Anda di halaman 1dari 31

NAMA : INDAR SUKRIANI

NIM : PO.71.4.211.15.1.017

NEONATUS DENGAN RESIKO TINGGI DAN PENATALAKSANAANNYA

A. BBLR
1. Pengertian
Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang
dari 2500 gram tanpa memandang masa gestasi. Berat lahir adalah berat bayi
yang ditimbang dalam 1 (satu) jam setelah lahir

2. Epidemiologi
Prevalensi bayi berat lahir rendah (BBLR) diperkirakan 15% dari seluruh
kelahiran di dunia dengan batasan 3,3%-38% dan lebih sering terjadi di
negara-negara berkembang atau sosio-ekonomi rendah. Secara statistik
menunjukkan 90% kejadian BBLR didapatkan di negara berkembang dan
angka kematiannya 35 kali lebih tinggi dibanding pada bayi dengan berat lahir
lebih dari 2500 gram.

3. Etiologi
a. Faktor ibu
1) Penyakit
Seperti malaria, anaemia, sipilis, infeksi TORCH, dan lain-lain
2) Komplikasi pada kehamilan.
Seperti perdarahan antepartum, pre-eklamsia berat/eklamsia, dan
kelahiran preterm.
3) Usia Ibu dan paritas
Angka kejadian BBLR tertinggi ditemukan pada bayi yang dilahirkan
oleh ibu-ibu dengan usia <20 tahun atau >35 tahun.

b. Faktor kebiasaan ibu


Faktor kebiasaan ibu juga berpengaruh seperti ibu perokok, ibu
pecandu alkohol dan ibu pengguna narkotika.
c. Faktor Janin
Prematur, hidramion, kehamilan kembar/ganda (gemeli), kelainan
kromosom.
d. Faktor Lingkungan
Yang dapat berpengaruh antara lain; tempat tinggal di daratan tinggi,
radiasi, sosio-ekonomi dan paparan zat-zat racun.

4. Manifestasi Klinis BBLR


Menurut Proverawati dan Ismawati (2010), manifestasi klinis yang dapat
ditemukan pada bayi dengan BBLR sebagai berikut :
a. Berat badan kurang dari 2500 gram
b. Panjang badan kurang dari 45 cm
c. Lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33cm
d. Masa gestasi kurang dari 37 minggu
e. Kepala lebih besar dari tubuh
f. Kulit tipis, transparan, rambut lanugo banyak dan lemak subkutan sangat
sedikit.
g. Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea.
h. Kepala tidak mampu tegak
i. Pernapasan 40-50 kali/menit
j. Nadi 100-140 kali/menit

5. Komplikasi
Komplikasi langsung yang dapat terjadi pada bayi berat lahir rendah
antara lain :
a. Hipotermia f. Paten duktus arteriosus
b. Hipoglikemia g. Infeksi
c. Gangguan cairan dan elektrolit h. Perdarahan intraventrikuler
d. Hiperbilirubinemia i. Apnea of Prematurity
e. Sindroma gawat nafas j. Anemia

6. Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis BBLR dilakukan :
a. Anamnesis
Riwayat yang perlu ditanyakan pada ibu dalam anamnesis untuk
menegakkan mencari etiologi dan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
terjadinya BBLR :
1) Umur ibu 5) Kenaikan berat badan
2) Riwayat hari pertama haid selama hamil
terakir 6) Aktivitas
3) Riwayat persalinan 7) Penyakit yang diderita
sebelumnya selama hamil
4) Paritas, jarak kelahiran 8) Obat-obatan yang diminum
sebelumnya selama hamil
b. Pemeriksaan Fisik
1) Berat badan <2500 gram.
2) Tanda-tanda prematuritas (pada bayi kurang bulan)
3) Tanda bayi cukup bulan atau lebih bulan (bila bayi kecil untuk masa
kehamilan).
c. Pemeriksaan penunjang
1) Pemeriksaan skor ballard
2) Tes kocok (shake test), dianjur untuk bayi kurang bulan
3) Darah rutin, glukosa darah, kalau perlu dan tersedia fasilitas diperiksa
kadar elektrolit dan analisa gas darah.
4) Foto dada ataupun babygram diperlukan pada bayi baru lahir dengan
umur kehamilan kurang bulan dimulai pada umur 8 jam atau
didapat/diperkirakan akan terjadi sindrom gawat nafas.
5) USG kepala terutama pada bayi dengan umur kehamilan <38 minggu.

7. Pencegahan
Pada kasus bayi berat lahir rendah (BBLR) upaya preventif, yaitu :
a. Meningkatkan pemeriksaan kehamilan secara berkala minimal 4 kali. Ibu
hamil yang diduga berisiko, terutama risiko melahirkan bayi BBLR harus
cepat dilaporkan, dipantau dan dirujuk pada institusi pelayanan kesehatan
yang lebih mampu.
b. Penyuluhan kesehatan tentang pertumbuhan dan perkembangan janin
dalam rahim, tanda tanda bahaya selama kehamilan dan perawatan diri
selama kehamilan agar mereka dapat menjaga kesehatannya dan janin
yang dikandung dengan baik
c. Hendaknya ibu dapat merencanakan persalinannya pada kurun umur
reproduksi sehat (20-34 tahun)
d. Perlu dukungan sektor lain yang terkait untuk turut berperan dalam
meningkatkan pendidikan ibu dan status ekonomi keluarga agar mereka
dapat meningkatkan akses terhadap pemanfaatan pelayanan antenatal dan
status gizi ibu selama hamil.

8. Penatalaksanaan
a. Mempertahankan suhu tubuh.
Bayi prematur mudah hipotermia bila berada di lingkungan dingin.
Bila bayi dirawat di dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan
berat badan kurang dari 2 kg adalah 35°C dan untuk bayi berat badan 2-
2,5 kg 34°C agar ia dapat mempertahankan suhu tubu sekitar 37°C suhu
inkubator dapat diturukan 1°C perminggu untuk bayi dengan berat badan
kurang dari 2 kg secara berangsur-angsur ia dapat diletakan didalam
tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27°C-29°C.
Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan
membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat di sekitar atau
dengan memasang lampu petromaks didekatkan pada tempat tidur bayi.
Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting untuk
memudahkan pengawasan mengenai keadaan umum, tingkah laku,
pernapasan dan kejang (Winkjosastro, 2006).
b. Mencegah infeksi dengan ketat.
Bayi berat lahir rendah mudah sekali terkena daya tahan tubuh yang
masih lemah, kemampuan leukosit masih kurang dan pembentukan
antibodi belum sempurna. Sehingga Bayi Berat Badan Lahir Rendah
(BBLR) sangat rentan akan infeksi, perhatikan prinsip-prinsip pencegahan
infeksi termasuk mencuci tangan sebelum memegang bayi.
c. Penimbangan Berat Badan
Perubahan berat badan mencerminkan kondisi gizi/nutrisi bayi dan
erat kaitannya dengan daya dan tubuh, oleh sebab itu penimbangan berat
badan agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubinemia. Pada
umunya bayi dengan berat lahir 2000 gram atau lebih dapat mengisap air
susu ibu dan bayi dengan berat kurang 1500 gram bayi diberi minum
melalui sonde. Sesudah 5 hari bayi lahir dicoba menyusu pada ibunya, bila
daya isap cukup baik maka pemberian air susu ibu diteruskan
(Winkjosastro, 2006).
d. Pengawasan nutrisi/ASI.
Bayi prematur atau BBLR mempunyai masalah menyusui karena
refleks menghisapnya masih lemah. Untuk bayi demikian sebaiknya ASI
dikeluarkan dengan pompa atau diperas dan diberikan pada bayi dengan
pipa lambung atau pipet. Dengan memegang kepala dan menahan bawah
dagu, bayi dapat dilatih untuk menghisap sementara ASI yang telah
dikeluarkan yang diberikan dengan pipet atau selang kecil yang menempel
pada puting. ASI merupakan pilihan utama.
Apabila bayi sudah tidak mendapatkan cairan IV dan beratnya naik
20 g/hari selama 3 hari berturut-turut, timbang bayi 2 kali seminggu.
e. Medikamentosa
Pemberian vitamin K : Injeksi 1 mg IM sekali pemberian, atau Per oral 2 mg
sekali pemberian atau 1 mg 3 kali pemberian (saat lahir, umur 3-10 hari,
dan umur 4-6 minggu)
f. Pemantauan (Monitoring)
1) Pemantauan saat dirawat
a) Terapi
Bila diperlukan terapi untuk penyulit tetap diberikan. Preparat besi
sebagai suplemen mulai diberikan pada usia 2 minggu
b) Tumbuh kembang
Pantau berat badan bayi secara periodic. Bayi akan kehilangan
berat badan selama 7-10 hari pertama (sampai 10% untuk bayi
dengan berat lair ≥1500 gram dan 15% untuk bayi dengan berat lahir
<1500 gram.
Bila bayi sudah mendapatkan ASI secara penuh (pada semua
kategori berat lahir) dan telah berusia lebih dari 7 hari :
(1) Tingkatkan jumlah ASI denga 20 ml/kg/hari sampai tercapai jumlah
180 ml/kg/hari
(2) Tingkatkan jumlah ASI sesuai dengan peningkatan berat badan
bayi agar jumlah pemberian ASI tetap 180 ml/kg/hari
(3) Apabila kenaikan berat badan tidak adekuat, tingkatkan jumlah
pemberian ASI hingga 200 ml/kg/har
(4) Ukur berat badan setiap hari, panjang badan dan lingkar kepala
setiap minggu.
2) Pemantauan setelah pulang
Diperlukan untuk mengetahui perkembangan bayi dan mencegah/
mengurangi kemungkinan komplikasi setelah pulang sebagai berikut :
a) Sesudah pulang hari ke-2, ke-10, ke-20, ke-30, dilanjutkan setiap
bulan.
b) Hitung umur koreksi
c) Pertumbuhan; berat badan, panjang badan dan lingkar kepala.
d) Tes perkembangan, Denver development screening test (DDST)
e) Awasi adanya kelainan bawaan.

B. Asfiksia Neonatorum
1. Pengertian
Asfiksia neonatorum adalah kegagalan bernapas secara spontan dan
teratur pada saat lahir atau beberapa saat setelah lahir yang ditandai dengan
keadaan PaO2 di dalam darah rendah (hipoksemia), hiperkarbia (Pa CO2
meningkat) dan asidosis.

2. Etiologi
Penyebab asfiksia dapat berasal dari faktor ibu, janin dan plasenta.
Adanya hipoksia dan iskemia jaringan menyebabkan perubahan fungsional
dan biokimia pada janin. Faktor ini yang berperan pada kejadian asfiksia.

3. Gejala Klinik
Bayi tidak bernapas atau napas megap-megap, denyut jantung kurang
dari 100 x/menit, kulit sianosis, pucat, tonus otot menurun, tidak ada respon
terhadap refleks rangsangan.

4. Diagnosis
a. Anamnesis :
Gangguan/kesulitan waktu lahir, lahir tidak bernafas/menangis.
b. Pemeriksaan fisik : Nilai Apgar

Klinis 0 1 2
Detak jantung Tidak ada < 100 x/menit >100x/menit
Pernafasan Tidak ada Tak teratur Tangis kuat
Refleks saat jalan nafas Tidak ada Menyeringai Batuk/bersin
dibersihkan
Tonus otot Lunglai Fleksi ekstrimitas Fleksi kuat
(lemah) gerak aktif
Warna kulit Biru pucat Tubuh merah Merah
ekstrimitas biru seluruh tubuh
Penilaian
 Nilai 0-3 : Asfiksia berat
 Nilai 4-6 : Asfiksia sedang
 Nilai 7-10 : Normal
c. Pemeriksaan penunjang :
1) Foto polos dada
2) USG kepala
3) Laboratorium : darah rutin, analisa gas darah, serum elektrolit
d. Penyulit
1) Otak : hipoksik iskemik ensefalopati, edema serebri, palsi serebralis
2) Jantung dan paru : hipertensi pulmonal persisten pada neonatus,
perdarahan paru, edema paru
3) Gastrointestinal : enterokolitis nekrotikans
4) Ginjal : tubular nekrosis akut, SIADH
5) Hematologi : DIC
5. Pentalaksanaan
a. Resusitasi
b. Terapi medikamentosa :
1) Epinefrin :
a) Indikasi :
 Denyut jantung bayi < 60 x/m setelah paling tidak 30 detik
dilakukan ventilasi adekuat dan pemijatan dada.
 Asistolik.
b) Dosis :
0,1-0,3 ml/kg BB dalam larutan 1 : 10.000 (0,01 mg-0,03 mg/kg BB)
Cara : i.v atau endotrakeal. Dapat diulang setiap 3-5 menit bila perlu.
2) Volume ekspander :
a) Indikasi :
 Bayi baru lahir yang dilakukan resusitasi mengalami hipovolemia
dan tidak ada respon dengan resusitasi.
 Hipovolemia kemungkinan akibat adanya perdarahan atau syok.
Klinis ditandai adanya pucat, perfusi buruk, nadi kecil/lemah, dan
pada resusitasi tidak memberikan respon yang adekuat.
b) Jenis cairan :
 Larutan kristaloid yang isotonis (NaCl 0,9%, Ringer Laktat)
 Transfusi darah golongan O negatif jika diduga kehilangan darah
banyak.
c) Dosis :
Dosis awal 10 ml/kg BB i.v pelan selama 5-10 menit. Dapat diulang
sampai menunjukkan respon klinis.
3) Bikarbonat :
a) Indikasi :
 Asidosis metabolik, bayi-bayi baru lahir yang mendapatkan
resusitasi. Diberikan bila ventilasi dan sirkulasi sudah baik.
 Penggunaan bikarbonat pada keadaan asidosis metabolik dan
hiperkalemia harus disertai dengan pemeriksaan analisa gas
darah dan kimiawi.
b) Dosis :
1-2 mEq/kg BB atau 2 ml/Kg BB (4,2%) atau 1 ml/kg bb (8,4%)
c) Cara :
Diencerkan dengan aquades atau dekstrose 5% sama banyak
diberikan secara intravena dengan kecepatan minimal 2 menit.
d) Efek samping :
Pada keadaan hiperosmolaritas dan kandungan CO2 dari bikarbonat
merusak fungsi miokardium dan otak.
4) Nalokson :
a) Indikasi :
 Depresi pernafasan pada bayi baru lahir yang ibunya
menggunakan narkotik 4 jam sebelum persalinan.
 Jangan diberikan pada bayi baru lahir yang ibunya baru dicurigai
sebagai pemakai obat narkotika sebab akan menyebabkan tanda
with drawltiba-tiba pada sebagian bayi.
b) Dosis : 0,1 mg/kg BB (0,4 mg/ml atau 1 mg/ml)
c) Cara : Intravena, endotrakeal atau bila perpusi baik diberikan i.m
atau s.c
d) Suportif
 Jaga kehangatan.
 Jaga saluran napas agar tetap bersih dan terbuka.
 Koreksi gangguan metabolik (cairan, glukosa darah dan elektrolit).

C. Sindroma Gangguan Pernapasan


1. Pengertian
Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan gejala yang terdiri
dari dispnea atau hiperapnea dengan frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali
per menit, sianosis, merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di daerah
epigastrium, interkostal pada saat inspirasi Penyakit Membran Hialin (PMH).

2. Etiologi Sindrom Gangguan Pernafasan


Penyebab kelainan ini adalah kekurangan suatu zat aktif pada alveoli
yang mencegah kolaps paru. PMH sering kali mengenai bayi prematur,
karena produksi surfaktan yang di mulai sejak kehamilan minggu ke 22, baru
mencapai jumlah cukup menjelang cukup bulan.

3. Gambaran Klinis Sindrom Gangguan Pernafasan


PMH umumnya terjadi pada bayi prematur dengan berat badan 1000-
2000 gram. Atau masa generasi 30-36 minggu. Gangguan pernafasan mulai
tampak dalam 6-8 jam pertama setelah lahir dan gejala yang karakteritis mulai
terlihat pada umur 24-72 jam.

4. Penatalaksanaan Sindrom Gangguan Pernafasan


a. Memberikan lingkungan yang optimal, suhu tubuh bayi harus dalam batas
normal (36.5-37oc) dan meletakkan bayi dalam inkubator.
b. Pemberian oksigen dilakukan dengan hati-hati karena terpengaruh
kompleks terhadap bayi prematur, pemberian oksigen terlalu banyak
menimbulkan komplikasi fibrosis paru, kerusakan retina dan lain-lain.
c. Pemberian cairan dan elektrolit sangat perlu untuk mempertahankan
hemeostasis dan menghindarkan dehidrasi. Permulaan diberikan glukosa
5-10 % dengan jumlah 60-125 ML/ Kg BB/ hari.
d. Pemberian antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder. Penisilin dengan
dosis 50.000-10.000 untuk / kg BB / hari / ampisilin 100 mg / kg BB/ hari
dengan atau tanpa gentasimin 3-5 mg / kg BB / hari.
e. Kemajuan terakhir dalam pengobatan pasien PMH adalah pemberian
surfaktan ekstrogen ( surfaktan dari luar).

D. Ikterus
1. Pengertian
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosa karena adanya deposisi produk akhir katabolisme hem yaitu bilirubin.
Secara klinis, ikterus pada neonatus akan tampak bila konsentrasi bilirubin
serum lebih 5 mg/dL. Hiperbilirubinemia adalah keadaan kadar bilirubin dalam
darah >13 mg/dL.
Pada bayi baru lahir, ikterus yang terjadi pada umumnya adalah
fisiologis (Timbul dalam 24 jam pertama kehidupan.), kecuali:
a. Bilirubin total/indirek untuk bayi cukup bulan > 13 mg/dL atau bayi kurang
bulan >10 mg/dL.
b. Peningkatan bilirubin > 5 mg/dL/24 jam.
c. Kadar bilirubin direk > 2 mg/dL.
d. Ikterus menetap pada usia >2 minggu.

2. Etiologi
Peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru lahir,
karena hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak
dan berumur lebih pendek. Fungsi hepar yang belum sempurna (jumlah dan
fungsi enzim glukuronil transferase, UDPG/T dan ligand dalam protein belum
adekuat) -> penurunan ambilan bilirubin oleh hepatosit dan konjugasi.
Faktor risiko untuk timbulnya ikterus neonatorum:
a. Faktor Maternal
1) Ras atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
2) Komplikasi kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
b. Faktor Perinatal
1) Trauma lahir (sefalhematom, ekimosis)
2) Infeksi (bakteri, virus, protozoa)
c. Faktor Neonatus
1) Prematuritas
2) Faktor genetic
3) Polisitemia
4) Obat (streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
5) Rendahnya asupan ASI
6) Hipoglikemia
7) Hipoalbuminemia.

3. Patofisiologi
Bilirubin pada neonatus meningkat akibat terjadinya pemecahan
eritrosit. Bilirubin mulai meningkat secara normal setelah 24 jam, dan
puncaknya pada hari ke 3-5. Setelah itu perlahan-lahan akan menurun
mendekati nilai normal dalam beberapa minggu.
a. Ikterus fisiologis
Secara umum, setiap neonatus mengalami peningkatan konsentrasi
bilirubin serum, namun kurang 12 mg/dL pada hari ketiga hidupnya
dipertimbangkan sebagai ikterus fisiologis. Pola ikterus fisiologis pada bayi
baru lahir sebagai berikut: kadar bilirubin serum total biasanya mencapai
puncak pada hari ke 3-5 kehidupan dengan kadar 5-6 mg/dL, kemudian
menurun kembali dalam minggu pertama setelah lahir. Kadang dapat
muncul peningkatan kadar bilirubin sampai 12 mg/dL dengan bilirubin
terkonyugasi < 2 mg/dL.
Pola ikterus fisiologis ini bervariasi sesuai prematuritas, ras, dan
faktor-faktor lain. Sebagai contoh, bayi prematur akan memiliki puncak
bilirubin maksimum yang lebih tinggi pada hari ke-6 kehidupan dan
berlangsung lebih lama, kadang sampai beberapa minggu. Bayi ras Cina
cenderung untuk memiliki kadar puncak bilirubin maksimum pada hari ke-4
dan 5 setelah lahir. Faktor yang berperan pada munculnya ikterus fisiologis
pada bayi baru lahir meliputi peningkatan bilirubin karena polisitemia relatif,
pemendekan masa hidup eritrosit (pada bayi 80 hari dibandingkan dewasa
120 hari), proses ambilan dan konyugasi di hepar yang belum matur dan
peningkatan sirkulasi enterohepatik.
b. Ikterus pada bayi mendapat ASI (Breast milk jaundice)
Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi
ikterus yang yang berkepanjangan. Hal ini dapat terjadi karena adanya
faktor tertentu dalam ASI yang diduga meningkatkan absorbsi bilirubin di
usus halus. Bila tidak ditemukan faktor risiko lain, ibu tidak perlu khawatir,
ASI tidak perlu dihentikan dan frekuensi ditambah.

4. Penegakan Diagnosis Hiperbilirubinemia


a. Visual
WHO menerangkan cara menentukan ikterus secara visual, yaitu :
1) Pemeriksaan dilakukan dengan pencahayaan yang cukup (di siang hari
dengan cahaya matahari) karena ikterus bisa terlihat lebih parah bila
dilihat dengan pencahayaan buatan dan bisa tidak terlihat pada
pencahayaan yang kurang.
2) Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna di
bawah kulit dan jaringan subkutan.
3) Tentukan keparahan ikterus berdasarkan umur bayi dan bagian tubuh
yang tampak kuning.
b. Bilirubin Serum
Umumnya yang diperiksa adalah bilirubin total. Sampel serum harus
dilindungi dari cahaya (dengan aluminium foil). Beberapa senter
menyarankan pemeriksaan bilirubin direk, bila kadar bilirubin total > 20
mg/dL atau usia bayi > 2 minggu.
c. Bilirubinometer Transkutan
Bilirubinometer adalah instrumen spektrofotometrik yang bekerja
dengan prinsip memanfaatkan bilirubin yang menyerap cahaya dengan
panjang gelombang 450 nm. Cahaya yang dipantulkan merupakan
representasi warna kulit neonatus yang sedang diperiksa.
d. Pemeriksaan bilirubin transkutan (TcB) dahulu menggunakan alat yang
amat dipengaruhi pigmen kulit. Saat ini, alat yang dipakai menggunakan
multiwavelength spectral reflectance yang tidak terpengaruh pigmen.
Pemeriksaan bilirubin transkutan dilakukan untuk tujuan skrining, bukan
untuk diagnosis.
e. Pemeriksaan bilirubin bebas dan CO
Beberapa metode digunakan untuk mencoba mengukur kadar
bilirubin bebas. Salah satunya dengan metode oksidase-peroksidase.
Prinsip cara ini berdasarkan kecepatan reaksi oksidasi peroksidasi
terhadap bilirubin. Bilirubin menjadi substansi tidak berwarna. Dengan
pendekatan bilirubin bebas, tata laksana ikterus neonatorum akan lebih
terarah.
Seperti telah diketahui bahwa pada pemecahan heme dihasilkan
bilirubin dan gas CO dalam jumlah yang ekuivalen. Berdasarkan hal ini,
maka pengukuran konsentrasi CO yang dikeluarkan melalui pernapasan
dapat digunakan sebagai indeks produksi bilirubin.

Tabel 1. Perkiraan Klinis Tingkat Keparahan Ikterus

Usia Kuning terlihat pada Tingkat keparahan ikterus

Hari 1 Bagian tubuh manapun


Hari 2 Tengan dan tungkai * Berat
Hari 3 Tangan dan kaki
* Bila kuning terlihat pada bagian tubuh manapun pada hari pertama
dan terlihat pada lengan, tungkai, tangan dan kaki pada hari kedua, maka
digolongkan sebagai ikterus sangat berat dan memerlukan terapi sinar
secepatnya. Tidak perlu menunggu hasil pemeriksaan kadar bilirubin
serum untuk memulai terapi sinar.
5. Penatalaksanaan
a. Ikterus Fisiologis
1) Minum ASI dini dan sering
2) Terapi sinar, sesuai dengan panduan WHO
3) Pada bayi yang pulang sebelum 48 jam, diperlukan pemeriksaan ulang
dan kontrol lebih cepat (terutama bila tampak kuning).
4) Bilirubin serum total 24 jam pertama > 4,5 mg/dL dapat digunakan
sebagai faktor prediksi hiperbilirubinemia pada bayi cukup bulan sehat
pada minggu pertama kehidupannya.
5) Tentukan apakah bayi memiliki faktor risiko berikut: berat lahir < 2,5 kg,
lahir sebelum usia kehamilan 37 minggu, hemolisis atau sepsis
6) Ambil contoh darah dan periksa kadar bilirubin serum dan hemoglobin,
tentukan golongan darah bayi dan lakukan tes Coombs:
7) Bila kadar bilirubin serum di bawah nilai dibutuhkannya terapi sinar,
hentikan terapi sinar.
8) Bila kadar bilirubin serum berada pada atau di atas nilai dibutuhkannya
terapi sinar, lakukan terapi sinar
9) Bila faktor Rhesus dan golongan darah ABO bukan merupakan
penyebab hemolisis atau bila ada riwayat defisiensi G6PD di keluarga,
lakukan uji saring G6PD bila memungkinkan.
b. Ikterus Patologis
1) Cegah agar gula darah tidak turun. Cara membuat air gula. Larutkan 4
sendok teh gula kedalam gelas yang berisi 200 cc air masak
2) Jika anak tidak bisa menetek lagi tapi masih bisa menelan beri perasan
ASI atau susu pengganti, Jika keduanaya tidak memungkinkan beri air
gula 30-50 cc sebelum dirujuk
3) Jika anak tidak bisa menelan berikan 50cc air susu atau air gula
melalaui pipa ansogastrik ,jika tidak rujuk segera
4) Nasehati ibu agar menjaga bayi tetap hangat
5) Sertakan contoh darah ibu jika kuning terjadi pada 2 hari pertama
kehidupan Setiap ikterik yang muncul pada 24 jam pertama adalah
patologis dan membutuhkan pemeriksaan laboratorium lanjut
6) Pada bayi dengan ikterus kramer grade 3 atau lebih perlu dirujuk
7) Beri terapi sinar untuk bayi yang dirawat di RS dan jemur bayi dibawah
sinar matahari pagi pada jam 7-8 selaam 30 menit/.15 menit telentang
dan 15 menit telungkup
8) Perhatikan frekuensi BAK dan BAB
9) Cegah kontak dengan keluarga yang sakit dan cegah terjadinya infeksi

E. Perdarahan Tali Pusat


1. Pengertian
Perdarahan yang terjadi pada tali pusat bisa timbul sebagai akibat dari
trauma pengikatan tali pusat yang kurang baik atau kegagalan proses
pembentukkan trombus normal. Selain itu perdarahan pada tali pusat juga
bisa sebagi petunjuk adanya penyakit pada bayi.

2. Etiologi Pendarahan Tali Pusat


a. Robekan umbilikus normal, biasanya terjadi karena :
1) Patus precipitates
2) Adanya trauma atau lilitan tali pusat
3) Umbilikus pendek, sehingga menyebabkan terjadinya tarikan yang
berlebihan pada saat persalinan
4) Kelalaian penolong persalinan yang dapat menyebabkan tersayatnya
dinding umbilikus atau placenta sewaktu sectio secarea
b. Robekan umbilikus abnormal, biasanya terjadi karena :
1) Adanya hematoma pada umbilikus yang kemudian hematom tersebut
pecah, namun perdarahan yang terjadi masuk kembali ke dalam
placenta. Hal ini sangat berbahaya bagi bayi dan dapat menimbulkan
kematian pada bayi
2) Varises juga dapat menyebabkan perdarahan apabila varises pecah
3) Aneurisma pembuluh darah pada umbilikus dimana terjadi pelebaran
pembuluh darah setempat saja karena salah dalam proses
perkembangan atau terjadi kemunduran dinding pembuluh darah. Pada
aneurisme pembuluh darah menyebabkan pembuluh darah rapuh dan
mudah pecah.
c. Robekan pembuluh darah abnormal
1) Pembuluh darah aberan yang mudah pecah karena dindingnya tipis dan
tidak ada perlindungan jely Wharton
2) Insersi velamentosa tali pusat, dimana pecahnya pembuluh darah terjadi
pada tempat percabangan tali pusat sampai ke membran tempat
masuknya dalam placenta tidak adda proteksi. Umbilikus dengan
kelainan insersi ini sering terdapat pada kehamilan ganda
3) Placenta multilobularis, perdarahan terjadi pembuluh darah yang
menghubungkan masing- masing lobus dengan jaringan placenta
karena bagian tersebut sangat rapuh dan mudah pecah
4) Perdarahan akibat placenta previa dan abrotio placenta
Perdarahan akibat placenta previa dan abrutio placenta dapat
membahayakan bayi. Pada kasus placenta previa cenderung
menyebabkan anemia, sedangkan pada kasus abrutio placenta lebih
sering mengakibatkan kematian intra uterin karena dapat terjadi
anoreksia.
3. Penatalaksanaan Pendarahan Tali Pusat
a. Penanganan disesuaikan dengan penyebab dari perdarahan tali pusat
yang terjadi
b. Untuk penanganan awal, harus dilakukan tindakan pencegahan infeksi paa
tali pusat.
c. Segera lakukan inform consent dan inform choise pada keluarga pasien
untuk dilakukan rujukan.

F. Kejang
1. PENGERTIAN

Kejang adalah gerakan otot tubuh secara mendadak yang tidak disadari

baik dalam bentuk kronik atau tonik dengan atau tanpa disertai hilangnya

kesadaran.

2. Etiologi

a. Gangguan vaskuler

1) Perdarahan akibat ptechie akibat dari anoreksia dan asfiksia yang dapat

terjadi di intra cerebral atau intra ventrikuler.

2) Perdarahan akibat trauma langsung yaitu berupa perdarahan di sub

kranial atau subdural.

3) Trombosis

4) Penyakit perdarahan seperti defiasiensi vitamin K

5) Sindroma hiperviskositas

b. Gangguan metabolisme

1) Hipokalsemia 5) Hipo dan hipernatremia

2) Hipomagnesemia 6) Hiperbilirubinemia

3) Hipoglkemia 7) Difisiensi dan

4) Amino Asiduria ketergantungan piridoksin.

c. Infeksi

1) Meningitis 3) Toksoplasma kongenital

2) Enchepalitis 4) Penyakit cytomegali inclusion


d. Toksik

e. Kelainan kongenital

1) Paransefali

2) Hidrasefali

f. Lain- lain

1) Narcotik withdraw

2) Neoplasma

3. Penatalaksanaan

a. Memberantas kejang secepat mungkin.

Bila penderita datang dalam keadaan stsatus konfusifus, obat pilihan

utama adalah Diazepam yang diberikan secara IV, keberhasilannya dapat

menekan kejang sekitar 80-90 % dengan efek terapeutik yang sangat

cepat. Dosis obat tergantung dari berat badan yaitu :

1) BB kurang dari 10 kg : 0,5 – 0,75 mg/kg BB dengan minimal dalam

semprit 2,5 mg.

2) BB 10 – 20 kg : 0,5 mg /kg BB dengan minimal dalam semprit 7,5 mg.

3) BB diatas 20 kg : 0,5 mg /kg BB.

4) Biasanya dosis rata-rata yang terpakai 0,3 mg/kgBB tiap kali dengan

maksimum 5 mg pada anak berumur kurang dari 5 tahun dan 10 mg

pada anak yang lebih besar.

b. Pengobatan penunjang

1) Semua pakaian ketat dibuka.

2) Posisi kepala miring untuk mencegah aspirasi pada lambung.

3) Usahakan agar jalan nafas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen

bila perlu lakukan intubasi atau trakeostomi.


4) Penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan diberikan

oksigen.

5) Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, TD, RR dan fungsi jantung harus

diawasi secara ketat. Cairan intravena sebaiknya diberikan dengan

monitoring untuk menilai adanya kelainan metabolik dan elektrolit. Jika

suhu meningkat sampai hiperpireksia dilakukan hibernasi dengan

kompres alkohol dan es. Obat untuk hibernasi adalah Clorpromazin 2-4

mg/kgBB per hari dibagi dalam 3 dosis, Prometazon 4-6 mg/kgBB

perhari dibagi dalam 3 dosis secara suntikan. Untuk mencegah edema

otak diberikan kortikosteroid dan glukokortikoid.

G. Hipotermia
1. Pengertian
Menurut Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo (2001),bayi
hipotermia adalah bayi dengan suhu badan dibawah normal.adapun suhu
normal pada neonatus adalah 36,5o-37,5oC. Gejala awal pada hipotermi
apabila suhu <36o C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Bila seluruh
tubuh bayi terasa dingin maka bayi sudah mengalami hipotermia sedang
(suhu 320-36o C). Disebut hipotermia berat bila suhu <32o C diperlukan
termometer ukuran rendah yang dapat mengukur sampai 25o C.

2. Etiologi Hipotermi
Penyebab terjadinya hipotermi pada bayi yaitu :
a. Jaringan lemak subkutan tipis.
b. Perbandingan luas permukaan tubuh dengan berat badan besar.
c. Cadangan glikogen dan brown fat sedikit.
d. Bayi baru lahir tidak ada respon shivering (menggigil) pada reaksi
kedinginan.
e. Kurangnya pengetahuan perawat dalam pengelolaan bayi yang berisiko
tinggi mengalami hipotermia.
f. Bayi dipisahkan dari ibunya segera mungkin setelah lahir.
g. Berat lahir bayi yang kurang dan kehamilan prematur.
h. Tempat melahirkan yang dingin.
i. Bayi asfiksia, hipoksia, resusitasi yang lama, sepsis, sindrom dengan
pernapasan, hipoglikemia perdarahan intra kranial.

Mekanisme hilangnya panas pada bayi yaitu :

a. Radiasi adalah panas yang hilang dari objek yang hangat (bayi) ke
objekyang dingin. Misal BBL diletakkan ditempat yang dingin.
b. Konduksi adalah pindahnya panas tubuh bayi karena kulit bayi langsung
kontak dengan permukaan yang lebih dingin. Misal popok atau celana
basah tidak langsung diganti.
c. Konveksi adalah hilangnya panas dari bayi ke udara sekelilingnya. Misal
BBL diletakkan dekat pintu atau jendela terbuka.
d. Evaporasi adalah hilangnya panas akibat penguapan dari air pada kulit
bayi misalnya cairan amnion pada bayi.

3. Tanda dan Gejala Hipotermi


a. Hipotermi Ringan
1) Suhu tubuh bayi turun dari normalnya.
2) Bayi tidak mau minum atau menetek.
3) Bayi tampak lesu atau mengantuk saja.
4) Tubuh bayi teraba dingin.
5) Dalam keadaan berat denyut jantung bayi menurun dan kulit tubuh
mengeras (sklerema).
6) Kulit bayi berwarna merah muda dan terlihat sehat.
7) Pernapasannya cepat.
8) Denyut nadinya melemah.
9) Pupil mata melebar (dilatasi) dan tidak bereaksi.
b. Tanda-tanda hipotermia sedang :
1) Aktifitas berkurang.
2) Tangisan lemah.
3) Kulit berwarna tidak rata (cutis malviorata).
4) Kemampuan menghisap lemah.
5) Kaki teraba dingin.
c. Tanda-tanda hipotermia berat :
1) Aktifitas berkurang,letargis.
2) Bibir dan kuku kebiruan.
3) Pernafasan lambat dan Bunyi jantung lambat.
4) Selanjutnya mungkin timbul hipoglikemia dan asidosis metabolik.
5) Risiko untuk kematian bayi.

4. Komplikasi
Hipotermi yang terjadi pada bayi apabila tidak tertangani dengan tepat
menyebabkan beberapa gangguan yakni:
a. Gangguan sistem saraf pusat: koma,menurunnya reflex mata(seperti
mengedip)
b. Cardiovascular: penurunan tekanan darah secara
berangsur, menghilangnya tekanan darah sistolik
c. Pernafasan: menurunnya konsumsi oksigen
d. Saraf dan otot: tidak adanya gerakan, menghilangnya reflex perifer.

5. Penatalaksanaan
a. Hangatkan bayi secara bertahap. Bawalah ia ke ruangan yang hangat.
Bungkuslah tubuhnya dengan selimut tebal.
b. Menunda memandikan bayi baru lahir sampai suhu tubuh bayi stabil.
c. Setiap bayi lahir harus segera dikeringkan dengan handuk yang kering dan
bersih
d. Pakaikan topi dan dekaplah si kecil agar ia menjadi hangat oleh panas
tubuh anda.
e. Jangan menempelkan sumber panas langsung, seperti botol berisi air
panas ke kulit anak. Anak harus menjadi hangat secara bertahap.
f. Memberi ASI sedini mungkin segera setelah melahirkan agar dapat
merangsang rooting refleks dan bayi mendapat kalori.
g. Jika anak hilang kesadaran,bukalah saluran udaranya dan periksa
pernapasannya. Jika anak bernapas,baringkan ia pada posisi
pemulihan,jika tidak bernapas,mulailah bantuan pernapasan dan kompresi
dada. Telepon Ambulans. Mempertahankan bayi tetap hangat selama
dalam perjalanan pada waktu merujuk.

H. Hipertermia
1. Pengertian
Hipertermia adalah keadaan dimana seorang individu mengalami atau
beresiko mengalami peningkatan suhu tubuh terus menerus di atas 37,8°C
per oral atau 38,8°C per rectal karena peningkatan kerentanan terhadap
faktor-faktor eksternal.
2. Etiologi Hipertermi
Disebabkan oleh meningkatnya produksi panas andogen (olahraga
berat, Hipertermia maligna, Sindrom neuroleptik maligna, Hipertiroiddisme),
Pengurangan kehilangan panas, atau terpajan lama pada lingkungan bersuhu
tinggi (sengatan panas).

3. Gejala Hipertermi
a. Suhu badan tinggi (>37,5°C)
b. Terasa kehausan.
c. Mulut kering
d. Kedinginan,lemas
e. Anoreksia (tidak selera makan)
f. Nadi cepat.
g. Pernafasan cepat (>60X/menit)
h. Berat badan bayi menurun
i. Turgor kulit kurang.

4. Penanganan Hipertermia Bayi baru lahir


a. Bayi dipindah ke ruangan yang sejuk dengan suhu kamar sekitar 26°-28°C
b. Anjurkan ibu untuk menyusui bayinya. Bila bayi tidak dapat menyusui, beri
ASI panas dengan salah satu alternative cara pemberian minum
c. Tubuh bayi diseka dengan kain basah sampai suhu tubuh bayi normal
(jangan menggunakan air es).
d. Berikan cairan dekstrose : NaCl = 1:4 secara intravena sampai dehidrasi
teratasi
e. Antibiotik diberikan bila ada infeksi.
f. Turunkan suhu alat penghangat, bila bayi di dalam incubator, buka
incubator sampai suhu dalam batas normal
g. Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu badannya setiap 3
jam

I. Hipoglikemia
1. Pengertian
Hipoglikemia adalah suatu keadaan dimana kadar gula darah (glukosa)
secara abnormal rendah Istilah hepoglikemia digunakan bila kadar gula darah
bayi secara bermakna dibawah kadar rata-rata. Dikatakan hepoglikemia bila
kadar glukosa darah kurang dari 30 mg/dl.
2. Etiologi
Hipoglikemia biasanya terjadi jika seorang bayi pada saat dilahirkan
memiliki cadangan glukosa yang rendah (yang disimpan dalam bentuk
glikogen). Penyebab lainnya adalah: Prematuritas, Post-maturitas dan
Kelainan fungsi plasenta (ari-ari) selama bayi berada dalam kandungan.
Hipoglikemia juga bisa terjadi pada bayi yang memiliki kadar insulin
tinggi.Bayi yang ibunya menderita diabetes seringkali memiliki kadar insulin
yang tinggi karena ibunya memiliki kadar gula darah yang tinggi; sejumlah
besar gula darah ini melewati plasenta dan sampai ke janin selama masa
kehamilan. Akibatnya, janin menghasilkan sejumlah besar insulin.Peningkatan
kadar insulin juga ditemukan pada bayi yang menderita penyakit hemolitik
berat.

3. Manifestasi Klinis
Hipoglikemia simtomatik pada neonates cenderung terjadi selama 6-12
jam kehidupan. Sering menyertai penyakit-penyakit seperti : distress perinatal,
terlambat pemberian ASI dan bayi dari ibu DM. Tidak ada perbedaan dalam
hal jenis kelamin. Juga termasuk dalam golongan ini ialah bayi dari ibu DM
insulin (IDM) dan ibu menderita DM kehamilan (IGDM). Meskipun banyak 50%
dari IDM dan 25% IGDM mempunyai kadar glucose <30 mg/dl selama 2-6 jam
kehidupan, kebanyakan tidak memperlihatkan akibat/ tanda-tanda dari
hipoglikemianya. Umumnya sembuh spontan, tetapi sebagian kecil (10%-
20%) kadar gula tetap rendah. Beberapa di antaranya menunjukkan respons
yang baik terhadap suntikan glucagon 300 mikrogram atau 0,3 mg/kgBB IM,
tidak lebih 1 mg totalnya.
Hipoglikemia neonates simtomatik gejalanya tidak khas, misalnya :
apati, anoreksia, hipotoni, apneu, sianosis, pernapasan tidak teratur,
kesadaran menurun, tremor, kejang tonik/klonik, menangis tidak normal dan
cengeng. Kebanyakan gejala pertama timbul sesudah 24 - 48 jam kehidupan.

4. Penatalaksanaan Hipoglikemia
a. Memantau kadar glukosa darah
Semua neonatus berisiko tinggi harus ditapis : Pada saat lahir dan 30
menit setelah lahir. Kemudian setiap 2-4 jam selama 48 jam atau sampai
pemberian minum berjalan baik dan kadar glukosa normal tercapai
b. Pencegahan hipoglikemia
1) Menghindari faktor resiko yang dapat dicegah, contohnya hipotermia
2) Pemberian makan enteral
3) Jika bayi tidak mungkin menyusui, mulailah pemberian minum dengan
menggunakan sonde dalam waktu 1-3 jam setelah lahir
4) Jika ini gagal, terapi intravena dengan glukosa 10% harus dimulai dan
kadar glukosa dipantau
c. Perawatan hipoglikemia
1) Koreksi segera dengan bolus 200 mg/kg dengan dekstrosa 10% = 2
cc/kg dan diberikan melalui intravena selama 5 menit dan diulang sesuai
keperluan
2) Infus tak terputus (continual) glukosa 10% dengan kecepatan 6-8
mg/kg/menit harus dimulai
3) Kecepatan infus glukosa (GIR) dihitung menurut formula berikut :
GIR (mg/kg/min) = kecepatan cairan (cc/jam) x konst. dextrose(%)
6x berat (Kg) e
4) Ketika pemberian makan telah dapat ditoleransi dan nilai pemantauan
glukosa di tempat tidur (bed side) sudah normal maka infus dapat
diturunkan secara bertahap. Tindakan ini mungkin memerlukan waktu
24-48 jam atau lebih untuk menghindari kambuhnya hipoglikemia
J. Tetanus Neonatorum
1. Pengertian
Tetanus merupakan suatu infeksi akut yang ditandai kondisi spastik
paralisis yang disebabkan oleh neurotoksin yang dihasilkan oleh Clostridium
tetani akibat pemotongan tali pusat atau perawatan tidak aseptic.

2. Etiologi Tetanus Neonaturum


Penyebabnya adalah hasil klostrodium tetani (Kapitaselekta, 2000)
bersifat anaerob, berbentuk spora selama diluar tubuh manusia dan dapat
mengeluarkan toksin yang dapat mengahancurkan sel darah merah, merusak
lekosit dan merupakan tetanospasmin yaitu toksin yang bersifat neurotropik
yang dapat menyebabkan ketegangan dan spasme otot. (Ilmu Kesehatan
Anak, 1985). Masa inkubasi biasanya 4-21 hari (umumnya 7 hari), tergantung
pada tempat terjadinya luka, bentuk luka, dosis dan toksisitas kuman Tetanus
Neonatorum. (Sudarjat S, 1995).

3. Faktor Resiko Tetanus Neonaturum


a. Pemberian imunisasi TT (tetanus toksoid) pada ibu hamil tidak dilakukan,
atau tidak lengkap, atau tidak sesuai dengan ketentuan program.
b. Pertolongan persalinan tidak memenuhi syarat.
c. Perawatan tali pusat tidak memenuhi persyaratan kesehatan.

4. Gambaran Klinik Tetanus Neonaturum


Masa tunas biasanya 5-14 hari, kadang-kadang sampai beberapa
minggu jika infeksinya ringan. Penyakit ini biasanya terjadi mendadak dengan
ketegangan otot yang makin bertambah terutama pada rahang dan leher.
Dalam 48 jam penyakit menjadi nyata dengan adanya trismus (Ilmu
Kesehatan Anak, 1985).
Pada tetanus neonatorum perjalanan penyakit ini lebih cepat dan berat.
Anamnesis sangat spesifik yaitu :
a. Bayi tiba-tiba panas dan tidak mau minum (karena tidak dapat menghisap).
b. Mulut mencucu seperti mulut ikan.
c. Mudah terangsang dan sering kejang disertai sianosis.
d. Kaku kuduk sampai opistotonus.
e. Dinding abdomen kaku, mengeras dan kadang-kadang terjadi kejang.
f. Dahi berkerut, alis mata terangkat, sudut mulut tertarik kebawah, muka
thisus sardonikus
g. Ekstermitas biasanya terulur dan kaku.

5. Penatalaksanaan Tetanus Neonaturum


a. Mengatasi kejang
Kejang dapat diatasi dengan mengurangi rangsangan atau
pemberian obat anti kejang. Obat yang dapat dipakai adalah kombinasi
fenobarbital dan largaktil. Fenobarbital dapat diberikas mula-mula 30 – 60
mg parenteral kemudian dilanjutkan per os dengan dosis maksimum 10 mg
per hari. Largaktil dapat diberikan bersama luminal, mula-mula 7,5 mg
parenteral, kemudian diteruskan dengan dosis 6 x 2,5 mg setiap hari.
Kombinasi yang lain adalah luminal dan diazepam dengan dosis 0,5 mg/kg
BB.
b. Pemberian antitoksin
Untuk mengikat toksin yang masih bebas dapat diberi A.T.S
(antitetanus serum) dengan dosis 10.000 satuan setiap hari selama 2 hari .
c. Pemberian antibiotika
Untuk mengatasi inferksi dapat digunakan penisilin 200.000 satuan
setiap hari dan diteruskan sampai 3 hari panas turun.
d. Perawatan Tali pusat
e. Memperhatikan jalan nafas, diuresis, dan tanda vital. Lendir sering dihisap.
Pasien tetanus neonatorum setiap kejang selalu disertai sianosis
terus-menerus. Tindakan yang perlu dilakukan :
1) Baringkan bayi dalam sikap kepala ekstensi dengan memberikan ganjal
dibawah bahunya.
2) Berikan O2 secara rumat karena bayi selalu sianosis (1 – 2 L/menit jika
sedang terjadi kejang, karena sianosis bertambah berat O2 berikan lebih
tinggi dapat sampai 4 L/menit, jika kejang telah berhenti turunkan lagi).
3) Pada saat kejang, pasangkan sudut lidah untuk mencegah lidah jatuh ke
belakang dan memudahkan penghisapan lendirnya.
4) Sering hisap lendir, yakni pada saat kejang, jika akan melakukan nafas
buatan pada saat apnea dan sewaktu-waktu terlihat pada mulut bayi.
5) Observasi tanda vital setiap ½ jam .
f. Kebutuhan nutrisi/cairan
Akibat bayi tidak dapat menetek dan keadaan payah, untuk
memenuhi kebutuhan makananya perlu diberikan infus dengan cairan
glukosa 10 %. Tetapi karena juga sering sianosis maka cairan ditambahkan
bikarbonas natrikus 1,5 % dengan perbadingan 4 : 1. Bila keadaan
membaik, kejang sudah berkurang pemberian makanan dapat diberikan
melalui sonde dan selanjutnya sejalan dengan perbaikan bayi dapat diubah
memakai dot secara bertahap.

K. Penyakit yang Diderita Ibu Selama Hamil


1. Bayi Lahir Dari Ibu Dengan Diabetes Militus
Bayi lahir dari ibu dengan diabetes militus (DM), beresiko terjadi
hipoglikimia pada 3 hari pertama setelah lahir, walaupun bayi sudah dapat
minumdengan baik.Anjurkan ibu untuk menyusui dinidengan lebih sering,
paling tidak 8 kali sehari siang malam.Bila bayi berumur kurang dari 3 hari,
amati samapai umur 3 hari.Periksa kadar glucose saat bayi datang/ pada
umur 3 jam.Tiga jam setelah pemeriksaan pertama kemudian tiap 6 jam
selama 24 jam atau sampai kadar glucose dalam batas normal dalam 2 kali
pemeriksaan berturut-turut. Bila kadar glucose kurang dari 45mg/Dl atau bayi
menunjukkan hipoglikemi (tremor/letargi)tangani untuk hipoglikemi.Bila dalam
pengamatan tidak ada tanda-tanda hipoglikemi atau masalah lain, pulangkan
bayi pada hari ke 3.

2. Bayi Lahir Dengan Sifilis


Sifilis kongenitalis adalah suatu infeksi oleh bakteri preponema
palladium yang ditularkan dari ibu kepada janin di dalam
kandungannya.Kemungkinan terjadinya penularan ibu hamil yang menderita
sifilis kepada janin melalui plasenta (ari-ari) adalah sebesar 60-80%.
Penularan biasanya terjadi pada sifilis stadium awal yang tidak di obati.Hampir
50% bayi yang terinfeksi selama berada dalam kandungan akan meninggal
sesaat sebelum atau setelah dilahirkan.
Gejala pada bayi baru lahir,antara lain: rewel, pembesaran getah
bening, hati dan limpa,berat badan bayi tidak bertambah aytau gagal
berkembang, wajahnya tampak seperti orang tua,bibirnya pecah-pecah, dari
hidungnya keluar lender berdarah, lepuhan kecil (vesikel) pada telapak tangan
dan telapak kaki,ruam mukulopapulerberwarna tembaga pada wajah, telapak
tangan,telapak kaki, ruam pada tepi mulut, alat kelamin dan anus, hidungnya
datar (saddle nose), meningitis(peradangan selaput otak),
koroiditis(peradangan pada belakang mata), kejang, serta
hidrosefalus(pembesaran rongga otak yang berisi cairan akibat peningkatan
tekanan di dalam otak).
Bila hasil tes ibu positif dan sudah diobati dengan penicillin 2,4 juta U di
mulai sejak 30 hari sebelum melahirkan, bayi tidak perlu diobati. Bila ibu
diobati atau pengobatan tidak adekuat atau status pengobatan tidak diketahui,
maka lakukan beberapa hal berikut ini:
a. Berikan pada bayi benzathine benzylpenicillin imtramuskular dosis tunggal.
b. Beri ibu dan bapak bayi benzathine benzylpenicillin 2,4 juta U intramuscular
dalam dua suntikan di tempat berbeda
c. Rujuk ibu dan bapak bayi ke RS untuk tindak lanjut
d. Bila tanda-tanda di atas, berikan terapi untuk sifiliskonginetal.

3. Bayi Lahir Dari Ibu Dengan Malaria


Apabila menemukan kasus bayi baru lahirdengan ibu yang menderita
malaria, lakukan hal-hal berikut ini:
a. Anjurkan ibu tetep menyusui
b. Periksa hapusan darah,terutama plasmodium falsifarum
c. Bila hasil negative tidak perlu pengobatan
d. Bila hasil positife, obati dengan anti malaria
e. Periksa tanda-tanda malaria konginetal,antara lain: ikterus,
hepatosplenomegali,anemia, demam, masalah minum, muntah(sangat sulit
dibedakan dengan gejala malaria yang di dapat/bukan konginetal).
f. Berikan klorokuin basa 10%mg/kgBB peroral, 6 jam kemudian dilanjutkan 5
mg/kgBB, selanjutnya 5 mg/kg BB 12 jam dan 24 jam setelah pemberian
pertama.

4. Bayi Lahir Dari Ibu Dengan Sitomegalovirus


Infeksi sitomegalovirus adalah suatu penyakit virus yang bisa
menyebabkan kerusakan otak dan kematian pada bayi baru lahir
Sitomegalovirus kongenitalis terjadi jika virus dari ibu yang terinfeksi menular
kepada janin yang dikandungnya melalui plasenta (ari-ari).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2010. Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit. Jakarta :


Kementerian Kesehatan RI
Anonim. 2010. Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial. Jakarta : Kementerian
Kesehatan RI
Eka, Yuliasti. 2012. Penyakit pada Neonatus, Bayi dan Balita. Yogyakarta :
Fitramaya
Ayu. 2011. Asuhan Neonatus pada Bayi dengan Resiko Tinggi {online}
(http://ayukazuka.blogspot.co.id/2011/06/asuhan-neonatus-pada-bayi-
dengan-resiko_05.html) Diakses tanggal 27 November 2016 pukul 20.31
wita
Marni. 2015. Konsep Asuhan Neonatus dengan Resiko Tinggi {online}
(http://marniuliartap.blogspot.co.id/2015/05/konsep-asuhan-neonatus-
dengan-resiko.html) Diakses tanggal 27 November 2016 pukul 20.31 wita

Anda mungkin juga menyukai