Anda di halaman 1dari 18

REFERAT

MASTOIDITIS

Pembimbing :
dr. Nurlina, Sp. THT-KL

Disusun oleh :
Abednego Tri Novrianto
112016331

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG TENGGOROK
RSUD CIAWI
PERIODE 19 MARET – 21 APRIL 2018
FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA JAKARTA
LEMBAR PENGESAHAN

Referat dengan judul :


Mastoiditis

Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan di RSUD Ciawi
periode 19 Maret 2018 – 21 April 2108

Disusun oleh :
Abednego Tri Novrianto / 112016331

Telah diterima dan disetujui oleh dr. Nurlina, Sp. THT-KL selaku dokter pembimbing
Departemen THT RSUD Ciawi.

Ciawi, April 2018

…………………………
dr. Nurlina, Sp. THT-KL

2
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
menolong dan memberkati penulis dalam menyelesaikan referat ini. Tanpa pertolongan-Nya
mungkin penulis tidak akan sanggup menyelesaikan dengan baik.
Referat ini disusun untuk memenuhi tugas kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Telinga Hidung
Tenggorokan di RSUD Ciawi. Selain itu, penulisan referat ini juga bertujuan agar menambah
ilmu dan wawasan mengenai mastoiditis bagi para pembacanya.
Dalam penulisan referat ini, Kami banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terima kasih kepada dr. Nurlina,
Sp. THT-KL selaku pembimbing, atas arahan dan bimbingan dalam penyusunan referat ini.
Akhir kata, penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, baik dari pemikiran,
pengetahuan, penyusunan bahasa, maupun sistematika. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
bersifat membangun dari semua pihak yang membaca referat ini sangat diharapkan guna
menjadi pelajaran bagi penyususn dalam menyusun referat di waktu yang akan datang. Dan
semoga referat ini dapat bermanfaat bagi semua yang membacanya.

Ciawi, April 2018

Penulis

3
DAFTAR ISI

Halaman judul ........................................................................................................................... 1


Lembar pengesahan .................................................................................................................. 2
Kata pengantar .......................................................................................................................... 3
Daftar isi ................................................................................................................................... 4
BAB I PENDAHULUAN ......................................................................................................... 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi telinga ..................................................................... ........................................6
2.2 Mastoiditis .....................................................................................................................9
2.3 Etiologi ..........................................................................................................................9
2.4 Epidemiologi ...............................................................................................................10
2.5 Patofisiologi .................................................................................................................10
2.6 Klasifikasi ....................................................................................................................12
2.7 Gejala klinis ................................................................................................................13
2.8 Diagnosis .....................................................................................................................13
2.9 Tatalaksana ..................................................................................................................15
2.10 Komplikasi ................................................................................................................16
2.11 Prognosis ...................................................................................................................16

BAB III KESIMPULAN ..........................................................................................................17


DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................................18

4
BAB I
PENDAHULUAN

Mastoiditis adalah proses peradangan yang melibatkan sel-sel mastoid pada tulang
temporal. Mastoiditis umumnya merupakan komplikasi dari otitis media. Hal ini dikarenakan
karena adanya hubungan antara telinga tengah dan sel-sel udara mastoid, inflamasi pada telinga
tengah juga dapat mempengaruhi mastoid. Kedua peradangan ini dapat di anggap aktif atau
inaktif. Aktif merujuk pada adanya infeksi dengen pengeluaran sekresi telinga atau otorrhea
akibat perubahan patologi dasar seperti kolesteatoma atau jaringan granulasi. Inaktif merujuk
pada sekuele dari infeksi aktif terdahulu, dengan begitu tidak ada otorrhea. 1,2
Insidensi tertinggi mastoiditis terjadi pada negara berkembang dan pada anak kecil.
Kebanyakan pasien berumur < 2 tahun, dengan umur rata-rata yaitu 12 bulan. Namun,
mastoiditis dapat terjadi pada umur berapun. Menurut penelitian insidensi mastoiditis pada
anak meningkat dikarenakan kurangnya atau tidak efektifnya terapi antibiotik pada saat episode
otitis media akut. Namun, insidensi berkurang setelah era antibiotik mulai berkembang.1,3
Mastoiditis bisa akut maupun kronik. Mastoiditis akut biasanya merupakan komplikasi
otitis media akut, sedangkan mastoiditis kronik dihubungkan dengan kolesteatoma.
Komplikasi mastoiditis dapat melibatkan langsung struktur disekitarnya, seperti telinga dalam,
nervus fasialis, bagian lain tulang temporal, maupun otak. Komplikasi tersebut dapat
meningkatkan morbiditas pasien.1,4

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi telinga

Gambar 1. Anatomi Telinga

Secara anatomi telinga dibagi menjadi tiga bagian yaitu telinga luar, tengah dan dalam.
1. Telinga Luar
Telinga luar terdiri dari daun telinga dan liang telinga sampai membran timpani.
Daun telinga terdiri dari tulang rawan elastin dan kulit. Liang telinga berbentuk huruf
S, dengan rangka tulang rawan pada sepertiga bagian luar, sedangkan dua pertiga
bagian dalam rangkanya terdiri dari tulang. Panjangnya kira-kira 2,5 – 3 cm.
Pada sepertiga bagian luar kulit telinga terdapat banyak kelenjar serumen dan
rambut. Kelenjar keringat terdapat pada seluruh liang telinga. Pada duapertiga bagian
dalam hanya sedikit dijumpai kelenjar serumen.

2. Telinga tengah
Telinga tengah berbentuk kubus yang terdiri dari :
 Membran timpani yaitu membran fibrosa tipis yang berwarna kelabu mutiara.
Berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan terlihat oblik

6
terhadap sumbu liang telinga. Membran timpani dibagi ats 2 bagian yaitu bagian
atas disebut pars flasida (membrane sharpnell) dimana lapisan luar merupakan
lanjutan epitel kulit liang telinga sedangkan lapisan dalam dilapisi oleh sel kubus
bersilia, dan pars tensa merupakan bagian yang tegang dan memiliki satu lapis lagi
ditengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin.
 Tulang pendengaran yang terdiri dari maleus, inkus dan stapes. Tulang
pendengaran ini dalam telinga tengah saling berhubungan.
 Tuba eustachius, yang menghubungkan rongga telinga tengah dengan nasofaring.

3. Telinga dalam

Gambar 2. Anatomi Telinga Dalam

Telinga dalam terdiri dari koklea (rumah siput) yang berupa dua setengah
lingkaran dan vestibuler yang terdiri dari 3 buah kanalis semisirkularis. Ujung atau
puncak koklea disebut helikotrema, menghubungkan perilimfa skala timpani dengan
skala vestibuli.
Kanalis semisirkularis saling berhubungan secara tidak lengkap dan membentuk
lingkaran yang tidak lengkap. Pada irisan melintang koklea tampak skala vestibule
sebelah atas, skala timpani sebelah bawah dan skala media (duktus koklearis)
diantaranya. Skala vestibule dan skala timpani berisi perilimfa sedangkan skala
media berisi endolimfa. Ion dan garam yang terdapat di perilimfa berbeda dengan
endolimfa. Dimana cairan perilimfe tinggi akan natrium dan rendah kalium, sedangkan
endolimfe tinggi akan kalium dan rendah natrium. Hal ini penting untuk pendengaran.
Dasar skala vestibuli disebut sebagai membran vestibuli (Reissner’s Membrane)

7
sedangkan skala media adalah membran basalis. Pada membran ini terletak organ corti
yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer
pendengaran. Organ corti terdiri dari satu baris sel rambut dalam (3000) dan tiga baris
sel rambut luar (12000). Sel-sel ini menggantung lewat lubang-lubang lengan
horizontal dari suatu jungkat jangkit yang dibentuk oleh sel-sel penyokong. Ujung saraf
aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut. Pada permukaan sel-sel
rambut terdapat stereosilia yang melekat pada suatu selubung di atasnya yang
cenderung datar, bersifat gelatinosa dan aselular, dikenal sebagai membrane tektoria.
Membran tektoria disekresi dan disokong oleh suatu panggung yang terletak di medial
disebut sebagai limbus.

Gambar 3. Potongan melintang koklea

Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk lidah yang diebut membrane
tektoria, dan pada membran basal melekat sel rambut yang terdiri dari sel rambut dalam,
sel rambut luar dan kanalis Corti, yang membentuk organ Corti.

Tulang Mastoid
Tulang mastoid adalah tulang keras yang terletak di belakang telinga, didalamnya
terdapat rongga seperti sarang lebah yang berisi udara. Rongga-rongga udara ini ( air cells )
terhubung dengan rongga besar yang disebut antrum mastoid.
Kegunaan air cells ini adalah sebagai udara cadangan yang membantu pergerakan
normal dari gendang telinga, namun demikian hubungannnya dengan rongga telinga tengah

8
juga bisa mengakibatkan perluasan infeksi dari telinga tengah ke tulang mastoid yang disebut
sebagai mastoiditis.

Gambar 4. Tulang mastoid

Struktur didalam tulang Mastoid : antrum mastoid ( rongga di belakang epitimpani/


atik). Aditus ad antrum adalah saluran yang menghubungkan antrum dengan epitimpani.
Lempeng dura (dura plate ) adalah lempeng tips yang keras dibanding tulang sekitarnya yang
membatasi rongga mastoid dengan sinus lateralis. Sudut sinodura adalah sudut yang dibentuk
oleh pertemuan duramater fosa media dan fosa posterior otak dengan sinus lateral di posterior.
Sudut ini ditemukan dengan membuang sebersih-bersihnya sel-sel pneumatisasi mastoid di
bagia posterior inferior lempeng dura dan postero superior lepeng sinus. Sudut keras/ solid
angel / hard angel adalah penulangan yang keras sekali yang dibentuk oleh pertemuan 3 kanalis
semisirkularis. Segitiga trautmann adalah daerah yang terletak di balik antrum yang dibatasi
oleh sinus sigmoid, sinus lateral ( sinus petrosus superior), dan tulang labirin. Batas medialnya
adalah lempeng dura fosa posterior.

2.2 MASTOIDITIS
Mastoiditis adalah proses peradangan yang melibatkan sel-sel mastoid pada tulang
temporal. Rongga telinga tengah dan rongga mastoid berhubungan langsung melalui aditus ad
antrum. Oleh karena itu infeksi kronis telinga tengah yang sudah berlangsung lama bisanya
disertai infeksi kronis di rongga mastoid. Infeksi rongga mastoid dikenal dengan mastoiditis.
Beberapa ahli menggolongkan mastoiditis ke dalam komplikasi OMSK.

2.3 Etiologi

Mastoiditis merupakan hasil dari infeksi yang lama pada telinga tengah, bakteri yang
didapat pada mastoiditis biasanya sama dengan bakteri yang didapat pada infeksi telinga
9
tengah. Bakteri gram negative dan Streptococcus aureus adalah beberapa bakteri yang paling
sering didapatkan pada infeksi ini.
Selain itu kurang dalam menjaga kebersihan pada telinga seperti masuknya air ke dalam
telinga serta bakteri yang masuk dan bersarang yang kemudian dapat menyebabkan infeksi
traktus respiratorius. Pada pemeriksaan telinga akan menunjukkan bahwa terdapat pus yang
berbau busuk akibat infeksi traktus respiratorius.
Beberapa hal yang mempengaruhi berat dan ringannya penyakit adalah faktor tubuh penderita
(imunitas) dan faktor dari bakteri itu sendiri. Dapat dilihat dari angka kejadian anak-anak yang
biasanya berumur di bawah dua tahun, pada usia inilah imunitas belum baik. Beberapa faktor
lainnya seperti bentuk tulang, dan jarak antar organ juga dapat menyebabkan timbulnya
penyakit. Faktor-faktor dari bakteri sendiri adalah, lapisan pelindung pada dinding
bakteri, pertahanan terhadap antibiotic dan kekuatan penetrasi bakteri terhadap jaringan keras
dan lunak dapat berperan pada berat dan ringannya penyakit.

2.4 Epidemiologi

Negara-negara berkembang dan negara-negara di mana AOM tidak diobati dengan


antibiotik memiliki peningkatan insiden mastoiditis, mungkin dihasilkan dari otitis media yang
tidak diobati. Sebagai contoh, insiden mastoiditis akut di Belanda, yang memiliki tingkat
peresepan antibiotik rendah untuk AOM, dilaporkan terdapat 3,8 kasus per 100.000 orang per
tahun. Di semua negara lain dengan tingkat peresepan antibiotik tinggi, kejadian ini jauh lebih
rendah dari pada ini, yaitu 1,2-2 kasus per 100.000 orang per tahun.5
Insidensi tertinggi mastoiditis terjadi pada negara berkembang dan pada anak kecil.
Kebanyakan pasien berumur < 2 tahun, dengan umur rata-rata yaitu 12 bulan. Namun,
mastoiditis dapat terjadi pada umur berapun.

2.5 Patofisiologi

Mastoiditis akut umumnya merupakan komplikasi dari otitis media. Hal ini dikarenakan
karena adanya hubungan antara telinga tengah dan sel-sel udara mastoid, inflamasi pada telinga
tengah juga dapat mempengaruhi mastoid. Jika infeksi pada telinga tengah berlanjut, pada
mastoid akan terjadi akumulasi purulen.1
Penyumbatan antrum oleh inflamasi mukosa menimbulkan infeksi dari sel-sel udara
dengan cara menghambat aliran dan dengan menghalangi aliran udara kembali dari sisi telinga
tengah. Mastoiditis dapat menembus antrum dan meluas kestruktur sekitarnya seperti

10
meningens, sinus sigmoid, otot sternokleidomastoid, arteri karotis interna, vena jugular, dan
otak. Hal tersebutlah yang menyebabkan tingginya morbiditas mastoiditis dan menjadi
penyakit yang dapat mengancam nyawa.4
Berdasarkan progresivitasnya, mastoiditis terbagi menjadi 5 tahap yaitu :1,4
Tahap 1 - Hiperemis pada lapisan mukosa sel-sel udara mastoid
Tahap 2 - Transudasi dan eksudasi cairan dan / atau nanah dalam sel.
Tahap 3 - Nekrosis tulang yang disebabkan oleh hilangnya vaskularisasi dari septa
Tahap 4 - Hilangnya dinding sel dengan peleburan ke dalam rongga abses
Tahap 5 - Perpanjangan proses inflamasi ke daerah-daerah berdekatan
Infeksi akut yang menetap pada sel udara mastoid dapat meluas melalui venous channels,
yang menyebabkan inflamasi pada periosteum / osteotis, yang akan merusak trabekula tulang
yang membentuk sel-sel mastoid, pada kondisi ini disebut mastoiditis koalesen. Mastoiditis
koalesen pada dasarnya merupakan suatu empiema pada tulang temporal. Pus yang dihasilkan
mungkin mengalir melalui rute : (1) penyaluran melalui antrum secara alami yang
menghasilkan penyembuhan spontan, (2) ke lateral hingga ke permukaan prosesus mastoideus,
yang menyebabkan abses subperiosteal, (3) secara anterior, membentuk abses di belakang daun
telinga atau diantara otot sternokleidomastoid dari leher, yang menghasilkan abses Bezold , (4)
secara medial ke sel udara petrous pada tulang temporal, yamg disebut petrositis, dan (5)
posterior ke tulang oksipital , yang menyebabkan osteomielitis dari kalvaria atau abses Citelli.6
Mastoiditis kronik umunya merupakan komplikasi dari otitis media kronik atau inadekuat
terapi dari mastoiditis akut. Membran timpani yang nonintak akan menyebabkan spesies
mikroba di meatus akustikus eksternal menuju telinga tengah, dan pada akhirnya mastoid.
Organisme ini menyebabkan inflamasi yang menetap yang biasanya tidak dapat diatasi agen
terapeutik konvensional pada otitis media akut.7

Gram negative :
proteus,
pseudomonas spp
Gram positif : Bakterioides spp
E colli,
S pyogenes dan
kuman anaerob
S. aureus

Timbul Infeksi pada telinga

Eksogen infeksi dari Rinogen dari


luar melalui penyakit ronggga Endogen alergi,DM,
perforasi membrane hidung dan TBC paru
tympani sekitarnya

11
Peradangan pada Mastoid

Mastoiditis

Timbul suara Kemerahan pada Keluarnya pus


Nyeri
denging mastoid

Cemas Hiperemi pus


Gangguan rasa
nyaman Nyeri
Gangguan Kerusakan Otolitis
pendengaran jaringan/dikontinuitas
jaringan

Gangguan
Komunikasi

Penurunan
kepercayaan diri

2.6 Klasifikasi

Mastoiditis terbagi atas akut, dan kronik, yakni :1,4


1. Mastoiditis akut , terbagi atas :
a. Mastoiditis akut dengan periosteitis (mastoiditis insipient), dengan karakteristik
purulen pada rongga mastoid.
b. Mastoiditis koalesen (Mastoiditis akut osteotis), dengan karakteristik hilangnya
septa tulang antara sel-sel udara mastoid. Keadaan ini dapat menyebabkan
terbentuknya ruang abses dan diseksi pus kedaerah sekitarnya.
2. Mastoiditis kronik, merupakan infeksi supuratif sel-sel udara mastoid yang
berlangsung selama hitungan bulan hingga tahun. Mastoiditis kronik umumnya
berhubungan dengan otitis media supuratif kronik dan, khususnya denga pembentukan
kolesteatoma.

12
2.7 Gejala klinis

Gejala klinis bervariasi tergantung umur dan tahap infeksi. Riwayat Otorrhea yang menetap
lebih dari 3 minggu biasanya merupakan pertanda proses keterlibatan mastoid. Umumnya
otorrhea bersifat purulen atau mukoid.1,2
Demam biasanya tinggi, berhubungan dengan otitis media akut.Nyeri pada telinga yang
biasanya memberat saat malam hari. Nyeri yang menetap merupakan pertanda dari penyakit
mastoid. Hal ini sangat sulit dinilai pada pasien yang masih sangat muda. Nyeri juga dirasakan
pasien pada kepala. Hilangnya pendengaran biasanya terjadi pada semua proses yang
melibatkan telinga tengah.1
Pada bayi, perhatikan setiap riwayat nonspesifik dari infeksi yang konsisten, seperti
tidak mau makan, demam, iritabilitas, atau diare. 4
Gejala demam biasanya hilang dan timbul, hal ini disebabkan infeksi telinga tengah
sebelumnya dan pemberian antibiotik pada awal-awal perjalanan penyakit. Jika demam tetap
dirasakan setelah pemberian antibiotik maka kecurigaan pada infeksi mastoid lebih besar.
Keluhan nyeri dirasakan cenderung menetap dan berdenyut. Gangguan pendengaran dapat
timbul atau tidak bergantung pada besarnya kompleks mastoid akibat infeksi. Jika tidak diobati
dapat terjadi ketulian yang berkembang secara progresif, sepsis, meningitis, abses otak atau
kematian.
Membran timpani menonjol keluar, dinding posterior kanalis menggantung, pembengkakan
post aurikula mendorong pinna keluar dan ke depan, dan nyeri tekan pada mastoid, terutama
di posterior dan sedikit di atas liang telinga (segitiga Macewen).
Di dalam tulang juga bisa terbentuk abses. Biasanya gejala muncul dalam waktu 2 minggu atau
lebih setelah otitis media akut, dimana penyebaran infeksi telah merusak bagian dalam dari
prosesus mastoideus.

2.8 Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik maupun pemeriksaan


penunjang. Pada anamnesis ditemukan adanya keluhan seperti keluarnya cairan dari telinga,
demam, nyeri pada telinga, hilangnya pendengaran. Pada pemeriksaan fisik ditemukan
eritema/kemerahan dan lunak pada belakang daun telinga, dan abnormalitas dari membrane
timpani. Pada anak lebih dari 2 tahun, pinna biasanya deviasi upward dan outward, dikarenakan
oleh proses inflamasi yang biasanya berkumpul pada prosesus mastoideus.1,7

13
Pada pemeriksaan otoskopi membran timpani biasanya merah, menonjol, dan
berkurangnya mobilitas, tetapi bisa normal pada 10 % kasus. Pada mastoiditis kronik,
membrane timpani perforasi, kemerahan, edema, dan sensitive pada retroaurikular.7
Pada pemeriksaan otosmikroskopik dilakukukan untuk mengevaluasi dari otorrhea
yang kronik. Prosedur ini membutuhkan anestesi umum, dengan keuntungan mendeteksi
kolesteatoma, retraction pocket, jaringan granulasi, polip, atau benda asing. Sebuah spesimen
dari telinga tengah tanpa adanya kontaminasi dari meatus akustikus eksterna akan dilakukan
pemeriksaan gram, pewarnaan tahan asam, kultur aerob/anaerob. Biopsi dilakukan jika
terdapat kecurigaan rabdomiosarkoma , neuroblastoma yang dapat bermanifestasi seperti otitis
media supuratif kronik atau mastoiditis kronik, yang biasanya berhubungan dengan lumpuhnya
saraf kranial. Dengan CT scan bisa dilihat bahwa sel-sel udara dalam prosesus mastoideus terisi
oleh cairan (dalam keadaan normal terisi oleh udara) dan melebar. Contoh cairan dari telinga
dibiakkan di laboratorium untuk mengetahui organisme penyebabnya.

Gambar 7. Mastoiditis Gambar 8. CT scan mastoiditis


Pemeriksaan radiologis pada mastoiditis koalesens mengungkapkan adanya opasifikasi
sel-sel udara mastoid oleh cairan dan hilangnya trabekulasi normal dari sel-sel tersebut.
Hilangnya kontur masing-masing sel, membedakan temuan ini dengan temuan pada otitis
media serosa di mana kontur sel tetap utuh.
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang
menelantarkan otitis media akut yang dideritanya. Penyakit ini agaknya berkaitan dengan
virulensi dari organisme penyebab. Organisme penyebab yang lazim adalah sama dengan
penyebab otitis media akut.

14
2.9 Tatalaksana
1. Terapi Medikamentosa6
a. Indikasi :
 Tidak adanya gambaran keterlibatan intracranial
 Tidak adanya fluktuasi postaurikular
 Tidak adanya tanda pada CT-scan yang menunjukkan desktruksi dari sel
udara mastoid.
 Otitis media supuratif tipe jinak dan tanpa kolesteatoma
b. Metode
Pemberian antibiotik parenteral berdasarkan hasil kultur dan
sensitivitas. Pemerikasaan gram dapat menentukan terapi empirik antimikroba.
Antibiotiknya yaitu Sefalosforin generasi III ( contoh cefotaxime) dan
metronidazol. Antibiotik diberikan secara intravena 1gr12 jam pada dewasa dan
setengahnya pada anak-anak.

2. Terapi operasi6
a. Indikasi :
 Komplikasi intrakranial
 Adanya fluktuasi postauricular dan abses subperiosteal.
 Mastoiditisakut koalesen
 Kegagalan terapi medikamentosa dengan antibiotik adekuat selama 48
-72 jam.
 Otorrhea yang menetap lebih dari 2 minggu walaupun dengan
antibiotik yang adekuat
 Kolesteatoma
b. Metode
Prosedur invasive minimal:
 Insisi dan drainase dari abses mastoid
 Miringiotomi
Operasi defenitif : Open mastoidektomy ( terdapat kolesteatoma), cortical
mastoidektomy ( tidak terdapat kolesteatoma).

15
2.10 Komplikasi

Komplikasi dari mastoiditis, yaitu :1,2,4


 Hilangnya pendengaran
 Facial nerve palsy
 Cranial nerve involvement
 Osteomielitis
 Petrositis
 Labirinitis
 Gradenigo syndrome - Otitis media, nyeri retro-orbital , dan kelumpuhan nervus
abdusen
 Intracranial extension - Meningitis, abses serebral, abses epidural, empiema
subdural
 Trombosis sinus sigmoid
 Terbentuknya abses :
 Citelli abscess: abses yang meluas ke tulang oksipital.
 Abses subperiosteal : abses antara periosteum dab tulang mastoid, yang
menghasilkan gambaran khas telinga yang menonjol/protrude.
 Bezold's abscess : abses jaringan lunak sepanjang sternomastoid sheath; Bezold
abscesses merupakan komplikasi yang sangat jarang dan biasanya ditemukan pada
orang dewasa dengan well-pneumatized mastoid tip.

2.11 Prognosis

Perkiraan banyak pasien dengan acute surgical mastoiditis dapat kembali sempurna
jika tidak terdapat keterlibatan nervus fasialis, vestibulum, dan struktur intracranial tidak
terlibat.

16
BAB III
KESIMPULAN

Mastoiditis adalah suatu infeksi bakteri pada prosesus mastoideus (tulang yang menonjol
dibelakang telinga). Mastoiditis marupakan peradangan kronik yang mengenai rongga mastoid
dan komplikasi dari otitis media kronis. Lapisan epitel dari telinga tengah adalah sambungan
dari lapisan epitel sel – sel mastoid udara yang melekat ditulang temporal.
Mastoiditis dapat terjadi pada pasien-pasien imunosupresi atau mereka yang
menelantarkan otitis media akut yang dideritanya.
Komplikasi penyakit otitis media dan mastoiditis (akut dan kronik) dapat melibatkan
perubahan-perubahan langsung dalam telinga tengah dan mastoid, atau infeksi sekunder pada
struktur di sekitarnya.

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Devan PP, et al. 2013. Mastoiditis. Available from


http://emedicine.medscape.com/article/2056657-overview#aw2aab6b2b4
[cited : 2 April 2018]
2. Adams G, et al.2012. Boeis : Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Hal107-115.
3. Beito B, Perez G. 2006. Acute mastoiditis: Increase of incidence and controversies in
antibiotic treatment. Available from http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17235402
[Cited : 2 April 2018]
4. Brook Itzhak, et al. 2014. Pediatric mastoiditis. Available from
http://emedicine.medscape.com/article/966099-overview#a0104
[Cited : 2 April 2018]
5. Brook, Itzhak. Mastoiditis. 2010. Diunduh dari
(http://emedicine.medscape.com/article/966099-overview)
6. James A. Pfaff and Gregory P. Moore. 2014. Mastoiditis in Rosen's Emergency
Medicine , Eighth Edition. Chapter 72.
7. Ellen R. Wald and James H. Conway. 2012. Mastoiditis in Principles and Practice of
Pediatric Infectious Diseases Fourth Edition. Chapter 31, p. 222-27.

18

Anda mungkin juga menyukai