Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS PORTOFOLIO

DOKTER INTERNSHIP

KISTA BARTHOLINI

Disusun Oleh

Nama : dr. Iip Alifatu Zulfah

Wahana : RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus

Periode : 19 Mei 2017- 19 Mei 2018

Mengetahui

Dokter Pendamping

dr. Nuria Meida

RSUD dr. LOEKMONO HADI KUDUS

PROGRAM INTERNSHIP DOKTER INDONESIA


BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari ini tanggal di Wahana RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus portofolio
oleh:

Nama : dr. Iip Alifatu Zulfah

Kasus : Kista Bartholini

Nama Pendamping : dr. Nuria Meida dan dr. Agustina Widiyanti

Nama Wahana : RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus

No Nama Tanda Tangan


1. 1.
2. 2.
3. 3.
4. 4.
5. 5.
6. 6.
7. 7.
8. 8.
9. 9.
10. 10.
11. 11.
12. 12.

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya

Mengetahui,

Dokter Interenship Dokter Pendamping Dokter Pendamping

dr. Iip Alifatu Zulfah dr. Nuria Meida dr. Agustina Widiyanti
No. ID dan Nama Peserta : Presenter : dr. Indah Febriyani
dr. Indah Febriyani
No. ID dan Nama Wahana : Pendamping: 1. dr. Triyono
RSUD Muntilan, Magelang 2. dr. Ismy Dianti
TOPIK : Visum Et Repertum : Multiple Vulnus Ekskoriatum Regio Facialis et
Antebrachii dekstra
Nama Pasien : Ny. SL No. RM : 153766
Tanggal Presentasi : 13 November 2017 Pendamping : 1. dr. Triyono
2. dr. Ismy Dianti
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Muntilan, Magelang
OBJEKTIF PRESENTASI
 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa
 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil
 Deskripsi :
Seorang wanita 51 tahun ke IGD RSUD Muntilan untuk meminta visum et repertum setelah
mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami pasien di mobil ketika perjalanan ke
pasar. Pasien telah melaporkan tindakan kekerasan tersebut ke Polsek Muntilan. Oleh pihak
polisi, pasien diminta untuk langsung ke rumah sakit untuk mendapatkan visum.
 Tujuan :
Mengetahui segala aspek tentang penyakit pasien dan penanganannya
Bahan  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit
Bahasan
Cara  Diskusi  Presentasi  E-mail  Pos
Membahas dan Diskusi
DATA PASIEN Nama : Ny. SL No. Registrasi : 153766
Nama Klinik : IGD Telp : - Terdaftar sejak : 12 Oktober 2017
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Gambaran Klinis (Riwayat Penyakit Sekarang) :
Seorang wanita 51 tahun datang ke IGD RSUD Muntilan, memakai daster dengan
motif garis garis coklat, sepatu sandal hitam untuk meminta visum et repertum setelah
mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami pasien di mobil, ketika perjalanan ke
pasar. Pasien telah melaporkan tindakan kekerasan tersebut ke Polsek Muntilan. Oleh pihak
polisi, pasien diminta untuk langsung ke rumah sakit untuk mendapatkan visum.
Ny. SL mengeluhkan nyeri pada pipi kanan setelah dicakar oleh suami pasien ± 2 jam SMRS.
Kejadian tersebut terjadi ketika Ny. SL hendak pergi ke pasar untuk berbelanja, tepatnya di
dalam mobil. Mereka saling “cekcok” dan suami pasien menyakar bagian wajah dan pasien
mencoba untuk menepis menggunakan tangan kanannya sehingga cakaran mengenai
pergelangan tangan kanan pasien, pusing (-), cekot-cekot (-), mual (-), muntah (-).
2. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat trauma sebelum dan setelah kejadian (-)
3. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan serupa (-)
4. Riwayat Sosio-Ekonomi : Pasien adalah wiraswasta kue kering yang diproduksi
sendiri di rumah. Suami pasien tidak bekerja. Pasien dan suami telah menikah selama
± 20 tahun. Pasien memiliki 3 orang anak, dengan anak paling tua berusia 25 tahun
dan anak terakhir masih SMA
HASIL PEMBELAJARAN :
1. Mengetahui tugas dokter pada kasus kekerasan fisik
2. Mengetahui karakteristik luka tumpul
3. Membuat rencana pada penanganan kasus kekerasan fisik
4. Mengetahui dasar hukum dan kedudukan Visum et Repertum

Multiple Vulnus Ekskoriatum Regio Facialis et Antebrachii Dekstra


SUBJECTIVE
A. Keluhan Utama :
Nyeri pada pipi kanan, sekitar alis mata dan pergelangan tangan kanan
B. Keluhan Penyerta : tidak ada
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang wanita 51 tahun ke IGD RSUD Muntilan untuk meminta visum et
repertum setelah mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami pasien di mobil
ketika perjalanan ke pasar. Pasien telah melaporkan tindakan kekerasan tersebut ke
Polsek Muntilan. Oleh pihak polisi, pasien diminta untuk langsung ke rumah sakit
untuk mendapatkan visum.
Ny. SL mengeluhkan nyeri pada pipi kanan setelah dicakar oleh suami ± 2 jam
SMRS. Kejadian tersebut terjadi ketika Ny. SL mengeluhkan nyeri pada pipi kanan
setelah dicakar oleh suami pasien ± 2 jam SMRS. Kejadian tersebut terjadi ketika Ny.
SL hendak pergi ke pasar untuk berbelanja, tepatnya di dalam mobil. Mereka saling
“cekcok” dan suami pasien menyakar bagian wajah dan pasien mencoba untuk
menepis menggunakan tangan kanan pasien sehingga cakaran mengenai pergelangan
tangan kanan pasien, pusing (-), cekot-cekot (-), mual (-), muntah (-).
D. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat trauma sebelum dan setelah kejadian (-)
E. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan serupa (-)
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah wiraswasta kue kering yang diproduksi sendiri di rumah. Suami
pasien tidak bekerja. Pasien dan suami telah menikah selama ± 20 tahun. Pasien
memiliki 3 orang anak, dengan anak paling tua berusia 25 tahun dan anak terakhir
masih SMA.
OBJECTIVE
Pemeriksaan Fisik dilakukan 12 Oktober 2017 pukul 13.20 WIB di IGD RSUD Muntilan.
Keadaan umum : tampak sakit ringan, Berat Badan : 65 Kg
Kesadaran : kompos mentis, GCS E4M6V5 = 15
Tanda Vital:
T : 130/70 mmHg RR: 22 x/menit,
Sp O2 99%
N : 82 x/menit, regular, t : 36,5 oC (axiler)
isi dan tegangan cukup
Kepala : mesosefal
Kulit : turgor kulit cukup, terdapat vulnus ekskoriatum di bawah alis kanan, pipi kanan
dan pergelangan tangan kanan
Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), konjungtiva bleeding (-),
injeksi konjungtiva (-), injeksi silier (-),
Hidung : discharge (-), nafas cuping hidung (-), bleeding (-)
Mulut : bibir pucat (-), bibir sianosis (-), bleeding (-)
Telinga : disharge (-), bleeding (-)
Tenggorok : Faring hiperemis (-), Tonsil T1/T1
Leher : pembesaran nnll (-), deviasi trakhea (-)

Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V 2 cm medial LMCS, tidak kuat angkat, tidak
melebar, pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrial (-), sternal lift (-), thrill (-)
Perkusi : Batas atas : SIC II LPS sinistra
Batas kanan : LPS dextra
Batas kiri : SIC V 2 cm medial LMCS
Auskultasi : HR 82x /menit, reguler
Bunyi jantung I-II reguler, bising(-), gallop(-)

Pulmo :
Inspeksi : simetris saat statis dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : SD Vesikuler (+/+)
Wheezing (-/-)
Ronkhi (-/-)
Abdomen:
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)

Ekstremitas SUPor INFor


Edema -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Sianosis -/- -/-

Status Lokalis
Regio Facialis
Inspeksi: Tampak multiple vulnus ekskoriatum di maksilaris dekstra ukuran ½cm x ½cm;
1cm x ½cm, 1cm x ½cm. Darah (+) minimal, deformitas (-) dan vulnus ekskoriatum di
margo orbita superior dengan ukuran ½ cm x ½ cm, darah (+) minimal
Palpasi: Nyeri tekan (+), krepitasi (-)

Regio Antebrachii
Inspeksi: Tampak vulnus ekskoriatum ukuran ½cm x ½cm, darah (+) minimal, deformitas (-)
Palpasi: Nyeri tekan (+), krepitasi (-)

RESUME
1. Anamnesis
a. Keluhan utama : Nyeri pada pipi kanan
b. Keluhan tambahan : tidak ada
2. Pemeriksaan Fisik
a. KU/Kes : tampak sakit ringan / kompos mentis
b. Vital sign :
TD: 130/70 RR: 22x/m
Nadi: 82x/m, regular S: 36,5° C

c. Status Lokalis
Regio Facialis
Inspeksi: Tampak multiple vulnus ekskoriatum di maksilaris dekstra ukuran
terbesar 1 cm x ½cm dan ukuran terkecil ½ cm x ½cm, darah (+) minimal,
deformitas (-) serta vulnus ekskoriatum di margo orbita superior dengan ukuran
½ cm x ½ cm, darah (+) minimal
Palpasi: Nyeri tekan (+), krepitasi (-)
Regio Antebrachii
Inspeksi: Tampak vulnus ekskoriatum ukuran ½cm x ½cm, darah (+) minimal,
deformitas (-)
Palpasi: Nyeri tekan (+), krepitasi (-)

ASSESMENT
Multiple Vulnus Ekskoriatum Regio Facialis et Antebrachii Dekstra

TATALAKSANA IGD
Paracetamol 3X1 tab sehari diberikan saat nyeri
LAPORAN PORTFOLIO RUMAH SAKIT
KASUS MEDIKOLEGAL

VISUM ET REPERTUM KORBAN KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA

Disusun Oleh :

dr. Indah Febriyani

Pendamping :

dr. Triyono
dr. Ismy Dianti

PROGRAM DOKTER INTERNSHIP


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MUNTILAN
MAGELANG
2017

VISUM ET REPERTUM
Nomor : ....../......./......./......./20.....

Pro Justitia

Pada hari ini tanggal 12 Oktober 2017, saya yang bertanda tangan di bawah ini dr. Indah
Febriyani, atas permintaan tertulis dari ............................. (yang ditandatangani oleh)
.............................., Jabatan : ......................, Pangkat : .............................., NRP. .....................
dengan Surat : No. Pol. : ......./......./......./......./........., Tanggal ......................, Klasifikasi :
................, Lampiran : ....................., Perihal : .................................., telah memeriksa seorang
..................... yang menurut surat saudara-------------------------------------

Nama : Ny. Sri Lusmaeni

Tempat/Tgl lahir : Magelang, 18 April 1966

Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Wiraswasta
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Ngetos Kulon, Muntilan
Peristiwa : Penganiayaan

HASIL PEMERIKSAAN

1. Korban datang di IGD RSUD Muntilan pada tanggal 12 Oktober 2017


pukul 13.20 WIB, teregistrasi dengan Nomor Rekam Medik 153766.-----
-----------------------------------
2. Saat korban datang di IGD RSUD Muntilan dengan keadaan umum
tampak sakit ringan, kesadaran penuh, Glasgow Coma Scale (GCS) E4
V5 M6 = compos mentis. Pemeriksaan tanda-tanda vital : Tekanan darah
: 130/70 mmHg, Nadi : 82 kali permenit, Pernafasan : 22 kali permenit,
Suhu : 36,5 derajat celcius.

3. Pada pemeriksaan tubuh korban didapatkan :

 Tampak beberapa luka lecet gores di regio facialis dan


antebrachii dekstra dengan ukuran terbesar 1cm x ½cm dan
terkecil ½cm x ½cm, bentuk luka tidak teratur, tepi luka tidak
rata, batas tidak tegas, darah (+) minimal, nyeri tekan (+)

4. Pemeriksaan penunjang : Tidak dilakukan

5. Luka yang diderita korban tidak menimbulkan penyakit atau halangan


dalam menjalankan pekerjaan jabatan/pencaharian.

KESIMPULAN

Pada korban wanita berusia lima puluh satu tahun ini, ditemukan beberapa luka lecet gores
akibat trauma tumpul di daerah wajah dan pergelangan tangan kanan. Luka ini tidak
menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan jabatan/pencaharian. Demikian Visum
et Repertum ini dibuat dengan sesungguhnya atas sumpah/ janji yang telah saya ucapkan pada
waktu memangku jabatan serta sesuai dengan Lembaran Negara Nomor 350 Tahun 1937 dan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Muntilan, 12 Oktober 2017

Dokter Pemeriksa

Dr. ……………………………..
NIP. ……………………………
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Visum Et Repertum


2.1.1 Definisi
Visum et repertum adalah istilah yang dikenal dalam ilmu kedokteran forensik,
biasanya dikenal dengan nama “Visum”. Visum berasal dari bahasa Latin, bentuk tunggalnya
adalah “visa”. Dipandang dari arti etimologi atau tata bahasa, kata “visum” atau “visa”
berarti tanda melihat atau melihat yang artinya penandatanganan dari barang bukti tentang
segala sesuatu hal yang ditemukan, disetujui, dan disahkan, sedangkan “Repertum” berarti
melapor yang artinya apa yang telah didapat dari pemeriksaan dokter terhadap korban.
Secara etimologi, visum et repertum adalah apa yang dilihat dan ditemukan (Budiyanto,
2007).1,2
Visum et repertum disingkat VeR adalah keterangan tertulis yang dibuat oleh dokter
dalam ilmu kedokteran forensik atas permintaan penyidik yang berwenang mengenai hasil
pemeriksaan medik terhadap manusia, baik hidup atau mati ataupun bagian atau diduga
bagian tubuh manusia, berdasarkan keilmuannya dan di bawah sumpah, untuk kepentingan
pro yustisia.1
Visum et repertum kemudian digunakan bukti yang sah secara hukum mengenai
keadaan terakhir korban penganiayaan, pemerkosaan, maupun korban yang berakibat
kematian dan dinyatakan oleh dokter setelah memeriksa (korban). Khusus untuk perempuan
visum et repertum termasuk juga pernyataan oleh dokter apakah seseorang masih perawan
atau tidak.2
Dapat disimpulkan bahwa visum et repertum adalah keterangan dokter tentang apa
yang dilihat dan ditemukan dalam melakukan pemeriksaan barang bukti guna kepentingan
peradilan. Jadi dalam hal ini visum et repertum merupakan kesaksian tertulis dalam proses
peradilan.1,2
Tujuan visum et repertum merupakan untuk memberikan kepada hakim suatu
kenyataan akan fakta-fakta dari bukti-bukti yang ada pada korban atas semua keadaan
sebagaimana tertuang dalam pembagian pemberitaan agar hakim dapat mengambil putusan
dengan tepat dengan dasar kenyataan atau fakta-fakta tersebut, sehingga dapat menjadi
pendukung keyakinan hakim.2

2.1.2 Peran dan Fungsi


Visum et repertum adalah salah satu alat bukti yang sah sebagaimana tertulis dalam
pasal 184 KUHP. Visum et repertum turut berperan dalam proses pembuktian suatu perkara
pidana terhadap kesehatan dan jiwa manusia, dimana VeR menguraikan segala sesuatu
tentang hasil pemeriksaan medik yang tertuang di dalam bagian pemberitaan, yang karenanya
dapat dianggap sebagai pengganti barang bukti. Visum et repertum juga memuat keterangan
atau pendapat dokter mengenai hasil pemeriksaan medik tersebut yang tertuang di dalam
bagian kesimpulan. Dengan demikian visum et repertum secara utuh telah menjembatani
ilmu kedokteran dengan ilmu hukum sehingga dengan membaca visum et repertum, dapat
diketahui dengan jelas apa yang telah terjadi pada seseorang, dan para praktisi hukum dapat
menerapkan norma-norma hukum pada perkara pidana yang menyangkut tubuh dan jiwa
manusia. Apabila visum et repertum belum dapat menjernihkan duduk persoalan di sidang
pengadilan, maka hakim dapat meminta keterangan ahli atau diajukannya bahan baru, seperti
yang tercantum dalam KUHAP, yang memungkinkan dilakukannya pemeriksaan atau
penelitian ulang atas barang bukti, apabila timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa
atau penasehat hukumnya terhadap suatu hasil pemeriksaan. Hal ini sesuai dengan pasal 180
KUHAP.2,3
Bagi penyidik (Polisi/Polisi Militer) visum et repertum berguna untuk
mengungkapkan perkara. Bagi penuntut umum (Jaksa) keterangan itu berguna untuk
menentukan pasal yang akan didakwakan, sedangkan bagi hakim sebagai alat bukti formal
untuk menjatuhkan pidana atau membebaskan seseorang dari tuntutan hukum. Untuk itu
perlu dibuat suatu Standar Prosedur Operasional Prosedur (SPO) pada suatu Rumah Sakit
tentang tata laksana pengadaan visum et repertum.2

2.1.3 Jenis Visum et Repertum


1. Untuk orang hidup
a. VeR definitif, yaitu VeR yang dibuat seketika, dimana korban tidak memerlukan
perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga tidak menghalangi pekerjaan korban.
Kualifikasi luka yang ditulis pada bagian kesimpulan yaitu luka derajat I atau luka
golongan C.
b. VeR sementara, yaitu VeR yang dibuat untuk sementara waktu, karena korban
memerlukan perawatan dan pemeriksaan lanjutan sehingga menghalangi pekerjaan
korban. Kualifikasi luka tidak ditentukan dan tidak ditulis pada kesimpulan.
Ada 5 manfaat dibuatnya VeR sementara, yaitu
1. Menentukan apakah ada tindak pidana atau tidak
2. Mengarahkan penyelidikan
3. Berpengaruh terhadap putusan untuk melakukan penahanan sementara terhadap
terdakwa
4. Menentukan tuntutan jaksa
5. Medical record
c. VeR lanjutan, yaitu VeR yang dibuat dimana luka korban telah dinyatakan sembuh
atau pindah rumah sakit atau pindah dokter atau pulang paksa. Bila korban meninggal,
maka dokter membuat VeR jenazah. Dokter menulis kualifikasi luka pada bagian
kesimpulan VeR.

2. Untuk Orang Mati


VeR jenazah, yaitu VeR yang dibuat terhadap korban yang meninggal. Tujuan
pembuatan VeR ini adalah untuk menentukan sebab, cara, dan mekanisme kematian.
Ada lima bagian tetap dalam laporan Visum et repertum, yaitu:
 Pro Justisia. Kata ini diletakkan di bagian atas untuk menjelaskan bahwa visum et
repertum dibuat untuk tujuan peradilan. VeR tidak memerlukan materai untuk dapat
dijadikan sebagai alat bukti di depan sidang pengadilan yang mempunyai
kekuatan hukum.
 Pendahuluan. Kata pendahuluan sendiri tidak ditulis dalam VeR, melainkan langsung
dituliskan berupa kalimat-kalimat di bawah judul. Bagian ini menerangkan penyidik
pemintanya berikut nomor dan tanggal, surat permintaannya, tempat dan waktu
pemeriksaan, serta identitas korban yang diperiksa.
 Pemberitaan. Bagian ini berjudul "Hasil Pemeriksaan", berisi semua keterangan
pemeriksaan. Temuan hasil pemeriksaan medik bersifat rahasia dan yang tidak
berhubungan dengan perkaranya tidak dituangkan dalam bagian pemberitaan dan
dianggap tetap sebagai rahasia kedokteran.
 Kesimpulan. Bagian ini berjudul "kesimpulan" dan berisi pendapat dokter terhadap
hasil pemeriksaan, berisikan:
a. Jenis luka
b. Penyebab luka
c. Sebab kematian
d. Mayat
e. Luka
f. TKP
g. Penggalian jenazah
h. Barang bukti
i. Psikiatrik
 Penutup. Bagian ini tidak berjudul dan berisikan kalimat baku "Demikianlah visum et
repertum ini saya buat dengan sesungguhnya berdasarkan keilmuan saya dan dengan
mengingat sumpah sesuai dengan kitab undang-undang hukum acara
pidana/KUHAP".

Dalam KUHAP pasal 186 dan 187. (adopsi: Ordonansi tahun 1937 nomor 350 pasal 1)
 Pasal 186: Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang
pengadilan.
 Pasal 187(c): Surat keterangan dari seorang ahli yang dimuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi
daripadanya.
Kedua pasal tersebut termasuk dalam alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan
dalam KUHAP.
Melalui pendekatan yuridis visum et repertum di dalam Undang-Undang No 8
tahun 1981 tentang hukum acara pidana, menunjukkan terdapat masalah mendasar yaitu
kedudukan visum et repertum masuk dalam alat bukti keterangan ahli atau alat bukti surat
yang kedua alat bukti ini sah menurut hukum sesuai pasal 184 KUHAP. Berikut analisis
yuridis peraturan perundang-undangan pidana di indonesia :3
a. Pasal 179 KUHAP 1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan. 2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi saksi yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
b. Pasal 180 KUHAP 1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan
yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan
dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum
terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim
memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang. 3) Hakim karena jabatannya
dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat
(2) 4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh
instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang
mempunyai wewenang untuk itu.

c. Pasal 184 KUHAP ayat 1 huruf b 1) Alat bukti yang sah ialah :
1) Keterangan saksi
2) Keterangan ahli
3) Surat
4) Petunjuk
5) Keterangan terdakwa
d. Pasal 186 KUHAP Keterangan ahli sidang pengadilan ialah apa yang seorang ahli
nyatakan di sidang pengadilan.
e. Pasal 187 KUHAP Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat
atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah:
1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian
atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan
alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
2) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi
tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu keadaan;
3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;
4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.
Berdasarkan analisis yuridis peraturan perundang-undangan pidana di Indonesia
tersebut maka kedudukan visum et repertum kendati pun isinya berupa keterangan ahli yang
diberikan dibawah sumpah dan diluar persidangan pengadilan, dan kualifikasinya termasuk
sebagai alat bukti surat dan bukan alat bukti keterangan ahli.3
Akan tetapi apabila visum et repertum dihubungkan dengan Pasal 1 stb. 1937 No.
350 dapat juga dianggap sebagai keterangan ahli dan keterangan ahli merupakan alat bukti
yang sah dalam pasal 184 KUHAP.3

2.2 Luka
Salah satu yang harus diungkapkan dalam kesimpulan sebuah VeR perlukaan adalah
derajat luka atau kualifikasi luka. Dari aspek hukum, VeR dikatakan baik apabila substansi yang
terdapat dalam VeR tersebut dapat memenuhi delik rumusan dalam KUHP. Penentuan derajat
luka sangat tergantung pada latar belakang individual dokter seperti pengalaman, keterampilan,
keikutsertaan dalam pendidikan kedokteran berkelanjutan dan sebagainya. Suatu perlukaan dapat
menimbulkan dampak pada korban dari segi fisik, psikis, sosial dan pekerjaan, yang dapat timbul
segera, dalam jangka pendek, ataupun jangka panjang. Dampak perlukaan tersebut
memegang peranan penting bagi hakim dalam menentukan beratnya sanksi pidana yang
harus dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan.4
Hukum pidana Indonesia mengenal delik penganiayaan yang terdiri dari tiga
tingkatan dengan hukuman yang berbeda yaitu :
1. Penganiayaan ringan (pidana maksimum 3 bulan penjara).
2. Penganiayaan sedang (pidana maksimum 2 tahun 8 bulan).
3. Penganiayaan yang menimbulkan luka berat (pidana maksimum 5 tahun).
Ketiga tingkatan penganiayaan tersebut diatur dalam pasal 352 (1) KUHP untuk
penganiayaan ringan,pasal 351 (1) KUHP untuk penganiayaan sedang, dan pasal 352 (2) KUHP
untuk penganiayaan yang menimbulkan luka berat.4 Setiap kecederaan harus dikaitkan dengan
ketiga pasal tersebut. Untuk hal tersebut seorang dokter yang memeriksa cedera harus
menyimpulkan dengan menggunakan bahasa awam, termasuk pasal mana kecederaan korban
yang bersangkutan.4
Rumusan hukum tentang penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam pasal 352
(1) KUHP menyatakan bahwa “penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan”.
Jadi bila luka pada seorang korban diharapkan dapat sembuh sempurna dan tidak menimbulkan
penyakit atau komplikasinya, maka luka tersebut dimasukkan ke dalam kategori tersebut.4
Selanjutnya rumusan hukum tentang penganiayaan (sedang) sebagaimana diatur dalam
pasal 351 (1) KUHP tidak menyatakan apapun tentang penyakit. Sehingga bila kita memeriksa
seorang korban dan didapati “penyakit” akibat kekerasan tersebut, maka korban dimasukkan ke
dalam kategori tersebut.4 Akhirnya, rumusan hukum tentang penganiayaan yang menimbulkan
luka berat diatur dalam pasal 351 (2) KUHP yang menyatakan “bahwa Jika perbuatan
mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun”. Luka berat itu sendiri telah diatur dalam pasal 90 KUHP secara limitatif. Sehingga bila
kita memeriksa seorang korban dan didapati salah satu luka sebagaimana dicantumkan dalam
pasal 90 KUHP, maka korban tersebut dimasukkan dalam kategori tersebut.4 Luka berat menurut
pasal 90 KUHP adalah :
a. jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau
yang menimbulkan bahaya maut;
b. tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
c. kehilangan salah satu panca indera;
d. mendapat cacat berat atau lumpuh
e. terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
f. gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

Berdasarkan catatan Komnas Perempuan jumlah kekerasan terhadap perempuan terus


meningkat dari tahun 2001 hingga 2008. Peningkatan itu juga lantaran semakin sadarnya
perempuan untuk melaporkan tindak kekerasan tersebut. Kementerian juga mencatat penyebab
utama terhadap perempuan didominasi oleh kesulitan ekonomi, perilaku buruk, dan rasa
cemburu. Sekitar 70 persen kasus kekerasan terjadi di rumah.5
Menurut UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT, Kekerasan Dalam Rumah
Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat
timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran
rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.6
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (UU Penghapusan KDRT) dibentuk berdasarkan:6
1. bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan rasa aman dan bebas dari segala bentuk
kekerasan sesuai dengan falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. bahwa segala bentuk kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga, merupakan
pelanggaran hak asasi manusia dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk
diskriminasi yang harus dihapus;
3. bahwa korban kekerasan dalam rumah tangga, yang kebanyakan adalah perempuan, harus
mendapat perlindungan dari negara dan/atau masyarakat agar terhindar dan terbebas dari
kekerasan atau ancaman kekerasan, penyiksaan, atau perlakuan yang merendahkan derajat dan
martabat kemanusiaan;
4. bahwa dalam kenyataannya kasus kekerasan dalam rumah tangga banyak terjadi, sedangkan
sistem hukum di Indonesia belum menjamin perlindungan terhadap korban kekerasan dalam
rumah tangga;

Undang-undang ini adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan
melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Berikut beberapa kutipan UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT: pasal 1 angka
nomer 1 dan 3, pasal 2, pasal 5,dan pasal 6.6
Pasal 1 angka no. 1 dan 3
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga
3. Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam
lingkuprumah tangga

Pasal 2
Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi :
a. suami, isteri, dan anak
b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud
pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian,
yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut

Pasal 5
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup
rumah tangganya, dengan cara :
a. kekerasan fisik;
b. kekerasan psikis;
c. kekerasan seksual;
d. atau penelantaran rumah tangga.

Pasal 6
Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.

Deskripsi luka
Dalam mendeskripsikan luka terbuka harus mencakup jumlah, lokasi, bentuk, ukuran,
dan sifat luka. Sedangkan untuk luka tertutup, sifat luka tidak perlu dicantumkan dalam
pendeskripsian luka. Untuk penulisan deskripsi luka jumlah, lokasi, bentuk, ukuran tidak
harus urut tetapi penulisan harus selalu ditulis diakhir kalimat.2
Deskripsi luka meliputi1,2:
1. Jumlah luka
2. Lokasi luka, meliputi:
a. Lokasi berdasarkan region anatomiknya.
b. Lokasi berdasarkan garis koordinat atau berdasarkan bagian-bagian tertentu dari
tubuh. Menentukan lokasi berdasarkan garis koordinat dilakukan untuk luka pada regio
yang luas seperti di dada, perut, punggung. Koordinat tubuh dibagi dengan menggunakan
garis khayal yang membagi tubuh menjadi dua yaitu kanan dan kiri, garis khayal
mendatar yang melewati puting susu, garis khayal mendatar yang melewati pusat, dan
garis khayal mendatar yang melewati ujung tumit. Pada kasus luka tembak harus selalu
diukur jarak luka dari garis khayal mendatar yang melewati kedua ujung tumit untuk
kepentingan rekonstruksi. Untuk luka di bagian punggung dapat dideskripsikan lokasinya
berdasarkan garis khayal yang menghubungkan ujung bawah tulang belikat kanan dan
kiri.
3. Bentuk luka, meliputi :
a. Bentuk sebelum dirapatkan
b. Bentuk setelah dirapatkan
4. Ukuran luka, meliputi sebelum dan sesudah dirapatkan ditulis dalam bentuk panjang x
lebar x tinggi dalam satuan sentimeter atau milimeter.
5. Sifat-sifat luka, meliputi :
a. Daerah pada garis batas luka, meliputi :
- Batas (tegas atau tidak tegas)
- Tepi (rata atau tidak rata)
- Sudut luka (runcing atau tumpul)

b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi:


- Jembatan jaringan (ada atau tidak ada)
- Tebing (ada atau tidak ada, jika ada terdiri dari apa)
- Dasar luka

c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi :


- Memar (ada atau tidak)
-Lecet (ada atau tidak)
-Tatoase (ada atau tidak)
Pola Trauma Tumpul
Terdapat beberapa pola trauma akibat kekerasan tumpul yang dapat dikenali, yang
mengarah kepada kepentingan medikolegal. Pola trauma banyak macamnya dan dapat
bercerita pada pemeriksa medikolegal. Kadangkala sukar dikenali, bukan karena korban
tidak diperiksa, namun karena pemeriksa cenderung memeriksa area per area, dan gagal
mengenali polanya. Foto korban dari depan maupun belakang cukup berguna untuk
menentukan pola trauma. Persiapan diagram tubuh yang memperlihatkan grafik lokasi dan
penyebab trauma adalah latihan yang yang baik untuk mengungkapkan pola trauma.3,4
Tabel . Perbedaan antara trauma tumpul dan trauma tajam

Trauma Tumpul Tajam


a. Bentuk luka Tidak teratur Teratur

b. Tepi Luka Tidak rata Rata

c. Jembatan Jaringan Ada Tidak ada

d. Rambut Tidak terpotong Terpotong

e. Dasar Luka Tidak teratur Teratur

f. Sekitar Luka Ada luka lecet atau Tak ada luka lain
memar

DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran
Forensik FKUI.
2. Herkutanto, Pusponegoro AD, Sudarmo S. 2005. Aplikasi trauma-related injury
severity score (TRISS) untuk penetapan derajat luka dalam konteks medikolegal. J
I Bedah Indones, 33(2) : 37-43.
3. Herkutanto. 2005. Peningkatan kualitas pembuatan visum et repertum (VeR)
kecederaan di rumah sakit melalui pelatihan dokter unit gawat darurat (UGD).
JPMK, 8(3) : 163-9.
4. R. Atang Ranoemihardja. 2001. Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic Science).
Bandung : Tarsito.
5. Dewi RK, Wilianto W. 2012. Trauma tumpul mata mata yang menyebabkan
kebutaan. Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia Vol. 14 No.3
6. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 95

DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik
FKUI.
2. Dewi RK, Wilianto W. 2012. Trauma tumpul mata mata yang menyebabkan
kebutaan. Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia Vol. 14 No.3
3. Herkutanto, Pusponegoro AD, Sudarmo S. 2005. Aplikasi trauma-related injury
severity score (TRISS) untuk penetapan derajat luka dalam konteks medikolegal. J I
Bedah Indones, 33(2) : 37-43.
4. Herkutanto. 2005. Peningkatan kualitas pembuatan visum et repertum (VeR)
kecederaan di rumah sakit melalui pelatihan dokter unit gawat darurat (UGD). JPMK,
8(3) : 163-9.
5. R. Atang Ranoemihardja. 2001. Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic Science).
Bandung : Tarsito.
6. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 95

Anda mungkin juga menyukai