Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman
Salmonella thypii ( Arief Mansjoer, 2000).
Tifus abdominalis merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus halus yang
disebabkan oleh Salmonella thypii, yang ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman
yang terkontaminasi oleh kuman Salmonella thypii (Hidayat, 2006).
Menurut Nursalam et al. (2008), demam tipoid adalah penyakit infeksi akut yang
biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari 1 minggu,
gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa, Typhoid adalah suatu
penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh Salmonella thypii dengan gejala demam
yang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran yang
ditularkan melalui makanan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman
Salmonella thypii.
Tifoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella
Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah
terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella
(Smeltzer & Bare. 2002. Keperawatan Medikal Bedah II. Jakarta: EGC). Tifoid
adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella
Thypi (Mansjoer, Arif. 2009. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta : Media
Aesculapius.).
B. Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber
penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier.
Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi
salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
2.Etiologi
Menurut Ngastiyah (2005) penyebab utama dari penyakit ini adalah kuman Salmonella
typhosa, Salmonella typhi, A, B, dan C. Kuman ini banyak terdapat di kotoran, tinja manusia,
dan makanan atau minuman yang terkena kuman yang di bawa oleh lalat. Sebenarnya
sumber utama dari penyakit ini adalah lingkungan yang kotor dan tidak sehat. Tidak seperti
virus yang dapat beterbangan di udara, bakteri ini hidup di sanitasi yang buruk seperti
lingkungan kumuh, makanan, dan minuman yang tidak higienis.
Salmonella typosa merupakan basil gram negatif yang bergerak dengan bulu getar, tidak
berspora, mempunyai sekurang-kurangnya 3 macam antigen, yaitu antigen O, antigen
somatik yang tidak menyebar, terdiri dari zat komplek lipopolisakarida, antigen Vi (kapsul)
yang meliputi tubuh kuman dan melindungi O antigen terhadap fagositosis dan antigen H
(flagella). Ketiga jenis antigen tersebut dalam tubuh manusia akan menimbulkan
pembentukkan tiga macam antibody yang biasa disebut agglutinin (Arif Mansjoer, 2000).
3. Patofisiologi
D. MANIFESTASI KLINIK
1. Pada minggu pertama, keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada
umumnya yaitu : demam, nyeri kepala, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, konstipasi
atau diare, perasaan tidak enak di perut, batuk dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik
hanya didapatkan pemeriksaan suhu tubuh.
2. Pada minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardia, lidah
kotor, hepatomegali, splenomegali, gangguan kesadaran berupa somnolen sampai koma
(Rampengan, 1993).
3. Menurut Ngastiyah (2005), gejala prodromal ditemukan seperti perasaan tidak enak
badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan berkurang.
Gambaran klinis yang biasa ditemukan ialah :
1. Demam. Biasanya berlangsung 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhu tidak
tinggi sekali. Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik
setiap hari, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam.
Pada minggu ketiga, suhu berangsur-angsur turun dan normal kembali pada
akhir minggu ketiga.
2. Gangguan pada saluran pencernaan. Pada mulut nafas berbau tidak sedap, bibir
kering dan pecah-pecah, lidah kotor, perut kembung, hati dan limpa membesar
disertai nyeri pada perabaan, dapat disertai konstipasi atau diare.
3. Gangguan kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam
yaitu apatis sampai somnolen, jarang terjadi sopor, koma atau gelisah (kecuali
penyakitnya berat). Pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan
roseola (bintik-bintik kemerahan).
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik untuk pasien dengan kasus febris typhoid menurut Corwin (2000) antara lain
:
a. Pemeriksaan Leukosit
Pada febris typhoid terhadap ileumopenia dan limfobrastis relatif tetap kenyataan leukopenia
tidaklah sering dijumpai. Pada kasus febris typhoid jumlah leukosit pada sediaan darah tepi pada
berada dalam batas normal, walaupun kadang-kadang terikat leukositanis tidak ada komplikasi
berguna untuk febris typhoid.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
Sering kali meningkat tetapi kembali normal setelah sembuhnya febris typhoid, kenaikan SGOT dan
SGPT tidak memerlukan pembatasan pengobatan.
c. Kenaikan Darah
Gerakan darah (+) memastikan febris typhoid tetapi biakan (-) tidak menyingkirkan febris typhoid.
Hal ini karena hasil biakan darah bergantung pada beberapa faktor, yaitu :
1) Tekhnik pemeriksaan laboratorium.
2) Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit.
3) Laksinasi di masa lampau.
4) Pengobatan dengan obat anti mikroba.
d. Uji Widal
Suatu uji dimana antara antigen dan antibodi yang spesifik terhadap saluran monolle typhi dalam
serum pasien dengan febris typhoid juga pada orang yang pernah terkena salmonella typhi dan pada
orang yang pernah divaksinasi terhadap febris typhoid dengan tujuan untuk menentukan adanya
aglutinin dalam serum penderita yang disangka menderita febris typhoid. Hasil pemeriksaan widal,
titer antibodi terhadap antigen O yang bernilai ≥ 1/200 atau peningkatan ≥ 4 kali antara masa akut
dan konvalesens mengarah pada demam typhoid, meskipun dapat terjadi positif ataupun negatif
palsu akibat adanya reaksi silang antara spesies salmonella.
Diagnosis mikrobiologis merupakan metode diagnosis yang paling spesifik. Kultur darah dan sum-
sum tulang positif pada minggu pertama dan kedua, sedang minggu ketiga dan keempat kultur tinja
dan kultur urin positif (Wong, 2003).
E. KOMPLIKASI
Pada usus halus. Umumnya jarang terjadi tetapi bila terjadi sering fatal.
1. Perdarahan usus. Bila sedikit, hanya dilakukan pemeriksaan tinja dengan benzidin.
Jika perdarahan banyak terjadi melena, dapat disertai nyeri perut dengan tanda-tanda
renjatan.
2. Perforasi usus. Biasanya timbul pada minggu ketiga atau setelahnya dan terjadi pada
bagian distal ileum. Perforasi yang tidak disertai peritonitis hanya dapat ditemukan
bila terdapat udara di rongga peritoneum, yaitu pekak hati menghilang dan terdapat
udara diantara hati dan diafragma pada foto rontgen abdomen yang dibuat dalam
keadaan tegak.
3. Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi tetapi dapat terjadi tanpa perforasi usus.
Ditemukan gejala abdomen akut, yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen
tegang.
Komplikasi di luar usus. Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakteremia),
yaitu meningitis, koleosistisis, ensefalopati. Terjadi karena infeksi sekunder, yaitu
bronkopneumonia.
1. F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
Terdapat gambaran leukopeni, limfositosis relatif dan aneosinofilia pada permulaan sakit.
Mungkin terdapat anemia dan trombositopenia ringan.
Terdapat gambaran sumsum tulang berupa hiperaktif (retikuloendotelial system) RES dengan
adanya sel makrofag, sedangkan sistem eritropoesis, granolupoesis dan trombopoesis
berkurang.
1. Biakan empedu
Basil salmonella typosa dapat ditemukan dalam darah penderita biasanya dalam minggu
pertama sakit. Selanjutnya lebih sering ditemukan dalam urin dan feses dan mungkin akan
tetap positif untuk waktu yang lama. Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut
tidak didapatkan basil salmonella typosa pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul-
betul sembuh.
1. Pemeriksaan widal
Pada permulaan terjadi penyakit, widal akan positif dan dalam perkembangan selanjutnya,
misal 1 – 2 minggu kemudian akan semakin meningkat meski demam typhoid telah diobati.
Untuk membuat diagnosis yang diperlukan ialah titer zat anti terhadap O. Titer yang bernilai
1/200 atau lebih dan atau menunjukkan kenaikan yang progresif digunakan untuk membuat
diagnosis.
Menurut NN (2006) dikatakan meningkat dila titernya lebih dari 1/400 atau didapatkan
kenaikan titer 2 kali lipat dari titer sebelumnya dalam waktu satu minggu.
Hasil widal akan bertahan positif cukup lama (berbulan-bulan) sehingga meski sembuh dari
penyakit demam typhoid, widal masih mungkin positif. Tetapi tidak selalu pemeriksaan widal
positif walaupun penderita sungguh-sungguh menderita typhus abdominalis sebagaimana
terbukti pada autopsi setelah penderita meninggal dunia.
1. Titer O dan H tinggi karena terdapatnya aglutinin normal, karena infeksi basil coli
patogen dalam usus.
2. Pada neonatus, zat anti tersebut diperoleh dari ibunya melalui tali pusat.
3. Terdapat infeksi silang dengan ricketsia (werl felix).
4. Akibat imunisasi secara alamiah karena masuknya basil peroral atau pada keadaan
infeksi subklinis.
1. G. PENATALAKSANAAN
Pasien yang dirawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus dianggap dan
diperlakukan langsung sebagai pasien tifus abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai
berikut :
Pembedahan
Pembedahan kurang diperlukan bila penggunaan obat-obatan dan dekompresi usus gagal
mengatasi perdarahan saluran cerna yang berat. Tindakan tersebut juga dibutuhkan bila
terjadi perforasi usus.
ASUHAN KEPERAWATAN
1. A. PENGKAJIAN
Pada pengkajian anak dengan typhoid seperti ditemukan timbulnya demam yang khas yang
berlangsung selama kurang lebih 3 minggu dan menurun pada pagi hari serta meningkat pada
sore dan malam hari, nafsu makan menurun, bibir kering dan pecah-pecah, lidah kotor ujung
dan tepinya kemerahan, adanya meteorismus, terjadi pembesaran hati dan limfa, adanya
konstipasi dan bahkan bisa terjadi gangguan kesadaran seperti apatis sampai somnolen,
adanya bradikardia, kemungkinan terjadi komplikasi seperti pendarahan pada usus halus,
adanya perforasi usus, peritonitis, peradangan pada meningen, bronkhopneumonia, dan lain-
lain. Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan leukopenia dengan limfositosis relatif,
pada kultur empedu ditemukan kuman pada darah, urin, feses, dan uji serologis widal
menunjukkan kenaikan pada titer antibodi O lebih besar atau sama dengan 1/200 dan H
1/200.
1. B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. C. RENCANA KEPERAWATAN
Dx. I
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, diharapkan suhu tubuh dalam batas yang
normal (36 – 37 o C).
NOC : Termoregulasi
Kriteria Hasil :
Indikator Skala :
1. : ekstrem
2 : berat
3 : sedang
4 : ringan
Intervensi :
Dx. II
Kriteria Hasil :
Indikator Skala :
1. : Tidak adekuat
2. : Ringan
3. : Sedang
4. : Kuat
5. : Adekuat total
Dx. III
Kriteria Hasil :
Indikator Skala :
2 : jarang menunjukkan
3 : kadang menunjukkan
4 : sering menunjukkan
5 : selalu menunjukkan
Intervensi :
Kriteria Hasil :
Indikator Skala :
1. : ekstrem
2. : berat
3. : sedang
4. : ringan
5. : tidak ada gangguan
Intervensi :
1. Kaji skala nyeri yang komprehensif, meliputi lokasi, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas nyeri.
2. Gunakan teknik non farmakologi, misalnya teknik relaksasi.
3. Observasi isyarat ketidaknyamanan non verbal.
4. Berikan analgetik sesuai kebutuhan.
5. Kondisikan lingkungan yang nyaman dengan membatasi pengunjung.
Dx. V
Kriteria Hasil :
Indikator Skala :
1. : Berat
2. : Substansial
3. : Sedang
4. : Ringan
Intervensi :
1. D. EVALUASI
Dx. I
Dx. II
Dx. III
Dx. V
DAFTAR PUSTAKA
Behirman, Richard E. 1992. Ilmu Kesehatan Anak Edisi 12. Jakarta : EGC.
Betz, Cecily L. 2000. Buku Saku Keperawatan Pediatrik Edisi 3. Jakarta : EGC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2006. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Jakarta : Salemba Medika.