PEMBAHASAN
3
yang bersyukur) yang Dia kehendaki. Dia melapangkan hati siapa saja yang Dia
kehendaki. Allah SWT berfirman di dalam Al-Qur’an:
“Allah SWT melapangkan rezeki bagi orang yang Dia kehendaki diantara hamba-
hamba Nya dan (Dia) pula yang membatasi baginya. Sungguh, Allah maha Mengetahui
segala sesuatu” (Q.S. Al-‘Ankabut: 62).
Ketika kita dihadapkan dengan permasalahan hidup seakan-akan hari-hari yang kita
hadapi cukup lama, ketika kita mendapatkan musibah seakan-akan kita pesimis untuk
dapat melaluinya dan enngan mengikhlaskannya. Tapi ketika kita sadar, Dialah
(Allah) yang maha melapangkan segala-galanya, Dialah yang melapangkan jiwa kita,
yang membesarkan hati kita dan meningkatkan kesadaran kita. Karena Allah Maha
Pengasih lagi penyayang hamba-Nya.
4
Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui (keadaan) hamba-hamba-Nya lagi Maha Melihat.”
(Q.S. Asy-Syuura: 27).
Ayat di atas mengandung pesan yang tegas, bahwa terhadap distribusi rizki yang
tidak merata itu jangan disikapi dengan suudzan, berburuk sangka seolah-olah Allah tidak
adil kepada hamba-hamba-Nya.
5
Kaum Muslimin yang menyadari dan berusaha mencontoh nama dan sifat-Nya
Al-Baasith, akan berusaha sekuat tenaga untuk memberi kelapangan kepada siapa saja
yang membutuhkannya. Kekayaan yang diberikan Allah tidak digunakan untuk
kesenangan dirinya sendiri, tetapi didistribusikan kepada masyarakat sekitarnya, terutama
terhadap fakir miskin dan para mustadh’afiin. Mereka sadar bahwa di dalam hartanya ada
hak mereka yang harus dikeluarkan.
Marilah kita menyikapi kelapangan rizki itu sebagaimana sikap Nabi Sulaiman yang
senantiasa berdo’a: “Tuhanku! Berilah aku kesempatan untuk berterimakasih atas nikmat-
Mu yang Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orangtuaku, dan supaya aku
dapat mengerjakan perbuatan yang baik yang Engkau ridhai, dan masukkanlah aku dengan
rahmat-Mu ke dalam hamba-hamba-Mu yang shaleh”. (Q.S. An-Naml: 19)
6
kehidupan yang kita kehendaki. Seringkali apa yang kita sukai terlepas dari genggaman
kita dan apa ang ktia tidak inginkan malahan mengejar kita. Itulah kehendak Allah yang
harus kita syukuri. Allah menciptakan segala sesuatu untuk memenuhi kebutuhan kita.
Hewan, tumbuh-tumbuhan, bahkan seluruh ciptaan Allah di jagad raya ini. Diantara
tumbuh-tumbuhan banyak sekali kasiat yang bermanfaat, sehingga bisa dijadikan obat
untuk menyembuhkan penyakit yang kita derita, atas izin-Nya pula seseorang dapat
menjadi dokter yang bisa menyembuhkan pasien-pasiennya dan semua itu tidak akan
terjadi kecuali dengan kebesaran Allah SWT.
Perhatikanlah matahari dijadikan Allah yang sangat bermanfa’at bagi alam dunia ini,
bahkan cahayanya dapat menembus sampai ke dasar-dasar laut sekalipun. Matahari itu
banyak sekali manfa’atnya, apalagi di zaman kemajuan ini dimana ilmu tekhnologi telah
meningkat sangat maju, maka cahaya matahari itu dapat dipergunakan orang untuk
berbagai keperluan dan kepentingan. Demikian pula bulan dan bintang-bintang semuanya
ada manfa’at dan faedahnya. Alhasil semua yang dijadikan Allah ini tidaklah sia-sia, ada
hikmah dan kepentingannya.
Demikianlah kemanfa’atan dari Allah itu, merata diberi-Nya kepada yang maujud
(yang ada) ini. Firman وتعالى سبحانه هللاdalam Al-Qur’an yang artinya: “Sesunggushnya
tentang kejadian langit dan bumi, dan pertukaran malam dengan siang, kapal yang berlayar
di lautan yang membawa barang-barang yang bermanfaat (berfaedah) bagi manusia, hujan
yang diturunkan Allah dari langit, maka dihidupkan -Nya bumi yang telah mati dan
berkeliaran di atasnya bermacam-macam binatang, angin yang bertiup dan mega (awan)
yang terbentang antara langit dan bumi. Sesungguhnya segala yang tersebut itu menjadi
bukti atas kekuasuan Allah, bagi kaum yang berakal” (Q.S. Al-Baqarah: 164).
Andai kita mau membuka mata hati, yang tampak di mata, yang terdengar oleh
telinga, atau yang teraba oleh kulit, semuanya adalah karunia Allah yang jauh dari kesia-
siaan. Semuanya memperlihatkan kemanfaatan yang besar. ”Sesungguhnya, dalam
penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda
bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri
atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan
langit dan bumi (seraya berkata), ’Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini
dengan sia-sia. Mahasuci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka’.”
(Q.S. ’Ali Imrân [3]: 190-191).
Bahkan, ketika Allah Swt. memberi kita satu kesusahan, pada saat yang bersamaan
kesusahan tersebut membawa dua kemudahan, dua kebaikan, dan dua jalan keluar. Ada
7
janji yang pasti dari Allah, ”... Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada
kemudahan, sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Alam Nasyrah
[94]: 5-6)
8
BAB 3
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan makalah yang telah dibuat, maka dapat ditarik kesimpulan
sebagai berikut:
1. Al-Basith secara bahasa berarti keterhamparan, memperluas atau melapangkan.
Allah SWT bersifat Al-Basith, artinya Allah maha melapangkan segala sesuatu
menurut hikmah kebijaksanaan-Nya. Allah SWT melapangkan rezeki orang-orang
(seperti orang yang bersyukur) yang Dia kehendaki.
2. Seseorang yang mengamalkan sifat ini pasti bersifat qana’ah terhadap nasib dirinya
tidak murka terhadap semua anugrah yang di berikan kepada orang lain, senantiasa
menyadari bahwa Allah SWT lah yang mengatur rezeki manusia.
3. Allah SWT memiliki sifat atau nama An-Nafi’ ()النَّافِع, artinya Yang Maha pemberi
kemanfa’atan, yakni meratalah kebaikan yang dikurniakan-Nya itu kepada semua
hamba-Nya.
4. Seseorang yang mengamalkan sifat Allah SWT An-Naafi'u, maka dalam setiap
langkah kehidupannya akan mencerminkan selalu mensyukuri segala nikmat Allah,
berbuat hal yang dapat memberikan manfaat kepada sesamanya.