Anda di halaman 1dari 11

LO 2 Macam – macam penyaki

GANGGUAN KARDIOVASKULER
1. Hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan darah yang permanen sebagai akibat
meningkatnya tekanan di arteri perifer, dimana komplikasi yang timbul menjadi nyata.
Menurut WHO batas tekanan yang masih dianggap normal adalah 140/90 mmHg dan
tekanan darah sama atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi.

Tanda dan Gejala2

 Tanda awal
 Peningkatan tekanan darah
 Penyempitan arteriol retina
 Hemoragi retina
 Tanda lanjut
 Papilledema (pembengkakan diskus optic yang diasosiasikan dengan peningkatan
tekanan intracranial)
 Pembesaran jantung ventrikel kiri
 Hematuria(darah pada urin)
 Proteinuria
 Gagal jantung kongestif
 Angina pectoris
 Gagal ginjal

General Management
Emosi, ketakutan, dan kecemasan dapat meningkatkan output katekolamin dan tekanan
darah. Terapi Antihipertensi diindikasikan bila tekanan sistol 200 mmHg keatas dan
diastole 110 mmHg keatas. Terapi tersebut bisa diberikan pada kondisi dibawah itu jika
ada komplikasi seperti diabetes atau penyakit ginjal. Tujuan pemberian obat
antihipertensi adalah dapat digunakan pada dosis minimum, tekanan darah mencapai
<140/80 mmHg, dan dengan efek samping minimal.
Bagi sebagian besar pasien, prosedur tindakan dalam bidang kedokteran gigi sering
menyebabkan stress dan kecemasan yang dapat memicu peningkatan pelepasan endogen
cathecolamine yang selanjutnya dapat meyebabkan peningkatan tekanan darah pasien
saat berobat. Tekanan darah harus dikontrol sebelum perawatan dental dan sebelumnya
harus meminta pendapat dokter. Pasien paling baik dirawat pada pagi hari. Pasien dengan
hipertensi terkontrol harus mendapat perawatan dental dengan cepat, meminimalkan
stress.
Pemberian sedative perioral (benzodiazepine 5 mg) malam sebelum tidur dan 1 jam
sebelum tindakan perawatan cukup membantu mengurangi stress. Penggunaan sedasi
dengan N2O dapat menurunkan tekanan darah sistole dan diastole sampai 10-15 mmHg
kira-kira 10 menit setelah pemberian dan selanjutnya diberikan anestesi local dengan
atau tanpa vasokonstriktor.7

Dental Management
Hal yang perlu diperhatikan pada pasien hipertensi sebelum melakukan perawatan dental
:
 Minimalisasi stress/kecemasan
 Hubungan baik dengan pasien
 Appoinment pendek di pagi hari
 Premedikasi dengan sedative
 Penggunaan oksigen/nitrous oxide selama prosedur
 Penggunaan local anastesi yang memadai, epinephrine dapat digunakan dalam jumlah
yang tidak besar
 Hentikan perawatan pada pasien dengan tekanan darah lebih dari 179/109 mm/Hg

Perawatan gigi dan mulut pada pasien hipertensi


a. Periodonsia
Hiperplasia Gingiva merupakan pembesaran gingival noninflamatori yang disebabkan
oleh meningkatnya jumlah sel penyusunnya. Hiperplasia ginggiva dilaporkan muncul
setelah 2 bulan terapi hipertensi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat pengguna
nifedipine dengan jangka waktu relatif lama. Pembesaran ginggiva dapat mengecil
dalam waktu 1 minggu atau lebih setelah pemberhentian obat, namun juga tergantung
pada lamanya pemakaian nifedipine dan kebersihan oral penderita. Maka jika bertemu
pasien yang didiagnosa hiperplasia ginggiva dan menderita hipertensi, periksa
kembali riwayat pemakaian obat antihipertensinya, jika mengkonsumsi nifedipin
hentikan pemakaian .

b. Penyakit Mulut (Oral Medicine)


Xerostomia adalah mulut kering akibat aliran air ludah yang berkurang. Perawatan
untuk mencegah xerostomia lebih berat dapat berupa menghindari konsumsi obat-
obatan yang mengandung dekongestan dan antihistamin, mengisap-isap permen atau
permen karet non-gula/mengandung xylitol secara teratur, dan menggunakan air ludah
sintetis (karboksimetil selulosa). Penderita hipertensi yang mengkonsumsi clonidine
dalam dosis besar (>0,6 mg/hari) harus digganti obat antihipertensinya jika ingin
melakukan bedah gigi, dan tidak boleh meminum obat-obatan selama 1 hari.

c. Bedah Mulut
Penderita Hipertensi yang masuk dalam stage I masih memungkinkan untuk
dilakukan tindakan pencabutan gigi karena resiko perdarahan yang terjadi pasca
pencabutan relatif masih dapat terkontrol (Little, 1997). Pada penderita hipertensi
dengan stage II sebaiknya di rujuk terlebih dahulu ke bagian penyakit dalam agar
pasien dapat dipersiapkan sebelum tindakan.
Pengobatan pada pasien hipertensi biasanya digunakan lebih dari satu macam
golongan obat, misalnya: golongan obat anti hipertensi (mis: captopril) dan golongan
obat diuretik.

2. Infark Miokard

Definisi
Infark miokard adalah akibat dari cedera iskemik berkepanjangan pada jantung. Alasan
yang paling sering bagi seseorang yang terkena infark miokard adalah penyakit arteri
koroner progresif sekunder akibat aterosklerosis.

Gejala
Pasien biasanya mendapat nyeri dada berat pada area substernal atau prekordial kiri.
Nyeri bisa menjalar ke lengan kiri atau ke rahang dan bisa berhubungan dengan nafas
pendek, palpitasi, mual atau muntah. Nyeri biasanya mirip dengan angina namun lebih
panjang dan lama.
Evaluasi Gigi
Evaluasi gigi harus termasuk daftar riwayat lengkap seluruh tanggal infark miokard yang
dialami pasien. Infark terbaru sangat menarik, karena sebagian besar menentukan
kelayakan terapi gigi elektif. Dokter gigi terutama harus waspada terhadap infark
miokard selama satu tahun terakhir karena kondisi tersebut meningkatkan bahaya
prosedur pembedahan.
Anamnesa juga harus mendata komplikasi setelah infark miokard. Riwayat nyeri dada
substernal juga harus menjadikan dokter gigi waspada terhadap kemungkinan angina.
Dispnoe, ortopnea, dispnoe nokturnal paroksismal, dan edema perifer bisa
mengindikasikan gagal jantung kongestif. Palpitasi atau sinkop harusnya mengesankan
kemungkinan aritmia atau kelainan kondiksi.
Evaluasi gigi juga harus termasuk diskusi singkat dengan dokter pribadi pasien, jika
dibutuhkan, untuk mendefinisikan status medis pasien. Pemeriksaan fisik terbaru, EKG,
dan roentgenogram dada semuanya sumber informasi yang penting dimiliki sebelum
terapi gigi awal. Abnormalitas apapun harus dialamatkan dengan tepat.

Managemen Gigi
Manajemen gigi pada pasien dengan infark miokard sebelumnya bergantung pada
keparahan dan arah infark. Pasien yang mengalami infark miokard akut tanpa komplikasi
bisa mentolerir prosedur-prosedur (tipe I sampai IV) durasi singkat setiap saat mengikuti
kejadian. Prosedur yang menimbulkan tekanan lebih baik ditunda sampai 6 bulan setelah
infark. Konsultasi dengan dokter disarankan. Tampaknya tidak terdapat kontraindikasi
pada penggunaan epinefrin dalam konsentrasi 1:100.000 pada anestesi lokal pada pasien-
pasien ini. Namun, protokol untuk meminimalkan penggunaan vasokonstriktor harus
dilaksanakan. Komunikasi yang baik antara pasien-dokter gigi, mengurangi stres, dan
pemantauan adalah penting untuk manajemen tepat pada pasien paska infark.

Pasien yang mengalami komplikasi infark miokard atau yang penyembuhannya


tidak stabil membutuhkan pendekatan konservatif selama 6 bulan pertama setelah infark.
Pasien-pasien ini bisa menjalani pemeriksaan gigi tanpa protokol khusus (prosedur-
prosedur tipe I) dan mendesak, prosedur-prosedur operatif sederhana (tipe II) setelah
konsultasi dengan dokter pasien. Semua pengobatan gigi lainnya harus ditunda sampai
pasien stabil selama setidaknya 6 bulan. Pasien pada kelompok dengan kedaruratan gigi
ini harus ditangani sekonservatif mungkin. Namun, jika ekstraksi atau pembedahan
dibutuhkan, dokter pasien harus berkonsultasi. Protokol meminimalkan stres harus
digunakan. Jika memungkinkan, prosedur-prosedur tersebut terbaik dilakukan di sebuah
rumah sakit, dengan pengawasan terus menerus.

Pendekatan Medis Pada Pasien Dengan Infark Miokard


 Dalam 6 bulan pertama

Karena tingginya resiko rekurensi infark miokard dan aritmia pada pasien ini, pekerjaan
dokter gigi harus dibatasi pada perawatan paliatif saja. Pengobatan gigi emergensi harus
dibebaskan terkontrol, lingkungan dipantau. Penggunaan vasokonstriktor pada anestesi
lokal relatif dikontraindikasikan.

 Dalam periode 6-12 bulan


Prosedur bedah sederhana dan non-bedah harus dilaksanankan dengan penggunaan
bijaksana anestesi lokal. Lidocaine 2% dengan lidokain 1:100.000, dan mepivacaine 2%
dengan levonordefrin 1:20.000, harus dibatasi sampai 2 Carpule untuk masing-masing
pekerjaan. Prosedur elektif kompleks, restoratif dan bedah, masih relatif
dikontraindikasikan.

 Periode > 1 tahun yang lalu


Penting untuk diingat bahwa pasien-pasien ini masih memiliki penyakit arteri koroner
yang penting meskipun mereka stabil sepanjang tahun sebelumnya. Mereka mampu,
walaupun, lebih siap mentolerir prosedur pembedahan non-gigi dibandingkan pasien-
pasien dengan infark miokard yang lebih baru terjadi. Jika pasien memiliki komplikasi
infark miokard dengan gejala sisa seperti aritmia dan gagal jantung kongestif,
perencanaan gigi harus diubah pada kenyataannya. Sebagai contoh pembuatan gigi palsu
parsial yang mudah dilepas akan lebih disukai dibandingkan protese tanam periodontal
kompleks. Lagi, pembatasan vasokonstriktor hingga 2 Carpule anestesi lokal
konvensional dengan epinefrin 1:100.000 atau levonordefrin 1:20.000 atau yang
sebanding masih direkomendasikan.

GANGGUAN SARAF
1. Epilepsi
Epilepsi terbagi atas dua bentuk yang umum, yaitu:
a. Grand mal
Biasanya mengakibatkan kekejangan dengan hilangnya koordinasi.
b. Petit mal
Mengakibatkan hilangnya kesadaran tetapi tanpa kekejangan dan kehilangan kontrol
yang nyata. Pasien dalam keadaan berdiri, bahkan tidak akan kehilangan
keseimbangan, hanya kelihatan memeiliki ekspresi kosong selama beberapa saat.
Kedua bentuk epilepsi ini umumnya berakhir dengan sendirinya dan yang dibutuhkan
hanyalah menunggu sampai kesadaran muncul kembali.

Tanda-tanda Klinis
a. Hilangnya kesadaran  petit mal
b. Kontraksi otot-otot secara umum (tahap kronis)
c. Kejang-kejang tubuh yang tidak dapat dikontrol (tahap kronis) grand mal
d. interkontinen

Pencegahan serangan
a. Penderita epilepsi yang dikontrol dengan baik dapat dirawat sama seperti pasien-pasien
lain tanpa pencegahan yang khusus
b. Edukasi mengenai perawatan yang dilakukan kepada pasien.
c. Mengkondisikan ruangan senyaman mungkin agar pasien tidak nervous, karena
nervous dapat memicu kambuhnya epilepsi.
d. Perawatan diberikan 90 menit setelah pasien makan.
e. Harus selalu menyedikan sendok atau handuk
f. Jikan pasien sangat nervous, sebaiknya diberikan obat penenang tambahan sebelum
tiba di rumah sakit.

Penatalaksanaan
Proses penyembuhan pada serangan petit mal berlangsung cepat, dan tidak ada
pencegahan khusus yang perlu dilaksanakan. Jika perawatan gigi sudah dimulai, maka
dapat dilanjukan kembali dan semua peralatan disekitar penderita harus disingkirkan.
Penanganan pada serangan grand mal adalah seperti pada pasien tidak sadar. Sangat
penting untuk mengangkat seluruh benda-benda yang lepas dari dalam mulut, terutama
geligi tiruan penuh, dan melindungi lidah dari kerusakan. Semua peralatan disekitar
penderita harus disingkirkan. Dapat memberikan alat bantu pernafasan Brook. Tahap
klonik/ kejang jarang berakhir lebih dari beberapa menit dan diikuti dengan keadaan
mengantuk yang akan berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa jam, dimana
selama masa tersebut pasien akan berbicara dengan ucapan yang tidak jelas, mengeluh
sakit kepala dan umumnya merasa tidak sehat. Jika perawatan gigi sudah dimulai, maka
sebaiknya dipersingkat.
Kadang-kadang pada epilepsi yang tidak stabil, serangan mungkin berlangsung lama
atau diikuti dengan serangan lain dalam waktuy yang cepat. Apabila hal ini terjadi,
dengan fase klonik berlangsung lebih dari 10 menit, maka diperlukan advis medis dari
dokter ahli atau bantuan ambulans. Jika bantuan yang diharapkan belum datang,
persediaan benzodiazepines pada praktik dapat diberikan secara intravena. Diazepam atau
midazolam 10mg yang diberikan secara intravena, secara perlahan dapat menggagalkan
serangan. Kadang-kadang bila dibutuhkan dosis yang lebih besar, mintalah advis medis
dari dokter ahli sebelum memberikan dosis yang melebihi jumlah ini.

GANGGUAN HATI
1. Hepatitis
Hepatitis merupakan inflamasi pada organ hati yang merupakan akibat dari berbagai \hal
seperti obat, racun, dan berbagai infeksi. Banyak virus penyebab hepatitis seperti virus
hepatitis A, B, C, D, E, dan G, akan tetapi hepatitis B dan C lebih berhubungan dengan
pelayanan kesehatan.

A. Hepatitis A
Hepatitis A disebabkan oleh virus hepatitis A, biasanya penyakit ini ditemukan pada
kondisi sosioekonomi dan lingkungan miskin. Penyakit ini biasa menyerang pada usia
anak-anak dan terdapat pada daerah endemic, penyebaran penyakit ini melalui faeco-
oral dengan konsumsi air atau makanan yang sudah terkontaminasi dan ikan mentah.
Gejala klinis dari penyakit ini sama seperti hepatitis tipe lainnya yaitu sakit pada otot,
arthalgia, lelah, mual, muntah, sakit pada abdomen, kehilangan nafsu makan, demam,
jaundice (kuning), dan gatal-gatal.
Tidak ada resiko penularan penyakit hepatitis A terhadap perawatan dental selama
perawatan dental tersebut dilakukan dengan benar.3

B. Hepatitis B
Hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B dan merupakan penyakit yang serius.
Penyakit ini menginfeksi seumur hidup, mengakibatkan sirosis hati, kanker hati, gagal
hati. Hepatitis B menginfeksi secara endemic terutama pada kondisi sosioekonomi
lemah. Penyebaran hepatitis B melalui parenteral (melalui darah, pemberian obat
melalui intravena, tato), seksual, dan perinatal. Hepatitis B dapat menular antara
pasien dan petugas kesehatan/ dental. Kontrol infeksi dan imunisasi dapat mencegah
infeksi pada petugas kesehatan dan dokter gigi.3

C. Hepatitis C
Virus hepatitis C diidentifikasi melalui post transfuse non A non B hepatitis. Orang
dapat beresiko tinggi terkena virus hepatitis C yaitu dengan menerima donor darah
yang pendonor yang kemudian positif terserang hepatitis C, diinjekksi obat-obatan
terlarang, menerima donor darah atau transplantasi organ sebelum tahun 1992, renal
dialysis jangka panjang, atau memiliki penyakit hati.3 Perbedaan antara hepatitis B
dan C:
 Tidak menyebar luas
 Sedikit yang tertular melalui jarum suntik
 Rentan terhadap antiseptic
 Jarang tertular pada dokter gigi
 Mild hepatitis
 Belum ada vaksin hepatitis C
 Infeksi bertahan 80%
 Infeksi menjadi kronis aktif hepatitis
 Beresiko tinggi terkena sirosis dan kanker hati.

Tindakan pencegahan dasar penularan virus hepatitis1


 Perlakukan semua pasien sebagai sumber infeksi
 Gunakan sarung tangan pada saat perawatan dental
 Cegah terjadinya cidera akibat jarum suntik
 Gunakan kacamata pelindung untuk proteksi mata
 Gunakan instrument sekali pakai dan diautoklaf
 Imunisasi hepatitis B

Sterilisasi dan Disinfeksi Virus Hepatitis1


Sterilisasi
 Autoklaf pada suhu 134 oC selama 3 menit
 Uap panas dengan suhu 160 oC selama 1 jam
Disinfeksi : Sodium hypoclorite, 1% of freshly diluted stock solution (0,1% + detergen
untuk disinfeksi permukaan)

NAMBAHIN LO AKHIR

ALERGI
Obat-obatan dan substansi lain yang dapat memicu reaksi alergi antara lain: anestetik
lokal, antibiotik, analgesik, obat-obatan anxiolitik, serta berbagai bahan atau produk-produk
dental lainnya.. Reaksi alergi, yang terjadi selama atau setelah perawatan gigi, merupakan
salah satu masalah serius yang mungkin terjadi.
1. Anestetik lokal. Alergi yang disebabkan oleh penggunaan anestetik lokal biasanya
dipicu oleh bahan pengawet dalam ampul, yang berperan sebagai germisida. Bahan
pengawet yang sering digunakan antara lain derivat paraben (metil-, etil-, propil-, dan
butil-paraben). Saat ini, sebagian besar anestetik lokal tidak mengandung bahan
pengawet untuk menghindari timbulnya reaksi alergi, yang mempersingkat waktu
penyimpanan larutan anesteik.
2. Antibiotik. Antibiotik yang harus diperhatikan oleh dokter gigi (untuk menghindari
alergi) adalah penisilin, karena merupakan antibiotik pilihan dalam sebagian besar kasus
prosedur dental. Frekuensi reaksi alergi akibat penggunaan penisilin berkisar antara 2%
sampai 10% dan reaksi bermanifestasi sebagai reaksi ringan, parah, atau, fatal.
3. Analgesik. Analgesik yang berperan dalam reaksi alergi, meskipun jarang terjadi, antara
lain narkotik (kodein atau fetidin), dan asam asetilsalisilat (aspirin). Diantara berbagai
jenis analgesik, aspirin dinyatakan sebagai obat yang berperan dalam sebagian besar
reaksi alergi, yang berkisar antara 0,2% sampai 0,9%. Reaksi alergi akibat konsumsi
aspirin bervariasi mulai dari urtikaria biasa sampai syok anafilaktik. Kadang-kadang,
timbul gejala asma atau edema angioneurotik.
4. Obat-obatan anxiolitik. Barbiturat merupakan obat-obatan anxiolitik yang paling
sering menyebabkan reaksi alergi. Biasanya menyerang individu yang memiliki riwayat
urtikaria, edema angioneurotik, dan asma. Reaksi alergi biasanya bersifat ringan dan
hanya berupa reaksi pada kulit (urtikaria).
5. Berbagai bahan dan produk kedokteran gigi. Resin akrilik, antiseptik tertentu,
larutan prosesing radiograf, dan sarung tangan dapat memicu alergi. Reaksi alergi
biasanya bersifat ringan dan berupa stomatitis (eritema inflamasi) dan urtikaria kulit.

Klasifikasi reaksi alergi


Berdasarkan mekanisme imunologis penyebabnya, reaksi alergi dapat diklasifikasikan
menjadi empat tipe :
1. Reaksi tipe I (anafilaksis)
2. Reaksi tipe II (hipersensitivitas sitotoksik)
3. Reaksi tipe III (Immune-complex-mediated hipersensitivity)
4. Reaksi tipe IV (cell-mediated atau delayed-type hipersensitivity)

Jenis-jenis reaksi alergi


Manifestasi klinis alergi tidak selalu sama. tergantung pada reaksi tubuh, gejala-gejala klinis
yang timbul dan keparahannya bervariasi mulai dari ruam biasa sampai kedaruratan medis.
Berupa:
1. Anafilaksis. Ini merupakan tipe reaksi alergi yang paling berbahaya, yang dapat
menyebabkan kematian pasien dalam waktu beberapa menit. Dapat mengakibatkan
kerusakan sistem pernapasan dan sirkulasi akut, yang ditandai dengan suara serak,
disfagia, kecemasan, ruam, rasa terbakar, sensasi nyeri, pruritus, dispnea, sianosis pada
tungkai, bersin-bersin akibat bronkospasme, mual, diare, kecepatan denyut jantung tidak
beraturan akibat hipoksia, hipotensi, dan kehilangan kesadaran. Anafilaksis dapat
berakibat fatal dalam waktu 5-10 menit.
2. Urtikaria. Ini merupakan tipe alergi yang umum terjadi dan ditandai dengan munculnya
vesikel dalam berbagai ukuran, akibat sekresi histamin dan serotonin, yang menyebabkan
peningkatan permeabilitas struktur vaskuler. Vesikel akan menginduksi terjadinya pruritus
dan sensasi terbakar pada kulit. Reaksi tersebut dapat bersifat lokal atau menyebar ke
seluruh tubuh. Reaksi yang parah dapat menyebabkan penurunan volume darah, sehingga
terjadi anafilaksis.
3. Edema angioneurotik (Quincke’s edema). Reaksi ini timbul secara mendadak, dan
ditandai dengan pembengkakan berbatas tegas pada jaringan lunak, terutama pada bibir,
lidah, mukosa bukal, kelopak mata, dan epiglotis. Hidup pasien berada dalam bahaya
karena terjadi kerusakan saluran pernapasan bagian atas, yang menyebabkan dispnea dan
kesulitan menelan, jika tidak segera dirawat, dapat mengakibakan kematian.
4. Asma alergi. Ini merupakan reaksi alergi terisolasi dan berupa bronkospasme dan dispnea
pernapasan.

Langkah-langkah pencegahan umum yang harus dilakukan jika pasien memiliki


riwayat alergi jenis apapun antara lain:
 Bertanya tentang tipe alergi dan obat-obatan atau substansi yang menyebabkan reaksi
 Merujuk pasien ke ahli alergi untuk pemeriksaan, jika riwayat menunjukkan bahwa
pasien alergi terhadap anestetik local
 Hindari administrasi obat-obatan yang dapat menimbulkan hipersensitivitas pasien.
Misalnya, dalam kasus alergi aspirin, dapat diberikan asetaminofen (Tylenol), atau
dalam kasus alergi penisilin, dapat diberikan makrolid.
 Pasien yang memiliki riwayat penyakit-penyakit atopik, seperti rhinitis alergi, asma, dan
eksema harus diberi perhatian khusus
 Dokter gigi harus mempersiapkan diri untuk menghadapi pasien yang alergi terhadap
obat-obatan tertentu (adrenalin, hidrokortison, antihistamin, dan oksigen)

DAFTAR PUSTAKA

Cawson R, Odell E. Cawson's Essentials of Oral Pathology and Oral Medicine 8th edition.
2008. London: Churcill Livingstone Elsevier
Grossman, dkk. 1995. Ilmu Endodontik Dalam Praktek. Jakarta : EGC.
Little JamesW, dkk. Dental management of the Medically Compromised Patient, 7th ed. 2007.
Philadelphia : Mosby
Malamed, SF. Medical Emergencies in the Dental Office. 6th ed. Missouri : Mosby. 2007
Rahajoe P. Pengelolaan Pasien Hipertensi untuk Perawatan di Bidang Kedokteran Gigi. Maj
Ked Gi. 2008;15:75-80
Rose, Louis F. & Donald Kaye. 1997. Buku Ajar Penyakit Dalam untuk Kedokteran Gigi.
The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure. 2004

Anda mungkin juga menyukai