meningkat lagi 50% menjadi 100%
pada siklus II. Dengan demikian siklus II sudah mencapai kriteria keberhasilan tindakan
yang ditentukan yaitu 75% dari jumlah siswa memperoleh nilai ≥68, sehingga penelitian
berhenti pada siklus II.
Peningkatan juga terjadi pada aktivitas siswa dalam penerapan model pembelajaran
kooperatif (cooperative learning) tipe jigsaw pada mata pelajaran Pendidikan Agama
Katolik. Minat siswa pada siklus I yaitu 65% meningkat 11% menjadi 76% pada siklus II.
Perhatian siswa pada siklus I yaitu 62% meningkat 11% menjadi 73% pada siklus II.
Partisipasi siswa pada siklus I yaitu 54% meningkat 11% menjadi 65% pada siklus II.
Presentasi siswa pada siklus I yaitu 59% meningkat 8% menjadi 67% pada siklus II. Rata-
rata aktivitas siswa siklus I adalah 70 meningkat 10,3% menjadi 80,8.
Hasil penelitian menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif (cooperative
learning) tipe jigsaw dapat meningkatkan motivasi belajar Pendidikan Agama Katolik yang
meliputi aktivitas siswa dan hasil belajar siswa kelas I SDN 030281 Sidikalang semster
Gasal Tahun Pelajaran 2019/ 2020.
BAB 5
KESIMPULAN, IMPLIKASI, KETERBATASAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan maka dapat
disimpulkan sebagai berikut: 1) Penerapan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa pada mata pelajaran Pendidikan Agama Katolik kelas
I di SDN 030281 Sidikalang; 2) Meningkatnya motivasi siswa dapat dilihat dari semakin
tingginya keterlibatan siswa dalam aktivitas pembelajaran dan terciptanya suasana
pembelajaran yang lebih kooperatif. Suasana pembelajaran yang kondusif berkat metode
pembelajaran yang kooperatif memungkinkan siswa untuk menentukan sendiri langkah-
langkah dalam mencari penyelesaian masalah- masalah yang timbul dalam pembelajaran,
mencerna informasi dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan sehingga prestasi siswa
dengan sendirinya juga meningkat; 3) Penerapan metode pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw dapat membuat pelajaran Agama Katolik yang terkesan menjemukan dapat menjadi
lebih menyenangkan.
5.2 Implikasi
Hasil yang diperoleh dari penelitian ini menunjukkan adanya pengaruh model
pembelajaran Jigsaw terhadap peningkatan motivasi belajar siswa di SDN 030281
Sidikalang. Hal ini memberikan penjelasan bahwa penggunaan model pembelajaran yang
sesuai dapat membrikan dampak positif bagi hasil belajar siswa dan membuat siswa
semakin semangat untuk mengikuti pembelajaran yang membuat mereka tidak mudah
bosan.
Dengan demikian konsekuensinya apabila seorang guru tidak menguasai mateiri
dan modek pembelajaran yang digunakan tersebut maka proses pemebelajaran tidak
berjalan dengan baik dan akan berakibat terhadap berkurangnya hasil belajar siswa dalam
pembelajaran. Oleh karena itu implikasi hasil penelitian ini bagi pendidikan adalah:
1. Bagi siswa, pengaruh model pembelajaran yang digunakan guru akan membawa dampak
positif yakni dapat meningkatkan motivasi belajar siswa dalam pembelajaran,
dikarenakan proses pembelajaran akan berjalan dengan baik sesuai dengan yang
diharapkan.
2. Bagi guru, menguasai model pembelajaran yang menarik yang dapat digunakan guru
sebagai acuan dalam meningkatkan motivasi belajar siswa.
5.3 Keterbatasan Penelitian
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang telah dilaksanakan dengan prosedur
ilmiah, namun hasil keterbatasan penelitin yaitu sebagi berikut :
1. Penilitian ini dilakukan dalam waktu yang relative singkat sehingga berdampak pada
hasil yang belum maksimal.
2. Variebel yang diteliti masih belum cukup untuk mengukur motivasi belajar siswa
sehingga untuk penelitian selanjutnya perlu diadakan lebih maksimal.

5.4 Saran
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang telah dikemukakan di atas, maka
terdapat beberapa saran sebagai berikut:
1. Guru kiranya dapat menerapkan metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw sebagai
salah satu metode pembelajaran dalam pelajaran Pendidikan Agama Katolik untuk
meningkatkan motivasi dan hasil belajar siswa;
2.  Jumlah siswa yang mengikuti pendidikan Agama Katolik khususnya di sekolah-
sekolah negeri pada umumnya sangat sedikit. Dalam kelompok belajar yang kecil seperti
ini penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat menjadi salah satu
alternatif menciptakan pembelajaran yang lebih menyenangkan agar siswa tidak merasa
cepat jemu karena merasaa kurang tertantang;
3. Karena metode pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw ternyata sangat bermanfaat
meningkatkan aktivitas siswa dalam kegiataan pembelajaran kami menyarankan untuk
dipergunkan secara berkesinambungan.
DAFTAR PUSTAKA

Ali, Mohammad, Dr., Prof. Pd, MA, 2007, Ilmu dan Aplikasi Pendidikan, Bandung, PT. Imperial
Bhakti Utama (PT. INTIMA).
Arikunto, Suharsimi, Prof, (et.al), 2010, Penelitian Tindakan Kelas, Jakarta, PT. Bumi Aksara.
Jacobs, Tom, Dr, SJ, 1992, Silabus Pendidikan Iman Katolik Melalui Pelajaran Agama Katolik
pada Tingkat Pendidikan Dasar 9 Tahun, Yogyakarta, Penerbit Kanisius.
Komisi Kateketik KWI, 2007, Menjadi Murid Yesus Pendidikan Agama Katolik untuk Sekolah
Dasar, Buku Guru, Yogyakarta, Penerbit Kanisius.
Lie Anita, 2002, Cooperative Learning, Mempraktekkan Cooperative Learning di Ruang-Ruang
Kelas, Jakarta, PT. Grasindo.
Sugiyono, Dr., Prof, 2010, Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D, Bandung, Penerbit
Alfabeta.
Suciati, Dr, et.al, 2005, Belajar dan Pembelajaran 2, Jakarta, Universitas Terbuka Depdiknas.
Sekretariat KWI, 1991, Kitab Hukum Kanonik,
Jakarta Penerbit Obor.
Telaumbanua, Marinus, Dr, OOFMCap, 1999, Ilmu Kateketik Hakekat, Metode, dan Peserta
Katekese Gerejawi, Jakarta, Penerbit Obor.

Anda mungkin juga menyukai