Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Medis

2.1.1. Pengertian Gagal Ginjal Kronik

Gagal ginjal adalah ginjal kehilangan kemampuan untuk mempertahankan

volume dan komposisi cairan tubuh dlam keadaan asupan makanan normal. Gagal

ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yaitu kronik dan akut (Nurarif &

Kusuma, 2013).

Gagal Ginjal Kronik merupakan suatu kondisi dimana organ ginjal sudah

tidak mampu mengangkut sampah sisa metabolik tubuh berupa bahan yang

biasanya dieliminasi melalui urin dan menumpuk dalam cairan tubuh akibat

gangguan ekskresi renal dan menyebabkan gangguan fungsi endokrin dan

metabolik, cairan, elektrolit, serta asam basa (Abdul, 2015)

Sedangkan menurut Black (2014) Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah

gangguan fungsi ginjal yang progresif dan tidak dapat pulih kembali, dimana

tubuh tidak mampu memelihara metabolisme dan gagal memelihara

keseimbangan cairan dan elektrolit yang berakibat pada peningkatan ureum. Pada

pasien gagal ginjal kronis mempunyai karakteristik bersifat menetap, tidak bisa

disembuhkan dan memerlukan pengobatan berupa, trensplantasi ginjal, dialysis

peritoneal, hemodialysis dan rawat jalan dalam waktu yang lama (Desfrimadona,

2016)

6
7

2.1.2. Patofisiologi

Bagan 2.1
Pathway Gagal Ginjal Kronik
(Sumber: Brunner&Sudart, 2013, NANDA NIC NOC, 2015 )
8

Gagal ginjal kronik disebabkan oleh berbagai kondisi, seperti gangguan

metabolic (DM), infeksi (Pielonefritis), Obstruksi Traktus Urinarius, Gangguan

Imunologis, Hipertensi, Gangguan tubulus primer (nefrotoksin) dan Gangguan

kongenital yang menyebabkan GFR menurun. (Nian, 2017)

Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagai nefron (termasuk glomerulus

dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).

Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang

meningkat disertai reabsorbsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR/daya

saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari

nefron-nefron rusak. Beban bahanyang harus dilarut menjadi lebih besar daripada

yang bisa di reabsorbsi berakibat dieresis osmotic disertai poliuri dan haus.

Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguria

timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada

pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala pada pasien menjadi lebih

jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila kira-kira fungsi ginjal

telah hilang 80%-90%. Pada tingkat ini fungsi renal yang demikian lebih rendah

itu. (Barbara C Long, 1996).

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolism protein (yang normalnya

diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan

mempengaruhi setiap system tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah

maka gejala akan semakin berat (Smeltzer dan Bare, 2011)


9

2.1.3. Etiologi

Penyebab gagal ginjal kronik menurut Andra & Yessie, (2013):

1. Gangguan pembuluh darah : berbagai jenis lesi vaskuler dapat menyebabkan

iskemik ginjal dan kematian jaringan ginajl. Lesi yang paling sering adalah

Aterosklerosis pada arteri renalis yang besar, dengan konstriksi skleratik

progresif pada pembuluh darah. Hyperplasia fibromaskular pada satu atau

lebih artieri besar yang juga menimbulkan sumbatan pembuluh darah.

Nefrosklerosis yaitu suatu kondisi yang disebabkan oleh hipertensi lama yang

tidak di obati, dikarakteristikkan oleh penebalan, hilangnya elastistisitas

system, perubahan darah ginjal mengakibatkan penurunan aliran darah dan

akhirnya gagal ginjal.

2. Gangguan imunologis : seperti glomerulonephritis

3. Infeksi : dapat dijelaskan oleh beberapa jenis bakteri terutama E.Coli yang

berasal dari kontaminasi tinja pada traktus urinarius bakteri. Bakteri ini

mencapai ginjal melalui aliran darah atau yang lebih sering secara ascenden

dari traktus urinarius bagiab bawah lewat ureter ke ginjal sehingga dapat

menimbulkan kerusakan irreversible ginjal yang disebut pielonefritis.

4. Gangguan metabolik : seperti DM yang menyebabkan mobilisasi lemak

meningkat sehingga terjadi penebalan membrane kapiler dan di ginjal dan

berlanjut dengan disfungsi endotel sehingga terjadi nefropati amiloidosis

yang disebabkan oleh endapan zat-zat proteinemia abnormal pada dinding

pembuluh darah secara serius merusak membrane glomerulus.


10

5. Gangguan tubulus primer : terjadinya nefrotoksis akibat analgesik atau logam

berat.

6. Obstruksi traktus urinarius : oleh batu ginjal, hipertrofi prostat, dan

kontstriksi uretra.

7. Kelainan kongenital dan herediter : penyakit polikistik sama dengan kondisi

keturunan yang dikarakteristik oleh terjadinya kista atau kantong berisi cairan

didalam ginjal dan organ lain, serta tidak adanya jaringan ginjal yang bersifat

konginetal (hypoplasia renalis) serta adanya asidosis.

2.1.4. Tanda dan Gejala

Menurut perjalanan klinisnya: (Nurarif & Kusuma, 2015)

(1) Menurunnya cadangan ginjal pasien asimtomatik, namun GFR dapat menurun

hingga 25% dari normal. GFR/LFG dapat dihitung dengan formula

Cocksroft-Gault:

(140−𝑢𝑚𝑢𝑟)𝑥(𝐵𝐵/𝑘𝑔)
Untuk pria : GFR = 72𝑥𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 (𝑚𝑔%)

𝐵𝐵
(140−𝑢𝑚𝑢𝑟)𝑥( )𝑥0.85
𝑘𝑔
Untuk Perempuan: GFR =
72𝑥𝑘𝑟𝑒𝑎𝑡𝑖𝑛𝑖𝑛 𝑠𝑒𝑟𝑢𝑚 (𝑚𝑔%)

(2) Insufisiensi ginjal, selama keadaan ini pasien mengalami polyuria dan

nokturia, GFR 10% hingga 25% dari normal, kadar kreatinin serum dan BUN

sedikit meningkat diatas normal.

(3) Penyakit ginjal stadium akhir (ESRD) atau sindrom uremik (lemah, letargi,

anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan, neuropati perifer,

pruritus, uremic frost, pericarditis, kejang-kejang sampai koma), yang

ditandai dengan GFR kurang dari 5-10 ml/menit, kadar serum kreatinin dan
11

BUN meningkat tajam, dan terjadi perubahan biokimia dan gejala yang

komplek.

2.1.5. Komplikasi

1) Hiperkalemia

Komplikasi pertama yang mungkin terjadi ketika didiagnosa terkena gagal ginjal

kronik adalah kelebihan kadar kalium dalam darah atau hiperkalemia. Pasien akan

mengaami gangguan filtrasi(penyaringan awal) pada ginjal. Hal ini

mengakibatkan tubulus di ginjal tidak dapat lagi menukar ion K+/H+ dengan Na+,

sehingga menyebabkan berlebihnya kadar kalium didalam tubuh.

2) Edema Paru

Kerusakan ginjal dapat memicu penurunan kadar albumin dalam tubuh

(hipoalbuminemia) dan akan menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler.

Hal ini menyebabkan penumpukan cairan secara cepat, sehingga terjadi

pembengkakan pada paru-paru.

3) Asidosis

Kerusakan ginjal menyebabkan gangguan di tubulus sehingga HCO3- tidak bisa

direabsorbsi. Hal ini menyebabkan terjadinya penumpukan H+ dipembuluh darah

sistemik sehingga kadar asam meningkat (asidosis).

4) Gangguan pada otak (ensefalopati)

Penderita gagal ginjal kronik akan mengalami gangguan pada proses eksresi

sehingga menyebabkan ammonia tidak dapat dikeluarkan dan akhirnya

menumpuk dalam tubuh. Hal ini menyebabkan ammonia dapat masuk kedalam
12

aliran darah sistemik dan terbawa sampai ke otak. Amonia akan menyebabkan

kerusakan pada otak dan mengganggu kinerja otak.

5) Anemia

Ginjal sebagai organ yang memproduksi eritropoietin yang berfungsi

untukpembentukan sel darah merah. Terganggunya proses pembentukan sel darah

merah menyebabkan penurunan produksi sel darah merah hingga terjadi anemia.

2.1.6. Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan

mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :

1) Dialisis

Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang

serius, seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki

abnormalitas biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat

dikonsumsi secara bebas, menghilangkan kecenderungan perdarahan dan

membantu penyembuhan luka.

Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi

yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat

sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja

ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk

menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini

dikenal ada 2 jenis dialisis :

(1) Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)


13

Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin

dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa

keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser, darah

dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat,

lalu setelah darah selesai di bersihkan, darah dialirkan kembali kedalam tubuh.

Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah salit dan setiap kalinya

membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.

(2) Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)

Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan

bantuan membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu

dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.

2) Koreksi hiperkalemi

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat

menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan

menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga

dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka

pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na

Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.

3) Koreksi anemia

Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi,

kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.

Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi
14

darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi

coroner.

4) Koreksi asidosis

Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.

Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100

mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat

diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.

5) Pengendalian hipertensi

Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan.

Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena

tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.

6) Transplantasi ginjal

Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik,

maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

2.2. Konsep Asuhan Keperawatan

2.2.1. Pengkajian

Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu

dalam penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi

kekuatan dan kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose keperawatan

(Smeltezer and Bare, 2011 : Kinta, 2012).

1) Identitas pasien

Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa,

nama orang tua, pekerjaan orang tua.


15

2) Keluhan utama

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,

takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.

3) Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya

Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa,

bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang

dilakukan pasien untuk menaggulangi penyakitnya.

4) Aktifitas/istirahat :

Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah

atau samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak

5) Sirkulasi

Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina),

hipertensi, nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak

tangan, nadi lemah, hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang

jarang pada penyakit tahap akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning,

kecenderungan perdarahan.

6) Integritas ego

Faktor stress, perasaan tak berdaya, tak ada harapan, taka da kekuatan,

menolak, ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.

7) Eliminasi

Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut),

abdomen kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh

kuning pekat, merah, coklat, oliguria.


16

8) Makanan/Cairan

Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi),

anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut

(pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi abdomen/asietes,

pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban, ulserasi

gusi, perdarahan gusi/lidah

9) Neurosensori

Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki gelisah”,

rasa terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya

ekstremitas bawah, gangguan status mental, contoh penurunan lapang

perhatian, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau,

penurunan tingkat kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang,

rambut tipis, kuku rapuh dan tipis

10) Nyeri/kenyamanan

Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku berhati-

hati/distraksi, gelisah.

11) Pernapasan

Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak,

takipnea, dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk dengan

sputum encer (edema paru).

12) Keamanan

Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),

normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang


17

mengalami suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis pada

kulit, fraktur tulang, keterbatasan gerak sendi

13) Seksualitas

Penurunan libido, amenorea, infertilitas

14) Interaksi social

Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan

fungsi peran biasanya dalam keluarga.

15) Penyuluhan/Pembelajaran

Riwayat Diabetes Melitus, penyakit polikistik, nefritis herediter, kalkulus

urenaria, maliganansi, riwayat terpejan pada toksin.

2.2.2. Diagnosis

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons

klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik

yang berlangsung aktual maupun potensial. diagnosis keperawatan dibagi menjadi

dua jenis, yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif. Diagnosis negatif

menunjukkan bahwa klien dalam kondisi sakit atau beresiko mengalami sakit

sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarahkan pemberian intervensi

keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan pencegahan. Diagnosis

ini terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko. Sedangkan diagnosis

positif menunjukkan bahwa klien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai kondisi

yang lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan Diagnosis

Promosi Kesehatan (PPNI, 2016)


18

Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan

tanda/gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala,

hanya memiliki faktor resiko. Sedangkan pada diagnosis promosi kesehatan,

hanya memiliki tanda/gejala yang menunjukkan kesiapan klien untuk mencapai

kondisi yang lebih optimal (PPNI,2016)

Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan

diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai

berikut (Nurarif & Kusuma, 2013):

1) Hipervolemia

2) Defisit nutrisi

3) Ansietas

4) Kerusakan integritas kulit

5) Gangguan pertukaran gas

6) Intoleransi aktivitas

2.2.3. Perencanaan

Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, klien, keluarga,

dan orang terdekat klien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna

mengatasi masalah yang dialami klien. Tahap perencanaan ini memiliki beberapa

tujuan penting, diantaranya sebagai alat komunikasi antar sesama perawat dan tim

kesehatan lainnya, meningkatkan kesinambungan asuhan keperawatan bagi klien,

serta mendokumentasikan proses dan kriteria hasil asuhan keperawatan yang ingin

dicapai (Asmadi, 2008).


19

Tabel 2.1
Perencanaan asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik
(sumber: NIC NOC, 2015)
Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
keperawatan
1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji lokasi dan luas edema
keperawatan selama 3x8 2. Monitor masukan makanan dan
jam diharapkan cairan
hipervolemia dapat 3. Pasang urin kateter jika
berkurang dengan kriteria diperlukan
hasil: 4. Batasi masukan cairan pada
1. Terbebas dari edema, keadaan hiponatremi dilusi
efusi, anaskara dengan serum Na ˂130 mEq/l
2. Terbebas dari kelelahan, 5. Kolaborasi pemberian diuretic
kecemasan atau sesuai interuksi
kebingungan 6. Ajarkan pasien tentang penyebab
dan cara mengatasi edema seperti
membatasi asupan nutrisi yang
diberikan
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status nutrisi pasien
keperawatan selama 3x8 2. Jaga kebersihan mulut, anjurkan
jam diharapkan pemenuhan untuk selalu oral hygine
kebutuhan nutrisi pasien 3. Delegatif pemberian nutrisi yang
tercukupi dengan kriteria sesuai dengan kebutuhan pasien:
hasil: diet pasien gagal ginjal
1. intake nutrisi tercukupi 4. Berikan informasi yang tepat
2. asupan makanan dan terhadap pasien tentang
cairan tercukupi kebutuhan nutrisi yang tepat dan
sesuai
5. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan pasien
6. Anjurkan pasien tidak
mengkonsumsi garam yang tinggi
yodium
3. Ansietas Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi tingkat kecemasan
keperawatan selama 3x8 2. Nyatakan dengan jelas harapan
jam diharapkan tingkat terhadap perilaku pasien
ansietas dapat menurun 3. Temani pasien utnuk memberikan
dengan kriteria hasil: keamanan dan mengurangi takut
1. Pasien mampu 4. Dengarkan pasien dengan penuh
mengidentifikasi dan perhatian
mengungkapkan gejala 5. Instruksikan pasien menggunakan
cemas teknik relaksasi
2. Vital sign dalam batas
normal
20

Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
3. Postur tubuh, ekspresi
wajah, bahasan tubuh dan
tingkat aktivitas
menunjukkan
berkurangnya kecemasan
4. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji adanya dehidrasi atau
integritas kulit keperawatan selama 3x8 hidrasi berlebihan yang
jam diharapkan integritas mempengaruhisirkulasi dan
kulit dapat terjaga dengan integritas jaringan
kriteria hasil: 2. Monitor vkulit akan adanya
1. Integritas kulit yang baik kemerahan
bisa dipertahankan 3. Monitor aktivitas dan mobilisasi
2. Perfusi jaringan baik pasien
3. Mampu melindungi kulit 4. Mandikan pasien dengan air
dan mempertahankan sabun dan air hangat
kelembaban kulit 5. Jaga kebersihan kulit agar tetap
kering
6. Anjurkan pasien menggunakan
pakaian yang longgar
5. Gangguan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji suara napas, frekuensi,
pertukaran gas keperawatan selama 3x8 kedalaman, dan usaha napas
jam diharapkan pertukaran 2. Monitor kelelahan otot
gas tidak terganggu dengak diagfragma
kriteria hasil: 3. Posisikan pasien untuk
1. Tanda-tanda vital dalam memaksimalkan ventilasi
rentang normal 4. Atur intake cairan untuk
2. Tidak terdapat otot bantu mengoptimalkan keseimbangan
napas 5. Kolaborasi pemberian obat (mis.
3. Memlihara kebersihan Natrium Bikarbonat) untuk
paru dan bebas dari mempertahankan keseimbangan
tanda-tanda distress sama basa
pernapasan 6. Ajarkan pasien teknik relaksasi
napas dalam
6. Intoleransi Setelah dilakukan tindakan 1. Bantu pasien mengidentifikasi
Aktivitas keperawatan selama 3x8 aktivitas yang mampu dilakukan
jam diharapkan pasien 2. Bantu untuk memilih aktivitas
bertoleransi terhadap konsisten yang sesuai dengan
aktivitas dengan kriteria kemampuan fisik, psikologi dan
hasil: sosial
1. Berpartisipasi dalam 3. Bantu untuk mendapatkan alat
aktivitas tanpa disertai bantuan aktivitas seperti kursi
peningkatan tekanan roda, krek
darah, nadi dan RR 4. Bantu untuk mengidentifikasi
2. Mampu melakukan aktivitas yang disukai
aktivitas sehari-hari 5. Bantu pasien untuk
secara mandiri mengembangkan motivasi diri
dan penguatan
21

Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
Keperawatan
7. Kurang Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
pengetahuan keperawatan selama 3x8 dan kelaurga
jam diharapkan pasien 2. Jelaskan patofisiologi dari
menunjukkan pengetahuan penyakit dan bagaimana hal ini
tentang proses penyakit berhubungan dengan anaktomi
dengan kriteria hasil: dan fisiologi, dengan cara yang
1. Pasien dan keluarga tepat
menyatakan pemahaman 3. Gambarkan tanda dan gejala yang
tentang penyakit, kondisi, biasa muncul pada penyakit
prognosis dan program 4. Diskusikan perubahan gaya hidup
pengobatan yang mungkin diperlukan untuk
2. Pasien dan keluarga mencegah komplikasi di masa
mampu menjelaskan yang akan datang dan atau proses
kembali apa yang pengontrolan penyakit
dijelaskan perawat atau 5. Diskusikan pilihan terapi atau
tim kesehatan yang penanganan
lainnya

2.2.4. Implementasi

Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses asuhan

keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi kesehatan (tindakan

keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan yang

di prioritaskan.

Proses pelaksanaan implementasi harus berpusat kepada kebutuhan klien,

faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi

implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi (Kozier et al., 2010)

Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) ada 4 tahap operasional yang harus

diperhatikan oleh perawat dalam melakukan implementasi keperawatan, yaitu

sebagai berikut :
22

1) Tahap Prainteraksi

Membaca rekam medis pasien, mengeksplorasi perasaan, analisis kekuatan

dan keterbatasan professional pada diri sendiri, memahami rencana keperawatan

yang baik, menguasai keterampilan teknis keperawatan, memahami rasional

ilmiah dan tindakan yang akan dilakukan, mengetahui sumber daya yang

diperlukan, memahami kode etik dan aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan

keperawatan, memahami standar praktik klinik keperawatan untuk mengukur

keberhasilan dan penampilan perawat harus meyakinkan

2) Tahap Perkenalan

Mengucapkan salam, memperkenalkan nama, menanyakan nama, umur,

alamat pasien, menginformasikan kepada pasien tujuan dan tindakan yang akan

dilakukan oleh perawat, memberitahu kontrak waktu, dan memberi kesempatan

pada pasien untuk bertanya tentang tindakan yang akan dilakukan

3) Tahap Kerja

Menjaga privasi pasien, melakukan tindakan yang sudah direncanakan, hal-

hal yang perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah energy pasien,

pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, kondisi pasien, respon pasien

terhadap tindakan yang telah diberikan.

4) Tahap Terminasi

Beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan perasaannya setelah

dilakukan tindakan oleh perawat, berikan feedback yang baik kepada pasien dan

puji atas kerjasama pasien, kontrak waktu selanjutnya, rapikan peralatan dan
23

lingkungan pasein dan lakukan terminasi, berikan salam sebelum menginggalkan

pasien, lakukan pendokumentasian

2.2.5. Evaluasi

Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek

dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus

terhadap respon pasien pada tindakan keperawatan yang telah dilakukan. Evaluasi

proses atau promotif dilakukan setiap selesai tindakan. Evaluasi dapat dilakukan

menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.

S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilaksanakan.

A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan apakah

masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak teratasi atau

muncul masalah baru.

P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon

klien

Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:

1) Masalah teratasi, jika klien menunjukkan perubahan sesuai dengan tujuan dan

kriteria hasil yang telah ditetapkan.

2) Masalah teratasi sebagian, jika klien menunjukkan sebahagian dari kriteria

hasil yang telah ditetapkan.


24

3) Masalah belum teratasi, jika klien tidak menunjukkan perubahan dan

kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah

ditetapkan

4) Muncul masalah baru, jika klien menunjukkan adanya perubahan kondisi atau

munculnya masalah baru.

Anda mungkin juga menyukai