Pembimbing :
dr. Etty Christiati Sujudi, Sp.A
Disusun oleh :
Abednego Tri Novrianto
112016331
1
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
(UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA)
Jl. Terusan Arjuna No. 6 Kebon Jeruk – Jakarta Barat
KEPANITERAAN KLINIK
STATUS ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA
Hari / Tanggal Presentasi Kasus :...........................
SMF ANAK
RSUD TARAKAN
IDENTITAS PASIEN
PASIEN
Nama lengkap : An. DA
Tanggal lahir (umur) : 12/05/2016 (1 tahun 9 bulan)
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Jl. Jembatan item, Pekojan, Tambora, Jakarta Barat
Suku bangsa :Sunda
Agama :Islam
Pendidikan : Belum bersekolah
2
Penghasilan : 2 juta – 3 juta
Ibu
Nama lengkap : Ny. Y
Tanggal lahir (umur) :5 April 1988 (30 tahun)
Suku bangsa : Sunda
Alamat : Jl. Jembatan item, Pekojan, Tambora, Jakarta Barat
Agama : Islam
Pendidikan : SMK
Pekerjaan : Wiraswasta
Penghasilan : 1 juta – 2 juta
KELUHAN UTAMA:
Kejang
KELUHAN TAMBAHAN:
Demam, batuk, dan pilek
RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT:
Pasien mulai mengeluhkan batuk tidak berdahak dan pilek sejak 3 hari SMRS. Pada
pagi hari sebelum masuk rumah sakit orang tua pasien merasakan bahwa badan pasien hangat.
Suhu tubuh pasien tidak sempat diukur. Kemudian pasien dibawa ke Puskesmas Krendeng.
Dari Puskesmas Krendeng pasien hanya diberikan obat batuk dan pilek. Kemudian 1 jam
SMRS saat pasien pulang dari Puskesmas pasien mengalami kejang saat tertidur. Kejang
berlangsung kurang lebih 10 menit. Tangan dan kaki pasien mulai kaku dan kemudian
kelonjotan. Kejang diseluruh tubuh. Mata pasien tampak mendelik dan mulut pasien mengunci.
Kemudian setelah kejang pasien langsung lemas dan merintih. Pasien kemudian dibawa ke
klinik terdekat dan diberikan obat demam dan anti kejang dari klinik namun belum diberikan
ke pasien. Di klinik suhu pasien sempat diukur 39oC. Lalu keluarga membawa pasien ke
Puskesmas untuk dirujuk ke RSUD Tarakan. Di IGD RSUD Tarakan pasien mendapatkan obat
kejang yang diberikan lewat anus dan dilakukan pemeriksaan laboraturium darah.
Sebelumnya pasien tidak memiliki riwayat kejang. Ini juga merupakan pertama kalinya
pasien mengalami panas tinggi. Riwayat trauma kepala sebelumnya disangkal.
3
RIWAYAT PENYAKIT DAHULU :
Orangtua pasien mengatakan bahwa ini merupakan pertama kalinya pasien mengalami
kejang. Riwayat demam tinggi sebelumnya disangkal. Riwayat cidera kepala sebelumnya
disangkal. Riwayat alergi, riwayat jatuh, riwayat penyakit jantung bawaan disangkal.
POHON KELUARGA
Keterangan :
: Laki – laki
: Perempuan
: Pasien
RIWAYAT SOSIAL
Pasien belum bersekolah. Keseharian pasien bermain dengan sepupunya yang berusia kurang
lebih 3 tahun dan pengasuhnya. Pasien jarang bermain diluar rumah. Aktifitas sehari – hari
pasien adalah bermain kejar - kejaran, petak umpet, bermain mainan yang ada dirumah dan
menonton tv. Di keluarganya dan lingkungan sekitar pasien tidak ada yang menderita sakit
dengan pengobatan yang lama. Biasanya pasien makan nasi 2 – 3 kali sehari, minum susu 2 x
500 mL. Pasien tinggal dirumah pribadi dengan ukuran 8 x 12 m bersama dengan kedua orang
tua dan pengasuhnya. Sumber air dari air tanah. Kebersihan rumahnya cukup terjaga, dengan
ventilasi dan penerangan yang cukup.
4
RIWAYAT KEHAMILAN DAN KELAHIRAN
Kehamilan
Perawatan antenatal : rutin ke bidan setiap bulan, 12 x kontrol selama kehamilan. Ketika
hamil pasien mendapatkan imunisasi Tt pada usia kehamilan 4 bulan.
Penyakit selama kehamilan : tidak ada
Kelahiran
Tempat kelahiran : RS Ibnu Sinna
Penolong persalinan : Dokter kandungan
Cara persalinan : persalinan secara SC a/i presentasi muka
Masa gestasi : cukup bulan
Keadaan bayi : BBL = 2400 g, PB = 46 cm, lingkar kepala dan lingkar lengan tidak
ingat, bayi lahir langsung menangis, ketuban jernih, tidak ada lilitan tali pusat.
APGAR skor tidak diketahui. Kelainan bawaan tidak ada.
Kesimpulan : neonatus cukup bulan, sesuai masa kehamilan, SC (NCB - SMK)
RIWAYAT IMUNISASI
(+) Hep B-0 di Rumah Sakit.
(+) BCG usia 1 bulan.
(+) DPT , 3 kali saat usia 2 bulan, 3 bulan dan 6 bulan.
5
(+) Polio, 5 kali saat usia 1 bulan 2 bulan 3 bulan 6 bulan dan IPV 7 bulan.
(+) Hep. B, 3 kali saat usia 2 bulan, 3 bulan dan 6 bulan.
(+) Campak, 1 kali saat usia 10 bulan.
Kesan : Imunisasi dasar lengkap
RIWAYAT NUTRISI
No. Usia Makanan
1 0 – 6 bulan ASI
2 7 – 10 bulan ASI
Bubur bayi 4 x 1 porsi
Susu formula
Buah pisang, alpukat, jeruk
3 10 – sekarang ASI
Nasi lembek dengan lauk (sop wortel, ikan, ayam) 3 x 1 porsi
Susu formula
Buah pisang, alpukat, jeruk, apel, pepaya
Jajan : bolu, roti, biskuit, es krim
Kesan : Nutrisi cukup
PEMERIKSAAN FISIK
Tanggal : 18 Februari 2018 Jam : 07.30 WIB Ruang : Melati lantai 5 (5101)
Pemeriksaan umum
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos mentis
Frekuensi nadi : 124 x / menit
Frekuensi nafas : 34 x / menit
Suhu tubuh : 36,8 OC
Antropometri
Berat badan : 10 kg
Tinggi badan : 85 cm
Lingkar kepala : 47,5 cm
6
Lingkar lengan : 14 cm
BB/U : 0 – (-2)
Kesan : Normal, berat badan pasien sesuai dengan usia
TB/U : 0 – (-2)
Kesan : normal, tinggi badan pasien sesuai usia
7
BB/TB : -1 – (-2)
Kesan : kurang, berat badan pasien tidak sesuai dengan tinggi pasien.
LK/U : 0 – (-1)
Kesan : normal, lingkar kepala pasien sesuai dengan usianya
Status gizi : kurang
Pemeriksaan sistematis
Kepala
Bentuk dan ukuran : normocepali, simetris.
Rambut & kulit kepala: warna hitam, distribusi merata, tidak mudah dicabut.
8
Mata : simetris, mata cekung (-), konjungtiva anemis -/-, sclera ikterik
-/-, reflex cahaya +/+
Telinga : normotia, secret -/-
Hidung : nafas cuping hidung (-), secret (+) purulen, deviasi septum (-)
Mulut : sianosis (-), mukosa lembab, tonsil T1-T1 tidak hiperemis.
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Dada
Inspeksi : retraksi dinding dada (-), bentuk simetris, pectus ekskavatum/karinatum (-),
barrel chest (-)
Palpasi : massa (-)
Perkusi : sonor diseluruh lapang paru
Jantung : BJ I II murni regular, Murmur (-), Gallop (-)
Pulmo : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Abdomen : supel, bising usus (+)
Anus / rectum : tidak dilakukan pemeriksaan
Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan
Ekstremitas : akral hangat, CRT < 2 detik, edema tidak ada.
Kekuatan : 5/5 5/5
5/5 5/5
Edema : - -
- -
Sianosis : - -
- -
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Laboratorium
Darah rutin
9
Hemoglobin : 12.0 g/dL
Hematokrit : 38,7 %
Eritrosit : 5,13 juta / uL
Leukosit : 13,540 / mm3
Trombosit : 253.100 / mm3
Kimia klinik
GDS : 136 mg / dL
RESUME
Anak laki-laki masuk ke IGD RSUD Tarakan dengan keluhan kejang 1 jam SMRS.
Tangan dan kaki pasien kaku kemudia pasien mulai kelonjotan, mulut mengunci, mata
mendelik. Kejang diseluruh tubuh. Kejang yang dialami pasien kurang lebih 10 menit. Setelah
kejang pasien merintih dan lemas. Kejang disertai demam tinggi 39OC. Sebelumnya pasien
sakit batuk pilek sejak 3 hari SMRS. Sebelum dibawa ke IGD RSUD Tarakan pasien tidak
diberikan obat anti kejang dan obat penurun panas. Tidak ada riwayat kejang sebelumnya.
Riwayat sosial pasien baik. Riwayat kehamilan dan kelahiran pasien baik. Riwayat
pertumbuhan dan perkembangan pasien baik sesuai dengan usianya. Riwayat imunisasi pasien
lengkap sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan oleh Departemen Kesehatan. Kebutuhan
nutrisi pasien sudah tercukupi.
Stasus antropometri pasien baik. Berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala pasien
sesuai dengan anak seusianya, namun status gizi pasien kurang.
Dari hasil pemeriksaan penunjang laboraturium darah pasien didapati peningkatan
leukosit diatas normal, yaitu 13.540/mm3. Hb dan hematokrit pasien juga mengalami
penurunan ringan.
DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang demam sederhana
2. Kejang demam kompleks
3. Meningitis bakterialis
4. Epilepsy
5. Tetanus
6. Kejang e.c. imbalans elektrolit
7. ISPA
10
8. Gizi kurang
DIAGNOISIS KERJA
1. Kejang demam sederhana
2. ISPA
3. Gizi kurang
PENATALAKSANAAN
Medikamentosa
1. O2 2L/jam
2. IVFD kAEN I B 1000 cc/24 jam
3. Diazepam suppositoria
4. Diazepam 3 mg i.v. jika kejang kembali
5. Paracetamol syrup 4 x 5 mL
6. Diazepam pulv. 3 x 3 mg (selama masih demam)
Non medikamentosa
1. Tirah baring
PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Follow Up
Minggu, 18 Februari 2018
S Pasien tidak mengalami kejang. Ortu pasien mengeluh demam anaknya hilang timbul.
Batuk pilek berkurang. Sesak nafas disangkal. Dahak tidak ada. Nafsu makan baik,
11
muntah tidak ada. Pasien mengeluh gatal pada tubuhnya. Pasien belum BAB sejak
dirawat di bangsal. BAK dalam batas normal.
12
HR : 120x RR : 32x S : 36.6 OC
Mata : konjungtiva anemis -/-, Sklera ikterik -/-, reflex cahaya +/+
Hidung : nafas cuping hidung (-), secret (+) purulent
Dada : Retraksi (-)
Paru : vesikuler dikedua lapang paru
Abdomen : supel, nyeri tekan (-)
Ektremitas : akaral hangat, CRT < 2 detik
Ditemukan eritema pada abdomen dan ekstremitas pasien.
A Obs. Febris
ISPA perbaikan
Insect bite
P IVFD kAEN I B 1000 cc/24 jam
Diazepam 3 mg i.v. jika kejang kembali
Paracetamol syrup 4 x 5 mL
Diazepam pulv. 3 x 3 mg (selama masih demam)
Ambroxol 5mg
salbutamol 0.5mg
cetirizine 1mg
dexamethasone ¼ tab
3 x pulv. I
Gentamicin zalf
13
BAB II
ANALISA KASUS
Pada kasus ini pasien mengalami gejala klinis yang mendukung terhadap diagnosis
kejang demam sederhana. Dari anamnesis diketahui pasien mengalami kejang setelah
sebelumnya suhu tubuhnya meningkat hingga 39OC. Kejang berlangsung kurang dari 15 menit
dan kejang hanya terjadi 1x dalam kurun waktu 24 jam. Riwayat kejang sebelumnya disangkal
oleh orang tua pasien. Pada kasus ini pasien juga tidak memiliki riwayat cidera kepala.
Kejang Demam
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh
(suhu rektal di atas 38OC) yang disebabkan oleh suatu proses ektrakranium.1 Sesuai dengan
kasus ini, pasien pada awalnya menderita batuk pilek 3 hari SMRS. Kemudian pasien
mengalami kenaikan suhu hingga 39OC sebelum masuk rumah sakit. Setelah suhu tubuh pasien
naik, kemudian pasien mengalami kejang.
Kejang demam terjadi pada 2 – 4% anak berusia 6 bulan hingga 5 tahun. Jika kejang
yang didahului demam terjadi pada anak usia kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun maka
perlu dipikirkan kemungkinan adanya infeksi SSP atau epilepsi yang kebetulan terjadi
bersamaan dengan demam. Usia pasien dalam kasus ini adalah 1 tahun 9 bulan yang berarti
termasuk dalam kategori anak dengan resiko kejang demam.2
Kejang demam sendiri dibedakan menjadi kejang demam sederhana dan kejang demam
kompleks. Kejang demam sederhana berlangsung singkat, kurang dari 15 menit, dan pada
umumnya akan berhenti sendiri. Kejang berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan
fokal. Kejang tidak berulang dalam 24 jam. 80% kejadian kejang pada keseluruhan kasus
kejang demam merupakan kejang demam sederhana. Sedangkan kejang demam kompleks
memiliki ciri-ciri kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit. Kemudian kejang berbentuk
kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum yang didahului dengan kejang parsial.
Kejang demam kompleks dapat berlangsung lebih dari 1 kali dalam 24 jam.1 Berdasarkan
uraian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa pasien mengalami kejang demam sederhana
karena kejang yang dialami pasien diawali dengan kekakuan pada kedua tangan dan kaki
(tonik) dan kemudia pasien mengalami kelonjotan (klonik). Kejang yang dialami pasien
berlangsung 10 menit yang berarti sesuai dengan kriteria kejang demam sederhana yaitu
berlangsung kurang dari 15 menit. Selain itu kejang juga tidak berulang lagi dalam 24 jam.
14
Meningitis
Meningitis bakterialis merupakan suatu peradangan pada selaput otak (meningens)
yang disebabkan oleh infeksi bakteri, ditandai dengan adanya bakteri penyebab dan
peningkatan sel – sel polimorfonuklear pada analisis cairan cerebrospinal.3 Gejala klinis pada
anak dengan meningitis bakterialis antara lain anak tampak letargis, ubun- ubun tampak
membonjol dan tanda rangsang meningeal positif. Selain itu salah satu tanda khas pada
meningitis bakterial adalah high pitched cry (anak menangis dengan lengkingan yang tinggi).
Gejala klinis tersebut diatas tidak ditemukan pada pasien.
Epilepsi
Diagnosis epilepsi menurut International League Against Epilepsy (ILAE) dapat
ditegakkan bila terdapat minimal satu dari koondisi berikut :4
1. Terdapat minimal 2 episode kejang tanpa provokasi
2. Terdapat 1 episode kejang tanpa diprovokasi,
3. Sindrom epilepsi
Dari uraian tersebut maka tidak sesuai dengan keadaan pasien, karena pasien
mengalami kejang setelah terlebih dahulu mengalami kenaikan suhu yang tinggi sebagai
pencetusnya.
Tetanus8
Tetanus adalah penyakit dengan tanda utama kekakuan pada otot (spasme) tanpa
disertai dengan gangguan kesadaran. Gejala ini bukan disebabkan gangguan kuman secara
langsung namun sebagai dampak eksotoksin (tetanospasmin) yang dihasilkan oleh kuman pada
sinaps ganglion sambungan sumsum tulang belakang, sambungan neuromuskular dan saraf
autonom. Kuman penyebab tetanus adalah Clostridium tetanii, kuman berbentuk batang
dengan sifat basil gram positif dengan spora terminal sehingga tampak seperti pemukul
genderang. Kuman ini juga bersifat obligat anaerob dan bergerak menggunakan flagel. Kuman
ini dapat menghasilkan eksotoksin yang sangat kuat.
Gejala khas yang dapar ditemukan pada infeksi tetanus adalah :
1. Trismus, yaitu kekakuan pada otot mengunyah (M. Masetter) sehingga pasien akan
sukar membuka mulutnya. Akibat kekakuan ini maka mulat pasien akan tampak
mencucut.
2. Risus sardonicus, terjadi akibat kekakuan otot mimik, sehingga tampa dahi mengkerut,
mata agak tertutup, dan sudut mulut tertarik keluar ke bawah.
15
3. Opistotonus, kekakuan otot penunjang tubuh seperti: otot punggung, otot leher, otot
badan dan trunk muscle. Kekakuan yang sangat berat mengakibatkan tubuh
melengkung seperti busur.
4. Otot dinding perut kaku seperti papan.
Pemeriksaaan penunjang
Dari hasil pemeriksaan penunjang darah rutin yang telah dilakukan didapati leukosit
pasien 13.540 yang menunjukkan adanya proses infeksi.
Selain pemeriksaan penunjang darah rutin dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan
elektrolit darah untuk menyingkirkan dugaan bahwa kejang disebabkan oleh
ketidakseimbangan elektrolit pada darah. Selain itu perlu dilakukan pemeriksaan pungsi
lumbal untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan pasien menderita meningitis.
Resiko terjadinya meningitis bakterialis adalah sebesar 0,6 – 6,7 %. Pada bayi kecil seringkali
sulit untuk menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasinya yang
kurang jelas. Pungsi lumbal dianjurkan pada :1
1. Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan
2. Bayi antara 12 – 18 bulan dianjurkan
3. Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis maka pungsi lumbal tidak perlu dilakukan.
ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) atau yang sering disebut juga infeksi respiratori
akut terdiri dari infeksi respiratori atas akut dan infeksi respiratori bawah akut. Pengertian akut
adalah jika infeksi berlangsung hingga 14 hari. Infeksi respiratori atas akut (IRAA) adalah
infeksi primer respiratori di atas laring, sedangkan infeksi laring ke bawah disebut infeksi
respiratori bawah akut (IRBA). IRAA terdiri dari rhinitis, faringitis, tonsilitis, sinusitis dan
16
otitis media. IRBA terdiri dari epiglotitis, laringotrakeobronkitis (croup), bronkitis,
bronkiolitis, dan pneumonia.
Salah satu keluhan yang diderita pasien adalah adanya batuk dan pilek yang
berlangsung sejak 3 hari SMRS. Batuk tidak disertai dahak dan suara yag menjadi serak. Dari
pemeriksaan fisik paru didapati suara nafas vesikuler pada kedua lapang paru, tidak ada rhonki
dan wheezing. Gejala yang ditimbulkan pada pasien tersebut sesuai dengan manifestasi klinis
yang ditimbulkan pada pasien rhnitis dan bronkhitis akut yang termasuk dalam ISPA.5,6
Antropometri
Dari pemeriksaan antropometri berdasarkan kurva WHO didapati:
1. BB/U = 0 – (-2)
2. TB/U = 0 – (-2)
3. BB/TB = -1 – (-2)
4. LK/U = 0 – (-1)
Dari data tersebut berarti berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala pasien sesuai
dengan usianya, namun berat badan pasien tidak sesuai dengan tinggi badan pasien yang
menunjukkan status gizi pasien kurang.
Tatalaksana
Tatalaksana utama pada kasus kejang demam adalah mengatasi kejangnya terlebih
dahulu dengan pemberian antikonvulsan sesuai dosis, kemudian diberikan antipiretik untuk
mengatasi pencetus kejang. Pada saat kejang pasien dapat diberikan Diazepam stesolid per
rectal dengan dosis 5 mg suppositoria untuk berat badan kurang dari 12 kg, dan 10 mg untuk
berat badan lebih dari 12 kg. Pemberian dapat diulangi 1 kali lagi dengan jarak waktu
pemberian 5 menit.7 jika kejang timbul kembali maka penata laksanaan kejang berdasarkan
17
algoritma yang telah ditetapkan oleh IDAI. Berikut ini adalah algoritma penatalaksanaan
kejang:
18
Penatalaksanaan utama untuk insect bite adalah pemberian antihistamin untuk
mengurangi rasa gatal yang diderita pasien. Kemudian pemberian kortikosteroid topikal juga
dapat mengurangi reaksi hipersensitifitas terhadap serangga tersebut. Selain itu pemberian
terapi antibiotik topikal juga dapat menjegah terjadinya infeksi sekunder akibat lesi yang
terbuka karena garukan.10
Prognosis
Prognosis pada pasien ini adalah :
1. Ad vitam adalah dubia ada bonam karena dari pemeriksaan fisik kesadaran pasien
dalam keadaan kompos mentis dan dapat sembuh sempurna. Resiko kematian pada
pasien dengan kejang demam adalah hal yang sangat jarang terjadi meskipun pada anak
dengan resiko tinggi.
2. Ad fungsionam adalah dubia ada bonam karena aktivitas pasien akan segera membaik
yaitu dapat berkomunikasi dan dapat bermain aktif.
3. Ad sanationam adalah dubia ada bonam karena anak dengan kejang demam memiliki
kemungkinan 30 – 50% mengalami kejang demam berulang.
DAFTAR PUSTAKA
1. Konsensus penatalaksanaan kejang demam. IDAI. 2006.
2. Buku standar pelayanan medis kesehatan anak. Departemen ilmu kesehatan anak FK
Unhas. 2015.
3. Prober CG. Central nervous system infection. Dalam : Kliegman RM, Santon BM,
Geme J, Schor N, Behrman RE, penyunting. Nelson’s textbook of pediatrics. Edisi ke
– 19. Philadelphia: elsevier Saunders; 2011.
4. Fisher RS. Acevedo C, Arzimanoglou A, Bogacz A, cross JH, elger CE, et al. ILAE
official report: a practical clinical definition of epilepsy. Epilepsia. 2014 Apr;
55(4):457-82.
5. Naning R, Triasih R, Setyati A. Rhinitis. Dalam : Rahajoe NN, Supriyatno B,
Setyanto DB, penyinting. Buku ajar respirologi anak. Edisi I cetkan 2. Jakarta : Badan
Penerbit IDAI. 2010.
6. Naning R, Ismangoen H, Setyati A. Bronkitis akut. Dalam : Rahajoe NN, Supriyatno
B, Setyanto DB, penyinting. Buku ajar respirologi anak. Edisi I cetkan 2. Jakarta :
Badan Penerbit IDAI. 2010.
19
7. Setyabudhy, Mangunatmaja I. Dalam : Pudjiadi AH, Latief A, Budiwardhana N. Buku
ajar Pediatri Gawat Darurat. Badan penerbit IDAI. 2011. H.29-36.
8. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI, penyunting. Buku ajar Infeksi
dan Pediatri Tropis. Ed 2. Jakarta. Badan penerbit IDAI. h.322-30.
9. Guerra LC, Moreno MCF, Chozas JML, dan Bolanos RF. Electrolytes disturbances and
seizures. Dalam: Epilepsia. Department of Internal Medicine Hospital de la Merced,
Spain. 2006, 47(12): 1990-1998.
10. Karmen. Insect bites. [online]. 2006. [diakses pada tanggal 2 Maret 2018], dari URL :
http://www.fkuii.insectbites7.
11. Instalasi gizi RSCM dan Asosiasi Dietisien Indonesia. 2006. Penuntun Diet. Jakarta :
Gramedia.
20