Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Semua wanita hamil beresiko komplikasi obstetri. Komplikasi yang mengancam
jiwa kebanyakan terjadi selama persalinan, dan ini semua tidak dapat diprediksi. Prenatal
screening tidak mengidentifikasi semua wanita yang akan mengembangkan komplikasi
(Rooks, Winikoff, dan Bruce 1990). Perempuan tidak diidentifikasi sebagai "berisiko
tinggi" dapat dan melakukan mengembangkan komplikasi obstetrik. Kebanyakan
komplikasi obstetrik terjadi pada wanita tanpa faktor risiko.Penyebab kematian yang
paling cepat pada neonatus adalah asfiksia dan perdarahan. Asfiksia perinatal merupakan
penyebab mortalitas dan morbiditas yang penting. Akibat jangka panjang, asfiksia
perinatal dapat diperbaiki secara bermakna jika gangguan ini diketahui sebelum kelahiran
(mis; pada keadaan gawat janin) sehingga dapat diusahakan memperbaiki sirkulasi/
oksigenasi janin intrauterine atau segera melahirkan janin untuk mempersingkat masa
hipoksemia janin yang terjadi
Pada saat ini angka kematian ibu dan angka kematian perinatal di Indonesia masih
sangat tinggi. Menusut survei demografi dan kesehatan indonesia (SDKI) tahun 2011
Angka Kematian Ibu (AKI) masih cukup tinggi, yaitu 228 per 100.000 kelahiran hidup,
dan Angka Kematian Balita di Indonesia tahun 2007 sebesar 44/10.000 Kelahiran Hidup.
Jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka angka kematian ibu di Indonesia
adalah 15 kali angka kematian ibu di Malaysia, 10 kali lebih tinggi dari pada thailan atau
5 kali lebih tinggi dari pada Filipina.Dari berbagai faktor yang berperan pada kematian
ibu dan bayi, kemampuan kinerja petugas kesehatan berdampak langsung pada
peningkatan kualitas pelayanan kesehatan maternal dan neonatal terutama kemampuan
dalam mengatasi masalah yang bersifat kegawatdaruratan. Semua penyulit kehamilan
atau komplikasi yang terjadi dapat dihindari apabila kehamilan dan persalinan
direncanakan, diasuh dan dikelola secara benar. Untuk dapat memberikan asuhan
kehamilan dan persalinan yang cepat tepat dan benar diperlukan tenaga kesehatan yang
terampil dan profesional dalam menanganan kondisi kegawatdaruratan

1
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan atonia uteri?
2. Apa yang dimaksud retensio plasenta
3. Apa yang dimaksud syok septic?
4. Apa yang dimaksud dengan infeksi nifas?
C. Tujuan
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui konsep kegawatdaruratan maternal
2. Tujuan khusus
a. Untuk mengetahui tentang atonia uteri
b. Untuk mengetahui tentang retensio plasenta
c. Untuk mengetahui tentang syok septic
d. Untuk mengetahui tentang infesi nifas

2
BAB II

PEMBAHASAAN

A. Atonia uteri
a. Definisi
Atonia uteri adalah suatu kegagalan serabut-serabutotot miometrum uterus
untuk berkonstraksi dan memendek (Harsono,T,2013). Atonia uteri merupakan
perdarahan pasca persalinan yang dapat terjadi karena terlepasnya sebagian plasenta
dari uterus dan sebagian lagi belum terlepas. Atonia uteri merupakan sebab terpenting
perdarahan pasca partum. Atonia uteri terjadi bila miometrium tidak berkontraksi,
uterus menjadi lunak dan pembuluh darah bekas perlekatan plasenta terbuka lebar.
b. Hal-hal yang berkaitan dengan atonia uteri
1) Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan
setelah melahirkan
a) Atonia uteri terjadi karena kegagalan mekanisme
b) Pendarahan postpartum secara fisilogis dikontrol oleh kontraksi serbut-serabut
miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah
implamentasi plasenta.
2) Atonia terjadi apabila seabut-rabut miometrium tidak berkontraksi
a) Setelah plasenta lahir uterus menjadi lunak dan pembuluh darah daerah bekas
perlekatan plasenta terbuka lebar.
b) Atonia uteri merupakan penyebab tersering perdarahan postpartum
c) Sekurang-kurangnya 2/3 dari semua perdatahan postpartum disebabkan atonia
uteri.
c. Etiologi
Penyebab atonia uteri antara lain :
1) Overdistensi uteru,baik absolute maupun relative, overdistensi dapat disebabkan
karena :
a) Kehamilan ganda
b) Janin makrosomia
c) Polihidramnion
d) Abnormalitas janin (misalnya hidrosefalus)
3
e) Kelainan struktur uterus
f) Kegagalan untuk melahirkan plasenta
g) Distensi akibat akumulasi darah darah di uteri
2) Plasenta letak rendah
3) Toksin bakteri (seperti korioamnionitis, endomiometritis, septicemia)
4) Hipoksia akibat hipoperfusi atau terus uterus ‘couvelaire’ pada ablasio plasenta
5) Hipotermia akibat resusitasi massif
6) Lemahnya kontraksi miometrium merupakan akibat dari kelelahan karena
persalinan lama atau persalalinan dengan tenaga besar, terutama bila mendapat
stimulasi.
7) Dapat juga terjadi akibat dari inhibisi kontraksi yang disebabkn obat-obatan,
seperti : Agen anestesi terhalogensi,nitrat, obat-obatan anti inflamasi nonsteroid,
magnesium sulfat,beta-simpatometik dan nifedipin.
d. Diagnosis
- Diagnosis ditegakkan bila setelah bayi lahir dan plasenta lahir ternyata masih
terjadi pendarahaan aktif dan banyak, bergumpal, dan pada saat dipalpasi
didapatkan fundus uteri masih setinggi pusat atau lebih dengan kontraksi yang
lembek.
- Perlu diperhatikan bahwa pada saat atonia uteri di diagnosis,maka pada saat itu
juga masih ada darah sebanyak 500-1000cc yang sudah keluar dari pembuluh
darah, tetapi masih terperangkap dalam uterus dan harus diperhitungkan dalam
kalkulasi pemberian darah pengganti.
e. Penanganan ibu dengan atonia uteri
1) Terapi terbaik adalah pencegahan
a) Anemia pada kehamilan harus diobati karena perdarahan yang normal pun
dapat membahayakan seorang ibu yang telah mengalami anemia.
b) Bila sebelumnya pernah mengalami perdarahan postpartum,persalinan
berkutnya harus di RS
c) Pada persalinan yang lama diupayakan agar jangan sampai terlalu lelah
d) Rahim jangan dipijat dan didorong kebawah sebelum plasenta lepas dari
dinding rahim

4
2) Pada perdarahan yang timbul setelah janin lahir, dilakukan upaya penghentian
perdarahan secepat mungkin dan mengatasi akibat peerdarahan
a) Pada perdarahan yang disebabkan atonia uteri dilakukan masase rahim dan
suntikan ergomettrin kedalam pembuluh balik.
b) Bila tidak member hasil yang diharapkan dalam waktu singkat dilakukan
kompresi bimanual dalam waktu singkat, dilakukan kompresi bimanual pada
rahim.
c) Bila perlu dilakukan temponade utero vaginal yaitu dimasukan tampon kasa
kedalam leher rahim sampai rongga rahim terisi penuh.
d) Pada pendarahan postpartum ada kemungkinan dilakukan pengikatan
pembuluh nadi yang mensuplai drah kerahim atau pengangkatan rahim
f. Penatalaksanaan atonia uteri post partum yang diuraikan pada buku acuan
persalinan norma (1999)
1) Lakukan masase fundus uteri segera setelah plasenta dilahirkan
Rasionalisasi :
- Masase merangsang kontraksi uterus
- Sambil melakukan masase, sekaligus dapat dilakukan penilaian kontraksi
uterus
2) Bersihkan ostium serviks dari selaput ketuban dan gumpalan darah
Rasionalisasi :
- Selaput ketuban atau gumpalan darah dalam ostium kan menghalangi
kontraksi uterus secara baik.
- Oleh karena itu, perlu di dilakukn pembersihan dengan seksama
3) Mulai lakukan kompresi bimanual internal
Rasionalisasi :
a) Hal-hal yang perlu diperhatikan
- Jika uterus berkontraksi, keluarkan tangan setelah 1-3 menit
- Jika uterus tetap tidak berkontraksi, teruskan kompresi bimanual internal
hingga 5 menit
b) Rasionalisasi
- Sebagian besar atonia uteri akan teratasi dengan tindakan ini

5
- Jika kompresi bimanual tidak berhasil setelah 5 menit, perlu dilakukan
tindakan lain
c) Langkah-langkah kompresi bimanual
- Letakan satu tangan penolong pada dnding perut, dan uahakan untuk
menahan bagian belakang uterus sejauh mungkin.
- Letakan tangan yang lain pada korpus depan dari dalam vagina,
kemudiantekan kedua tangan penolong untuk mengkompresi pembuluh
darah di dinding uterus.
- Amati jumla darah yang keluar
- Jika perdarahan berkurang, teruskan kompresi, pertahankan hingga uterus
dapat berkontaksi atau hingga ibu sampai tempat rujukan.
- Jika tidak berhasil, cobalah untuk mengajarkan pada keluarga untuk
melaukan kompresi bimanual eksternal sambil penolong melakukan tahap
berikutnya untuk penatalaksanaan atonio uteri.
4) Intruksikan keluarga untuk mulai melakukan kompresi bimanual eksternal
Rasionalisasi :
- Keluarga dapat meneruskan kompresi secara eksternal
- Sementara penolong persalinan melakukan langkah-langkah berikutnya
Langkah-lagkah kompresi bimanual eksternal, antara lain:
- Letakan satu tangan penolong pada dinding perut dan usahakan sedapat
mungkin meraba bagian belakang uterus
- Letakkan tangan yang lain dalam keadaan terkepal pada bagian korpus uteri
- Selanjutnya rapattkan kedua tangan untuk menekan pembuluh darah di
dinding uterus dengn jalan menjepit uterus diantara kedua tangan tersebut.
5) Berikan metil egometrin 0,2mg IM
Rasionalisasi :
- Metil ergometrin yang diberikan secarai IM akan mulai bekerja 5-7menit.
- Dengan bekerjanya metil ergometrin ini, diharapkan dapat merangsang
uterus berkontraksi.
6) Berikan infuse cairan larutn RL dan Oksitosin 20unit/500 cc
Rasionlisasi :

6
Berkaitan dengan pemberiaan oksitosin
- Penolong persalinan telah memberikan oksitosin pada waktu
penatalaksanaan aktif kala III dan metergin IM.
- Oksitosin intravena akan segera bekerja untuk merangsang uterus
berkontraki
Berkaitan dengan pemberian infuse cairan larutan RL :
- RL akan membantu ibu memulihkan volume cairan yang hilang
- Jika uterus ibu belum berkontaksi selama 6 langkah pertama
- Sangat mungkin bahwa ibu mengalami perdarhaan postpartum dan
memerlukan penggantian darah yang hilang secara cepat.
7) Mulai lagi kompresi bimanual internal
Rasionlisasi :
- Jika atonia tidak teratasi setelah 6 langkah pertama, perlu dipikirkan
mungkin ibu mengalami masalah lainnya.
- Upaya yang perlu dilakukan oleh penolng persalinn adalah mengurangi
darah yang keluar, yaitu dengan merujuk ibu segera ke RS dengan fasilitas
yang lebih lengkap.
8) Buat persiapan untuk merujuk segera
Rasionalisasi :
- Atonia bukan merupakan masalah yang ringan
- Atonia uteri memerlukan perawatan kegawatdaruratan di fasilitas pelayanan
kesehatan yang dapat melakukan pembedahan dan pemberian darah.
9) Teruskan cairan intravena hingga ibu mencapai tempat rujukan
Rasionalisasi :
- Berikan infuse 500cc cairan pertama dalam waktu 10 menit.
- Selanjutnya, ibu perlu diberikan cairan tambahan sekurang-kurangnya
500cc/4 jam pada jam-jam berikutnya.
- Apabila penolong tidak memilii persediaan cairan intravena yang mencukupi,
maka cairan ketiga 500cc dapat diberikan secara perlahan hingga mencukupi
sampai ditempat rujukan.
- Berikan ibu minum untuk memberikan tambahan rehidrasi.

7
B. Retensio plasenta
a. Definisi
Retensio plasenta merupakan suatu keadaan tertahannya atau belum lahirnya
plasenta hingga atau lebih dari 30 menit setelah bayi lahir (Harsono,T,2013). Retensio
plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lahir selama setengah jam janin lahir.
b. Etiologi
Penyebab retensio plasenta :
- Plasenta belum terlepas dari dinding rahim karena melekat dan tumbuh lebih
dalam. Menurut tingkat perlekatannya :
1. Bila plasenta belum lepas sama sekali, tidak akan terjadi perdarahan tetapi bila
sebagian plasenta sudah lepas maka akan terjadi perdarahan. Ini merupakan
indikasi untuk segera mengeluarkan.
2. Plasenta mungkin pula tidak keluar karena kandung kemih atau rectum
penuh. Oleh karena itu kaduanya harus di kosongkan.
3. Melalui periksa dalam / tarikan pada tali pusat dapat diketahui apakah
plasenta sudah lepas atau belum dan bila lebih dari 30 menit maka dapat
dilakukan plasenta manual.
4. Plasenta sudah lepas dari dinding rahim, namun belum keluar karena atonia
uteri atau adanya kontraksi pada bagian bahwa rahim (akibat kesalahan
penanganan kal 3)yang akan menghalangi plasenta keluar (plasenta
inkarserata).
c. Patofisiologi
Proses kala III didahului dengan tahap pelepasan /separasi plasenta yang ditandai
dengan perdarahan vagina (cara pelepasan Duncan) atau plasenta sudah lepas
sebagian tetapi tidak keluar pervaginam (cara pelepasan Shultsze), sampai akhirnya
tahap ekspulsi,plasenta lahir.
Pada ratensio plasenta, sepanjang plasenta belum terlepas, maka tidak akan
menimbulkan perdarahan. Sebagian plasenta yang sudah lepas menunjukan
perdarahan yang cukup banyak (perdarahan kala III)dan harus di antisipasi dengan
segera dengan melakukan plasenta manual, meskipun kala uri belum lewat setengah
jam (prawirohardjo,2008).

8
d. Jenis retensio plasenta
1. Plasenta adesiva
- Plasenta yang melekat pada desidua endometrium lebih dalam.
- Dalam hal ini,plasent adhesive adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion
plasenta.
- Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding rahim karena
kontraksi rahim kurang kuat untuk meleaskan plasenta.
- Efek dari adanya plasenta ini adalah menyebabkan kegagalan mekanisme
separasi fisiologis.
2. Plasenta inkreta
- Plasenta inkretaadalah implantasi jonjotkorion plasenta hingga
mencapai/melewati lapisan miometrium.
- Vilikhorialis tumbuh lebih dalam dan menembus desidua endometrium
sampai ke miometrium.
3. Plasenta akreta
- Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang bis mencapai
sebagian lapisan miometrium.
- Vilikhorialis tumbuh menembus miometrium sampai ke serosa.
- Plasenta yang belum lahir dan masih melekat di dinding karena
visikhorialisnya menembus desidua sampai mionetrium.
4. Plasenta perkreta
- Plasenta perkreta adalah implantsi jonjot korion plasenta yang menembus
lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus.
- Vilikhorialis tumbuh menembus serosa atau perineum dinding rahim.
5. Plasenta inkarserata
- Plasenta inkarserata adalah tertahannya plasenta dalam kavum uteri.
- Hal ini disebabkan oleh kontraksi ostium uteri.

9
e. Gambaran dan dugaan penyebab retensio plasenta
Gejala Plasenta akreta Plasenta Plasentaa akreta
parsial/separasi inkarserata
Konsistensi uterus Kenyal Keras Cukup
Tinggi fundus Sepusat 2 jari dibawah Sepusat
pusat
Bentuk uterus Discoid Agak gloubuler Discoid
Perdarahan Sedang-banyak Sedang Sedikit/tidak ada
Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur
Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka
Saparasi plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekatnya
seluruhnya
Syok Sering Jarang Jarang sekali

f. Insidensi retensio plasenta


a. Retensio plasenta terjadi pada 3% kelahiran pervagina (AAFP,2000/2001)
b. 15% kejadian retensio plasenta terjadi pada ibu yang pernah mengalami retensio
plsenta sebelumnya (AAFP,2000/2001)
g. Penanganan retensio plasenta
1. Pencegahan retensio plasenta adalah yang terbaik :
- Atasi anemia pada kehamilan
- Riwayat perdarahan (lahir di RS)
- Pemeriksaan factor pembekuan darah pada IUFD, sulusio plasenta
- Pada kala 3 uterus jangan di pijat atau di dorong sebelum plasenta lepas
- Persalinan lama: berikan penenang, cegah jangan sampai ibu lelah
- Penggunan uterotonika terutama pada ibu dengan resiko perdarahan
2. Penanganan umum retensio plasenta :
- Ketahui dengan pasti kondisi ibu sejak awal
- Pimpin persalinan mengacu pada persalinan bersih dan aman
- Observasi 2jam pertama (dikamar bersalin0,4jam kemudian dilakukan rawat
gabungan.

10
- Selalu siap keperluan tindakan emergency
- Lakukan penilaian klinik untuk menemukan masalah/komplikasi
3. Peran tenaga kesehatan dalam penanganan retensio plasenta antara lain :
a) Usaha melahirkan plasenta
Usaha melahirkan plasenta dengan kehilangan darah pada ibu norml atau
minimal dengan dapat juga mencoba hal-hal berikut ini :
i. Menyusui bayi (tujuan dapat merangsang oksitosin alami, yang bias
membantu uterus berkontraksi0.
ii. Penarikan tali pusat terkontrol/terkendali:
- Usaha penarikan tali pusat terkontrol ini bisa dilakukan apabila
oksitsin telah diberikan.
- Usaha untuk melahirkan plasenta dapat dilakukan dengan penarikan
pada tali pusat dan mendukung/melindungi uterus.
- Perhatian :
Bila terjadi pendarahan aktif,tindakan penarikan tali pusat ini harus
segera dihentikan. Harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
berkomptensi/terlatih.
iii. Memperhatikan posisi ibu/posisi maternal
- Dengan membantu ibu untuk tetap tegak
- Seperti jongkok/berlotot/duduk diatas toilet / pispot.
iv. Memberikan semangat pada ibu untuk usaha mengejan
- Semangati pada ibu dengan memberikan penjelasan antara lain: ibu
bisa mengalami kontraksinya seperti nyeri pada saat kontraksi.
- Doronglah ibu untuk mengejan apabila merasakan nyeri tersebut.
v. Melakukan palpasi kandung kemih
- Sebagian besar ibu tidak mampu berkemih tanpa bantuan pada kala
ini.
- Oleh karena itu perlu dibicarakan pada ibu kemunginn untuk
memasang kateter sementara untuk mengosongkan kandung
kemih.

11
- Namun tetap,usaha ibu duduk diatas pispot sebagai piihan pertama
untuk membantu dapat berkemih.
- Kandung kemih yang penuh dapat menggeser letal uterus
vi. Melakukan injeksi umbilikalis
- Peneitian Cochrane menyatakan bahwa injeksi larutan oksitosin ke
vena umblikalis mengurangi perlunya pengangkatan manual
(carroli Bergel,2002 dalam buku asuhan kebidanan perslinan dan
kelahra,2006).
- Perhatian harus dberikan dengan menyakinkan bayi yang telah
terpisah dari tali pusat ibu sebelum melakukan injeksi umbilikalis
(AAFP,2000/2001).
Apabila plasenta belum lahir maka segera menghubungi dokter obsetrik
ginekologik,dengan:
- Melakukan pemeriksaan vagina
- Mengusahakan pengangkatan plasenta dengan tekanan fundus
dan/penarikan tali pusat terkendali.
- Melanjutkan pengangkatan manual, diikuti dengan infuse oksitosinn
IVdan antibiotika profilaksis
- Selanjutnya keadaan resiko tinggi ini harus ditangani oleh dokter
obsetrik ginekologik, dokter anestesi,dan tim kamar operasi.
b) Meskipun usaha melahirkan plasenta sudah dilakukan, namun apabila plasenta
mengalami retensi, maka perlu merujuk ke dokter obsetrik ginekologi.
c) Penanganan retensio plasenta ini oleh tim obsetrik apabila tidak ada
kegawatan:
- Dapat berupa penanganan digital dengan anesthesia dikamar operasi.
- Biasanya dilakukan dengan anestesi regional namun ada juga yang dapat
anestesi umum.
d) Apabila dalam keadaan kegawat daruratan dan tidak ada bantuan medis
pengangkatan manual dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
terlatih(UKKC,1998).

12
C. Seftik shock
a. Definisi
Syok seftik dikenal juga dengan istilah ‘syok bakteri’ atau juga ‘syok endotoksin’.
Syok seftik adalah suatu masalah klinis yang kompleks yang sering terjadi pada
pasien dengan kondisi yang kritis,yang dikibatkan oleh serangkian peristiwa
hemodinamik dan metabolic yang di cetus oleh serangan mikroba(Hudak &
Gallo,1996). Syok seftik meupakan suatu gangguan menyeluruh pembuluh darah
disebabkan oleh lepasnya toksin, dengan penyebab utam adalah infeksi bakteri gram
negatif (sering dijumpai pada abortus septic, korioamnionitis dan infeksi pasca
persalinan).
b. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada seftik shock
1. Reaksi terhadap pembanjiran dengan toksin pada manusia bervariasi, yaitu
berkisar dari hipotensi yang berubah-ubah sampai syok berat dan meninggal.
2. Gejala akut dapat timbul mendadak dari keadaan relatif sehat.
3. Jangan hilangkan waktu,tindakan yang segera dilakukan penting untuk kehidupan
pasien.
c. Klasifikasi seftik shock
Syok seftik dibagi menjadi :
1. Syok seftik irreversibel
2. Syok seftik reversibel, dibagi dalam :
- Syok seftik reversibel stadium hipotensi hangat (warm,hypotensive phase).
- Syok seftik stadium hipotensi dingin(cold hypotensive phase).
d. Etiologi
Syok seftik disebabkan oleh segala serangan mikroorganisme, terutama oleh
bakteri gram negative (seperti Eschericia coli, Kleibsiella, Pseudomonas,
Aeorabakter). Jarang terjadi Karena gram positif sebab bakteri gram positif
mengandung endotoksin yang merupakan satu kompleks lipopolisakarida pada
dinding selnya. Endoktoksin apabila dilepas dan masuk ke aliran darah menghasilkan
beragam perubahan biokima yang merugikan serta menunjang timbulnya syok septic.
Endotoksin juga dapat merusak sel trombosit.

13
Kerusakan pada sel-sel trombosit dan pada endotil pembuluh dan keadaan anoksia
umum menciptakan keadaan yang memudahkan terjadinya pembekuan darah
intravaskuler yang disebut DIC (Disseminated Intravascular Coagulation). Dengan
terjadinya DIC, terbentuklah gumpalan-gumpalan darah dan trombin-trombin fibrin
dalam pembuluh darah,sehingga menyumbat dan mengganggu aliran darah
didalamnya. Dengan demikian volume darah yang mengalir ke jantung semakin
berkurang(Sarwoo,1992).
e. Patofisilogi
1. Tahap awal
Curah jantung meningkat, denyut jantung meningkat dan tekanan arteri menurun.
2. Tahap selanjutnya
Curah jantung menurun (karena darh balik berkurang).
3. Kemudian terjadi hipertensi paru-paru karena tekanan pembuluh darah
meningkat. Timbul gejala paru-paru progresif, PO2 arteri turun, hiperventilasi,
dispnoe, batuk,asidosis, kemudian terjadi syok.
f. Tanda dan gejala
Berikut beberapa tanda dan gejala dari syok septic:
1. Demam tinggi >38,9 C bisa disertai dengan mengigil.
- Sering didahului oleh menggigil, yang diiuti oleh penurunan suhu dalam
beberapa jam.
- Jarang hipotermi
2. Takhikardia (bila tidak teratasi bisa berlanjut ke syok reversibel)
3. Hipotensi <90mmHg (bila tidak teratasi bisa berlanjut ke syok tidak reversibel)
4. Pthekia, Leukositosis, Leukopenia, Trombositipinea
5. Hiperventilasi, Hipokapnia
6. Nyeri tekan abdomen, perirektal(obstruksi portal dan ekstrimitas yang tidak
tegas).
7. Gagal ginjal akut (berlanjut ke anuria)
8. Gangguan pikiran sementara/disorientasi (sering tidak diperhatikan).

14
g. Penanganan
1. Pengantar
- Pasien dengan syok seftik memerlukan pemantauan cepat dan agresif serta
penatalaksanaan dalam unit perawatan kritis.
- Karena syok seftik adalah proses komplek, melibatkan seluruh system organ
dan memerlukan pendekatan dari berbagai disiplin.
2. Bidan/perawat perlu mengetahui penanganan awal terhadap syok seftik ini antara
lain :
- Mintalah bantuan dengan memobilisasi tenaga dan fasilitas tindakan gawat
darurat.
- Lakukan pemeriksaan secara cepat keadaan umum ibu dan pastikan jalan
nafas bebas.
- Pantau tanda-tanda vital:pemantauan tekanan darah dan nadi yang kontinu
(bila mungkin dengan mesin monitor).
- Baringkan ibu terlentang dengan kaki ditinggikan (untuk menambah jumlah
daarah yang kembali kejantung).
- Pasang kateter urine untuk memantau pengeluaran urine setiap jam
- Dengan kolaborasi dilakukan :
Pemberian oksigen, pemberian cairan intavena(perhatikan tetesan infuse yang
kontinu, terapi cairan yang giat), pemerian antibiotika, pemeriksaan kultur
kuman, pemeriksaan gangguan koagulasi (hitung trombosit, tes bekuan, dan
lain-lain).
h. Transportasi ke fasilitas kesehatan yang lebih lengkap
- Setiap penderita yang syok seftik, harus segera dirujuk kerumah sakit terdekat.
- Sebelum melakukan transportasi pasien:berikan oksigen,mulai infuse dan mulai
heparinisasi.
D. Infeksi nifas (post partum)
a. Definisi
Infeksi puerperalis adalah infeksi pada traktus genetalia setelah persalinan biasanya
dari endomtrium bekas insersi plasenta.

15
b. Etiologi
Pada umumnya disebabkan oleh bakteri aerob dan anaerob yaitu :
- Streptococcus haemolyticus aerobicus
- Staphylococcus aureus
- Escherichia coli
- Clostridium wellchii
- Bacteroides
- Peptococcus
- Enterococcus
- Peptostretococcus
- Klabsiella pneumonia
c. Patofisiologi
Patofisilogi infeksi post partum antara lain bisa dijelaskan sebagai berikut:
1. Setelah kala III daerah bekas insersio plasenta merupakan sebuah luka dengan
permukaan yang tidak rata,daerah ini merupakan tempat yang baik untuk
berkembangnya bakteri.
2. Begitu juga serviks, vulv,vagina, dan perineum yang sering mengalami perlukaan
pada persalinan.
3. Semua ini merupakan tempat masuk/berkembangnya bakteri pathogen.
d. Gejala klinis
Infeksi dibagi menjadi 2 jenis:
1. Infeksi terbatas
Infeksi terbatas adalah pada perineum, vulva,vagina,serviks,dan
endometrium.
Macam-macam infeksi post partum:
a) Vulvitis
Pada infeksi bekas sayatan episiotomy atau luka perineum jaringan
sekitarnya membengkak. Tepi luka menjadi merah dan bengkak, jahitan
mudah lepas, serta luka yang terbuka menjadi ulkus dan mengeluarkan pus.

16
b) Vaginitis
Infeksi vagina dapat terjadi secara langsung pada luka vagina atau
perineum. Permukaan mukosa membengkak dan kemerahan, terjadi ulkus,
serta getah yang mengandung nanah yang keluar dari daerah ulkus.
c) Servisitis
Infeksi yang terjadi pada serviks( leher rahim),tetapi biasanya tidak
menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan luas dapat
langsung kedasar ligamentum latum sehingga menyebabkan infeksi menjalar
ke parametrium.
Gejala klinis yang dirasakan pada servitis adalah sebagai berikut:
- Nyeri dan rasa panas pada daerah infeksi
- Kadang perih pada saat BAK
- Demam dengan suhu badan 39-40 C
2. Infeksi yang menyebar
Penyebaran infeksi inidapat terjadi melalui pembuluh darah, limfe,dan
permukaan endometrium. Macam-macam infeksi yang termasuk dalam infeksi
yang menyebar :
a) Tromboflebitis
Penjalaran infeksi melalui vena sering terjadi dan merupakan penyebab
terpenting dari kematian karena infeksi puerperalis. Radang vena golongan I
disebut tromboflebitis pelvis, dan infeksi vena-vena golongan II disebut
boflebitis femoralis. Tromboflebitis pelvis yang sering merdang adalah vena
ovarika, karena mengalirkan darah dan luka bekas plasenta di daerah fundus
uteri.
Perjalanan tromboflebitis pada vena ovarika kiri adalah ke vena renalis
kanan dan dari vena ovarika kanan ke vena kava inferior. Sedangkang
tromboflebitis femoralis dapat menjadi tromboflebitis vena safena magna atau
peradangan vena femoralis sendiri, penjalaran tromboflebitis vena uterin dan
akibat parametritis. Tromboflebitis femoralis vena fomorlis mungkin terjadi
karena aliran darah lambat diaderah lipatan paha karena vena tersebut tertekan

17
oleh ligamentum ingunale, juga karena dalam masa nifas kadar fibronegen
meningkat.
b) Peritonitis
Infeksi puerperalis melalui saluran getah bening yang dapat menjalar ke
peritoneum hingga terjadi peritonitis atau ke parametrium menyebabkan
parametritis.
c) Parametritis
Disebut juga cellulitis pelvic, parametritis terbagi dengan 3cara:
- Melalui robekan serviks yang dalam
- Penjalaran endometritis atau luka serviks yang terinfeksi melalui saluran
getah bening
- Sebagai lanjutan dari tromboflebitis pelvis.
Jika terjadi infeksi parametrium, timbulah pembengkakan yang mula-mula
lunak tetapi kemudian menjadi keras kembali dengan gejala klinis sebagai
berikut :
- Uterus agak membesar dan lembek
- Nyeri pada perabaan
- Suhu tubuh 39-40 C
- Nadi cepat dan mengigil
- Lokia banyak dan berbau
e. Penatalaksanaan
Disamping pemberian antibiotic dalam pengobatan infeksi puerperals masih
diperlukaan beberapa tindakan khusus untuk mempercepat penyembuhan infeksi
tersebut antara lain:
1. Penatalaksanaan luka perineum,Vulva, dan Vagina
Luka menjadi terasa nyeri, merah, dan bengkak. Jika terjadi infeksi luar
maka biasanya jahitan diangkat supaya ada drinase getah-getah luka atau lakukan
kompres.
2. Penatalaksanaan endometritis
- Pasien sebisa mungkin di isolasi tapi bayi boleh tetap menyusu pada ibunya.

18
- Untuk kelancaran pengaliran lokia, pasien boleh diletakan dalam posisi fowler
dan diberi uterotonica serta dianjurkan bnyak minum.
3. Penatalaksanaan tromboflebitis pelvis dan femoralis
- Tujuan terapi ini adalah untuk mencegah emboli dan mengurangi akibat-
akibat tromboflebitis (edema kaki yang lama, perasaan nyeri ditungkai).
- Pengobatan antikoagulan (heparin dan dicumarol) bermaksud untuk
mengurangi terjadinya thrombus dan mengurangi bahaya emboli.
4. Penatalaksanaan peritonitis
- Antibiotic diberikan dengan dosis tinggi
- Untuk menghilangkan gembung perut diberikan obat miler tube.
- Cairan di beri perinfus, transfuse darah, dan oksigen
- Pasien diberi sedative untuk menghilngkan rasa nyeri
- Makan dan minum diberikan setelah ada flatus
5. Pelaksanaan parametritis
Pasien diberi antibiotic dan jika terjadi fluktasi perlu dilakukan incise
diatas lipat paha atau ada vacum dauglasi.

19
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

20
DAFTAR PUSTAKA

Maryunani Anik, Sari Eka Puspita:”Asuhan Kegawatdaruratan Maternal &


Neonatal”:Jakarta. TIM,2013.CV.TRANS INFO MEDIA.

Maryunani Anik: “Asuhan Kegawatdaruratan dalam Kebidanan edisi

kedua”;Jakarta:TIM,2006. CV.TRANS INFO MEDIA

21

Anda mungkin juga menyukai