Anda di halaman 1dari 18

ANALISIS PERBANDINGAN

MODEL PENGUKURAN MANAJEMEN LABA


Haga Badia Sebayang dan Sylvia Veronica NPS

Program Studi Ekstensi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia

Email : hgbsebayang@yahoo.com

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui model pengukuran manajemen laba yang lebih baik antara model
pengukuran modified Jones (Dechow et al., 1995); peformance matched (Kothari et al., 2005) dan revenue
(Stubben, 2010). Pengujian atas model pengukuran dilakukan berdasarkan persentase dari hasil regresi model
pengukuran tersebut berdasarkan nilai signifikansi serentak (F-Stat), koefisien determinasi (adjusted R2), nilai
signifikansi variabel independen, dan kesesuaian arah koefisien dari tiap variabel independen pengujian.
Penelitian ini menggunakan 2862 sampel perusahaan yang terdaftar dalam Bursa Efek Indonesia, yang terbagi
kedalam 8 kategori industri, dengan periode penelitian dimulai dari tahun 2002-2012. Hasil dari penelitian
menunjukkan bahwa model revenue (Stubben, 2010) sebagai model pengukuran manajemen laba, mampu
mengungguli model pengukuran modified Jones (Dechow et al., 1995) dan model performance matched (Kothari
et al., 2005).

Kata kunci : manajemen laba, akrual diskresioner, akrual non diskresioner.

1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Standar akuntansi yang dibentuk oleh regulator dan digunakan sebagai dasar
pelaporan keuangan tidak dapat menghilangkan fleksibilitas dari pelaporan yang dilakukan
pengelola perusahaan. Hal ini dipengaruhi perkembangan pada perusahaan, sehingga
mengakibatkan peningkatan kompleksitas pelaporan keuangan. Peningkatan kompleksitas
yang terjadi, mengakibatkan adanya tuntutan penggunaan subjektivitas dalam pengungkapan
informasi posisi keuangan perusahaan, melalui penerapan metode akuntansi pada laporan
keuangan yang sesuai dengan standar akuntansi yang berlaku.
Pengguna laporan keuangan pada umumnya, memerlukan informasi yang mampu
memberikan gambaran atas kinerja operasi perusahaan sebagai pertimbangan dalam
pengambilan keputusan. Hasil pelaporan manajemen atas kinerja keuangan perusahaan
diharapkan mampu memberikan gambaran dan prospek perusahaan di masa mendatang. Akan
tetapi, penerapan dari pilihan kebijakan perusahaan seringkali dipengaruhi motif dan insentif
ekonomi tertentu, yang didasari oleh kecenderungan pelaku ekonomi memaksimalkan utilitas
pribadi (Watts & Zimmerman, 1978; Godfrey et al., 2010). Hal ini mengakibatkan
peningkatan kemungkinan terjadinya manajemen laba yang dilakukan oleh manajemen

Analisis perbandingan model ..., Haga Badia Sebayang, FE UI, 2014


sehingga informasi yang diperoleh melalui pelaporan keuangan perusahaan tidak mampu
memberikan keadaan dari perusahaan yang sebenarnya.
Istilah manajemen laba muncul ketika penelitian berbasis akuntansi, berusaha
menghubungkan keterkaitan variabel ekonomi tertentu dan mendeteksi usaha manajemen
untuk memperoleh manfaat dari variabel tersebut (Gumanti, 2000). McNichols (2000)
menjelaskan setidaknya terdapat tiga desain penelitian yang umum dipergunakan dalam
metode pengukuran manajemen laba yakni, aggregate accruals, specific accruals, dan
distribusi dari nilai laba perusahaan. Akan tetapi, model akrual sebagai ukuran manajemen
laba yang dipergunakan secara umum dalam penelitian mendapat banyak kritikan (Dechow et
al., 1995; McNichols, 2000; Kothari et al., 2005; Stubben, 2010). Kemampuan dari model
yang tidak cukup kuat untuk mengisolir nilai akrual diskresioner, memiliki konsekuensi
kesalahan pada pengujian manajemen laba yang dilakukan (McNichols, 2000). Permasalahan
yang timbul pada model akrual terus diperbaiki, dengan tujuan untuk memperoleh model
pengukuran manajemen laba yang mampu memberikan ketahanan pada pengukurannya.
Karenanya, penelitian ini melakukan pengujian untuk mengetahui model pengukuran
yang dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengestimasi tingkatan manajemen laba
perusahaan. Lebih jauh sebagai pertimbangan, model pengukuran manajemen laba yang
digunakan dalam penelitian perlu diketahui implikasinya ketika pengukuran tersebut
digunakan di Indonesia, terlebih ketika diterapkan dalam tiap-tiap klasifikasi industri yang
ada. Pengujian yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan hasil dari tiap-tiap regresi
yang dilakukan dengan menggunakan metode cross section, pada model-model pengukuran
manajemen laba seperti, model modified Jones (Dechow et al., 1995), performance matched
(Kothari et al., 2005) dan model revenue (Stubben, 2010).
Penelitian ini mencoba menggunakan pengujian atas model dengan dasar metode
yang digunakan dalam penelitian Subramanyam (1996). Berdasarkan hasil regresi yang
dilakukan, akan dihitung persentase yang berasal dari nilai koefisien determinasi (adjusted
R2) yang digunakan untuk mengukur tingkat penjelasan yang mampu dicakup oleh model
yang digunakan; nilai signifikansi serentak (F-Stat) yang digunakan untuk mengetahui
pengaruh yang dibentuk oleh keseluruhan variabel independen terhadap variabel
dependennya; siginifikansi dari tiap variabel yang terdapat dalam model serta kesesuaian arah
koefisien tiap-tiap variabel yang digunakan dalam model. Metode pengolahan data dengan
menggunakan persentase seperti yang dilakukan oleh Subramanyam (1996) bertujuan untuk
melihat tingkat keakuratan dari model-model pengujian manajemen laba.

Analisis perbandingan model ..., Haga Badia Sebayang, FE UI, 2014


2. Landasan Teori dan Literatur
2.1 Teori Akuntansi Positif
Watts & Zimmerman (1990) menjelaskan, penerapan metode akuntansi keuangan
akan menghasilkan informasi tertentu, dengan perspektif informasi yang beragam, bagi setiap
pengambil keputusan. Para pelaku ekomomi diasumsikan memiliki keterbatasan seperti
halnya, dorongan dalam pemaksimalan kesejahteraan pelaku ekonomi sebagai individu dan
peranan pelaku ekonomi terkait dengan peraturan atau institusi tertentu. Implikasi dari pilihan
metode akuntansi yang diterapkan manajemen sebagai pelaku ekonomi menjadi hal yang
membingungkan, hal ini dipicu oleh beragam motif dan insentif ekonomi yang ada. Fenomena
inilah yang menjadi latar belakang teori akuntansi positif (Watts & Zimmerman, 1978).
Melihat deskripsi yang diberikan oleh Godfrey et al. (2010) mengenai positivisme
atau empirisme sebagai, sebuah pengujian ataupun tes atas hubungan, dari hipotesis atau teori
akuntansi, melalui pengalaman atau fakta lapangan yang terjadi. Scott (2012) menyebutkan
bahwa, teori akuntansi positif memfokuskan perhatian pada prediksi dari langkah-langkah
yang diterapkan manajer sebagai pilihan kebijakan akuntansi dan pengimplementasiannya
pada perusahaan, juga respons dari manajer atas keberadaan standar akuntansi baru. Dengan
didasari oleh asumsi bahwa, manajemen memiliki tujuan utama untuk membentuk organisasi
yang efektif, sehingga mampu memaksimalkan keuntungan dari organisasi, di luar dari upaya
bertahan dalam persaingan yang terjadi pada industri perusahaan (Scott, 2012).
2.2 Teori Keagenan
Jensen dan Meckling (1976) mendeskripsikan hubungan keagenan muncul ketika
terjadi kontrak antar satu pihak (principal) dengan pihak lain (agent), dalam rangka
penyediaan jasa pengelolaan (agent) yang disesuaikan dengan keinginan dari pihak pertama
(principal). Godfrey et al. (2010) menjelaskan bahwa baik principal maupun agent
merupakan pihak yang akan memaksimalkan nilai utilitasnya sendiri. Kejadian ini
mengakibatkan tidak adanya alasan yang cukup kuat untuk mempercayai bahwa agent akan
selalu bertindak sesuai dengan keinginan dari principal atau bertindak dengan tujuan yang
terbaik bagi principal. Permasalahan keagenan timbul akibat tindakan, ataupun perilaku dari
agent yang tidak sesuai dengan tujuan utamanya, yakni maksimalisasi kekayaan principal.
2.3 Manajemen Laba
Beneish (1999; 2001) serta Siregar dan Utama (2008) mengemukakan keberadaan
dari dua tipe manajemen laba yang dilakukan oleh perusahaan; manajemen laba oportunistik
dan manajemen laba efisien. Manajemen laba efisien diartikan sebagai, praktek pengoperasian
hasil terapan manajemen yang bertujuan memperbaiki kualitas informasi pada nilai laba

Analisis perbandingan model ..., Haga Badia Sebayang, FE UI, 2014


perusahaan dengan menggunakan informasi privat perusahaan. Sedang manajemen laba
oportunistik merupakan, praktek pengoperasiaan entitas yang dilakukan manajemen, dalam
tujuannya untuk memaksimalkan manfaat ekonomis yang mampu diperoleh manajemen.
Ronen & Yaari (2008) menjelaskan, praktek manajemen laba hasil terapan
manajemen dalam tujuannya mendapatkan keuntungan akibat keberadaan dari fleksibilitas
pilihan akuntansi dengan cara memberi gambaran informasi yang sifatnya internal atas arus
kas perusahaan di masa mendatang dikategorikan sebagai white earnings management.
Kategori lain manajemen laba perusahaan dalam Ronen & Yaari (2008) yakni grey earnings
management. Praktek manajemen laba ini sifatnya oportunis, ditandai dengan adanya
maksimalisasi utilitas manajemen yang diperoleh melalui informasi yang hanya tersebar pada
tingkatan manajemen. Kategori terakhir manajemen laba adalah black earnings management
yang diartikan sebagai, pengelolaan perusahaan oleh manajemen dalam upaya menyajikan
informasi ke arah yang salah dengan membatasi tingkat transparansi pelaporan keuangan
(Ronen & Yaari, 2008).
2.4 Model Pengukuran Manajemen Laba
Model akrual merupakan model yang paling umum digunakan sebagai alat untuk
mendeteksi manajemen laba. Hal ini dikarenakan praktek manajemen laba yang diterapkan
melalui pengelolaan nilai akrual perusahaan merupakan praktek akuntansi yang masih berada
dalam standar akuntansi (Dechow & Skinner, 2000). Berikut ini dua kategori akrual yang
umum digunakan dalam penelitian:
1. Akrual Non Diskresioner
Akrual non diskresioner terbentuk akibat transaksi periode saat ini yang sifatnya
normal dalam tingkatan kinerja perusahaan dan strategi bisnis yang digunakan,
perjanjian yang terdapat dalam industri perusahaan, kejadian ekonomi dalam
cakupan makro, dan faktor ekonomi lainnya (Ronen dan Yaari, 2008).
2. Akrual Diskresioner
Nilai akrual diskresioner terbentuk dari transaksi atau pengelolaan nilai laba
akuntansi yang dilakukan manajemen (Ronen dan Yaari, 2008). Akrual diskresioner
lebih sulit diukur, hal ini diakibatkan komponen akrual ini merupakan fokus tujuan
atau intensi dari manajemen.
2.4.1 Modified Jones Model (Dechow et al., 1995)
Model akrual diawali oleh penelitian Jones (1991), yang dikembangkan dengan
menggunakan analisis statistik dari penelitian McNichols & Wilson (1988). Model
pengukuran penelitian Jones (1991) mengklasifikasikan nilai dari total akrual perusahaan

Analisis perbandingan model ..., Haga Badia Sebayang, FE UI, 2014


menjadi dua jenis, yakni akrual diskresioner dan akrual non diskresioner. Nilai akrual non
diskresioner perusahaan merupakan estimasi yang diperoleh melalui hubungan linier yang
terjadi pada total akrual perusahaan dengan komponen akrual lain yang terkandung di dalam
laporan keuangan. Sedangkan nilai dari akrual diskresioner perusahaan merupakan selisih
nilai yang terjadi pada estimasi komponen akrual perusahaan dengan nilai total akrual
perusahaan.
Jones (1991) menjelaskan, komponen pendapatan merupakan bagian dari akrual non
diskresioner perusahaan. Hal ini mengakibatkan proksi dari akrual diskresioner yang
terkandung dalam nilai pendapatan akan hilang pada pengujian manajemen laba yang
dilakukan (Dechow et al., 1995). Ini merupakan alasan yang kuat atas modifikasi yang
dilakukan penelitian Dechow et al. (1995). Dikarenakan adanya kemudahan yang diperoleh
manajemen untuk menerapkan pengelolaan nilai pada pendapatan perusahaan melalui
pengakuan pendapatan, atau ketika perusahaan melakukan transaksi penjualan secara kredit.
Sehingga mengakibatkan persamaan dari perhitungan estimasi nilai akrual diskresioner
perusahaan menjadi:
TA! = α! 1/A!!! + α! ΔREV! −   ΔREC! + α! PPE! + ε!
Dimana;
TA! = Total Akrual pada tahun t
A!!! = Total Asset pada tahun t !!
ΔREV! = Selisih nilai pendapatan perusahaan pada tahun
t dengan t !!
PPE! = Nilai dari Property, Plant, dan Equipment pada
tahun t
ΔREC! = Nilai penerimaan piutang bersih melalui selisih
antara tahun t dan t !!
2.4.2 Performance Matched Model (Kothari et al., 2005)
Kothari et al. (2005) menjelaskan, model akrual yang biasa digunakan seperti halnya
model modfied Jones (Dechow et al., 1995) memiliki kelemahan, seperti halnya ketika
pengujian dilakukan pada sampel yang memiliki kinerja keuangan ekstrim, begitu juga ketika
dilakukan pengujian pada sampel yang tidak dipilih secara acak (Kothari et al., 2005). Kothari
et al. (2005) melakukan pembentukan model yang dianggap mampu membendung
permasalahan yang terjadi pada model akrual yang ada, dengan melakukan penambahan
variabel return on assets (ROA) pada model pengukuran modified Jones (Dechow et al.,

Analisis perbandingan model ..., Haga Badia Sebayang, FE UI, 2014


1995). Hal ini menjadikan model Kothari et al. (2005) atau model performance matched
dituliskan dalam persamaan:
TA! = α! 1/A!!! + α! ΔREV! −   ΔREC! + α! PPE!" +
α! ROA!"!! + ε!"  
Dimana;
ROA!!! = Nilai dari return on asset pada tahun t !!
Ukuran akrual diskresioner yang tersedia digunakan sebagai alat pembanding
efektivitas perusahaan dan diharapkan sesuai antara kinerja dan ukuran perusahaan melalui
regresi yang dilakukan. Kothari et al. (2005) menggunakan Return On Assets sebagai variabel
yang menjaga nilai kecocokan kinerja perusahaan dengan nilai akrual diskresioner yang
terdapat di dalam nilai akrual perusahaan. Lebih jauh Kothari et al. (2005) menjelaskan, nilai
dari aset perusahaan umum digunakan dalam model akrual yang ada sebagai pembagi dalam
model. Penelitian terkait dengan pengukuran akrual diskresioner seringkali menggunakan
pendekatan kinerja perusahaan. Hal ini sesuai dengan peran Return on Assets yang merupakan
rasio dari kinerja keuangan perusahaan, yang diperoleh melalui perhitungan laba perusahaan
dibagi dengan aset (Kothari et al., 2005).
2.4.3 Revenue Model (Stubben, 2010)
Pendapatan merupakan salah satu komponen kunci pada kinerja keuangan
perusahaan, sehingga bukan merupakan suatu hal yang mengejutkan ketika beberapa
perusahaan yang memiliki insentif tertentu melakukan pengelolaan atas transaksi yang terjadi
pada perusahaan, dan membuat keputusan akuntansi yang mampu meningkatkan nilai dari
perolehan laba dan pendapatan (Wagenhofer, 2013). Stubben (2010) mengajukan model
pendapatan sebagai salah satu model yang memungkinkan untuk digunakan dalam
mendeteksi perusahaan yang melakukan manajemen laba.
Dijelaskan dalam Stubben (2010) bahwa, ide awal pemodelan dengan menggunakan
pendapatan sebagai tolak ukur nilai akrual diskresioner perusahaan diawali oleh usaha untuk
mendeteksi praktek manajemen laba yang dilakukan perusahaan pada nilai pendapatan dalam
tujuannya untuk mencapai target laba dan nilai pendapatan yang diekspektasikan. Stubben
(2006; 2010) mengestimasikan model persamaan tahunan (annual model) untuk pengukuran
akrual diskresioner perusahaan yang didasarkan pada nilai perubahan yang terjadi pada nilai
pendapatan tahunan perusahaan.
Stubben (2006; 2010) menjelaskan, nilai dari pendapatan diskresioner perusahaan
merupakan nilai residual dari kuotasi berikut:
RECit =α+  β REVit  + it

Analisis perbandingan model ..., Haga Badia Sebayang, FE UI, 2014


Dimana :
RECit = Perubahan yang terjadi pada nilai piutang pada tahun t dengan t -­‐1
REVit = Perubahan yang terjadi pada nilai pendapatan pada tahun t dengan
t -­‐1
Dalam penelitiannya (Stubben, 2006) dijelaskan bahwa, koefisien β merupakan
estimasi yang diperoleh dari proporsi penjualan perusahaan yang tidak terperoleh menjadi kas
hingga akhir tahun berjalan, sedangkan nilai error ( ) merepresentasikan manajemen
pendapatan yang dilakukan.
2.5 Penelitian Terdahulu
Perbedaan pendekatan yang terjadi dalam pengujian manajemen laba mengakibatkan
kemunculan penelitian-penelitian yang mencoba membandingkan model-model perhitungan
dalam usaha pengukuran dari tingkat manajemen laba yang dilakukan perusahaan. Penelitian-
penelitian tersebut umumnya menggunakan model pengukuran yang lebih dari satu. Sehingga
hasil akhir dari penelitian mampu mengetahui perbedaan yang terjadi akibat perbedaan
pendekatan pengukuran yang dilakukan dalam penelitian. Penelitian yang mencoba
melakukan perbandingan antar model pengukuran seperti halnya penelitian dari
Subramanyam (1996), McNichols (2000), Kothari et al. (2005), dan Stubben (2006; 2010).
Perbandingan yang dilakukan dalam pengujian manajemen laba dilakukan dalam
tujuannya mengetahui tingkat ketahanan dan akurasi dari nilai estimasi dari model-model
pengukuran yang digunakan. Penelitian McNichols (2000) mencoba menguraikan isu
mengenai desain penelitian studi manajemen laba. McNichols (2000) melakukan
perbandingan atas tiga pendekatan pengukuran manajemen laba yang umum digunakan dalam
penelitian yakni, aggregate accruals, specific accruals, dan distribusi dari nilai laba
perusahaan.
Penelitian dari Subramanyam (1996) dan Stubben (2006), menggunakan beberapa
model pengukuran manajemen laba dalam penelitiannya untuk mengetahui hubungan yang
terjadi pada komponen variabel ekonomi yang diukur dalam pengujian. Dalam penelitiannya
Subramanyam (1996) menggunakan analisis perbandingan model pengukuran manajemen
laba melalui nilai persentase dari hasil regresi yang diperoleh melalui pengujian yang
dilakukan dalam penelitian. Nilai perbandingan tersebut dihasilkan dari komponen-komponen
pengujian statistik yang dilakukan, seperti halnya nilai signifikansi serentak (F-Stat), nilai
koefisien determinasi (adjusted R2), kesesuaian arah koefisien, dan nilai probabilitas tiap
variabel pada model pengukuran.

Analisis perbandingan model ..., Haga Badia Sebayang, FE UI, 2014


3. Metodologi Penelitian
3.1 Kerangka Penelitian
Kerangka pemikiran dalam penelitian ini menggunakan perbandingan persentase
pada tiap uji statistik dari tiga model manajemen laba yakni, model modified Jones (Dechow
et al., 1995) dan model performance matched (Kothari et al., 2005), dan model revenue
(Stubben, 2010). Persentase yang digunakan dalam penelitian berasal dari nilai signifikansi
serentak (F-Stat), nilai koefisien determinasi (adjusted R2), signifikansi tiap variabel dan
kesesuaian arah dari tiap-tiap variabel yang digunakan dalam masing-masing model
manajemen laba. Berikut ini tahapan penelitian dari perbandingan yang dilakukan pada model
manajemen laba dalam penelitian, seperti pada Gambar 3.1:

Gambar 3.1 Tahapan penelitian

Interpretasi
Pengumpulan Pengklasifikasian Uji
Hasil Uji
Data data Statistik
Statistik

• Uji – F
2
• Adjusted R
• Uji – t
• Kesesuaian
Arah

3.2 Operasionalisasi Variabel


Model yang digunakan dalam penelitian, seperti halnya model modified Jones
(Dechow et al., 1995) dan performance matched (Kothari et al., 2005) memiliki banyak
kesamaan dalam proses pengujiannya. Hal ini dikarenakan kedua model pengukuran yang
digunakan, merupakan model penelitian manajemen laba yang menggunakan operasionalisasi
variabel dependen yang sama, yakni nilai dari total akrual. Nilai dari total akrual perusahaan
diperoleh melalui perhitungan nilai laba bersih tahun berjalan dan nilai arus kas dari operasi

Analisis perbandingan model ..., Haga Badia Sebayang, FE UI, 2014


perusahaan. Perbedaan dari kedua model tersebut adalah penggunaan nilai Return on Asset
(ROA) sebagai variabel independen pada model performance matched (Kothari et al., 2005).
Sedangkan pendekatan lain yang digunakan dalam penelitian ialah model revenue
(Stubben, 2006; 2010). Model revenue (Stubben, 2010) menggunakan pendekatan nilai dari
specific accruals dalam pengukurannnya. Operasionalisasi variabel dependen dan independen
yang digunakan model revenue sebagai dasar pengukuran manajemen laba ialah melalui nilai
perubahan yang terjadi pada komponen nilai piutang dan nilai pendapatan.
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dari penelitian ini terdiri atas perusahaan-perusahaan yang melakukan
listing saham di Bursa Efek Indonesia, dengan tidak mengikutsertakan industri keuangan.
Populasi yang digunakan dalam penelitian menggunakan periode observasi yang dimulai dari
tahun 2001 hingga 2012. Sampel yang dipilih dalam penelitian menggunakan purposive
sampling, yakni sampel yang digunakan memiliki kriteria. Kriteria yang digunakan dalam
penelitian ini seperti, kelengkapan nilai untuk setiap variabel yang digunakan, jumlah
minimum sampel yang digunakan untuk setiap klasifikasi industri dan tahun penelitian
berjumlah 6, dan perusahaan yang digunakan sebagai sampel penelitian tidak berada dalam
proses merger dan akuisisi.
3.4 Metode Pengolahan Data
Penelitian ini merupakan studi asosiasi yang secara ekonometri diuji dengan
menggunakan dua model regresi linier. Model yang menggunakan nilai total akrual pada
pengujiannya (Modified Jones, 1995; dan Performance Matched, 2005), menggunakan regresi
linier berganda. Sedangkan untuk pengukuran yang menggunakan nilai pendapatan (Revenue,
2010) menggunakan regresi linier sederhana. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan
teknik perbandingan untuk setiap model manajemen laba yang didasarkan pada penelitian
Subramanyam (1996). Perbandingan yang dilakukan menggunakan nilai persentase dari nilai
signifikansi serentak (F-Stat), kesesuaian arah koefisien dan probalitas variabel, dan nilai dari
koefisien determinasi (Adjusted R2). Keseluruhan nilai yang diperbandingkan merupakan
persentase dari keseluruhan hasil regresi yang dilakukan.
Keseluruhan tahun dan industri yang menjadi sampel penelitian mendapat perlakuan
yang sama, terkecuali pada klasifikasi industri pertanian tahun 2002. Pengecualian ini
disebabkan klasifikasi industri pertanian pada tahun 2002 tidak memiliki kecukupan sampel.
Jumlah sampel yang dapat diuji adalah lebih dari 6. Hal ini disesuaikan dengan penelitian
Subramanyam (1996) yang menjelaskan, ketika jumlah sampel pengujian tidak lebih dari 6,

Analisis perbandingan model ..., Haga Badia Sebayang, FE UI, 2014


maka tidak sampel tersebut dikeluarkan dari pengujian, atau tidak dilakukan pengujian pada
sampel tersebut.
3.5 Uji Tambahan
Penelitian ini melakukan uji tambahan untuk memperluas hasil penelitian dalam
mencapai kesimpulan penelitian. Uji tambahan yang dilakukan dalam penelitian ini dibagi
menjadi dua analisis tambahan, antara lain:
1. Nilai negatif yang terbentuk pada koefisien determinasi R2 dihilangkan dalam
perhitungan. Kemudian keseluruhan hasil regresi, dihitung ulang persentasenya,
sehingga nilai persentase yang digunakan dalam perbandingan untuk tiap-tiap
model terbebas dari koefisien determinasi R2 negatif. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui tingkat penjelasan yang mampu diberikan oleh model-model yang
digunakan diluar dari error yang terjadi pada pengukuran.s
2. Keseluruhan dari hasil regresi yang telah dilakukan sebelumnya dikategorikan
menurut industrinya masing-masing, dihitung ulang persentasenya dengan
disesuaikan pada klasifikasi industri untuk setiap hasil regresi. Hal ini dilakukan
untuk mengetahui model mana yang lebih memiliki kemampuan untuk
menjelaskan secara akurat nilai dari diskresioner perusahaan untuk tiap jenis
industri.

4. Analisis Hasil Penelitian


4.1 Sampel Penelitian
Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah sebanyak 2.862 sampel. Sampel ini
diperoleh dari populasi yang berjumlah 3.325. Jumlah populasi yang tidak dipergunakan
dalam penelitian adalah sejumlah 467. Hal ini disebabkan karena 85 perusahaan dalam
populasi berada dalam proses merger dan akuisisi pada tahun penelitian, dan 378 perusahaan
tidak memiliki kelengkapan data variabel. Pada klasifikasi industri pertanian tahun 2002 tidak
dilakukan pengukuran dengan menggunakan model manapun. Hal ini dikarenakan ukuran
dari sampel adalah 5 perusahaan, sehingga tidak dapat dilakukan tes statistik baik dengan
model modified Jones (Dechow, et al., 1995), performance matched (Kothari, et al., 2005)
ataupun dengan revenue (Stubben, 2006; 2010).
4.2 Hasil Uji Statistik
Hasil regresi yang dilakukan menggunakan modified Jones (Dechow et al., 1995),
performance matched (Kothari et al., 2005), dan model revenue (Stubben, 2010) merupakan

Analisis perbandingan model ..., Haga Badia Sebayang, FE UI, 2014


hasil regresi yang diperoleh melalui 8 klasifikasi industri dan 11 tahun penelitian, sehingga
menghasilkan 88 hasil pengujian.

Tabel 4.1 Hasil Uji Statistik


Modified Performance
Revenue
Jones Matched
Average Adjusted R2 0,117104 0,147120 0,19542
Negative Adjusted R2 27,5862% 17,2414% 19,54%
F-Stat Sig α < 0,1 37,9310% 45,9770% 66,667%
Coefficient
PPE 65,5172% 64,3678%
ΔREV-ΔREC 52,8735% 47,1264%
ROA 64,3678%
ΔREV 91,954%
Probability
PPE Sig. α < 0,1 24,13793% 20,6897%
ΔREV-ΔREC Sig. α < 0,1 29,88506% 24,1379%
ROA Sig. α < 0,1 19,5402%
ΔREV Sig. α < 0,1 66,667%

Tabel 4.1 menunjukkan keseluruhan hasil persentase pada pengujian yang digunakan
dalam penelitian. Hasil ini menunjukkan, keunggulan yang dimiliki oleh model revenue
sebagai dasar pengukuran dalam pengujian yang dilakukan. Ini dapat dilihat dari persentase
nilai average adjusted R2, nilai F-Stat, nilai kesesuaian arah coefficient dan probability α <
0,1 pada variabel yang digunakan dalam model revenue memiliki nilai persentase tertinggi
dibandingkan dengan persentase model pengujian yang dilakukan dengan menggunakan
model lainnya (modified Jones, dan performance matched).
Lebih lanjut, melalui perbandingan persentase dari pengujian yang dilakukan pada
model modified Jones dan performance matched diketahui, model pengukuran modified Jones
hanya mampu mengungguli nilai kesesuaian arah coefficient dan probability α < 0,1 dari
variabel independen model pengujian model performance matched. Sedangkan model
performance matched memiliki nilai signifikansi (F-Stat) dan nilai rata-rata koefisien
determinasi (average adjusted R2) yang lebih tinggi dibandingkan dengan model modified
Jones. Sehingga dapat diimplikasikan, model performance matched lebih mampu dalam
memberikan penjelasan yang lebih baik melalui variabel independennya melalui nilai
adjusted R2 yang dihasilkan oleh pengujian dan pengaruh yang terjadi pada variabel
independen terhadap variabel dependen secara bersama-sama (F-Stat) model performance

Analisis perbandingan model ..., Haga Badia Sebayang, FE UI, 2014


matched memiliki ketahanan nilai yang lebih unggul dibandingkan dengan model modified
Jones.
4.1 Uji Tambahan
4.1.1 Menghilangkan Nilai R2 Negatif pada Koefisien Determinasi
Hasil regresi dalam pengujian model manajemen laba pada penelitian memiliki nilai-
nilai adjusted R2 negatif. Nilai negatif yang terjadi pada nilai adjusted R2 pengukuran
menunjukkan variabel independen yang digunakan dalam pengukuran tidak mampu
memberikan penjelasan atas variabel dependen pengukuran. Sehingga hasil regresi untuk
setiap pengujian yang memiliki nilai negatif pada nilai adjusted R2 dihilangkan dari
perhitungan persentase. Berdasarkan Tabel 4.2 dapat dilihat kecenderungan yang berbeda
pada perubahan nilai persentase yang terjadi di tiap-tiap model.

Tabel 4.2 Persentase Uji Statistik (Tanpa Adjusted R2 Negatif)


Performance
Modified Jones Revenue
Matched
Average Adjusted R2 0,194573 0,198383 0,2532
F-Stat Sig α < 0,1 52,38095% 55,5556% 82,857%
Coefficient
PPE 68,253% 68,05556%
ΔREV-ΔREC 52,38095% 48,6111%
ROA 65,2778%
ΔREV 98,571%
Probability
PPE Sig. α < 0,1 33,3333% 25%
ΔREV-ΔREC Sig. α
39,6825% 29,1667%
< 0,1
ROA Sig. α < 0,1 23,611%
ΔREV Sig. α < 0,1 82,857%

Nilai dari uji signifikansi serentak (F-Stat), rata-rata adjusted R2, kesesuaian arah
koefisien dan nilai probability α < 0,1 variabel yang digunakan pada model pengukuran
mengalami kenaikan nilai. Kenaikan nilai yang terjadi pada persentase tiap model pengukuran
diakibatkan adanya penurunan nilai pembagi dari persentase. Penurunan ini terjadi dari
jumlah 87 hasil regresi yang sebelumnya digunakan menjadi 63 hasil regresi pada model
modified Jones, 72 hasil regresi pada model performance matched dan 70 hasil regresi pada
model revenue.

Analisis perbandingan model ..., Haga Badia Sebayang, FE UI, 2014


Berdasarkan hasil pengujian yang dilakukan pada model-model pengukuran
manajemen laba yang digunakan seperti halnya, model modified Jones (Dechow et al., 1995),
performance matched (Kothari et al., 2005), dan revenue (Stubben, 2010), dapat disimpulkan
bahwa perubahan nilai yang terjadi pada uji statistik yang dilakukan menunjukkan, model
revenue masih memiliki persentase nilai pengukuran yang lebih baik dibandingkan dengan
model modified Jones dan model performance matched.
4.1.2 Klasifikasi Industri
Analisis tambahan selanjutnya dilakukan melalui pengelompokan data hasil regresi
menurut klasifikasi industri yang ditetapkan. Hasil pengelompokkan data berdasarkan
klasifikasi industri tersebut kemudian dipersentasekan untuk tiap-tiap model dalam tiap
klasifikasi industri. Pengelompokkan hasil regresi berdasarkan klasifikasi industri dilakukan
untuk melihat kecenderungan yang terjadi pada model di tiap-tiap klasifikasi industri yang
ada. Tidak ada yang diubah dalam pengujian ini, hanya persentase hasil regresi yang telah
dilakukan sebanyak 87 hasil dipecah menjadi 8 industri. Satu-satunya industri yang memiliki
nilai berbeda dengan industri lainnya adalah industri pertanian yang hanya memiliki 10 hasil
regresi.
Hasil pengklasifikasian pada regresi yang dilakukan menunjukkan model
pengukuran menggunakan model revenue (Stubben, 2010) mampu menghasilkan pengukuran
yang lebih baik hampir di seluruh klasifikasi industri penelitian. Lebih jauh, model revenue
mampu memiliki persentase hasil uji statistik yang paling tinggi di keseluruhan klasifikasi
industri, untuk persentase nilai uji statistik pada nilai F-Stat dan nilai kesesuaian arah
koefisien dan nilai probability α < 0,1 paling tinggi di hampir seluruh klasifikasi industri
penelitian. Selain itu dapat dilihat dari hasil pengujian yang dilakukan, model performance
matched mampu mengungguli model modified Jones pada persentase nilai dari hasil uji
statistik yang dilakukan pada tiap klasifikasi industri yang ada. Hal ini mengimplikasikan
bahwa model modified Jones, kurang tepat untuk digunakan sebagai model pengukuran
manajemen laba di klasifikasi industri yang terdapat di Indonesia.

5. Kesimpulan
Penelitian ini dilakukan dalam tujuannya untuk mengetahui model yang lebih baik
dalam melakukan pengukuran manajemen laba di perusahaan indonesia dengan menggunakan
pendekatan persentase. Pendekatan penelitian ini disesuaikan dengan penelitian
Subramanyam (1996). Pendekatan persentase yang dilakukan pada penelitian ini dilakukan
pada komponen-komponen pengujian statistik seperti, nilai signifikansi serentak (F-Stat α <

Analisis perbandingan model ..., Haga Badia Sebayang, FE UI, 2014


0,1), koefisien determinasi (adjusted R2), nilai kesesuaian arah koefisien model, dan nilai
probability α < 0,1 dari tiap-tiap variabel independen dalam model pengukuran yang
digunakan.
Berdasarkan hasil uji yang dilakukan ditemukan bahwa, tiap-tiap model pengukuran
manajemen laba yang digunakan dalam penelitian memiliki kelebihan dan kekurangan pada
masing-masing uji statistik yang dilakukan. Akan tetapi, dapat dilihat hasil dari pengujian
yang telah dilakukan secara keseluruhan, model revenue (Stubben, 2010) mampu
mengungguli model pengukuran dari modified Jones (Dechow et al., 1995), dan performance
matched (Kothari et al., 2005) hampir pada setiap uji statistik yang dilakukan.
Pada uji statistik yang dilakukan, model revenue (Stubben, 2010) tidak mampu
mengungguli model modified Jones (Dechow et al., 1995), dan performance matched (Kothari
et al., 2005) hanya pada nilai negatif adjusted R2. Nilai negatif adjusted R2 paling rendah
terjadi pada model performance matched diikuti oleh model revenue dengan selisih nilai
persentase 2%. Lebih jauh, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa model modified Jones
(Dechow et al., 1995) dapat digantikan dengan model performance matched (Kothari et al.,
2005) untuk pengukuran manajemen laba yang dilakukan pada perusahaan di Indonesia.
Model performance matched terbukti lebih mampu menghasilkan perhitungan nilai F-Stat α <
0,1 dan adjusted R2 yang lebih baik dibandingkan dengan modified Jones. Kemampuan dari
model modified Jones mengalami perbaikan ketika nilai negatif dari adjusted R2 dihilangkan
dari perhitungan persentase. Akan tetapi, perubahan hasil ini tidak menghasilkan angka uji
statistik model modified Jones yang lebih baik dari model performance matched.
Diluar dari kesimpulan yang dapat dihasilkan dalam penelitian, Penelitian atas
perbandingan model manajemen laba yang dilakukan pada model modified Jones (Dechow et
al., 1995), model performance matched (Kothari et al., 2005) dan model revenue (Stubben,
2010) ini memiliki keterbatasan, seperti: (1) Sampel yang digunakan penelitian hanya dari
negara Indonesia dan tidak mengikutsertakan industri keuangan; (2) Semua model
pengukuran yang dipergunakan belum tentu dapat secara akurat memisahkan komponen
akrual diskresioner dan akrual non diskresioner. Sedangkan penelitian ini diharapkan mampu
memberikan tambahan pengetahun kepada akademisi akuntansi, regulator, dan analis dan
investor. Sehingga pihak-pihak tersebut mampu menggunakan tambahan pengertian mengenai
manajemen laba melalui penelitian ini. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
perhitungan atas nilai estimasi manajemen laba dengan lebih baik.

Analisis perbandingan model ..., Haga Badia Sebayang, FE UI, 2014


DAFTAR REFERENSI

Beneish, M. 1996. The Detection of Earnings manipulation. Kelley School of Business.


Indiana University. Working Paper.

Beneish, M. 2001. Earnings Management: A Perspective. Kelley School of Business. Indiana


University. Working Paper.

Bernard, V., & Skinner, D. 1996. What motivates managers’ choice of discretionary accruals?
Journal of Accounting and Economics 22: 313-325.

Burgstahler, D., & Dichev, I. 1997. Earnings Management to Avoid Earnings Decreases and
Losses. Journal of Accounting and Economics 24: 99-126.

Burgstahler, D., & Eames, M. 2006. Management of earnings and analysts’ forecasts to
achieve zero and small positive earnings surprises. Journal of Business Finance &
Accounting 33: 633–652.

Callen, J., S. Robb, and D. Segal. 2008. Revenue manipulation and restatements by loss firms.
Auditing: A Journal of Practice & Theory 27: 1–29

Caylor, M. 2010. Strategic Revenue Recognition to Achieve Earnigns Benchmarks. Jurnal


Accounting Public Policy 29, 82-95.

DeAngelo, L. 1981. Auditor size and audit quality. Journal of Accounting and Economics 3:
183– 199.

Dechow, P., Kothari, S.P., & Watts, R. 1997. The Relation Between Earnings and Cash
Flows. William E. Simon Graduate School of Business Administration. University of
Rochester. Working Paper.

Dechow, P., Kothari, S., Watts, R. 1998. The relation between earnings and cash flows.
Journal of Accounting and Economics 25: 133–168.

Dechow, P., Richardson, S., Tuna, I. 2003. Why are earnings kinky? An examination of the
earnings management explanation. Review of Accounting Studies 8: 355–384.

Dechow, P., & Skinner, D. 2000. Earnings Management: Reconciling the Views of
Accounting Academics, Practitioners, and Regulators. Accounting Horizons 14: 235-250.

Dechow, P., Sloan, R., Sweeney, A. 1996. Causes and consequences of earnings
manipulation: an analysis of firms subject to enforcement actions by the SEC.
Contemporary Accounting Research 13: 1–36.

Dechow, P., Sloan, R., Sweeney, A. 1995. Detecting Earnings Management. The Accounting
Review 70: 193-225.
DeFond, M., and J. Jiambalvo. 1994. Debt covenant violation and manipulation of accruals.
Journal of Accounting and Economics 17: 145–176.

Analisis perbandingan model ..., Haga Badia Sebayang, FE UI, 2014


Degeorge, F., Patel, J., Zeckhauser, R. 1999. Earnings management to exceed thresholds.
Journal of Business 72: 1–33.

Eisenhardt, K. 1989. Agency Theory: An Assesment and Review. The Academy of


Management review 14: 57-74.

Fama, E., and J. Macbeth. 1973. Risk, return and equilibrium: empirical tests. The Journal of
Political Economy 81: 607–636.

Frank, M., Rego, S. 2006. Do managers use the valuation allowance account to manage
earnings around certain earnings targets? Journal of the American Taxation Association
28: 43–65

Guay, W., S. P. Kothari, and R. Watts. 1996. A market-based evaluation of discretionary


accrual models. Journal of Accounting Research 34 (Supplement): 83–105.

Gumanti, T. 2000. Earnings Management: Suatu Telaah Pustaka. Jurnal Akuntansi &
Keuangan 2: 104-115.

Giroux, G. 2006. Earnings Magic and the Unbalance Sheet. John Wiley & Sons, Inc.,
Hoboken, New Jersey.

Godfrey, J., et al. 2010. Accounting Theory. John Wiley & Sons Australia, Ltd.

Healy, P. M. 1985. The effect of bonus schemes on accounting decisions. Journal of


Accounting and Economics 7: 85-107.

Healy, P., & Wahlen, J. 1999. A Review of the Earnings Management Literature and It’s
Implications for Standard Setting. Accounting Horizons 13: 365-383.

Jones, J. 1991. Earnings Management During Import Relief Investigations. Journal of


Accounting Research 29: 193-228.

Laux, J. 2003. Earnings Management: Friend or Foe. Journal of Business & Economics
Research 1: 73-75.

Kang, S., and K. Sivaramakrishnan. 1995. Issues in testing earnings management and an
instrumental variable approach. Journal of Accounting Research 33: 353–367.

Kothari, S., Leone, A., & Wasley, C. 2005. Performance Matched Discretionary Accrual
Measures. Massachusetts Institute of Technology. University of Rochester. Working
Paper.

Marquardt, C., & Wiedman, C. 2004. How are Earnings Managed? An Examination of
Specific Accruals. Contemporary Accounting Research 21: pg. 461.

McNichols, M., Wilson, P. 1988. Evidence of earnings management from the provision for
bad debts. Journal of Accounting Research 26: 1–31.

Analisis perbandingan model ..., Haga Badia Sebayang, FE UI, 2014


McNichols, M. 2000. Research Design Issues in Earnings Management Studies. Jurnal of
Accounting and Public Policy 19: 313-345.

McNichols, M. 2000. Discussion of the quality of accruals and earnings: The role of accrual
estimation errors. The Accounting Review 77 (Supplement): 61–69.

Moeller, T. 2000. Why do Firms Manage Earnings? Jesse H. Jones Graduate School of
Management, Rice University. Working Paper.

Nachrowi & Usman. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika Untuk Analisis
Ekonomi dan Keuangan: Jakarta. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas
Indonesia Jilid II. Edisi ke-2.

Nari, Z. 2013. Analisis Hubungan Manajemen Laba dengan Ukuran KAP dan Opini
Audit. Skripsi Program Studi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia

Ohlson, J. 2000. Accruals: An Overview. Stern School of Business. Working Paper.

Peasnell, K., Pope, P., Young, S., 2000, Detecting earnings management using cross-sectional
discretionary accrual models. Lancaster University. working paper.

Plummer, E., & Mest, D. 2001. Evidence on the Management of Earnings Component.
Southern Methodist University. Working Paper.

Richardson, S., R. Sloan, M. Soliman, and I. Tuna. 2006. The implications of accounting
distortions and growth for accruals and profitability. The Accounting Review 81: 713–743.

Ronen, J., Tzur, J., Yaari, V. 2006. The effect of directors’ equity incentives on earnings
management. Journal of Accounting and Public Policy 25: 359–389.

Ronen, J., & V, Yaari. 2008. Earnings Management-Emerging Insights In Theory,Practice,


And Research. Springer Series In Accounting Scholarship.

Roychowdhury, S. 2006. Earnings management through real activities manipulation. Journal


of Accounting and Economics 42: 335–370.

Schipper, K. 1989. Commentary on earnings management. Accounting Horizons 3: 91-102.

Scott, W. R. 2012. Financial Accounting Theory 6th edition. Toronto : Prentice Hall.

Schothuis, A. 2010. Revenue Recognition: Determinants of the Account Receivable and the
Deffered Revenue Account. Department of Accountancy, Faculty of Economics and
Business Administration, Tilburg University. Working Paper.

Siregar, Sylvia V.N.P., & Utama, S. 2005. Pengaruh struktur kepemilikan, ukuran
perusahaan, dan praktek corporate governance terhadap pengelolaan laba (earnings
management). Simposium Nasional Akuntansi III, Solo.

Sloan, R. 1996. Do Stocks prices Fully Reflect Information in Accruals and Cash Flows about
Future Earnings? The Accounting Review 71: 289-315

Analisis perbandingan model ..., Haga Badia Sebayang, FE UI, 2014


Stlowy, H., & Gaetan, B. 2004. Accounts Manipulation: A Literature Review and Proposed
Conceptual Framework. Review of Accounting and Finance 3: pg. 5.

Stubben, S. 2010. Discretionary Revenues as a Measure of Earnings Management. The


Accounting Review 85: 695-717.

Stubben, S. 2006. Do Firms Use Discretionary Revenues to Meet Earnings and Revenue
Targets? Graduate School of Business. Stanford University. Working Paper.

Sweeney, A. 1994. Debt-covenant violations and managers’ accounting responses. Journal of


Accounting and Economics 17: 281–308.

Teoh, S., Wong, T., Rao, G. 1998. Are accruals during initial public offerings opportunistic?
Review of Accounting Studies 3: 175– 208.

Wagenhofer, A. 2013. The Role of Revenue Recognition in Performance Reporting. Center of


Accounting Research, University of Graz. Working Paper.

Analisis perbandingan model ..., Haga Badia Sebayang, FE UI, 2014

Anda mungkin juga menyukai