Responsibilitas adalah bagaimana tindakan atau respon dari seorang pelayan
publik kepada masyarakatnya yang mana sudah menjadi tanggung jawabnya sebagai pelayan publik.
Menurut Spiro. Responsibility in Government (1969) (dalam
Taliziduhu buku Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru). 2011:116) “ responsibilitas sebagai, pertama, accountability (perhitungan laporan pelaksanaan tugas) yang disampaikan kepada atasan atau pemberi tugas (misalnya mandator) oleh bawahan atau yang diberi kuasa (misalnya mandataris) dalam batas-batas kekuasaan (tugas) yang diterimanya. Kedua, sebagai obligation (kewajiban) yaitu tanggung jawab seorang pejabat pemerintahan dihubungkan sebagai pelaku pemerintahan. Dalam hubungan ini ada empat aspek (dimensi) obligation:
1. Nobless oblige, yaitu the moral obligation of the rich or highborn to
display honorable or charitable conduct. Ungkapan ini diungkapkan pada pemerintah dengan mengganti nilai rich dan highborn dengan power dan rank (position). Dengan demikian pemerintah wajib menjunjung tinggi kehormatan dan nama baik seutuhnya di dalam masyarakat. 2. Wajib membedakan mana jabatan dan mana pribadi, dan tidak boleh mencampuradukkan keduanya. Seorang pejabat publik seharusnya tidak memegang kedudukan privat (misalnya, yayasan, olah raga, perusahaan) apapun di dalam masyarakat dengan alasan apapun. Uang masyarakat mengalir masuk, karena takut atau demi KKN, tetapi tanpa kontrol masyarakat dan rakyat. 3. Wajib menanggung segala akibat atau risiko jabatannya sebagai pelaku pemerintahan. 4. Wajib menepati, menunaikan dan memenuhi janjinya sebagai pelaku pemerintahan antara dirinya dengan pihak terkait. Ketiga, responsibility sebagai cause. Cause adalah faktor yang menggerakan seorang pejabat untuk melakukan sesuatu tindakan atau mengambil keputusan berdasarkan kehendak bebas (free will, free choice). Sekali seseorang mejauhkan pilihan dan memegangnya sebagai pendirian, ia wajib menanggung segala konsekuensinya. Hal ini mengandung arti yang dalam dan menjadi sasaran kajian filsafat (Filsafat Pemerintahan).
Responsibility atau responsibilitas suatu ukuran dimana seberapa jauh
proses pemberian pelayanan publik kepada masyarakat. Dalam melakukan pelayanan publik itu sendiri tidak melanggar ketentuan ketentuan yang telah di tetapkan serta dilakukan sesuai aturan – aturan yang ada dan juga bisa di pertanggung jawabkan dan juga tidak melanggar aturan sistem yang ada atau telah ditetapkan. Definisi ini selaras dengan Lenvin ne (1998) dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005;175), yaitu Responsibility atau responsibilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan seberapa jauh proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan tanpa melanggar ketentuan – ketentuan yang telah ditetapkan.
Maka Berdasarkan pemaparan diatas yang mana responsibility atau
responsibiitas mencakup dalam tiga hal yaitu accountability, obligatian serta responsibility sebagai cause hal ini merupakan tiga hal yang penting dalam melakukan pelayanan kepada masyarakat supaya dalam melakukan pelayanan bisa lebih baik dan dapat di tanggung jawabkan serta tidak melanggar ketentuan- ketentuan yang sudah ada dalam pelayanannya.
Sedangkan Terry L Cooper (1998) Dalam The Responsible
Administrator : an approach to ethics for the administrative role. United State : Jossey Bay. ( hal 66 ), mengemukakan bahwa responsibilitas adalah kunci dari konsep pengembangan etika dalam peranan administrasi. Dua jenis responsibilitas yang dapat ditemukan adalah terkadang disebut sebagai responsibilitas subjektif dan responsibilitas objektif. Responsibilitas obyektif harus dilakukan dengan tuntutan dari luar diri kita, sedangkan responsibilitas subjektif yaitu terfokus pada hal-hal yang membuat seseorang merasa bertanggung jawab.
Responsibility atau responsibilitas suatu ukuran yang menunjukkan seberapa
proses pemberian pelayanan publik itu dilakukan dengan tidak melanggar ketentuan‐ketentuan yang telah ditetapkan. Dalam artian responsibilitas menjelaskan apakah birokrasi publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip- prinsip administrasi yang benar dengan kebijakan birokrasi, baik yang eksplisit maupun implisit.
Selanjutnya Fridrich (Widodo 2001: 149), Responsibilty atau
responsibilitas merupakan konsep yang berkenaan dengan standar profesional atau kompetisi teknis yang dimiliki administrator (birokrasi publik) dalam menjalankan tugasnya. Birokrasi publik dinilai responsibel (responsible) jika pelakunya memiliki standar profesionalisme atau kompetensi teknis yang tinggi.
Maka berdasarkan pemaparan diatas dimana juga responsibility atau
responsibilitas merupakan kata kunci dari dari perananan administrasi. Hal ini sangat berhubungan jika di lihat dari segi administrasi dimana responsibilitas juga merupakan standar dari profesionalitas yang harus dimiliki administrator dalam pelayananan sangat dibutuhkan agar pelayan publik dapat melakukan tugas dengan baik dalam pelayanan publik.
Menurut Agus Dwiyanto (2014) dalam Mewujudkan Good
Governance melalui pelayanan publik (hal 143-144), Responsibilitas merupakan standar dalam pengukuran kualitas dari sebuah pelayanan publik, sebagaimana dalam) menyebutkan bahwa untuk menilai kualitas pelayanan publik itu sendiri, terdapat sejumlah indikator yang dapat digunakan. Proposisi dari beberapa konsep para ahli di atas adalah bahwa jika responsibiltas suatu pemberian pelayanan yang baik dari para birokrat kepada masyarakat untuk memperoleh feedback atau umpan balik dari masyarakat terhadap penilaian keberhasilan suatu responsibilitas sebagai indikator pelayanan publik.
Maka, masyarakat akan sangat terpenuhi dalam hal kebutuhannya, khususnya
untuk masalah administrasinya. Misalnya, jika kebutuhan masyarakat yang dapat dipenuhi oleh para birokrat sangat baik dan masyarakt juga merasa sesuai dengan keinginannya, maka nilai responsibilitas dari para pemberi layanan akan besar dan dianggap berhasil untuk menilai keberhasilan dari pelayanan publik itu sendiri. Responsibilitas mampu menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan pelayanan publik itu dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan instansi, baik yang eksplisit maupun implisit. Oleh sebab itu, responsibilitas bisa saja pada suatu ketika berbenturan dengan responsivitas.
2. Responsivitas
Responsivitas merupakan inisiatif dan tanggung jawab dari penyelenggara
pelayanan publik dalam memahami dan memenuhi kebutuhan dari penerima pelayanan publik.
Menurut Zeitmal Parasuraman & Berry, dalam buku Delivering Quality
Service (1990) yang dikutip oleh James, A.F & Mona (1994 :190) mengemukaan bahwa responsivitas merupakan salah satu instrument yang cukup penting dalam mengukur kinerja suatu organisasi, termasuk di dalamnya adalah organisasi publik. Dari pengukuran kinerja tersebut akan diketahui juga kualitas layanan yang diberikan, sebagaimana disampaikan “service quality is a complecs topic, as seen by the need for a definition containing five deminsions :tengibel, reability, responsiveness, assurance and empaty.” Kualitas pelayanan adalah hal yang kompleks, hal itu dilihat dari keinginan untuk mendefinisikan lima demensi yaitu ketampakan fisik (tengibel), rebilitas (reability), daya tanggap/responsivitas (responsiveness), kepercayaan (assurance) and ikut merasakan (empaty)”. Selanjutnya dikemukakan pengertian responsivitas menurut Zeitmal Parasuraman & Berry, dalam buku Delivering Quality Service (1990) yang dikutip oleh James,A.F & Mona, (1994 : 190) adalah sebagai berikut : Responsiveness, the willingness to help costumers and to provide prompt service. Keeping costumers waiting, particularly for no apparent reason, creates unnecessary negative perception of quality. In the event of a service failure, the ability recover quickly with professionalism can create very positive perception of quality.
Responsivitas atau daya tanggap adalah kerelaan atau kemauan karyawan
untuk membantu konsumen dan menyelenggarakan pelayanan secara cepat dan tepat. Membuat konsumen menunggu, khususnya untuk alasan yang tidak jelas akan menimbulkan persepsi negative yang tidak perlu, terhadap kualitas. Kegagalan dan mengembalikan persepsi positif terhadap pelayanan. Osborne & Plastrik (1997) responsivitas adalah yang ditandai dengan keinginan melayani konsumen dengan cepat. Responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk rnengenal kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap birokasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi, serta tuntutan masyarakat Responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-program pelayan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek juga. Responsivitas birokrasi yang rendah juga banyak disebabkan oleh belum adanya pengembangan komunikasi eksternal secara nyata oleh jajaran birokrasi pelayanan. Indikasi nyata dari belum dikembangkannya komunikasi eksternal secara efektif oleh birokrasi terlihat pada masih besarnya gap yang terjadi. Gap terjadi merupakan gambaran pelayanan yang memperlihatkan hahwa belum ditemukan kesamaan persepsi antara harapan masyarakat dan birokrat terhadap kualitas pelayanan yang diberikan. Selanjutnya Lenvin ne (1998) dalam Ratminto dan Atik Septi Winarsih (2005;175), Responsiveness atau responsivitas yaitu mengukur daya tanggap provides terhadap harapan, keinginan dan aspirasi, serta tuntutan customers.
Menurut Hassel Nogi S. Tangkilisan (2005 : 177) Responsivitas
menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Responsivitas dimasukkan dalam salah satu indikator kinerja, karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dan kebutuhan masyarakat.
Agus Dwiyanto, 2006 dalam Reformasi Birokrasi Publik di
Indonesia. Responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap birokrasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan pengguna jasa.
Agus Dwiyanto mengemukakan bahwa indikator dari responsivitas adalah
sebagai berikut:
a. Terdapat tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama satu tahun terakhir
b. Sikap aparat birokrasi dalam merespon keluhan dari pengguna jasa
c. Penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan di masa mendatang.
d. Berbagai tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan pelayanan
kepada pengguna jasa
e. Penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan
yang berlaku.
Berdasarkan penjelasan dari para ahli di atas mengatakan bahwa
responsivitas sangat merujuk pada ketanggapan pelayanan publik yang dilakukan kepada masyarakat. Jika responsivitas sangat baik dari pelayanan yang diberikan, maka tingkat kepercayaannya juga besar kepada aparat birokrasi, sedangkan sebaliknya jika responsivitas yang diberikan rendah, maka tingkat kepercayaan masyarakat akan menurun. Karena dengan meningkatnya kepercayaan masyarakat terhadap indikator ini juga akan mampu memberikan penilaian terhadap keberhasilan dari prinsip good governance. Tuntutan dari masyarakat yang sangat kompleks dengan permasalahan yang sangat berbeda satu sama lain, jadi pemerintah dengan prinsip responsivitas itu sendiri bisa mengendalikan bahkan mengawasi semua tuntutan masyarakat dengan tingkat daya tanggap atau responsivitas dari aparat birokrat yang baik. Responsivitas adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat responsivitas disini menunjuk pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Responsivitas merupakan bentuk tanggapan dan kerelaan penyedia layanan dalam membantu memberikan pertolongan kepada masyarakat dalam bentuk pelayanan. Birokrasi dalam mendekatkan layanan terhadap masyarakat perlu upaya untuk mengenali apa saja kebutuhan masyarakat. Kemudian pengenalan kebutuhan masyarakat tersebut menjadi agenda penting bagi pemerintah unruk mengembangkan pemberian layanan, sehingga masyarakat dapat merasa puas. Responsivitas dimasukkan sebagai salah satu indikator kinerja karena responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan antara pelayanan dengan kebutuhan masyarakat. Hal tersebut jelas menunjukkan kegagalan organisasi dalam mewujudkan misi dan tujuan organisasi publik. Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya memiliki kinerja yang jelek pula. Jika dari kelima definisi diatas mengemukakan bahwa responsivitas merupakan kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program- program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Secara singkat dapat dikatakan bahwa responsivitas ini mengukur daya
tanggap birokrasi terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan pengguna jasa. Responsivitas sering dianggap sebagai salah satu dimensi kualitas pelayanan publik, dimana dalam responsivitas sendiri terdiri atas beberapa indikator, yaitu: a. Merespon setiap pelanggan/pemohon yang ingin mendapatkan pelayanan. Setiap orang pasti memiliki karakter yang berbeda-beda, maka dari itu petugas layanan juga harus tahu bagaimana bersikap dan berkomunikasi yang baik dan hangat. b. Petugas atau aparatur melakukan pelayanan dengan cepat yang dapat dilakukan meliputi kesigapan dan ketulusan petugas dalam menjawab pertanyaan atau permintaan masyarakat. c. Petugas atau aparatur melakukan pelayanan dengan tepat, yaitu jangan sampai terjadi kesalahan baik dalam hal pekerjaan atau pembicaraan. Artinya adalah pelayanan yang diberikan sesuai dengan keinginan atau kebutuhan masyarakat. d. Petugas atau aparatur melakukan dengan cermat, yaitu kecermatan dalam pemberian pelayanan perlu untuk diperhatikan supaya tidak terjadi kesalahan yang bisa merugikan masyarakat. Pelayanan dengan cermat ialah selalu fokus dan bersungguh-sungguh dalam melakukan penyampaian pelayanan kepada masyarakat. e. Petugas atau aparatur melakukan pelayanan dengan waktu yang tepat, artinya petugas harus memberikan pelayanan dengan kurun waktu yang sudah ditentukan dan juga berkaitan dengan waktu atas keluhan atau komplain dari masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan. f. Semua keluhan pelanggan direspon oleh petugas diartikan bahwa setiap kepala instansi penyelenggara pelayanan publik wajib menyelesaikan setiap laporan atau pengaduan atau keluhan masyarakat mengenai ketidakpuasan dalam pemberian pelayanan yang sesuai kewenangannya dilakukan supaya masyarakat memperoleh kepastian waktu pelayanan yang diterimanya.
ILMU PERUBAHAN DALAM 4 LANGKAH: Strategi dan teknik operasional untuk memahami bagaimana menghasilkan perubahan signifikan dalam hidup Anda dan mempertahankannya dari waktu ke waktu
Manajemen waktu dalam 4 langkah: Metode, strategi, dan teknik operasional untuk mengatur waktu sesuai keinginan Anda, menyeimbangkan tujuan pribadi dan profesional