Ikatan Bidan Indonesia (IBI) merupakan Organisasi profesi yang menghimpun para bidan di Indonesia. Bidan
adalah tenaga professional yang bertanggung-jawab dan akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk
memberikan dukungan, asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas, memfasilitasi
persalinan atas tanggung jawab sendiri dan memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini
mencakup upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anak, dan akses bantuan
medis atau bantuan lain yang sesuai, serta melaksanakan tindakan kegawat-daruratan.
Tujuan:
1. Menggalang persatuan dan persaudaraan antar sesama bidan serta kaum wanita pada umumnya, dalam rangka
memperkokoh persatuan bangsa.
2. Membina pengetahuan dan keterampilan anggota dalam profesi kebidanan, khususnya dalam pelayanan Kesehatan
Ibu dan Anak (KIA) serta kesejahteraan keluarga.
3. Membantu pemerintah dalam pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
4. Meningkatkan martabat dan kedudukan bidan dalam masyarakat.
Visi:
Mewujudkan bidan profesional berstandar global.
Misi:
Kegiatan:
Untuk informasi selengkanya mengenai Ikatan Bidan Indonesia (IBI) dapat dilihat di website
resminya http://ibi.or.id/
MisiMewujudkan organisasi IBI yang mandiri, berdaya saing dan mampu meningkatkan
profesionalisme Bidan Indonesia dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.
IBI mempunyai tujuan dan fokus yang berguna bagi masyarakat umum.
1. Menggalang persatuan dan persaudaraan antar sesama bidan kaum wanita pada umumnya, dalam rangka
memperkokoh persatuan bangsa
2. Membina pengetahuan dan keterampilan anggota dalam profesi kebidanan, khususnya dalam pelayanan
KIA serta kesejahteraan keluarga.
3. Membantu pemerintah dalam pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat.
4. Meningkatkan martabat dan kedudukan bidan dalam masyarakat.
Sejarah Organisasi
Dalam sejarah Bidan Indonesia menyebutkan bahwa 24 Juni 1951 dipandang sebagai hari lahir IBI. Pengukuhan
hari lahirnya IBI tersebut didasarkan atas hasil konferensi bidan pertama yang diselenggarakan di Jakarta 24 Juni
1951, yang merupakan prakarsa bidan-bidan senior yang berdomisili di Jakarta. Konferensi bidan pertama tersebut
telah berhasil meletakkan landasan yang kuat serta arah yang benar bagi perjuangan bidan selanjutnya, yaitu:
mendirikan sebuah organisasi profesi bernama Ikatan Bidan Indonesia (IBI) berbentuk kesatuan, bersifat Nasional,
berazaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
IBI yang seluruh anggotanya terdiri dari wanita telah diterima menjadi anggota Kongres Wanita Indonesia
(KOWANI) pada tahun 1951, hingga saat ini IBI tetap aktif mendukung program-program KOWANI bersama
organisasi wanita lainnya dalam meningkatkan derajat kaum wanita Indonesia. Selain itu sesuai dengan Undang-
undang RI No.8 tahun 1985 tentang organisasi kemasyarakatan, maka IBI dengan nomor 133 terdaftar sebagai salah
satu Lembaga Sosial Masyarakat di Indonesia.
Pada tahun 1985, untuk pertama kalinya IBI melangsungkan Kongres di luar pulau Jawa, yaitu di kota Medan
(Sumatera Utara) dan dalam kongres ini juga didahului dengan pertemuan ICM Regional Meeting for Western
Pacific yang dihadiri oleh anggota ICM dari Jepang, Australia, New Zealand, Phillipina, Malaysia, Brunei
Darussalam, dan Indonesia. Selanjutnya pada tahun 1986 IBI secara organisatoris mendukung pelaksanaan
pelayanan Keluarga Berencana oleh Bidan Praktek Swasta melalui BKKBN.
Gerak dan langkah IBI di semua tingkatan dapat dikatakan semakin maju dan berkembang dengan baik. Sampai
dengan tahun 2003, IBI telah memiliki 30 pengurus daerah, 342 cabang IBI (di tingkat Kabupaten / Kodya) dan
1,703 ranting IBI (di tingkat kecamatan) dengan jumlah anggota sebanyak 68,772 orang. Jumlah anggota ini
meningkat dengan pesat setelah dilaksanakannya kebijakan Pemerintah tentang Crash Program
Pendidikan Bidan dalam kurun waktu medio Pelita IV sampai dengan medio Pelita VI.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perjalanan organisasi IBI pada awalnya adalah di dasari rasa keprihatinan dan kesadaran untuk membela,
mempertahankan dan memelihara kepentingan-kepentingan bangsa dan kepentingan masyarakat umumnya,
kepentingan perempuan atau wanita serta kepentingan bidan khususnya, pada tanggal 15 September 1950 di Rumah
Sakit Bersalin Budi Kemuliaan Jakarta, para bidan melaksanakan suatu pertemuan dan bersidang serta melahirkan
suatu kesepakatan untuk membentuk suatu wahana Ikatan Bidan Indonesia sebagaimana perkumpulan dan
organisasi lainnya.
Tanggal 24 Juni 1951 beberapa bidan senior di Jakarta, antara lain Bidan Suleki Solo Soemardjan, Bidan
Fatimah Muin, Bidan Sri Mulyani, Bidan Salikun, Bidan Sukaesih, Bidan Ipah dan Bidan S. Marguna, meneruskan
pertemuan dari RS Budi Kemuliaan 15/9/1950 dalam bentuk Musyawarah Nasional bidan. Musyawarah ini dihadiri
oleh perkumpulan-perkumpulan bidan lokal dari daerah seperti dari Bogor, Cirebon, Garut, Sukabumi, Purwakarta,
Tasikmalaya,Yogyakarta, Solo, Semarang, Demek, Malang, Pekalongan, Palembang, Bangka, Banjarmasin, dan
Jakarta Raya. Para bidan dari Ambon, Medan, Padang dan Bukittinggi yang tidak bisa hadir mengirim telegram
mendukung dan menyetujui hasil keputusan musyawarah. Musyawarah ini menyempurnakan hasil pertemuan 15
September 1950 yang baru Sembilan bulan dan menetapkan tujuan-tujuan IBI yang selengkapnya sebagai berikut:
1. Menggalang persatuan dan persaudaraan antara sesama bidan serta kaum wanita pada umumnya dalam rangka
memperkokoh persatuan bangsa.
2. Membina pengetahuan dan ketrampilan anggota dalam profesi kebidanan, khususnya dalam pelayanan KIA serta
kesejahteraan keluarga.
3. Membantu pemerintah dalam pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Setelah kongres Nasional IBI di Bandung, telah terpikir oleh PB IBI untuk melakukan dua hal penting selain
konsulidasi dan memperkuat ikatan anggota, pertama, IBI mengharapkan ada procedural legal terhadap pendirian
IBI. Kedua, IBI meyakini bahwa perlu di tata dan di buka hubungan-hubungan dengan berbagai organisasi
kewanitaan utamanya Federasi Bidan Internasional agar IBI dapat diakui sebagai anggota yang secara politis akan
menuntup atau mencegah kalau ada upaya untuk menjatuhkan IBI dengan membentuk IBI baru.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum :
2. Tujuan Khusus :
C. Manfaat Penulisan
1. Manfaat teoritis
Hasil laporan ini diharapkan dapat digunakan sebagai referensi dan ilmu pengetahuan, khususnya yang berkaitan
dengan peran bidan dalam organisasi profesi.
2. Manfaat praktis
a. Mahasiswa Kebidanan
Untuk menambah pengetahuan mengenai peran bidan dalam organisasi profesi dan sebagai bahan evaluasi bagi
mahasiswa.
b. Masyarakat
c. Anggota IBI
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Bidan
Bidan adalah seorang yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui
pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang telah berlaku, dicatat (registrasi), diberi izin secara sah
untuk menjalankan praktek. (Nazriah,2009)
Menurut Ikatan Bidan Indonesia atau IBI (2006) adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan
menyelesaikan pendidikan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku dan
diberi izin secara sah untuk melaksanakan praktek, Dalam melaksanakan pelayanan kesehatan dan kebidanan di
masyarakat, bidan diberi wewenang oleh pemerintah sesuai dengan wilayah pelayanan yang diberikan. Wewenang
tersebut berdasarkan peraturan Menkes RI.Nomor 900/Menkes ISK/VII/2002 tentang registrasi dan praktek bidan.
Federation of International Gynaecologist and Obstetritian atau FIGO (1991) dan World Health
Organization atau WHO (1992) mendefinisikan bidan adalah seseorang yang telah menyelesaikan program
pendidikan bidan yang diakui oleh negara serta memperoleh kualifikasi dan diberi izin untuk menjalankan praktek
kebidanan di negeri itu. Dia harus mampu memberikan supervisi, asuhan dan memberikan nasehat yang dibutuhkan
kepada wanita selama masa hamil, persalinan dan masa pasca persalinan, memimpin persalinan atas tanggung
jawabnya sendiri serta asuhan pada bayi baru lahir dan anak.
Konferensi bidan pertama tersebut telah berhasil meletakkan landasan yang kuat serta arah yang benar bagi
perjuangan bidan selanjutnya, yaitu mendirikan sebuah organisasi profesi bernama Ikatan Bidan Indonesia (IBI),
berbentuk kesatuan, bersifat nasional, berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Pada konfrensi IBI
tersebut juga dirumuskan tujuan IBI yaitu ;
1. Menggalang persatuan dan persaudaraan antar sesama bidan serta kaum wanita pada umumnya, dalam rangka
memperkokoh persatuan bangsa
2. Membina pengetahuan dan keterampilan anggota dalam profesi kebidanan, khususnya dalam pelayanan KIA serta
kesejahteran keluarga
3. Membantu pemerintah dalam pembangunan nasioanl, terutama dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
Visi IBI:
Misi IBI:
5. Mewujudkan kerjasama
1. Mengutamakan kebersamaan
4. Pengembangan diri
C. Penghargaan Bidan
1. Anugerah Delima
Pemberian anugerah Delima adalah kegiatan yang dilakanakan sebagai ungkapan rasa syukur terhadap
Tuhan yang Maha Esa atas jasa dan dukungan yang telah diberikan oleh seseorang, kelompok, atau lembaga
terhadap IBI. Hal ini dilakukan dengna tujuan memotivasi, menjalin serta meningkatkan mutu hubungan kerjasama
IBI dengan berbagai pihak.
1. Adanya kesamaan pendapat, pandangan dan persepsi antara pengurus dan anggota IBI tentang pemberian
Anugreah Delima.
2. Adanya ketentuan, klasifikasi kriteria kelayakan penerima anugrah dan standar bobot penilaian.
3. Adanya alat ukur mutu dan tingkat dukungan dan peran serta masyarakat terhadap perjuangan/ tercapainya cita-cita
dan kelestarian.
4. Adanya keseragaman bentuk serta materi Anugrah Delima.
b. Dasar Hukum
2. Pedoman organisasi.
Adalah penghargaan atau anugerah tertinggi (Kesatu/ utama) yang diberikan kepada mereka yang berjasa kepada
IBI sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.
Adalah penghargaan atau anugerah tingkat kedua yang diberikan kepada mereka yang berjasa kepada IBI sesuai
dengan persyaratan yang ditetapkan.
Adalah penghargaan atau anugerah tingkat ketiga yang diberikan kepada mereka yang berjasa kepada IBI sesuaia
dengan persyaratan yang ditetapkan.
Adalah penghargaan atau anugerah tingkat keempat yang diberikan kepada mereka yang berjasa kepada IBI sesuaia
dengan persyaratan yang ditetapkan.
b. Memelihara, mengembangkan dan menghidupkan pengetahuan bidan (kebidanan) dalam kalangan anggota.
c. Menyokong dan kerja sama dengan pemerintah dalam menjaga kesehatan rakyat.
3. Upaya-upaya yang akan dilaksanakan menurut pasal 3 AD atau ART 1950 adalah:
d. Causeri-causeri/seminar/ceramah
e. Mengadakan majalah
f. Mengadakan perpustakaan
a. Ketua I
b. Ketua III
c. Penulis I
d. Penulis II
e. Bendahara
f. Juru Periksa(Komisaris)
Tanggal 24 Juni 1951 beberapa bidan senior di Jakarta, antara lain Bidan Suleki Solo Soemardjan, Bidan
Fatimah Muin, Bidan Sri Mulyani, Bidan Salikun, Bidan Sukaesih, Bidan Ipah dan Bidan S. Marguna, meneruskan
pertemuan dari RS. Budi Kemuliaan 15/9/1950 dalam bentuk Musyawarah Nasional
bidan. Musyawarah ini dihadiri oleh perkumpulan-perkumpulan bidan lokal dari daerah seperti
dari Bogor, Cirebon, Garut, Sukabumi, Purwakarta, Tasikmalaya,Yogyakarta, Solo, Semarang, Demek, Malang,
Pekalongan, Palembang, Bangka, Banjarmasin, dan Jakarta Raya. Para
bidan dari Ambon, Medan, Padang dan Bukittinggi yang tidak bisa hadir mengirim telegram mendukung dan
menyetujui hasil keputusan musyawarah. Musyawarah ini menyempurnakan hasil pertemuan 15 September 1950
yang baru Sembilan bulan dan menetapkan tujuan-tujuan IBI yang selengkapnya sebagai berikut:
1. Menggalang persatuan dan persaudaraan antara sesama bidan serta kaum wanita pada umumnya dalam rangka
memperkokoh persatuan bangsa.
2. Membina pengetahuan dan ketrampilan anggota dalam profesi kebidanan, khususnya dalam pelayanan KIA serta
kesejahteraan keluarga.
3. Membantu pemerintah dalam pembangunan nasional, terutama dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Dari pertemuan 24/6/1951 diputuskan pula beberapa kesepakatan organisasi yang jelas, yang saat ini dapat
dikatagorikan sebagai visi dan misi IBI antara lain:
1. Membentuk organisasi Ikatan Bidan Indonesia yang bersifat nasional, sebagai satu-satunya organisasi yang
merupakan wadah persatuan dan kesatuan bidan di Indonesia.
2. Pengurus besar IBI berkedudukan di Jakarta atau dimana pusat pemerintahan berada.
3. Meniadakan bidan kelas satu maupun bidan kelas dua, yang ada hanya bidan.
4. Membentuk pengurus di daerah-daerah. Dengan demikian organisasi / perkumpulan yang bersifat lokal yang ada
sebelum konferensi ini semuanya membubarkan diri dan selanjutnya menjadi anggota cabang yang koordinir oleh
pengurus daewrah tingkat propinsi.
5. Bidan harus bekerja sesuai dengan profesi, apabila bekerja di bidang perawatan harus mengikuti pendidikan
perawat selama dua tahun, demikian apabila perawat bekerja dikebidanan harus mengikuti pendidikan bidan selama
dua tahun.
Musyawarah menetapkan Pengurus Besar IBI dengan susunan sebagai berikut:
Setelah musyawarah, Pengurus Besar IBI terpilih mendapat restu dan undangan dari Presiden Republik
Indonesia pertama, Ir. Soekarno di Istana Bogor. Sehingga tanggal 24 Juni 1951 sah menjadi hari lahirnya Ikatan
Bidan Indonesia (IBI). Karena, pemrakarsa pendirian Ikatan Bidan Indonesia ini adalah Ikatan Bidan Indonesia
Jakarta yang umumnya lulusan sekolah kebidanan RS Budi Kemuliaan, maka dipilihlah RS.Budi Kemuliaan sebagai
sekretariat IBI yang pertama. Selanjutnya organisasi dan kepemimpinan IBI dalam kurun waktu persepuluh
tahun sebagai berikut:
Menjadi anggota IBI ( Ikatan Bidan Indonesia) harus benar – benar sabar dan loyalitas pada pengurus, Karena
itu syarat untuk mendapatkan SIPB ( surat ijin praktek bidan). Dulu kalau sudah ikut APN (Asuhan Persalinan
Normal) , sudah bisa mendapat dapat SIPB, namun ditambah peraturan lagi yaitu harus ikut Bidan Delima. Selain
itu juga harus lulus dari AKBID dan harus ikut uji kompetensi, setelah itu baru mendapat SIPB yang semua
pelatihannya di kelola oleh pengurus IBI. Menjadi anggota IBI juga banyak mengeluarkan iuran bulanan, seperti
membayar kongres dan mengadakan HUT IBI. Semua biaya ditanggung oleh anggota IBI yang belum pernah
merasakan loyalitas yang di berikan oleh pengurus baik pusat, daerah, maupun cabang pada semua anggota IBI.
a IBI
d. Anggota berhak menghadiri rapat dan mengajukan usul, baik tertulis maupun lisan
1) Kartu Tanda Anggota IBI (KTA) yang dikeluarkan oleh Pengurus Pusat dan di tanda tangani Ketua Umum IBI
5) Seragam IBI
3. Kewajiban Anggota
e. Menjaga IBI tetap sebagai organisasi profesi yang tidak berkerjasama dengan partai politik manapun
b. Formulir yang sudah diisi diteliti kebenarannya, diputuskan dalam rapat pengurus cabang
BAB III
HASIL PENELITIAN
Ibu Nunik Endang Sunarsih adalah seorang bidan yang berprofesi sebagai ketua IBI di Yogyakarta.
Sebagaiketua IBI, ibuNunik mempunyai visi yaitu ingin menjadikan organisasi IBI menjadi lebih baik.Sedangkan
misi beliau adalah menjalin kerjasama antara kinerja dan profesi. Beliau memiliki Rumah Bersalin (RB Puri Adisty)
yang beralamat jl.Depokan II 11-B, Rejowinangun, Kota Gede Yogyakarta.
Pengalaman ibu Nunik ketika bergabung dalam organisasi IBI, beliau merasa senang karena banyak
pengalaman baru yang beliau dapat, termasuk tantangan ketika menjadi ketua IBI karena disatu sisi menjadi ketua
itu memang berat. Karena harus memiliki rasa tanggung jawab yang
besar. Dalam menjabat sebagai ketua IBI beliau merupakan ketua IBI termuda
di Indonesia, dibanding dengan ketua-ketua IBI lain yang biasanya berumur 50- 60 tahunan.Waktu itu ketika ibu
Nunik diangkat menjadi ketua IBI Yogyakarta, beliau tidak dimodali apa-apa hanya uang sekitar 1,5 juta untuk
modal pengembangan organisasi. Berkat jerih payah beliau, sekarang organisasi IBI mengalami banyak kemajuan
diantaranya:
2. Tanah milik IBI seluas 600 M berkat perjuangan pendahulu yang dulu belum bersertifikat sekarang sudah menjadi
bersertifikat. Pada saat belum bersertifikat tanah tersebut atas namaYayasan Sejahtera Yogyakarta
4. Setiap tahun IBI memberikan seragam baru kepada ketua pengurus, ketua cabang, ketua ranting dan anggota-
anggotalainnya. Jadi berkembangnya organisasi IBI tidak hanya berpengaruh bagi ketuanya saja tapi juga anggota
dan ketua-ketua lainnya
Dalam organisasi IBI terdapat pelatihan-pelatihan, contohnya pelatihan jabatan fungsional bidan, pelatihan
manejemen mahasiswa kebidanan dan pelatihan-pelatihan lainnya. Dalam pelatihan tersebut mendapat sertifikat
yang berpengaruh penting dalam keprofesionalan berkerja. Selain
mendapatkan sertifikat para bidan, juga mendapatkan penghargaan-penghargaan berupa piagam, dan berupa
finansial.
Ibu Nunik pernah mengalami permasalahan berdasarkan alasan yang mendasar antara lain, masalah dengan
EO (Event Organisation). Masalah tersebut mengenai seminar yang dilakukan oleh EO beberapa bulan yang lalu,
EO mengadakan seminar hanya untuk mencari kebutuhan finansial.Menurut beliau, saat ini banyak mahasiswa
kebidanan yang di eksploitasi hanya untuk kepentingan mereka, beliau mengharapkan mahasiswa kebidanan mampu
memilih informasi seminar mengenai kepentingan dan kebutuhan profesi bidan. Paling tidak informasi yang ada, IBI
sudah memberikan persetutujuan mengenai kegiatan tersebut dan sesuai kebutuhan. Pembicara EO tidak langsung
mengesyahkan dan bila ada pengembangan apapun, harus dilakukan kerjasama dengan oganisasi
lain. Selain itu, ibu Nunik juga pernah ditanya mengenai kewenangan bidan dalam
menerapkan profesinya untuk melakukan ANC (Antrenatal Care) beliau menolak untuk bicara tentang hal tersebut,
karena itu bukan termasuk kewenangan bidan. Sedangkan bila Permenkes sudah memberikan aturan tersebut beliau
berani melakukan tindakan. Suka duka ibu Nunik
dalam menjalankan profesinyan menjadi ketua IBI memang banyak, salah satunyabeliau jarang berkumpul dengan
keluarga karena kesibukannya. Walaupun keluarganya mengerti tentang hal tersebut. Namun segala sesuatu yang
akan dilakukan oleh beliau, terlebih dahulu selalu memusyawarahkan dengan
keluarga. Menurut ibu Nunik seseorang bidan harus
mengikuti organisasi profesi karena sebuah organisasi merupakan wadah dalam mengapresiasikan pendapat dan
dapat menambah pengalaman Selain itu, ada pula tugas
yang harus dijalankan oleh bidan dalam organisasi profesi antara lain, mengenali kode etik bidan, serta menjunjung
tinggi citra organisasi terhadap pemerintah, pekerjaan teman sejawat, tenaga kesehatan lainya dan terutama pada
diri sendiri. Harapan ibu Nunik untuk memajukan organisasi IBI
antara lain:
Semua institusi di sumpah menjadi satu yang dilakukan oleh profesi karena biasanya hanya dilakukan
bersamaan dengan wisuda.
3. Melakukan penelitian
Karena sejauh ini masih kurang dilakukan penelitian, dan sebenarnya dosen wajib melakukan penelitian
tersebut. Itu kesempatan untuk dosen mendapatkan sertifikasi kateegori baik
BAB IV
PEMBAHASAN
Dari teori yang dikemukakan diatas, menurut Nazriah (2009) bahwa Bidan adalah seorang yang telah
mengikuti dan menyelesaikan pendidikan bidan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai dengan
persyaratan yang telah berlaku, dicatat (registrasi), diberi izin secara sah untuk menjalankan praktek.
Dalam menjalankan prakteknya seorang bidan lebih memilih melakukan praktik klinis dibandingkan
praktik mandiri karena praktik klinis memiliki resiko yang tidak begitu besar dibanding praktik mandiri yang
mempunyai resiko cukup besar dalam menjalankan prakteknya. Selain itu, praktik klinis bisa lebih menambah
wawasan, pengalaman, dan ingin mengabdi kepada masyarakat lebih dalam.
Dalam menjalankan organisasi profesi, seorang bidan memiliki kontribusi cukup besar dalam memberikan
pelayanan, khususnya dalam meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak. Supaya masyarakat pengguna jasa
layanan bidan memperoleh akses pelayanan yang bermutu dari pelayanan bidan. Setelah bidan melaksanakan
pelayanan di lapangan, untuk menjaga kualitas dan keamanan dari layanan bidan, dalam memberikan pelayanan
harus sesuai dengan kewenangannya.Pihak pemerintah dalam hal ini Dinas Kesehatan Kabupaten atau Kota dan
organisasi Ikatan Bidan memiliki kewenangan untuk pengawasan dan pembinaan kepada bidan yang melaksanakan
praktek perlu melaksanakan tugasnya dengan baik.Disatu sisi, bidan dalam menjalankan profesinya, hanya mencari
kebutuhan finansial dan tidak sepenuhnya memberikan pelayanan kesehatan sebagaimana mestinya dalam organisasi
profesi.Jadi, dari teori dan kenyataan peran bidan dalam organisasi profesi terdapat persamaan dan perbedaan bahwa
sebagai seorang bidan dalam menjalankan peranya dalam organisasi profesi dituntut untuk bisa memberikan
pelayanan kesehatan dengan sebaik-baiknya, dan menjalankan praktek klinis maupun mandiri. Selain itu, teori
tentang peran bidan dalam organisasi profesi juga terdapat perbedaan dalam kenyataannya, dibuktikan dengan
pemberian pelayanan yang hanya mementingkan kebutuhan finansial saja.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari uraian diatas, maka disimpulkan bahwa oganisasi kebidanan seperti IBI sangat membawa peran besar
bagi kemajuan bidan. Di samping itu, IBI juga memberikan informasi – informasi mengenai pendidikan non –
formal bagi para bidan di Indonesia. Peran bidan dalam
organisasi profesi merupakan suatu kewajiban yang harus diikuti oleh seorang bidan untuk menambah wawasan dan
pengalaman dalam berorganisasi demi kualitas kerja bidan yang lebih baik. Serta dapat mengetahui penghargaan
bidan dalam organisasi profesi. Suatu organisasi seorang bidan dapat saling bertukar pengalaman dan perkembangan
informasi terbaru dalam hal kebidanan.
B. SARAN
Sebaiknya mahasiswa dapat menambah pengetahuan mengenai peran bidan dalam organisasi profesi dan
bagi masyarakat menambah informasi dari bidan maupun organisasi profesi, bagi anggota organisasi disarankan
untuk menambah fasilitas dalam meningkatkan mutu dan kualitas organisasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bramantyo,Akbar 2011 http://Peranbidandalamorganisaasiprofesi.blogspot
Hidayat, Asri dkk . 2008 . Catatan Kuliah Konsep Kebidanan Plus Materi Bidan Delima . Yogyakarta : Mitra Cendikia
Press.
Ikatan Bidan Indonesia, 2001, 50 Tahun IBI Menyongsong Masa depan, PP IBI, Jakarta.
Pengurus pusat Ikatan Bidan Indonesia, 2001, 9 Modul kebidanan, BAB standar Kopetensi Bidan, Jakarta.