Sejarah Dan Isi Dari Perjanjian Roem Royen
Sejarah Dan Isi Dari Perjanjian Roem Royen
Home
Sejarah
Perjanjian Roem Royen merupakan perjanjian yang dilakukan oleh pihak Indonesia dengan
pihak Belanda, yang terjadi pada tanggal 14 April 1949 dan proses penandatanganan tanggal 7
Mei 1949 yang bertempat di Hotel Des Indes, Jakarta.
Perjanjian ini diambil dari nama ketua wakil tiap negara, untuk pihak Indonesia yaitu
Mohammad Roem dan dan untuk pihak Belanda Herman van Royen.
Perjanjian Roem Royen bermaksud untuk menyelesaikan permasalahan antara Indonesia dan
Belanda sebelum konferensi meja bundar di Den Haag, Belanda.
Keberhasilan membawa permasalahan antara pihak Indonesia dan pihak Belanda ke meja
perundingan merupakan inisiatif komisi PBB untuk Indonesia.
Dalam Agresi Militer II, Belanda mempropaganda TNI telah hancur, disini Belanda mendapat
kecaman di dunia Internasional terutama Amerika Serikat.
Perjanjian Roem Royen diselenggarakan mulai dari 14 April sampai 7 mei 1948, pihak Indonesia
di wakili oleh Moh. Roem beberpa anggota seperti Ali Sastro Amijoyo, Dr. Leimena, Ir. Juanda,
Prof. Supomo, dan Latuharhary.
Untuk pihak Belanda di wakili oleh Dr.J.H. Van Royen dengan anggotanya seperti Blom, Jacob,
dr.Van, dr. Gede, Dr.P.J.Koets, Van Hoogstratendan, dan Dr. Gieben.
Dengan adanya Agresi Militer Belanda II yang dilancarkan Belanda mendapat kecaman dan
reaksi dari Amerika Serikat dan Inggris, serta Dewan PBB. Melihat reaksi mliter Belanda
sehingga PBB membuat kewenangan KTN.
Sejak itu KTN berubah menjadi UNCI (United Nations Commission for Indonesia). UNCI
sendiri dipimpin oleh Merle Cochran dari Amerika Serikat dan juga dibantu Critchley Australia
dan juga Harremans dari Belgia.
Pada tanggal 23 Maret 1949 pihak DK-PBB perintahkan UNCI agar membantu perundingan
antara pihak Republik Indonesia dengan Belanda.
Pada tanggal 17 April 1949 perundingan Roem Royen dimulai dan bertempat di Jakarta. UNCI
sebagai penengah dan diketuai oleh Merle Cochran dari Amerika Serikat wakil UNCI.
Perundingan berikutnya Indonesia diperkuat dengan hadirnya Drs Moh Hatta dan juga Sri Sultan
Hamengkubuwono IX.
Pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Perjanjian Roem Royen mulai
ditandatangani dan nama perjanjian ini diambil dari kedua pemimpin delegasi, Mohammad
Roem dan Herman van Royen.
Perjanjian yang sangat alot sehingga perlunya diperkuat oleh Drs Moh Hatta yang datang dari
pengasingan di Bangka, serta Sri Sultan Hamengkubuwono IX dari Yogyakarta.
img.okezone.com
Isi Perjanjian Roem Royen di Hotel Des Indes di jakarta, antara lain:
Dampak perjanjian Roem Royen yaitu setelah perjanjian tersebut kembalinya Sukarno dan Hatta
ke Yogyakarta setelah diasingkan, Yogyakarta sebagai ibukota sementara dari Republik
Indonesia, Penyerahan mandat Sjafruddin Prawiranegara sebagai presiden PDRI (Pemerintahan
Darurat Republik Indonesia) kepada Ir Soekarno, terjadinya gencatan senjata Belanda dan
Indonesia, serta diadakanya Konferensi Meja Bundar (KMB).
Sejarah dan Latar Belakang Konferensi
Meja Bundar
Konferensi Meja Bundar atau Perjanjian KMB merupakan merupakan sebuah pertemuan
(konferensi) yang bertempat di Den Haag, Belanda, dari 23 Agustus sampai 2 November 1949
antara perwakilan Republik Indonesia, Belanda, dan BFO (Bijeenkomst voor Federaal Overleg),
yang mewakili beberapa negara yang diciptakan oleh Belanda di kepulauan Indonesia.
Sebelum konferensi ini berlangsung, sebenarnya Indonesia dan Belanda telah melakukan tiga
perjanjian besar, yaitu Perjanjian Linggarjati (1947), Perjanjian Renville (1948), dan Perjanjian
Roem-Royen (1949). Konferensi ini berakhir dengan setujunya Belanda untuk menyerahkan
kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat.
upload.wikimedia.org
Usaha untuk menggagalkan kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan
kegagalan. Dunia international mengutuk perbuatan Belanda tersebut. Belanda dan Indonesia
lalu mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi, lewat
perjanjian Linggarjati dan perjanjian Renville.
Pada tanggal 28 Januari 1949, Dewan Keamanan (PBB) Perserikatan Bangsa-Bangsa meloloskan
resolusi yang mengecam serangan militer yang dilakukan Belanda terhadap tentara Republik di
Indonesia dan menuntut dipulihkannya pemerintahan Republik Indonesia. Lalu diaturlah
kelanjutan perundingan untuk menemukan solusi damai antara dua belah pihak.
Pada tanggal 11 Agustus 1949, dibentuk perwakilan Republik Indonesia untuk menghadapi
Konferensi Meja Bundar di Den Haag, Belanda.
http://4.bp.blogspot.com/
1. Perjanjian ini dilakukan untuk mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan Belanda dengan
cara melaksanakan perjanjian-perjanjian yang sudah dibuat antara Republik Indonesia dengan
Belanda. Khususnya mengenai pembentukan Negara Indonesia Serikat.
2. Dengan tercapainya kesepakatan Meja Bundar, maka Indonesia telah diakui sebagai negara yang
berdaulat penuh oleh Belanda, walaupun tanpa Irian Barat.
Perwakilan Indonesia dalam Konferensi Meja Bundar
Pada Konferensi Meja Bundar yang dilaksanakan di Denhaag Pada tanggal 23 Agustus 1949
sampai 2 November 1949, Indonesia diwakili oleh:
Perwakilan BFO ini dipimpin oleh Sultan Hamid II dari Pontianak. Perwakilan Belanda dipimpin
oleh Mr. van Maarseveen dan UNCI diwakili Chritchley.
1. Belanda mengakui kedaulatan Republik Indonesia Serikat (RIS) sebagai sebuah negara yang
merdeka.
2. Status Provinsi Irian Barat diselesaikan paling lama dalam waktu setahun, sesudah pengakuan
kedaulatan.
3. Dibentuknya Uni Indonesia-Belanda untuk bekerja sama dengan status sukarela dan sederajat.
4. Republik Indonesia Serikat akan mengembalikan hak milik Belanda dan memberikan hak-hak
konsesi serta izin baru untuk perusahaan-perusahaan Belanda.
5. Republik indonesia Serikat harus membayar semua utang Belanda yang dari tahun 1942.
Sementara itu, pada tanggal 29 Oktober 1949 dilakukan pengesahan dan tanda tangan bersama
piagam persetujuan Konstitusi Republik Indonesia Serikat antara Republik Indonesia dan BFO.
Di samping itu, hasil keputusan Konferensi Meja Bundar disampaikan kepada Komite Nasional
indonesia Pusat (KNIP). Selanjutnya, KNIP melakukan sidang dari tanggal 6-14 Desember 1949
untuk membahas hasil dari KMB.
Pembahasan hasil keputusan KMB oleh KNIP dilakukan dengan cara pemungutan suara dari
para peserta, hasil akhir yang dicapainya adalah 226 suara setuju, 62 suara menolak, dan 31 suara
meninggalkan ruang sidang.
Dengan demikian, KNIP resmi menerima hasil KMB. Lalu pada tanggal 15 Desember 1949
diadakan pemilihan Presiden Republik Indonesia Serikat(RIS) dengan caIon tunggal Ir. Soekarno
yang akhirnya terpilih sebagai presiden.
Kemudian Ir. Soekarno dilantik dan diambil sumpahnya pada tanggal 17 Desember 1949.
Kabinet RIS di bawah pimpinan Drs. Moh. Hatta.
Drs. Moh. Hatta diangkat sebagai perdana menteri oleh Presiden Soekarno pada tanggal 20
Desember 1949. Setelahnya pada tanggal 23 Desember 1949 perwakilan RIS berangkat ke negeri
Belanda untuk menandatangani akta penyerahan kedaulatan.
Pada tanggal 27 Desember 1949, pada kedua negara, Indonesia dan negeri Belanda dilaksanakan
upacara penandatanganan akta penyerahan kedaulatan.
Penyerahan kedaulatan Indonesia yang dilakukan di negeri Belanda bertempat di ruangan takhta
Amsterdam.
Ratu Juliana, Menteri Seberang Lautan A.M.J.A. Sasseu, Perdana Menteri Dr. Willem Drees dan
Drs. Moh. Hatta adalah tokoh yang terlibat dalam melakukan penandatanganan akta penyerahan
kedaulatan.
Pada saat yang bersamaan di Jakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono IX dan Wakil Tinggi
Mahkota Belanda, A.H.S. Lovink menandatangani naskah penyerahan kedaualatan dalam suatu
upacara di Istana Merdeka.
Penyerahan kedaulatan itu berarti Belanda telah mengakui berdirinya Republik Indonesia Serikat
dan mengakui kekuasaan Indonesia di seluruh bekas wilayah jajahan Hindia – Belanda secara
formal kecuali Irian Barat. Irian barat diserahkan oleh Belanda setahun kemudian.
Sebulan kemudian, tepatnya pada tanggal 29 Januari 1950, Jenderal Besar Sudirman yang telah
banyak berjuang terutama pada perang gerilya ketika agresi militer Belanda akhirnya wafat pada
usia 34 tahun. Beliau merupakan panutan bagi para anggota TNI.
Sejarah dan Isi Dari Perjanjian Renville
Perjanjian Renville terjadi pada tanggal 17 Januari 1948, dan perjanjian ini merupakan
perundingan antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda, dan perundingan ini dilaksanakan
atas usulan Dewan PPB dan juga KTN (Komisi Tiga Negara).
Perundingan dan penandatanganan perjanjian Renville ini dilaksanakan di atas kapal untuk
mengangkut pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat yang bernama USS Renville.
Dari pihak Indonesia perundingan ini diwakili oleh Mr. Amir Syarifudin, sedangkan perwakilan
pihak Belanda oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo, dia merupakan seorang Indonesia yang telah
memihak kepada Belanda.
http://www.sukarnoyears.com/
Di luar negeri dengan adanya peristiwa penyerangan yang dilakukan Belanda terhandap
Indonesia, menimbulkan reaksi keras.
Pada tanggal 1 Agustus 1947, akhirnya dewan keamanan PBB memerintahkan keduanya untuk
menghentikan tembak menembak. Pada tanggal 4 Agustus 1947, Republik Indonesia dan
Belanda mengumumkan gencatan dan berakhir pula Agresi Militer Pertama.
Agresi militer pertama disebabkan adanya perselisihan pendapat yang diakibatkan bedanya
penafsiran yang ada dalam persetujuan linggajati, dimana Belanda tetap mendasarkan tafsirannya
pidato Ratu Wilhelmina pada tanggal 7 Desember 1942. Dimana Indonesia akan dijadikan
anggota Commonwealth serta akan dibentuk negara federasi, keinginan Belanda tersebut sangat
merugikan Indonesia.
Dengan penolakan yang diberikan pihak Indonesia terhadap keinginan Belanda, sehari sebelum
agresi militer pertama Belanda tidak terikat lagi pada perjanjian Linggarjati, sehingga tercetuslah
pada tanggal 21 Juli 1947 Agresi Militer Belanda yang pertama.
Perundingan pihak Belanda dan pihak Indonesia dimulai pada tanggal 8 Desember1947 diatas
kapal Renville yang tengah berlabuh di teluk Jakarta. Perundingan ini menghasilkan saran-saran
KTN dengan pokok-pokonya yaitu pemberhentian tembak-menembak di sepanjang Garis van
Mook serta perjanjian peletakan senjata dan pembentukan daerah kosong militer.
Pada akhirnya perjanjian Renville ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948, dan disusul
intruksi untuk menghentikan aksi tembak-menembak di tanggal 19 Januari 1948.
1. Belanda akan tetap berdaulat hingga terbentuknya RIS atau Republik Indonesia Serikat.
2. RIS atau Republik Indonesia Serikat memiliki kedudukan sejajar dengan Uni Indonesia Belanda.
3. Belanda dapat menyerahkan kekuasaanya ke pemerintah federal sementara, sebelum RIS
terbentuk.
4. Negara Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik Indonesia Serikat.
5. Enam bulan sampai satu tahun, akan diadakan pemilihan umum (pemilu) dalam pembentukan
Konstituante RIS.
6. Setiap tentara Indonesia yang berada di daerah pendudukan Belanda harus berpindah ke daerah
Republik Indonesia.
Akibat buruk yang ditimbulkan dari perjanjian Renville bagi pemerintahan Indonesia, yaitu:
1. Semakin menyempitnya wilayah Republik Indonesia karena sebagian wilayah Republik Indonesia
telah dikuasai pihak Belanda.
2. Dengan timbulnya reaksi kekerasan sehingga mengakibatkan Kabinet Amir Syarifuddin berakhir
karena dianggap menjual Negara terhadap Belanda.
3. Diblokadenya perekonomian Indonesia secara ketata oleh Belanda
4. Republik Indonesia harus memakasa menarik mundur tentara militernya di daerah gerilya untuk
untuk ke wilayah Republik Indonesia.
5. Untuk memecah belah republik Indonesia, Belanda membuat negara Boneka, antara lain negara
Borneo Barat, Negara Madura, Negara Sumatera Timur, dan Negara jawa Timut.
Perundingan Renville yang berbuah perjanjian Renville sebuah hasil dari perundingan setelah
terjadinya Agresi Militer Belanda pertama. Berlangsungnya perundingan ini hampir satu bulan.
Dalam perundingan ini KTN menjadi penengah, wakil ketiga negara tersebut antara lain
Australia diwakili Richard Kirby, Belgia diwakili Paul Van Zeeland, Amerika Serikat diwakili
Frank Graham, untuk Indonesia sendiri oleh Amir Syarifuddin dan Belanda oleh Abdulkadir
Wijoyoatmojo seorang Indonesia yang memihak Belanda.
Perjanjian ini menimbulkan banyak kerugian bagi Indonesia sehingga timbulnya Agresi Militer
Belanda yang Kedua.
Sejarah Perjanjian Linggarjati Beserta Isi
dan Latarbelakangnya
Perjanjian Linggarjati merupakan suatu perjanjian bersejarah yang berisi kesepakatan antara
pemerintah Indonesia dan pemerintah Belanda yang disepakati dalam sebuah perundingan.
Para tokoh dari Indonesia dan Belanda duduk bersama untuk membuat kesepakatan yang
dirangkum dalam beberapa poin persetujuan. Peristiwa ini kelak dikenal dengan nama perjanjian
Linggarjati.
Perjanjian ini telah berhasil mengangkat permasalahan antara Indonesia dan Belanda ke ranah
international dengan melibatkan PBB (persatuan bangsa bangsa).
Perjanjian ini disebut dengan perjanjian Linggarjati karena lokasi terjadinya ialah di Desa
Linggarjati yang terletak di sebelah selatan kota Cirebon, Jawa Barat pada tanggal 10 November
1946.
www.pintuwisata.com
Konflik yang terus terjadi antara Indonesia dan Belanda menjadi alasan terjadinya Perjanjian
Linggarjati. Konflik ini terjadi karena Belanda belum mau mengakui kemerdekaan bangsa
Indonesia yang baru saja dideklarasikan.
Para pemimpin negara menyadari bahwa untuk menyelesaikan konflik dengan peperangan hanya
akan menimbulkan korban dari kedua belah pihak.
Untuk itu, Inggris berusaha mempertemukan Indonesia dengan Belanda di meja perundingan
guna membuat sebuah kesepakatan.
Perjanjian bersejarah antara Indonesia dan Belanda ini akhirnya terlaksana di Linggarjati,
Cirebon pada tanggal 10 November 1946.
Perjanjian Linggarjati ini dihadiri oleh beberapa tokoh perwakilan dari 3 Negara, yaitu
Indonesia, Belanda dan Inggris.
www.pintuwisata.com
Pemerintah Indonesia diwakili oleh Dr. A. K. Gani, Mr. Susanto Tirtoprojo, Sutan Syahrir dan
Mohammad Roem.
Pemerintah Belanda diwakili oleh Van Pool , Prof. Schermerhorn dan , De Boer.
Pemerintah Inggris, yang berperan sebagai mediator diwakili oleh Lord Killearn.
id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_I
Karena terjadinya ketidak sepahaman antara Indonesia dan Belanda, maka perjanjian Linggarjati
baru ditanda tangani oleh Indonesia pada tanggal 25 Maret 1947,
Perjanjian Linggarjati Resmi ditanda tangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 25 Maret 1947
dalam upacara kenegaraan yang berlangsung di Istana Negara, Jakarta.
Belanda mau mengakui secara de facto Republik Indonesia dengan daerah kekuasaan meliputi
Madura, Sumatera, dan Jawa. Belanda sudah harus pergi meninggalkan daerah de facto
tersebut paling lambat pada tanggal 1 Januari 1949.
Belanda dan Republik Indonesia telah sepakat untuk membentuk Negara serikat dengan nama
RIS.
Negara Indonesia Serikat akan terdiri dari RI, Timur Besar, dan Kalimantan.
Pembentukan RIS akan dijadwalkan sebelum tanggal 1 Januari 1949.
Belanda dan RIS sepakat untuk membentuk Uni Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda sebagai
ketua.
Perjanjian Linggarjati ini memiliki dampak positif maupun negatif bagi Negara Indonesia.
Dampak Positifnya: Indonesia sebagai negara yang baru saja merdeka mendapatkan pengakuan
secara de facto oleh Belanda.
Dampak Negatifnya: Wilayah indonesia semakin sempit karena Belanda tidak mengakui seluruh
wilayah Indonesia. Belanda hanya mau mengakui wilayah Indonesia pada pulau Jawa, Madura
dan Sumatera.
Terjadi pro dan kontra dalam penandatangan perjanjian Linggarjati, namun akhirnya Indonesia
setuju untuk menandatangani perjanjian ini pada tanggal 25 Maret 1947, ini terjadi karena:
1. Cara damai merupakan cara terbaik demi menghindari jatuhnya korban jiwa, ini dikarenakan
kemampuan militer Indonesia masih jauh dibawah militer Belanda.
2. Cara damai dapat mengundang simpati dari dunia international.
3. Perdamaian dengan gencatan sejata dapat memberi peluang bagi pasukan militer Indonesia
untuk melakukan berbagai hal diantaranya dalah konsolidasi.
Pasca terjadinya perjanjian ini hubungan kedua negara tidaklah menjadi baik, ini dikarenakan
adanya perbedaan dalam menafsirkan isi dari perjanjian.
Belanda menganggap Republik Indonesia sebagai bagian dari Belanda, sehingga semua urusan
eksternal diurus oleh Belanda.
Belanda juga menuntut untuk dibuatnya pasukan keamanan gabungan. Karena hal inilah Belanda
melakukan aksi bersenjata yang disebut dengan Agresi Militer Belanda, aksi ini sekaligus
membatalkan perjanjian Linggarjati.
Sejarah Agresi Militer Belanda I dan II - Pada tanggal 15 Juli 1947, van Mook mengeluarkan
ultimatum supaya RI menarik mundur pasukan sejauh 10 km. dari garis demarkasi. Tentu
pimpinan RI menolak permintaan Belanda ini. Tujuan utama agresi Belanda adalah merebut
daerah-daerah perkebunan yang kaya dan daerah yang memiliki sumber daya alam, terutama
minyak. Namun sebagai kedok untuk dunia internasional, Belanda menamakan agresi militer ini
sebagai Aksi Polisionil, dan menyatakan tindakan ini sebagai urusan dalam negeri. Letnan
Gubernur Jenderal Belanda, Dr. H.J. van Mook menyampaikan pidato radio di mana dia
menyatakan, bahwa Belanda tidak lagi terikat dengan Persetujuan Linggarjati. Pada saat itu
jumlah tentara Belanda telah mencapai lebih dari 100.000 orang, dengan persenjataan yang
modern, termasuk persenjataan berat yang dihibahkan oleh tentara Inggris dan tentara
Australia.
Operatie Product": atau yang dikenal di Indonesia dengan nama Agresi Militer Belanda I
adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera terhadap Republik Indonesia yang
dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Operasi militer ini merupakan bagian
dari Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka mempertahankan penafsiran
Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik Indonesia, operasi ini
dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggajati
Konferensi pers pada malam 20 Juli di istana, di mana Gubernur Jenderal HJ Van Mook
mengumumkan pada wartawan tentang dimulainya Aksi Polisionil Belanda pertama. Serangan
di beberapa daerah, seperti di Jawa Timur, bahkan telah dilancarkan tentara Belanda sejak
tanggal 21 Juli malam, sehingga dalam bukunya, J. A. Moor menulis agresi militer Belanda I
dimulai tanggal 20 Juli 1947. Belanda berhasil menerobos ke daerah-daerah yang dikuasai oleh
Republik Indonesia di Sumatera, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur.
Fokus serangan tentara Belanda di tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah
dan Jawa Timur. Di Sumatera Timur, sasaran mereka adalah daerah perkebunan tembakau, di
Jawa Tengah mereka menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, sasaran utamanya
adalah wilayah di mana terdapat perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula. Pada agresi militer
pertama ini, Belanda juga mengerahkan kedua pasukan khusus, yaitu Korps Speciale Troepen
(KST) di bawah Westerling yang kini berpangkat Kapten, dan Pasukan Para I (1e para
compagnie) di bawah Kapten C. Sisselaar. Pasukan KST (pengembangan dari DST) yang sejak
kembali dari pembantaian di Sulawesi Selatan belum pernah beraksi lagi, kini ditugaskan tidak
hanya di Jawa, melainkan dikirim juga ke Sumatera.
Dewan Keamanan PBB de facto mengakui eksistensi Republik Indonesia. Hal ini
terbukti dalam semua resolusi PBB sejak tahun 1947, Dewan Keamanan PBB secara resmi
menggunakan nama INDONESIA, dan bukan Netherlands Indies. Sejak resolusi pertama, yaitu
resolusi No. 27 tanggal 1 Augustus 1947, kemudian resolusi No. 30 dan 31 tanggal 25 August
1947, resolusi No. 36 tanggal 1 November 1947, serta resolusi No. 67 tanggal 28 Januari 1949,
Dewan Keamanan PBB selalu menyebutkan konflik antara Republik Indonesia dengan Belanda
sebagai The Indonesian Question.
Atas tekanan Dewan Keamanan PBB, pada tanggal 15 Agustus 1947 Pemerintah
Belanda akhirnya menyatakan akan menerima resolusi Dewan Keamanan untuk menghentikan
pertempuran. Pada 17 Agustus 1947 Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Belanda
menerima Resolusi Dewan Keamanan untuk melakukan gencatan senjata, dan pada 25
Agustus 1947 Dewan Keamanan membentuk suatu komite yang akan menjadi penengah
konflik antara Indonesia dan Belanda. Komite ini awalnya hanyalah sebagai Committee of Good
Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan lebih dikenal sebagai Komisi
Tiga Negara (KTN), karena beranggotakan tiga negara, yaitu Australia yang dipilih oleh
Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda dan Amerika Serikat sebagai pihak yang netral.
Australia diwakili oleh Richard C. Kirby, Belgia diwakili oleh Paul van Zeeland dan Amerika
Serikat menunjuk Dr. Frank Graham.
C. Agresi Militer II
Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak terjadi pada 19 Desember 1948 yang
diawali dengan serangan terhadap Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan
Soekarno, Muhammad hatta, Sjahrir dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini
menyebabkan dibentuknya Pemerintah Darurat Republik Indonesia di Sumatra yang dipimpin
oleh Sjafruddin Prawiranegara.Pada hari pertama Agresi Militer Belanda II, mereka
menerjunkan pasukannya di Pangkalan UdaraMaguwo dan dari sana menuju ke Ibukota RI di
Yogyakarta. Kabinet mengadakan sidang kilat. Dalam
sidang itu diambil keputusan bahwa pimpinan negara tetap tinggal dalam kota agar
dekat dengan komisi tiga negar(KTN) sehingga kontak-kontak diplomatik dapat diadakan.
Kesepakatan
Pada tanggal 22 Juni, sebuah pertemuan lain diadakan dan menghasilkan keputusan:
Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai
perjanjian Renville pada 1948
Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela
dan persamaan hak
Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada
Indonesia
2. Pasca perjanjian
Pada 6 Juli, Sukarno dan Hatta kembali dari pengasingan ke Yogyakarta, ibukota
sementara Republik Indonesia. Pada 13 Juli, kabinet Hatta mengesahkan perjanjian Roem-van
Roijen dan Sjafruddin Prawiranegara yang menjabat presiden Pemerintahan Darurat Republik
Indonesia (PDRI) dari tanggal 22 Desember 1948 menyerahkan kembali mandatnya kepada
Soekarno dan secara resmi mengakhiri keberadaan PDRI pada tanggal 13 Juli 1949.
Pada 3 Agustus, gencatan senjata antara Belanda dan Indonesia dimulai di Jawa (11
Agustus) dan Sumatera (15 Agustus). Konferensi Meja Bundar mencapai persetujuan tentang
semua masalah dalam agenda pertemuan, kecuali masalah Papua Belanda.
Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik Indonesia dan
Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2 November 1949.
Hasil konferensi
3. Pembentukan RIS
4. PerjanjianRenville
5. Gencatan Senjata
1. Belanda hanya mengakui Jawa tengah, Yogyakarta, dan Sumatra sebagai bagian
wilayah Republik Indonesia
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah
pendudukan Belanda
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di
Jawa Barat dan Jawa Timur Indonesia di Yogyakarta
6. Pasca perjanjian
7. Perundingan Linggajati
Perundingan Linggarjati atau kadang juga disebut Perundingan Linggajati adalah suatu
perundingan antara Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa Barat yang menghasilkan
persetujuan mengenai status kemerdekaan Indonesia. Hasil perundingan ini ditandatangani di
Istana Merdeka Jakarta pada 15 November 1946 dan diratifikasi kedua negara pada 25 Maret
1947.
Hasil Perundingan
1. Belanda mengakui secara de facto wilayah Republik Indonesia, yaitu Jawa, Sumatera
dan Madura.
2. Belanda harus meninggalkan wilayah RI paling lambat tanggal 1 Januari 1949.
3. Pihak Belanda dan Indonesia Sepakat membentuk negara RIS.
4. Dalam bentuk RIS Indonesia harus tergabung dalam Commonwealth /Persemakmuran
Indonesia-Belanda dengan mahkota negeri Belanda sebagai kepala uni.
Namun pada kenyataannya peraturan Sistem Tanam Paksa (Tanam Paksa) bisa dikatakan tidak sesuai
karena pada prakteknya seluruh wilayah pertanian wajib ditanami tanaman yang laku ekspor dan
hasilnya diserahkan kepada pemerintahan Kolonial. Tanah yang digunakan untuk praktik Tanam
Paksa pun masih dikenakan pajak (seharusnya bebas pajak). Sedang Warga yang tidak mempunyai
lahan pertanian harus bekerja selama setahun penuh (seharusnya hanya 75 hari) di lahan pertanian
Belanda.
Sejarah dan Latar Belakang Tanam Paksa
Pada tahun 1830 saat pemerintah belanda hampir bangkrut setelah terlibat Perang Diponegoro (1825-
1830), kemudian Gubernur Jenderal Judo mendapat izin untuk menjalankan CultuurStelsel (sistem
Tanam Paksa) dengan tujuan utama untuk menutup defisit anggaran pemerintah penjajahan dan
mengisi kas pemerintahan jajahan yang saat itu kosong.
Untuk menyelamatkan Negeri Belanda dari kebrangkrutan, kemudian Johanes van den Bosch diangkat
sebagai gubernur jenderal di Indonesia dengan tugas pokok mencari dana semaksimal mungkin untuk
mengisi kas negara yang kosong, membiayai perang serta membayar hutang. Untuk mnjalankan tugas
yang berat tersebut, Gubernur Jenderal Van den Bosch mmfokuskan kebijaksanaannya pada
peningkatan produksi tanaman ekspor.
Awal adanya Sistem tanam paksa karena pemerintal kolonial beranggapan bahwa desa desa di Jawa
berutang sewa tanah kepada pemerintah kolonial, yang seharusnya diperhitungkan (membayar)
senilai 40% dari hasil panen utama desa. kemudian Van den Bosch menginginkan setiap desa
menyisihkan sebagian tanahnya untuk ditanami komoditi yang laku di pasar ekspor Eropa (tebu, nila
dan kopi). Penduduk kemudian wajibkan untuk menggunakan sebagian tanah pertaniannya (minimal
20% atau seperlima luas) dan menyisihkan sebagian hari kerja (75 hari dalam setahun) untuk bekerja
bagi pemerintah.
Dengan menjalankan tanam paksa, Pemerintah Kolonial beranggapan desa akan mampu melunasi
hutang pajak tanahnya. Seandainya pendapatan desa dari penjualan komoditas ekspor itu lebih besar
dari pajak tanah yang harus dibayar, desa akan mendapat kelebihannya. namun Jika kurang, desa
harus membayar kekurangannya.
Oleh karena itu, Van den Bosch mengerahkan rakyat jajahannya untuk melakukan penanaman
tanaman yang hasilnya dapat laku di pasaran ekspor. Berikut Sistem yang disusun Van den Bosch
Setibanya di Indonesia (1830).
Sistem tanam bebas harus dirubah menjadi tanam wajib dengan jenis tanaman yang telah
ditentukan oleh pemerintah.
Sistem sewa tanah dengan uang harus dihapus karena pemasukannya sedikit serta
pelaksanaannya yang sulit.
Pajak terhadap tanah harus dibayar dengan menyerahkan sebagian dari hasil tanamannya
kepada pemerintah kolonial.
Tanam paksa sendiri diterapkan secara perlahan muali tahun 1830 sampai 1835. Menjelang tahun
1840 sistem ini telah berjalan sepenuhnya di Jawa.
Bagi pemerintah kolonial (Belanda), Sistem Tanam Paksa menuai sukses besar. Karena antara 1831-
1871 Batavia tidak hanya dapat membangun sendiri, tapi punya hasil (laba) bersih 823 juta gulden
untuk kas yang dikirim ke Kerajaan Belanda.
Menurut informasi dari Wikipedia, Umumnya 30% anggaran belanja Kerajaan Belanda berasal dari
kiriman Batavia. Bahkan Pada tahun 1860-an, 72% penerimaan Kerajaan Belanda didapat dari Oost
Indische (Hindia Belanda). Pada saat itu Batavia menjadi sumber modal Kerajaan Belanda untuk
membiayaai proyek-proyeknya. Misalnya, untuk membiayai kereta api di Belanda yang saat itu serba
mewah.
Sistem tanam paksa yang kejam ini, akhirnya dihapus pada tahun 1870 setelah memperoleh protes
keras dari berbagai kalangan di Belanda, meskipun pada kenyataannya Sistem Tanam Paksa untuk
tanaman kopi di luar Jawa masih berjalan hingga tahun 1915. Program tersebut (Sistem Tanam Paksa)
dijalankan dengan nama sistem sewa tanah dalam UU Agraria 1870.
Setiap rakyat Indonesia yang punya tanah diminta menyediakan tanah pertanian yang
digunakan untuk cultuurstelsel (Tanam Paksa) yang luasnya tidak lebi 20% atau seperlima
bagian dari tanahnya untuk ditanami jenis-jenis tanaman yang laku di pasar ekspor.
Waktu untuk menanam Sistem Tanam Paksa tidak boleh lebih dari waktu tanam padi atau
kurang lebih 3 (tiga) bulan
Tanah yang disediakan terhindar (bebas) dari pajak, karena hasil tanamannya dianggap
sebagai pembayaran pajak.
Rakyat indonesia yang tidak mempunyai tanah pertanian bisa menggantinya dengan bekerja
di perkebunan, pengangkutan atau di pabrik-pabrik milik pemerintah kolonial selama
seperlima tahun atau 66 hari.
Hasil tanaman harus diberikan kepada pemerintah Koloni. Apabila harganya melebihi
kewajiban pembayaran pajak maka kelebihannya harga akan dikembalikan kepada petani.
Penyerahan teknik pelaksanaan aturan Sistem Tanam Paksa kepada kepala desa
Kegagalan atau Kerusakan sebagai akibat gagal panen yang bukan karena kesalahan dari
petani seperti karena terserang hama atau bencana alam, akan di tanggung pemerintah
Kolonial.
Bagi Indonesia
Beban rakyat menjadi sangat berat karena harus menyerahkan sebagian tanah dan hasil
panennya, mengikuti kerja rodi serta membayar pajak .
Sawah ladang menjadi terbengkelai karena diwajibkan kerja rodi yang berkepanjangan
sehingga penghasilan menurun drastis.
Timbulnya wabah penyakit dan terjadi banyak kelaparan di mana-mana.
Timbulnya bahaya kemiskinan yang makin berat.
Rakyat Indonesia mengenal tanaman dengan kualitas ekspor.
Rakyat Indonesia mengenal teknik menanam berbagai jenis tanaman baru.
Bagi Belanda
Merupakan seorang pejabat Belanda yang pernah menjabat sebagai Asisten Residen Lebak (Banten).
Douwes Dekker cinta kepada penduduk pribumi, khususnya yang sengsara karena tanam paksa.
Menggunakan nama samaran Multatuli yang memiliki arti 'aku telah banyak menderita', ia menulis
buku berjudul Max Havelaar atau Lelang Kopi Persekutuan Dagang Belanda (1859) yang menceritakan
kesengsaraan rakyat indonesia akibat Sistem Tanam Paksa.
Baron Van Hoevel
Merupakan seorang missionaris yang pernah tinggal di Indonesia (1847). Dalam perjalanannya di Bali,
Madura dan Jawa, ia banyak melihat kesengsaraan rakyat akibat adanya Cultuurstelsel. Setelah
pulang ke Belanda dan terpilih menjadi anggota parlemen Ia sering melakukan protes terhadap
pelaksanaan tanam paksa, ia gigih dalam berjuang menuntut dihapusnya tanam paksa.
Akibat adanya protes tersebut, pemerintah Belanda secara bertahap menghapuskan Tanam Paksa.
Pada tahun 1865 Kayu Manis, Teh dan Nila dihapuskan, Pada tahun 1866 tembakau, kemudian tebu
pada tahun 1884. Sedangkan Kopi merupakan Tanaman yang paling akhir dihapus, yaitu pada tahun
1917 karena Kopi paling banyak memberi keuntungan.
Sekian Artikel tentang Tanam Paksa / Sistem Tanam Paksa, semoga artikel tentang Sistem Tanam
Paksa yang dilengkapi dengan Penjelasan dan Sejarahnya dapat menambah wawasan dan
pengetahuan Sobat MARKIJAR.Com utamanya tentang sejarah bangsa ini.
ujuan VOC, Latar Belakang didirikannya VOC, dan Sejarah Singkat Berdirinya VOC di Indonesia – Apa
itu VOC ? VOC merupakan singkatan dari Vereenidge Oostindische Compagnie yang berarti
“Persekutuan Perusahaan Hindia Timur”. Penamaan Hindia Timur karena ada juga persekutuan dagang
Hindia Barat yang bernama Geoctroyeerde Westindische Compagnie.
VOC adalah kongsi dagang asal Belanda yang memonopoli aktivitas perdagangan di Asia dan
menyatukan perdagangan rempah-rempah dari wilayah timur.
Sebagai sebuah kongsi dagang, VOC memiliki beragam hak istimewa dan kewenangan yang
sangat luas. Walau hanya sebuah kongsi dagang saja, VOC didukung penuh oleh negara
(Belanda) dan difasilitasi secara istimewa.
Misalnya VOC boleh memiliki pasukan perang dan mengadakan perjanjian dengan negara lain.
Ini juga alasan mengapa VOC sering disebut sebagai negara di dalam negara.
VOC oleh kalangan orang Indonesia sering juga disebut dengan Kumpeni atau Kompeni.
Mengapa ? Karena umumnya mayoritas orang Indonesia lebih mudah dalam pengucapannya
(diambil dari kata compagnie). Namun rakyat Nusantara lebih mengenal Kompeni sebagai
tentara Belanda bukan sebagai sebuah kongsi dagang.
Itulah sedikit penjelasan singkat mengenai arti dari VOC, namun alangkah baiknya jika sobat
memahami VOC lebih luas lagi. Makin banyak wawasan, makin baik bukan ?
Pedagang dari bangsa Barat datang ke Indonesia dengan itikad baik dan mulai membentuk
kongsi dagang. Seiring berjalannya waktu, kongsi dagang di Nusantara semakin banyak hingga
timbul persaingan antara kongsi dagang satu dengan lainnya. Persaingan tersebut semakin ketat
hingga tidak mengenal kongsi sesama bangsa. Hal ini menyebabkan kerugian terhadap
pemerintah Belanda karena para pedagang Belanda juga saling berseteru.
Sehubungan dengan hal itu, pada tahun 1598 pemerintah dan Parlemen Belanda (Staten
Generaal) khususnya Johan van Oldenbarneveldt mengusulkan untuk membentuk kongsi dagang
yang lebih besar dengan membentuk perusahaan dagang, seperti yang telah dilakukan oleh
Inggris (EIC) dan Perancis (French East India Company pada tahun 1604).
Usulan tersebut mendapat sambutan baik, dan pada 20 Maret 1602 didirikanlah kongsi dagang
“Persekutuan Perusahaan Hindia Timur” atau lebih dikenal sebagai VOC (Vereenidge
Oostindische Compagnie).
Perjalanan mengarungi jalur laut oleh penjelajah untuk mencari keuntungan dan kekayaan pada
akhirnya tercapai. Berbagai tujuan dapat dikatakan berhasil setelah menemukan daerah penghasil
rempah-rempah di wilayah Nusantara. Pada awalnya, bangsa Eropa datang ke Asia Timur dan
Tenggara (termasuk Nusantara) adalah untuk berdagang, termasuk juga dengan bangsa Belanda.
Pada tahun 1591, Portugis melakukan kerjasama dengan Jerman, Spanyol dan Italia
menggunakan Kota Hamburg sebagai pelabuhan utama. Kota itu digunakan untuk
mendistribusikan barang dari Asia dan memindahkan jalur perdagangan agar tidak melewati
Belanda.
Hal ini justru membuat perdagangan Portugis tidak efisien dan tidak mampu menyuplai
permintaan yang tinggi, terutama lada. Lambat laun harga lada melonjak drastis kala itu.
Karena beragam faktor tersebut, Belanda akhirnya memutuskan ikut masuk ke perdagangan
rempah-rempah dunia. Ekspedisi Belanda pun mulai dilakukan, hingga akhirnya Jan Huygen van
Linschoten dan Cornelis de Houtman menemukan “jalur rahasia”. Penemuan jalur rahasia ini
merupakan kesuksesan bagi Belanda, terutama keberhasilan Cornelis de Houtman atas
ekspedisinya.
Setelah penemuan jalur tersebut, Belanda mulai melakukan ekspedisi kembali pada tahun 1596
dan singgah di Banten yang merupakan Pelabuhan utama di Pulau Jawa (1595-1597). Ekspedisi
yang dipimpin Cornelis tersebut merupakan kontak pertama antara Indonesia dengan Belanda.
Ketika sampai di Banten, Belanda mendapat perseteruan dari Portugis dan penduduk lokal.
Belanda mundur lalu melanjutkan perjalanannya ke arah timur melalui pantai utara Jawa.
Perjalanan tidak berjalan dengan mulus, Belanda diserang penduduk lokal di Sedayu (12 awak
meninggal) dan mendapat perseteruan dari penduduk lokal Madura (pimpinan lokal terbunuh).
Karena banyak korban, akhirnya Belanda pulang ke negerinya dengan membawa rempah-
rempah sebagai keuntungan yang melimpah.
Para pedagang Portugis bersaing dengan pedagang Spanyol, pedagang Spanyol bersaing dengan
Inggris, Inggris bersaing dengan Belanda, dan seterusnya hingga antar bangsa pun saling
bersaing.
Semakin banyaknya pedagang bangsa asing, tentu kurang baik untuk mencari keuntungan. Hal
ini akhirnya disiasati melalui kerjasama membentuk sebuah kongsi dagang guna memperkuat
kedudukan di “Dunia Timur”. Masing-masing kongsi dagang dari suatu negara membentuk
persekutuan dagang bersama.
Adapun Inggris yang membentuk perusahaan dagang Asia pada 31 Desember 1600 dan dinamai
“The British East India Company “ (sering disebut EIC) yang berpusat di Kalkuta, India. Dari
Kalkuta, kekuatan dan kebijakan di “Dunia Timur” dikendalikan. Bahkan pada tahun 1811,
kedudukan Inggris begitu kuat dan meluas bahkan pernah berhasil menempatkan kekuasaannya
di Nusantara.
Ketatnya persaingan dagang juga berlaku antar pedagang Belanda. Antar kongsi dagang ingin
memperoleh keuntungan sebesar-besarnya walau pesaingnya adalah pedagang dari negeri
sendiri.
Hal ini mendapat tanggapan serius dari pemerintah Belanda, karena bukan tidak mungkin
Belanda akan sangat merugi.
Sehubungan kejadian itu, pada tahun 1598 pemerintah dan Parlemen Belanda (Staten Generaal),
khususnya Johan van Oldenbarneveldt mengusulkan untuk membentuk kongsi dagang yang lebih
besar, dengan membentuk perusahaan dagang seperti yang telah dilakukan oleh Inggris dan
Perancis.
Usulan ini disambut dengan baik dan terlaksana 4 tahun kemudian tepatnya pada tanggal 20
Maret 1602 dengan menghabiskan modal pertamanya sekitar 6,5 miliar gulden. Kongsi dagang
itu kemudian diberi nama VOC (Vereenidge Oostindische Compagnie) dan dalam bahasa
Indonesia berarti “Persekutuan Perusahaan Hindia Timur”, yang berkedudukan di Amsterdam,
Belanda.
Tujuan pembentukan VOC seperti tertuang dalam perundingan 15 Januari 1602 adalah untuk
“menimbulkan bencana pada musuh dan guna keamanan tanah air”. Maksud dari musuh kala itu
adalah bangsa Spanyol dan Portugis yang bersekutu untuk merebut dominasi kekuasaan di Asia
pada kurun waktu antara Juni 1580 – Desember 1640.
Awal mulanya, VOC dipimpin oleh Dewan Tujuh Belas. Seiring berjalannya waktu, VOC mulai
memperoleh kekuasaannya di berbagai daerah. Hingga pada akhirnya kekuasaan VOC sangat
luas dan tidak memungkinkan untuk dipimpin oleh Dewan 17.
Untuk memerintah kekuasaan VOC yang sangat luas, tentunya diperlukan seorang pemimpin
yang dapat diandalkan. Sehubungan hal tersebut, maka diangkatlah jabatan Gubernur Jenderal
yang akan memimpin sistem monopoli VOC. Tujuannya ? Tentu agar lebih efektif dan produktif.
Dalam memimpin, seorang Gubernur dibantu oleh empat orang anggota yang disebut Raad van
Indie (Dewan India).
Di bawah Gubernur Jenderal terdapat gubernur yang memimpin suatu daerah, di bawahnya lagi
ada residen yang dibantu asisten residen.
Pieter Both sebagai Gubernur pertama harus melakukan tugasnya dengan baik. Pada tahun 1610,
ia mendirikan pos perdagangan di Banten dan pada tahun itu juga ia meninggalkan Banten untuk
memasuki Jayakarta.
Pangeran Wijayakrama sebagai penguasa Jayakarta sangat terbuka dalam hal perdagangan. Jadi
pedagang asal manapun boleh berdagang di sana. Karena keterbukaan itulah menjadikan
Jayakarta sebagai kota yang sangat ramai.
Di tahun 1611, Pieter Both melakukan perjanjian dengan penguasa Jayakarta untuk membeli
tanah seluas 50×50 vadem (1 vadem =182 cm). Lokasinya di timur Muara Ciliwung. Lokasi ini
lalu didirikan bangunan sebagai basis administrasi VOC di Nusantara.
Kesuksesan Pieter Both lainnya adalah mengadakan perjanjian dan menanamkan pengaruhnya di
Maluku kemudian berhasil mendirikan perdagangan di Ambon. Setelah itu Frederik de Houtman
menjadi Gubernur VOC di Ambon (1605-1611) dan di Maluku (1621- 1623).
Ini alasannya…
Jayakarta lebih strategis dibandingkan dengan Ambon karena terletak di tengah jalur
perdagangan Asia.
Jayakarta memudahkan VOC menyingkirkan Portugis di Selat Malaka.
Pada awalnya, orang Belanda bersikap baik dengan rakyat. Sikap baik dari rakyat juga
dimanfaatkan VOC untuk memperkuat kedudukannya di Nusantara. Seiring berjalannya waktu,
sikap orang Belanda berubah menjadi sombong, congkak dan tamak. Karena merasakan
nikmatnya tinggal di Nusantara, Belanda semakin bernafsu untuk menguasai dan menghalalkan
segala cara, seperti paksaan dan kekerasan demi memperoleh keuntungan.
Sikap tersebut membuat kebencian rakyat, dan pada 1618 Sultan Banten dibantu tentara Inggris
di bawah laksamana Thomas Dale berhasil mengusir VOC dari Jayakarta. Setelah VOC
tersingkir, selanjutnya rakyat mengusir Inggris dari jayakarta pada 1619, dan akhirnya Jayakarta
dikuasai oleh kesultanan Banten.
Saat JP. Coen dilantik sebagai Gubernur jenderal, ia mulai menjalankan aksinya. Ia sangat kejam
dan ambisius. Merasa bangsanya dipermalukan Banten dan Inggris, ia mempersiapkan pasukan
untuk menyerang Jayakarta. 18 kapal perangnya mengepung Jayakarta lalu
membumihanguskannya pada 30 Mei 1619.
Setelah dihancurkan, Belanda mendirikan kota kembali bergaya kota dan bangunan di Belanda.
Jayakarta hilang, dan muncul kota baru yang dinamai Batavia.
Gubernur Jenderal VOC yang dapat dikatakan berhasil lainnya dalam melakukan pengembangan
usaha perdagangan dan kolonialisme di Indonesia, diantaranya :
1. Jan Pieterszoon Coen : Pendiri Batavia dan pencetus kolonialisme dan imperialisme Belanda di
Indonesia.
2. Antonio van Diemen : Memperluas kekuasaan VOC ke Malaka tahun 1641 dan mengirim misi
pelayaran ke Australia dan Selandia Baru.
3. Joan Maetsuycker : Memperluas kekuasaan ke Padang, Semarang, dan Manado.
4. Cornelis Speelman : Mengalahkan perlawanan Sultan Hasanuddin dari Makassar, meredakan
pembrontakan Trunojoyo di mataram, dan mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten.
Pelaksanaan sistem pemerintahan oleh VOC menerapkan sistem pemerintahan tidak langsung
dengan memanfaatkan sistem feodalisme yang sudah berkembang di Nusantara.
#6. Gubernur VOC ( sejarah pergantian kepengurusan VOC)
Dalam mewujudkan tujuannya, VOC telah beberapa kali melakukan pergantian pimpinan
kepengurusan. Berikut beberapa nama Gubernur Jendral yang memimpin VOC :
Dewan Tujuh Belas (de Heeren XVII) : Parlemen yang memimpin VOC pertama kali, yang
beranggotakan 17 orang dan berkedudukan di Amsterdam, Belanda.
Pelayaran hongi : Pelayaran dengan menggunakan kapal kora-kora yang dipersenjatai guna
mengawasi pelaksanaan monopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku.
Devide at Impera : Suatu politik yang dilakukan VOC untuk mengadu domba kerajaan di
Nusantara agar terpecah-belah sehingga mempermudah memonopoli perdagangan.
Gubernur Jenderal : Jabatan tertinggi yang mengurus dan mengendalikan kekuasaan jajahan
VOC.
Dewan Hindia (Raad van Indie): Jabatan yang berperan sebagai penasehat Gubernur Jenderal
dan mengawasi kepemimpinannya.
Dividen : Pembayaran keuntungan oleh pemilik saham.
Gulden : Mata uang Belanda saat itu.
Hak Octroi : Hak istimewa yang dimiliki VOC dan bersifat mutlak untuk diakui dan dilaksanakan
layaknya bertindak sebagai suatu negara di dalam negara.
Demikianlah artikel tentang pengertian VOC dan sistem birokrasi politiknya serta gubernur yang
menjabat, semoga bermanfaat.
Sejarah VOC, Pengertian VOC, Hak VOC Dan Tujuan Dibentuknya VOC (Sebuah Bahasan Lengkap)
Sejarah VOC, Pengertian VOC, Hak VOC Dan Tujuan Dibentuknya VOC (Sebuah Bahasan Lengkap) -
Dalam perjaungan mendapatkan kemerdekaan Indonesia, sulit rasanya pembahasan dipisahkan dari
keberadaan VOC. Perjuangan pergerakan selalu dihubungkan dengan adanya monopoli dari VOC.
Keberadaan VOC di Indonesia ini jauh sebelum Indonesia mendapatkan kemerdekaannya pada tahun
1945. Apalagi pada saat Indonesia sudah menyelenggarakan Pemilu 1955, sangat jauh sebelum itu VOC
sudah ada di Indonesia. Baik, sebelum kita lebih jauh membahas mengenai VOC, kita bahas terlebih
dahulu secara singkat pengertian VOC itu sendiri kemudian dilanjutkan pembahasan lainnya terkait VOC.
Baik, bahasan kita mulai dari pengertian VOC, apa itu VOC. VOC adalah singkatan dari Vereenidge
Oostindische Compagnie yang berarti “Persekutuan Perusahaan Hindia Timur”. Kenapa diberi nama
Hindia Timur, karena pada kala itu juga ada persekutuan dagang Hindia Barat yang namanya adalah
Geoctroyeerde Westindische Compagnie. Nah, secara sederhana, VOC ini adalah suatu kongsi dagang
adal Belanda yang pada saat itu merupakan kongsi dagang yang menguasai dan memonopoli
perdagangan di Asia. Di Indonesia sendiri, karena kaya akan rempah-rempah di wilayah timur, maka VOC
melancarkan strategi dagang dengan memonopoli segala barang dagangan rempah-rempah di wilayah
Timur Indonesia.
2. Latar Belakang Pembentukan VOC
Pembentukan VOC di Indonesia oleh Belanda ini tentu saja memiliki dasar atau keinginan untuk
memonopoli Indonesia di bidang perdagangan. Dan ternyata, bukan saja Belanda yang memiliki
keinginan untuk menguasai perdagangan Indonesia, Inggris pun juga memiliki niat yang sama. Bahkan,
Inggris bisa dikatakan melangkah lebih dulu daripada VOC dengan membentuk sebuah perserikatan
dagang untuk kawasan Asia di tahun 1600 yang kala itu diberi nama EIC (East India Company).
Keberadaan EIC ini membuat Belanda khawatir juga atas dominasi perdagangan di Indonesia. Sehingga,
persaingan yang ada di antara para pedagang Belanda sendiri kemudian beralih menjadi persatuan dan
kesepakatan untuk membuat sebuah persekutuan guna menghadang gerak langkah dari EIC.
Nah, salah satu cara yang bisa dilakukan oleh para pedagang Belanda untuk membendung EIC ini tidak
ada cara lain kecuali dengan mempersatukan para pedagang Belanda dalam suatu wadah atau
perserikatan dagang. Kemudian, salah seorang anggota parlemen dari Belanda yang bernama Johan van
Oldebanevelt mengajukan usul mengenai penggabungan pedagang - pedagang Belanda menjadi serikat
dagang. Kemudian pada tanggal 20 Maret 1602 atas prakarsa dari Pangeran Maurits dan Olden
Barneveld didirikanlah sebuah perkumpulan kongsi perdagangan yang bernama Verenigde Oost-
Indische Compagnie - VOC (Perkumpulan Dagang India Timur). Untuk menjalankan VOC ini, ada
pengurus pusat yang terdiri dari 17 orang. VOC kemudian membuka kantor pertamanya di Indonesia
tepatnya di Banten yang dikepalai oleh Francois Wittert pada tahun 1602.
Baca juga : Pemilu 1955, Latar Belakang, Kronologis, Hasil Dan Tujuan Diselenggarakannya
Dalam pembentukannya, VOC di Indonesia sendiri memiliki beberapa tujuan yang spesifik. Sehingga
sebenarnya mereka memiliki road map yang jelas ketika dibentuk, bukan asal dan tanpa tujuan yang
jelas. Karena pada masa itu, sebenarnya ada banyak pedagang Belanda yang juga tengah menjalankan
dagang dan bisnisnya di Indonesia. Lalu tujuan seperti apa yang mendasari pembentukan VOC di
Indonesia ini, di bawah ini adalah tujuan utama dari pembentukan VOC di Indonesia.
a. Menghindari persaingan dagang tidak sehat diantara sesama pedang Belanda sehinggan keuntungan
maksimal dapat diperoleh.
b. Memperkuat posisi Belanda dalam menghadapi persaingan dagang dengan bangsa Eropa lainya.
c. Membantu dana pemerintah Belanda yang sedang berjuang menghadapi Spanyol yang masih
menduduki Belanda.
Dari tujuan di atas tentu bisa kita pahami bahwa VOC cukup memiliki strategi jangka panjang yang
bukan saja untuk menguasai Indonesia. Namun lebih dari itu, pembentukan VOC juga dalam rangkan
menguatkan posisi mereka di hadapan bangsa Eropa lainnya. Selain itu juga untuk memenangkan
persaingan perdagangan di Eropa dengan menguatkan posisi diri (Belanda).
Dalam rangka untuk menguasai dan memonopoli perdagangan di Indonesia, tentu rencana tersebut
tidak bisa berjalan tanpa adanya bantuan dari Pemerintah Belanda. Maka dari itu, salah satu bentuk
sokongan dari Pemerintah Belanda pada VOC untuk menguasai perdagangan di Indonesia adalah dengan
diberikannya Hak Istimewa kepada VOC. Ada banyak hak istimewa atau hak octroi yang diberikan oleh
Pemerintah Belanda pada VOC di Indonesia. Hak tersebut meliputi :
Hak-hak istimewa inilah yang lantas membuat VOC semakin berkembang dengan pesat dan membuat
Protugis semakin terdesak. Kemudian untuk semakin meningkatkan penetrasi kepentingan VOC,
diangkatlah seorang gubernur jendral VOC yang pertama yaitu Pieter Both (1610-1614). Masuk pada
masa Gubernur Jendral J.P Coen kemudian memiliki pandangan bahwa Jayakarta memiliki kedudukan
yag lebih strategis dibanding yang lain. Kemudian pada tahun 1611 berhasil merebut Jayakarta yang
kemudian namanya dirubah menjadi Batavia, dan disinilah pusat kekuasaan VOC di Indonesia.
a. Verplichhte Leverantie
Verplichhte Leverantie yaitu memaksa pribumi untuk menjual hasil bumi dengan harga yang telah
ditetapkan oleh VOC. Peraturan ini melarang rakyat untuk menjual hasil bumi kepada pedagang lain
selain VOC. Hasil bumi tersebut diantaranya lada, kapas, kayu manis, gula, beras, nila serta binatang
ternak.
b. Contingenten
Contingenten yaitu kewajiban bagi rakyat untuk membayar pajak berupa hasil bumi.
c. Ektripasi
Ektripasi yaitu hak VOC untuk menebang tanaman rempah-rempah agar tidak terjadi kelebihan produksi
yang dapat menyebabkan harga merosot.
d. Pelayaran Hongi
Pelayaran Hongi adalah bertujuan untuk mengawasi pelaksanaan perdagangan yang dilakukan oleh
VOC. Pelayaran ini dilakukan untuk menghindari adanya penyelundupan dan perdagangan pasar gelap
yang menyalahi aturan VOC. Tindakan yang dilakukan oleh VOC untuk yang melanggar peraturan atau
ketentuan yang sudah disepakati VOC adalah penyitaan barang dagangan, dijebloskan ke penjara, dijual
sebagai budak di pasar budak bahkan sampai pada yang terberat yaitu dengan dihabisi.
e. Preanger Stelsel
Sistem Priangan atau lebih dikenal sebagai sistem Preanger Stelsel adalah penyerahan wajib pajak atas
hasil bumi warga Priangan pada VOC. Ini terjadi pada periode 1677 sampai 1871, bukan berupa uang
namun berupa hasil bumi yang memiliki nilai setara dengan uang pajak itu sendiri. Apabila pribumi tidak
memiliki lahan hasil bumi, maka mereka akan dipaksa untuk menjadi budak oleh VOC. Para budak
tersebut kemudian dipaksa bekerja biasanya menanam tanaman yang sesuai keinginan dari VOC dengan
sistem kerja paksa atau kerja rodi tanpa mendapatkan upah sepeserpun dari VOC.
Dengan apa yang dilakukan VOC di Indonesia ini, ada dampak positif meski lebih banyak dampak
negatifnya. Dampak positif dari kegiatan VOC ini adalah komoditi rempah-rempah dari Indonesia
merupakan komoditi yang sangat laku di Eropa. Sedangkan dampak buruknya adalh terjadinya
penindasan yang luar biasa pada pribumi dalam rangka untuk menguasai dan memonopoli komoditi
rempah-rempah di Indonesia oleh VOC. Untuk VOC sendiri, jelas ini sangat menguntungkan dan bisa
mendapatkan pemasukan yang sangat luar biasa besar. Dan bukan hanya untuk VOC, namun juga
menambah pemasukan yang sangat besar untuk Belanda.
Keuntungan yang besar ini ternyata menjadi bumerang bagi VOC sendiri. Pasa,nya sikap pejabat yang
ada di dalam VOC menjadi semakin serakah dan korupsi semakin besar di sana sini. Terjadinya korupsi
ini tentu membuat pemasukan dalam kas Belanda menjadi berkurang, sehingga pada akhirnya pada
tanggal 31 Desember 1799 VOC dibubarkan dan digantikan oleh Belanda sendiri. Dan, hutang-hutang
VOC pada periode sebelumnya pun kemudian menjadi tanggungan Belanda sehingga keadaan ini tentu
membuat kas negara Belanda menjadi berkurang dan bahkan habis.
Baca juga : Kabinet Ali Sastroamijoyo I, Program Kerja, Prestasi Dan Kejatuhannya
6. Birokrasi VOC
Untuk menjalankan bisnisnya dan memrintah wilayah-wilayah yang ada di Indonesia, VOC mengangkat
seorang gubernur Jendral. Gubernur Jendral ini dalam menjalankan tugasnya di VOC dibantu oleh
emmpat orang anggota yang sering disebut dengan Raad van Indie (dewan India). Di bawah Gubernur
Jendral, ada seorang Gubernur yang memimpin suatu daerah dan di bawah Gubernur ini ada residen
yang dibantu oleh asisten residen. Dalam sejarah kepemimpinan Gubernur VOC, ada beberapa
Gubernur Jendral yang dianggap bisa dan berhasil mengembangkan usaha dagang nya dan kolonialisasi
di Indonesia. Gubernur Jendral tersebut adalah :
Keberhasilan : Mendirikan Batavia dan berhasil mencetuskan kolonialisme serta imperialisme dari
belanda atas Indonesia
Keberhasilan : Berhasil memperluas kekuasaan VOC sampai ke Maluku pada tahun 1641 dan bahkan
berhasil mengirim misi pelayaran ke luar Indonesia yaitu ke Australia dan ke Selandia Baru.
Keberhasilan : Berhasil mengalahkan beberapa perlawanan dari warga pribumi Indonesia. Diantaranya
adalah berhasil menghalau perlawanan Sultan Hasanuddin dari Makassar, kemudian berhasil meredam
pembrontakan Trunojoyo di Mataram, dan mengalahkan Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten.
Sistem feodalisme yang sudah berlangsung di Indonesia, dimanfaatkan dengan sangat cerdik oleh VOC
untuk menerapkan sistem pemerintahan tidak langsungnya.
Untuk memastikan keberhasilan VOC di Indonesia, bukan hanya satu atau dua Gubernur Jendral yang
ditugaskan untuk menjalankan misi VOC di Indonesia. Ada banyak Gubernur Jendral yang ditugaskan.
Pergantian struktur kepengurusan adalah suatu yang lumrah untuk memuuskan rencana dan target dari
VOC. Di bawah ini adalah daftar nama Gubernur Jendral yang pernah bertugas untuk menjalankan VOC
di Indonesia.
Setelah sekian lama menduduki Indonesia dan menjadikan Indonesia sebagai ladang emasnya, VOC
kemudian mengalami kemunduran. Dan bahkan pada puncaknya VOC dibubarkan oleh Belanda karena
beberapa penyebab utama. Penyebab keruntuhan VOC adalah :
f. Adanya perang yang terus menerus oleh VOC sehingga memakan biaya yang cukup besar terutama
ketika perang melawan Diponegoro
g. Pembagian deviden (laba dari kegiatan perdagangan) kepada pemilik saham walaupun kas VOC
mengalami defisit