DOKTER INTERNSHIP
KISTA BARTHOLINI
Disusun Oleh
Mengetahui
Dokter Pendamping
Pada hari ini tanggal di Wahana RSUD dr. Loekmono Hadi Kudus portofolio
oleh:
Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya
Mengetahui,
dr. Iip Alifatu Zulfah dr. Nuria Meida dr. Agustina Widiyanti
No. ID dan Nama Peserta : Presenter : dr. Indah Febriyani
dr. Indah Febriyani
No. ID dan Nama Wahana : Pendamping: 1. dr. Triyono
RSUD Muntilan, Magelang 2. dr. Ismy Dianti
TOPIK : Visum Et Repertum : Multiple Vulnus Ekskoriatum Regio Facialis et
Antebrachii dekstra
Nama Pasien : Ny. SL No. RM : 153766
Tanggal Presentasi : 13 November 2017 Pendamping : 1. dr. Triyono
2. dr. Ismy Dianti
Tempat Presentasi : Ruang Komite Medik RSUD Muntilan, Magelang
OBJEKTIF PRESENTASI
Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka
Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa
Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumil
Deskripsi :
Seorang wanita 51 tahun ke IGD RSUD Muntilan untuk meminta visum et repertum setelah
mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami pasien di mobil ketika perjalanan ke
pasar. Pasien telah melaporkan tindakan kekerasan tersebut ke Polsek Muntilan. Oleh pihak
polisi, pasien diminta untuk langsung ke rumah sakit untuk mendapatkan visum.
Tujuan :
Mengetahui segala aspek tentang penyakit pasien dan penanganannya
Bahan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Audit
Bahasan
Cara Diskusi Presentasi E-mail Pos
Membahas dan Diskusi
DATA PASIEN Nama : Ny. SL No. Registrasi : 153766
Nama Klinik : IGD Telp : - Terdaftar sejak : 12 Oktober 2017
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Gambaran Klinis (Riwayat Penyakit Sekarang) :
Seorang wanita 51 tahun datang ke IGD RSUD Muntilan, memakai daster dengan
motif garis garis coklat, sepatu sandal hitam untuk meminta visum et repertum setelah
mengalami kekerasan fisik yang dilakukan oleh suami pasien di mobil, ketika perjalanan ke
pasar. Pasien telah melaporkan tindakan kekerasan tersebut ke Polsek Muntilan. Oleh pihak
polisi, pasien diminta untuk langsung ke rumah sakit untuk mendapatkan visum.
Ny. SL mengeluhkan nyeri pada pipi kanan setelah dicakar oleh suami pasien ± 2 jam SMRS.
Kejadian tersebut terjadi ketika Ny. SL hendak pergi ke pasar untuk berbelanja, tepatnya di
dalam mobil. Mereka saling “cekcok” dan suami pasien menyakar bagian wajah dan pasien
mencoba untuk menepis menggunakan tangan kanannya sehingga cakaran mengenai
pergelangan tangan kanan pasien, pusing (-), cekot-cekot (-), mual (-), muntah (-).
2. Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat keluhan serupa (-)
Riwayat trauma sebelum dan setelah kejadian (-)
3. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat keluhan serupa (-)
4. Riwayat Sosio-Ekonomi : Pasien adalah wiraswasta kue kering yang diproduksi
sendiri di rumah. Suami pasien tidak bekerja. Pasien dan suami telah menikah selama
± 20 tahun. Pasien memiliki 3 orang anak, dengan anak paling tua berusia 25 tahun
dan anak terakhir masih SMA
HASIL PEMBELAJARAN :
1. Mengetahui tugas dokter pada kasus kekerasan fisik
2. Mengetahui karakteristik luka tumpul
3. Membuat rencana pada penanganan kasus kekerasan fisik
4. Mengetahui dasar hukum dan kedudukan Visum et Repertum
Jantung :
Inspeksi : iktus kordis tak tampak
Palpasi : iktus kordis teraba di SIC V 2 cm medial LMCS, tidak kuat angkat, tidak
melebar, pulsasi parasternal (-), pulsasi epigastrial (-), sternal lift (-), thrill (-)
Perkusi : Batas atas : SIC II LPS sinistra
Batas kanan : LPS dextra
Batas kiri : SIC V 2 cm medial LMCS
Auskultasi : HR 82x /menit, reguler
Bunyi jantung I-II reguler, bising(-), gallop(-)
Pulmo :
Inspeksi : simetris saat statis dinamis
Palpasi : stem fremitus kanan = kiri
Perkusi : sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : SD Vesikuler (+/+)
Wheezing (-/-)
Ronkhi (-/-)
Abdomen:
Inspeksi : datar, venektasi (-)
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-)
Status Lokalis
Regio Facialis
Inspeksi: Tampak multiple vulnus ekskoriatum di maksilaris dekstra ukuran ½cm x ½cm;
1cm x ½cm, 1cm x ½cm. Darah (+) minimal, deformitas (-) dan vulnus ekskoriatum di
margo orbita superior dengan ukuran ½ cm x ½ cm, darah (+) minimal
Palpasi: Nyeri tekan (+), krepitasi (-)
Regio Antebrachii
Inspeksi: Tampak vulnus ekskoriatum ukuran ½cm x ½cm, darah (+) minimal, deformitas (-)
Palpasi: Nyeri tekan (+), krepitasi (-)
RESUME
1. Anamnesis
a. Keluhan utama : Nyeri pada pipi kanan
b. Keluhan tambahan : tidak ada
2. Pemeriksaan Fisik
a. KU/Kes : tampak sakit ringan / kompos mentis
b. Vital sign :
TD: 130/70 RR: 22x/m
Nadi: 82x/m, regular S: 36,5° C
c. Status Lokalis
Regio Facialis
Inspeksi: Tampak multiple vulnus ekskoriatum di maksilaris dekstra ukuran
terbesar 1 cm x ½cm dan ukuran terkecil ½ cm x ½cm, darah (+) minimal,
deformitas (-) serta vulnus ekskoriatum di margo orbita superior dengan ukuran
½ cm x ½ cm, darah (+) minimal
Palpasi: Nyeri tekan (+), krepitasi (-)
Regio Antebrachii
Inspeksi: Tampak vulnus ekskoriatum ukuran ½cm x ½cm, darah (+) minimal,
deformitas (-)
Palpasi: Nyeri tekan (+), krepitasi (-)
ASSESMENT
Multiple Vulnus Ekskoriatum Regio Facialis et Antebrachii Dekstra
TATALAKSANA IGD
Paracetamol 3X1 tab sehari diberikan saat nyeri
LAPORAN PORTFOLIO RUMAH SAKIT
KASUS MEDIKOLEGAL
Disusun Oleh :
Pendamping :
dr. Triyono
dr. Ismy Dianti
VISUM ET REPERTUM
Nomor : ....../......./......./......./20.....
Pro Justitia
Pada hari ini tanggal 12 Oktober 2017, saya yang bertanda tangan di bawah ini dr. Indah
Febriyani, atas permintaan tertulis dari ............................. (yang ditandatangani oleh)
.............................., Jabatan : ......................, Pangkat : .............................., NRP. .....................
dengan Surat : No. Pol. : ......./......./......./......./........., Tanggal ......................, Klasifikasi :
................, Lampiran : ....................., Perihal : .................................., telah memeriksa seorang
..................... yang menurut surat saudara-------------------------------------
Pekerjaan : Wiraswasta
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Ngetos Kulon, Muntilan
Peristiwa : Penganiayaan
HASIL PEMERIKSAAN
KESIMPULAN
Pada korban wanita berusia lima puluh satu tahun ini, ditemukan beberapa luka lecet gores
akibat trauma tumpul di daerah wajah dan pergelangan tangan kanan. Luka ini tidak
menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan jabatan/pencaharian. Demikian Visum
et Repertum ini dibuat dengan sesungguhnya atas sumpah/ janji yang telah saya ucapkan pada
waktu memangku jabatan serta sesuai dengan Lembaran Negara Nomor 350 Tahun 1937 dan
Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.
Dokter Pemeriksa
Dr. ……………………………..
NIP. ……………………………
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam KUHAP pasal 186 dan 187. (adopsi: Ordonansi tahun 1937 nomor 350 pasal 1)
Pasal 186: Keterangan ahli adalah apa yang seorang ahli nyatakan di sidang
pengadilan.
Pasal 187(c): Surat keterangan dari seorang ahli yang dimuat pendapat berdasarkan
keahliannya mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi
daripadanya.
Kedua pasal tersebut termasuk dalam alat bukti yang sah sesuai dengan ketentuan
dalam KUHAP.
Melalui pendekatan yuridis visum et repertum di dalam Undang-Undang No 8
tahun 1981 tentang hukum acara pidana, menunjukkan terdapat masalah mendasar yaitu
kedudukan visum et repertum masuk dalam alat bukti keterangan ahli atau alat bukti surat
yang kedua alat bukti ini sah menurut hukum sesuai pasal 184 KUHAP. Berikut analisis
yuridis peraturan perundang-undangan pidana di indonesia :3
a. Pasal 179 KUHAP 1) Setiap orang yang diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran
kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib memberikan keterangan ahli demi
keadilan. 2) Semua ketentuan tersebut diatas untuk saksi berlaku juga bagi saksi yang
memberikan keterangan ahli, dengan ketentuan bahwa mereka mengucapkan sumpah
atau janji akan memberikan keterangan yang sebaik-baiknya dan yang sebenar-benarnya
menurut pengetahuan dalam bidang keahliannya.
b. Pasal 180 KUHAP 1) Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan
yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan
dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan.
2) Dalam hal timbul keberatan yang beralasan dari terdakwa atau penasihat hukum
terhadap hasil keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hakim
memerintahkan agar hal itu dilakukan penelitian ulang. 3) Hakim karena jabatannya
dapat memerintahkan untuk dilakukan penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat
(2) 4) Penelitian ulang sebagaimana tersebut pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan oleh
instansi semula dengan komposisi personil yang berbeda dan instansi lain yang
mempunyai wewenang untuk itu.
c. Pasal 184 KUHAP ayat 1 huruf b 1) Alat bukti yang sah ialah :
1) Keterangan saksi
2) Keterangan ahli
3) Surat
4) Petunjuk
5) Keterangan terdakwa
d. Pasal 186 KUHAP Keterangan ahli sidang pengadilan ialah apa yang seorang ahli
nyatakan di sidang pengadilan.
e. Pasal 187 KUHAP Surat sebagaimana tersebut pada pasal 184 ayat (1) huruf c, dibuat
atas sumpah jabatan atau dikuatkan dengan sumpah adalah:
1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat oleh pejabat umum yang
berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang memuat keterangan tentang kejadian
atau keadaan yang didengar, dilihat atau yang dialaminya sendiri, disertai dengan
alasan yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu;
2) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundang-undangan atau surat yang
dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk dalam tata laksana yang menjadi
tanggung jawabnya dan yang diperuntukkan bagi pembuktian sesuatu keadaan;
3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasarkan keahliannya
mengenai sesuatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara resmi daripadanya;
4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan isi dari alat
pembuktian yang lain.
Berdasarkan analisis yuridis peraturan perundang-undangan pidana di Indonesia
tersebut maka kedudukan visum et repertum kendati pun isinya berupa keterangan ahli yang
diberikan dibawah sumpah dan diluar persidangan pengadilan, dan kualifikasinya termasuk
sebagai alat bukti surat dan bukan alat bukti keterangan ahli.3
Akan tetapi apabila visum et repertum dihubungkan dengan Pasal 1 stb. 1937 No.
350 dapat juga dianggap sebagai keterangan ahli dan keterangan ahli merupakan alat bukti
yang sah dalam pasal 184 KUHAP.3
2.2 Luka
Salah satu yang harus diungkapkan dalam kesimpulan sebuah VeR perlukaan adalah
derajat luka atau kualifikasi luka. Dari aspek hukum, VeR dikatakan baik apabila substansi yang
terdapat dalam VeR tersebut dapat memenuhi delik rumusan dalam KUHP. Penentuan derajat
luka sangat tergantung pada latar belakang individual dokter seperti pengalaman, keterampilan,
keikutsertaan dalam pendidikan kedokteran berkelanjutan dan sebagainya. Suatu perlukaan dapat
menimbulkan dampak pada korban dari segi fisik, psikis, sosial dan pekerjaan, yang dapat timbul
segera, dalam jangka pendek, ataupun jangka panjang. Dampak perlukaan tersebut
memegang peranan penting bagi hakim dalam menentukan beratnya sanksi pidana yang
harus dijatuhkan sesuai dengan rasa keadilan.4
Hukum pidana Indonesia mengenal delik penganiayaan yang terdiri dari tiga
tingkatan dengan hukuman yang berbeda yaitu :
1. Penganiayaan ringan (pidana maksimum 3 bulan penjara).
2. Penganiayaan sedang (pidana maksimum 2 tahun 8 bulan).
3. Penganiayaan yang menimbulkan luka berat (pidana maksimum 5 tahun).
Ketiga tingkatan penganiayaan tersebut diatur dalam pasal 352 (1) KUHP untuk
penganiayaan ringan,pasal 351 (1) KUHP untuk penganiayaan sedang, dan pasal 352 (2) KUHP
untuk penganiayaan yang menimbulkan luka berat.4 Setiap kecederaan harus dikaitkan dengan
ketiga pasal tersebut. Untuk hal tersebut seorang dokter yang memeriksa cedera harus
menyimpulkan dengan menggunakan bahasa awam, termasuk pasal mana kecederaan korban
yang bersangkutan.4
Rumusan hukum tentang penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam pasal 352
(1) KUHP menyatakan bahwa “penganiayaan yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan
untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai penganiayaan ringan”.
Jadi bila luka pada seorang korban diharapkan dapat sembuh sempurna dan tidak menimbulkan
penyakit atau komplikasinya, maka luka tersebut dimasukkan ke dalam kategori tersebut.4
Selanjutnya rumusan hukum tentang penganiayaan (sedang) sebagaimana diatur dalam
pasal 351 (1) KUHP tidak menyatakan apapun tentang penyakit. Sehingga bila kita memeriksa
seorang korban dan didapati “penyakit” akibat kekerasan tersebut, maka korban dimasukkan ke
dalam kategori tersebut.4 Akhirnya, rumusan hukum tentang penganiayaan yang menimbulkan
luka berat diatur dalam pasal 351 (2) KUHP yang menyatakan “bahwa Jika perbuatan
mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima
tahun”. Luka berat itu sendiri telah diatur dalam pasal 90 KUHP secara limitatif. Sehingga bila
kita memeriksa seorang korban dan didapati salah satu luka sebagaimana dicantumkan dalam
pasal 90 KUHP, maka korban tersebut dimasukkan dalam kategori tersebut.4 Luka berat menurut
pasal 90 KUHP adalah :
a. jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau
yang menimbulkan bahaya maut;
b. tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;
c. kehilangan salah satu panca indera;
d. mendapat cacat berat atau lumpuh
e. terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;
f. gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Undang-undang ini adalah jaminan yang diberikan oleh negara untuk mencegah terjadinya
kekerasan dalam rumah tangga, menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga, dan
melindungi korban kekerasan dalam rumah tangga.
Berikut beberapa kutipan UU No. 23 tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT: pasal 1 angka
nomer 1 dan 3, pasal 2, pasal 5,dan pasal 6.6
Pasal 1 angka no. 1 dan 3
Dalam undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. kekerasan dalam rumah tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama
perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual,
psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan
perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam
lingkup rumah tangga
3. Korban adalah orang yang mengalami kekerasan dan/atau ancaman kekerasan dalam
lingkuprumah tangga
Pasal 2
Lingkup rumah tangga dalam Undang-Undang ini meliputi :
a. suami, isteri, dan anak
b. orang-orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan orang sebagaimana dimaksud
pada huruf a karena hubungan darah, perkawinan, persusuan, pengasuhan, dan perwalian,
yang menetap dalam rumah tangga; dan/atau
c. orang yang bekerja membantu rumah tangga dan menetap dalam rumah tangga tersebut
Pasal 5
Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup
rumah tangganya, dengan cara :
a. kekerasan fisik;
b. kekerasan psikis;
c. kekerasan seksual;
d. atau penelantaran rumah tangga.
Pasal 6
Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang
mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat.
Deskripsi luka
Dalam mendeskripsikan luka terbuka harus mencakup jumlah, lokasi, bentuk, ukuran,
dan sifat luka. Sedangkan untuk luka tertutup, sifat luka tidak perlu dicantumkan dalam
pendeskripsian luka. Untuk penulisan deskripsi luka jumlah, lokasi, bentuk, ukuran tidak
harus urut tetapi penulisan harus selalu ditulis diakhir kalimat.2
Deskripsi luka meliputi1,2:
1. Jumlah luka
2. Lokasi luka, meliputi:
a. Lokasi berdasarkan region anatomiknya.
b. Lokasi berdasarkan garis koordinat atau berdasarkan bagian-bagian tertentu dari
tubuh. Menentukan lokasi berdasarkan garis koordinat dilakukan untuk luka pada regio
yang luas seperti di dada, perut, punggung. Koordinat tubuh dibagi dengan menggunakan
garis khayal yang membagi tubuh menjadi dua yaitu kanan dan kiri, garis khayal
mendatar yang melewati puting susu, garis khayal mendatar yang melewati pusat, dan
garis khayal mendatar yang melewati ujung tumit. Pada kasus luka tembak harus selalu
diukur jarak luka dari garis khayal mendatar yang melewati kedua ujung tumit untuk
kepentingan rekonstruksi. Untuk luka di bagian punggung dapat dideskripsikan lokasinya
berdasarkan garis khayal yang menghubungkan ujung bawah tulang belikat kanan dan
kiri.
3. Bentuk luka, meliputi :
a. Bentuk sebelum dirapatkan
b. Bentuk setelah dirapatkan
4. Ukuran luka, meliputi sebelum dan sesudah dirapatkan ditulis dalam bentuk panjang x
lebar x tinggi dalam satuan sentimeter atau milimeter.
5. Sifat-sifat luka, meliputi :
a. Daerah pada garis batas luka, meliputi :
- Batas (tegas atau tidak tegas)
- Tepi (rata atau tidak rata)
- Sudut luka (runcing atau tumpul)
f. Sekitar Luka Ada luka lecet atau Tak ada luka lain
memar
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran
Forensik FKUI.
2. Herkutanto, Pusponegoro AD, Sudarmo S. 2005. Aplikasi trauma-related injury
severity score (TRISS) untuk penetapan derajat luka dalam konteks medikolegal. J
I Bedah Indones, 33(2) : 37-43.
3. Herkutanto. 2005. Peningkatan kualitas pembuatan visum et repertum (VeR)
kecederaan di rumah sakit melalui pelatihan dokter unit gawat darurat (UGD).
JPMK, 8(3) : 163-9.
4. R. Atang Ranoemihardja. 2001. Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic Science).
Bandung : Tarsito.
5. Dewi RK, Wilianto W. 2012. Trauma tumpul mata mata yang menyebabkan
kebutaan. Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia Vol. 14 No.3
6. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang
Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2004 Nomor 95
DAFTAR PUSTAKA
1. Budiyanto. 2007. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta : Bagian Kedokteran Forensik
FKUI.
2. Dewi RK, Wilianto W. 2012. Trauma tumpul mata mata yang menyebabkan
kebutaan. Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia Vol. 14 No.3
3. Herkutanto, Pusponegoro AD, Sudarmo S. 2005. Aplikasi trauma-related injury
severity score (TRISS) untuk penetapan derajat luka dalam konteks medikolegal. J I
Bedah Indones, 33(2) : 37-43.
4. Herkutanto. 2005. Peningkatan kualitas pembuatan visum et repertum (VeR)
kecederaan di rumah sakit melalui pelatihan dokter unit gawat darurat (UGD). JPMK,
8(3) : 163-9.
5. R. Atang Ranoemihardja. 2001. Ilmu Kedokteran Kehakiman (Forensic Science).
Bandung : Tarsito.
6. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan
Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004
Nomor 95