Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada
parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan orang dewasa, yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah
penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan. Bronkopneumonia lebih sering
merupakan infeksi sekunder terhadap berbagai keadaan yang melemahkan daya tahan
tubuh tetapi bisa juga sebagai infeksi primer yang biasanya kita jumpai pada anak-anak
dan orang dewasa. Insiden penyakit ini pada negara berkembang hampir 30% pada anak-
anak di bawah umur 5 tahun dengan resiko kematian yang tinggi,di Negara
berkembang infeksi saluran napas bawah masih tetap merupakan masalah utama dalam
bidang kesehatan. Laporan WHO 1999 menyebutkan bahwa penyebab kematian tertinggi
akibat penyakit infeksi di dunia adalah infeksi saluran napas akut termasuk pneumonia dan
influenza.

Hasil survei Kesehatan Rumah Tangga Depkes tahun 2001, penyakit infeksi saluran napas
bawah menempati urutan ke-2 sebagai penyebab kematian di Indonesia. Di RSUD Dr.
Soetomo Surabaya didapatkan data sekitar 180 pneumonia komuniti dengan angka
kematian antara 20 - 35 %. Pneumonia komuniti menduduki peringkat keempat dan
sepuluh penyakit terbanyak yang dirawat per tahun.

Gambaran klinis bronkopneumonia biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian
atas selama beberapa hari. Batuk biasanya tidak dijumpai pada awal penyakit,anak akan
mendapat batuk setelah beberapa hari, di mana pada awalnya berupa batuk kering
kemudian menjadi produktif. Gambaran klinis pada bronkopneumoni ini harus dapat
dibedakan dengan gambaran klinis Bronkiolitis, Aspirasi pneumonia,Tb paru primer,
sehingga penatalaksanaan dapat dilakukan secara tepat.

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari Bronkopneumonia ?

1
2. Apa etiologic dari Bronkopneumonia ?
3. Bagaimana patofisiologis pada Bronkopneumonia ?
4. Bagaimana Manifestasi klinis dari Bronkopneumonia?
5. Bagaimana Penatalaksanaan pada Bronkopneumonia ?
6. Apa saja Komplikasi yang terjadi dari Bronkopneumonia ?
7. Bagaimana pencegahan pada Bronkopneumonia?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami lebih dalam tentang penyakit Bronchopneumonia
pada anak dan mampu menyusun asuhan keperawatan dengan proses keperawatan
klien Bronchopneumonia.
2. Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu menjelaskan definisi dari Bronkopneumonia
b. Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dari Bronkopneumonia
c. Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi dari Bronkopneumonia
d. Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis dari Bronkopneumonia
e. Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan dari Bronkopneumonia
f. Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi apa saja yang terjadi pada
Bronkopneumonia
g. Mahasiswa mampu menjelaskan bagaimana cara pencegahan pada
Bronkopneumonia
h. Mahasiswa mampu melakukan pendekatan pengkajian pada anak dengan
Bronchopneumonia.
i. Mahasiswa mampu menganalisa atau menemukan masalah keperawatan,
merencanakan tindakan da n mengimplementasi serta mengevaluasi tindakan
keperawatan yang telah direncanakan.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi

Pneumonia adalah peradangan yang mengenai parenkim paru, distal dari bronkiolus
terminalis yang mencakup bronkiolus respiratorius, alveoli, serta menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan menimbulkan gangguan pertukaran gas setempat (Zul,
2003).

Bronkopneumonia di gunakan untuk menggambarkan pneumonia yang mempunyai pola


penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area terlokalisasi dalam bronki dan
meluas ke parenkim paru yang berdekatan di sekitarnya.Pada bronkopneumonia terjadi
konsolidasi area berbercak. (Smeltzer,2003).

Bronchopneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam


etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda-benda asing.(Ngastiah, 2003).

Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang berbercak dengan diameter


sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga melibatkan bronchi. (Sylvia A. Price &
Lorraine M.W, 2006: 805).

B. Etiologi

Secara umum individu yang terserang bronchopneumonia diakibatkan oleh adanya


penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap virulensi organisme patogen.
Orang yang normal dan sehat mempunyai mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ
pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia
yang menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.

Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh adanya mikroorganisme dan benda asing


yang masuk kedalam saluran pernafasan (Sandra M. Nettiria, 2001 : 682) antara lain:
a. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella.
b. Virus : Legionella pneumoniae
c. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans
d. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam paru-paru
e. Terjadi karena kongesti paru yang lama.

3
Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi pada pasien yang
daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora normal yang terdapat dalam mulut dan
karena adanya pneumocystis crani, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan
Sandra M. Nettina, 2001 : 682)

Menurut Whaley’s dan Wong (1996: 1400) disebutkan bahwa Streptococus,


staphylococcus atau basil ektrik sebagai agen penyebab di bawah umur 3 bulan. Selain itu
juga dapat disebabkan oleh bakteri : Diplococus Pneumonia, Pneumococcus, Stretococcus
Hemoliticus Aureus, Haemophilus Influenza, Basilus Friendlander (Klebsial Pneumoni),
Mycobacterium Tuberculosis. Virus : Respiratory syntical virus, virus influenza, virus
sitomegalik.Jamur : Citoplasma Capsulatum, Criptococcus Nepromas, Blastomices
Dermatides, Cocedirides Immitis, Aspergillus Sp, Candinda Albicans, Mycoplasma
Pneumonia, aspirasi benda asing.

C. Patofisiologi

Kuman penyebab bronchopneumonia masuk ke dalam jaringan paru-paru melaui saluran


pernafasan atas ke bronchiolus, kemudian kuman masuk ke dalam alveolus ke alveolus
lainnya melalui poros kohn, sehingga terjadi peradangan pada dinding bronchus atau
bronchiolus dan alveolus sekitarnya.
Kemudian proses radang ini selalu dimulai pada hilus paru yang menyebar secara
progresif ke perifer sampai seluruh lobus. Dimana proses peradangan ini dapat dibagi
dalam empat (4) tahap, antara lain :
1. Stadium Kongesti (4 – 12 jam)
Dimana lobus yang meradang tampak warna kemerahan, membengkak, pada perabaan
banyak mengandung cairan, pada irisan keluar cairan kemerahan (eksudat masuk ke
dalam alveoli melalui pembuluh darah yang berdilatasi)
2. Stadium Hepatisasi (48 jam berikutnya)
Dimana lobus paru tampak lebih padat dan bergranuler karena sel darah merah
fibrinosa, lecocit polimorfomuklear mengisi alveoli (pleura yang berdekatan
mengandung eksudat fibrinosa kekuningan).
3. Stadium Hepatisasi Kelabu (3 – 8 hari)

4
Dimana paru-paru menjadi kelabu karena lecocit dan fibrinosa terjadi konsolidasi di
dalam alveolus yang terserang dan eksudat yang ada pada pleura masih ada bahkan
dapat berubah menjadi pus.
4. Stadium Resolusi (7 – 11 hari)
Dimana eksudat lisis dan reabsorbsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali pada
struktur semua (Sylvia Anderson Pearce, 1995 : 231- 232).
Bakteri dan virus penyebab terisap ke paru perifer melalui saluran napas menyebabkan
reaksi jaringan berupa edema, sehingga akan mempermudah proliferasi dan penyebaran
kuman. Bagian paru yang terkena mengalami konsolidasi yaitu terjadinya sel PMN
(polimofonuklear) fibrin eritrosit, cairan edema dan kuman alveoli. Kelanjutan proses
infeksi berupa deposisi fibril dan leukosit PMN di alveoli dan proses fagositosis yang
cepat dilanjutkan stadium resolusi dengan meningkatnya jumlah sel makrofag di
alveoli, degenerasi sel dan menipisnya febrio serta menghilangkan kuman dan debris
(Mansjoer, 2000: 966).

5
D. Manifestasi Klinis

Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan bagian


atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia mengalami
tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis, batuk
produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa timbul
sianosis(Barbara C. long, 1996 :435).
Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi konsolidasi
(pengisian rongga udara oleh eksudat)(Sandra M. Nettina, 2001 : 683).
Tanda gejala yang muncul pada bronkopneumonia adalah:
a. Kesulitan dan sakit pada saat pernafasan
1) Nyeri pleuritik
2) Nafas dangkal dan mendengkur
3) Takipnea
b. Bunyi nafas di atas area yang menglami konsolidasi
1) Mengecil, kemudian menjadi hilang
2) Krekels, ronki,
c. Gerakan dada tidak simetris
d. Menggigil dan demam 38,8 ° C sampai 41,1°C, delirium
e. Diafoesis
f. Anoreksia
g. Malaise
h. Batuk kental, produktif Sputum kuning kehijauan kemudian berubah menjadi
kemerahan atau berkarat
i. Gelisah
j. Sianosis Area sirkumoral, dasar kuku kebiruan
k. Masalah-masalah psikososial : disorientasi, ansietas, takut mati (Martin tucker,
Susan. 2000_247).

6
E. Penatalaksanaan

Pada penyakit yang ringan, mungkin virus tidak perlu antibiotic. Pada penderita yang
rawat inap (penyakit berat) harus segera diberi antibiotic. Pemilihan jenis antibiotic
didasarkan atas umur, keadaan umum penderita dan dugaan kuman penyebab.
1. Umur 3 bulan-5 tahun, bila toksis mungkin disebabkan oleh Streptokokus ,
Hemofilus influenza atau Stafilokokus. Pada umumnya tidak dapat diketahui kuman
penyebabnya, maka secara praktis dipakai :
a. Kombinasi :
Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan
Kloramfenikol 50-100 mg/kg/24 jam IV/oral, 4 kali sehari.
b. Atau kombinasi :
Ampisilin 50-100 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Kloksasilin 50
mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari.
c. Atau kombinasi :
Eritromisin 50 mg/kg/24 jam, oral, 4 kali sehari dan Kloramfenikol (dosis
sda).
2. Umur < bulan, biasanya disebabkan oleh : Streptokokus pneumonia, Stafilokokus
atau Entero bacteriaceae.
a. Kombinasi :
Penisilin prokain 50.000-100.000 KI/kg/24jam IM, 1-2 kali sehari, dan
Gentamisin 5-7 mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari.
b. Atau kombinasi :
Kloksasilin 50 mg/kg/24 jam IM/IV, 4 kali sehari dan Gentamisin 5-7
mg/kg/24 jam, 2-3 kali sehari.
c. Kombinasi ini juga diberikan pada anak-anak lebih 3 bulan dengan malnutrisi
berat atau penderitaimmunocompromized.
3. Anak-anak > 5 tahun, yang non toksis, biasanya disebabkan oleh :
Streptokokus pneumonia :
- Penisilin prokain IM atau
- Fenoksimetilpenisilin 25.000-50.000 KI/kg/24 jam oral, 4 kali sehari atau
- Eritromisin (dosis sda) atau
- Kotrimoksazol 6/30 mg/kg/24 jam, oral 2 kali sehari.
Mikoplasma pneumonia : Eritromisin (dosis sda).

7
4. Bila kuman penyebab dapat diisolasi atau terjadi efek samping obat (misalnya alergi)
atau hasil pengobatan tidak memuaskan, perlu dilakukan reevaluasi apakah perlu
dipilih antibiotic lain.
5. Lamanya pemberian antibiotic bergantung pada :
a. kemajuan klinis penderita
b. jenis kuman penyebab
6. Indikasi rawat inap :
a. Ada kesukaran napas, toksis.
b. Sianosis
c. Umur kurang dari 6 bulan
d. Adanya penyulit seperti empiema
e. Diduga infeksi Stafilokokus
f. Perawatan di rumah kurang baik.
7. Pengobatan simptomatis :
a. Zat asam dan uap.
b. Ekspetoran bila perlu
8. Fisioterapi :
a. Postural drainase.
b. Fisioterapi dengan menepuk-nepuk

F. Komplikasi
1. Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang. Terjadi apabila
penumpukan sekret akibat berkurangnya daya kembang paru-paru terus terjadi.
Penumpukan sekret ini akan menyebabkan obstruksi bronchus intrinsik. Obstruksi ini
akan menyebabkan atelektasis obstruksi dimana terjadi penyumbatan saluran udara
yang menghambat masuknya udara ke dalam alveolus.
2. Empisema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
3. Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang
4. Infeksi sistemik
5. Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial

8
6. Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak. Ini disebabkan apabila terjadi
penyebaran virus hemofilus influenza melalui hematogen ke sistem saraf sentral.
Penyebaran juga bisa dimulai saat terjadi infeksi saluran pernapasan.

G. Pencegahan
Penyakit bronkopneumonia dapat dicegah dengan menghindari kontak dengan penderita
atau mengobati secara dini penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan terjadinya
bronkopneumonia ini. Selain itu hal-hal yang dapat dilakukan adalah dengan
meningkatkan daya tahan tubuh kita terhadap berbagai penyakit saluran nafas seperti :
cara hidup sehat, makan makanan bergizi dan teratur ,menjaga kebersihan ,beristirahat
yang cukup, rajin berolahraga, dll. Melakukan vaksinasi juga diharapkan dapat
mengurangi kemungkinan terinfeksi antara lain: Vaksinasi Pneumokokus, Vaksinasi H.
Influenza, Vaksinasi Varisela yang dianjurkan pada anak dengan daya tahan tubuh rendah
,Vaksin influenza yang diberikan pada anak sebelum anak sakit.

9
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN BRONKOPNEUMONIA

A. PENGKAJIAN
1. riwayat keperawatan berdasarkan pola kesehatan fungsional menurut Gordon :
a. Pola persepsi sehat-penatalaksanaan sehat
Data yang muncul sering orang tua berpersi meskipun anaknya batuk masih
menganggap belum terjadi gangguan serius,biasanya orangtua menganggap anaknya
benar-benar sakit apabila anak sudah mengalami sesak nafas.
b. Pola metabolic nutrisi
Anak dengan bronkopneuminia sering muncul anoreksia (akibat respon sistematik
melalui control saraf pusat), mual dan muntah ( karena peningkatan rangsangan gaster
sebagai dampak peningkatan toksik mikroorganisme)
c. Pola eliminasi
penderita sering mengalami penurunan produksi urine akibat perpindahan cairan
melalui proses evaporasi karena demam.
d. pola tidur-isitriahat
Data yang sering muncul adalah anak mengalami kesulitan tidur karena sesak
nafas.penampilan anak terlihat lemah
e. pola aktivitas-lahan
Anak tampak menurun aktivitas dan latihannya sebagai dampak kelemahan fisik.
Anak tampak lebih banyak minta digendong orang tuanya.
f. pola kognitif – presepsi
Penurunan kognitif untuk mengingat apa yang pernah disampaikan biasanya sesaat
akibat penurunan asupan nutrisi dan oksigen pada otak. Pada saat anak dirawat
tampak bingung kalau ditanya tentang hal baru yang disampaikan.
g. pola presepsi diri-konsep diri
Tampak gambaran orang tua terhadap anak diam kurang bersahabat, tidak suka
bermain, ketakutan terhadap orang lain meningkat.
h. pola peran dan hubungan
Anak tampak malas kalau diajak bicara baik dengan teman sebayanya maupun yang
lebih besar,anak lebih banyak diam dan selalu bersama dengan orang terdekat orang
tua.
i. Pola seksualitas dan reproduktif

10
Pada kondisi sakit dan anak kecil masih sulit terkaji pada yang sudah mengalami
pubertas mungkin terjadi gangguan menstruasi pada wanita tetapi bersifat sementara
dan biasanya penundaan.
j. Pola toleransi stress koping
Aktivitas yang sering tampak saat menghadapi stress adalah anak sering menangis
kalau sudah remaja saat sakit yang dominan adalah mudah tersinggung dan suka
marah.
k. Pola nilai dan keyakinan
Nilai keyakinan mungkin meningkat seiring dengan kebutuhan untuk mendapat
sumber kesembuhan dari Allah SWT.

2. Riwayat Penyakit
a. Pneumonia Virus
Didahului oleh gejala-gejala infeksi saluran nafas, termasuk renitis (alergi) dan batuk,
serta suhu badan lebih rendah daripada pneumonia bakteri.
b. Pneumonia Stafilokokus (bakteri)
Didahului oleh infeksi saluran pernapasan akut atau bawah dalam beberapa hari
hingga seminggu, kondisi suhu tubuh tinggi, batuk mengalami kesulitan pernapasan.

1. Riwayat Kesehatan Dahulu


Sering menderita penyakit saluran pernapasan bagian atas riwayat penyakit fertusis yaitu
penyakit peradangan pernapasan dengan gejala bertahap panjang dan lama yang disertai
wheezing (pada Bronchopneumonia).

2. Pemeriksaan Fisik
a. status penampilan kesehatan: lemah
b. tingkat kesadaran kesehatan: kesadaran normal, letargi, strupor koma, apatis
tergantung tingkat penyebaran penyakit.
c. tanda tanda vital
1. freukensi nadi dan tekanan darah : takikardi,hipertensi
2. Frekuensi pernafasan : Takipnea,dispnea-progresif,pernafasan dangkal,penggunaan
otot bantu pernafasan,pelebaran nasal
3. Suhu tubuh : Hipertermi akibat penyebaran toksik mikroorganisme yang di respon
oleh hipotalamus.

11
d. Berat badan dan tinggi badan :Kecenderungan berat badan anak mengalami
penurunan.
e. Integument
Kulit :
1) Warna :pucat sampai sianosis
2) Suhu : Pada hipertemi kulit terbakar panas akan tetapi setelah hipertermi teratasi
kulit anak teraba angin
3) Turgor : menurun pada dehidrasi
f. Kepala dan mata
Kepala :
1) perhatikan bentuk dan kesimetrisan
2) palpasi tengkorak akan adanya nodus atau pembengkakan yang nyata
3) periksa hygiene kulit kepala,ada tidaknya lesi,kehilangan rambut,perubahan
warna

3. Pemeriksaan Penunjang

a. Pemeriksaan radiologi yaitu pada foto thoraks, konsolidasi satu atau beberapa lobus
yang berbercak-bercak infiltrat
b. Pemeriksaan laboratorium didapati lekositosit antara 15000 sampai 40000 /mm3.
c. Hitung sel darah putih biasanya meningkat kecuali apabila pasien mengalami
imunodefiensi.
d. Pemeriksaan AGD (analisa gas darah), untuk mengetahui status kardiopulmoner yang
berhubungan dengan oksigen.
e. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : diambil dengan biopsi jarum, untuk
mengetahui mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok untuk menanganinya.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi eksudat dan peningkatan
produksi mukus
2. Hipertermia berhubungan dengan infeksi
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan
berlebih, penurunan masukan oral.

4. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi

12
5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder
terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri
bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas
6. ansietas pada orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi anak
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-hari

C. INTERVENSI
1. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan akumulasi eksudat dan peningkatan
produksi mukus

Tujuan : pertukaran gas dapat di perbaiki

Kriteria evaluasi :

a.Respirasi anak mudah dan kecepatan respirasi dalam batas normal.

b.warna kulit tampak merah muda

c.gelisah menurun

intervensi keperawatan mandiri

a. kaji status pernapasan anak terhadap adanya dyspnea,takipnea,wheezing,krekel,ronchi


dan sianosis
Rasional : tanda-tanda adanya dyspnea , takipnea ,wheezing ,krekel , ronchi dan
sianosis menunjukan pengobatan yang tidak efektif dan kondisi anak mungkin buruk.
b. Berikan anak istriahat yang cukup
Rasional : periode istriahat yang cukup menghemat energy yang di butuhkan untuk
penyembuhan infeksi
c. Berikan lingkungan dingin dan lembab pada bagian face mask,pemberian oksigen
maupun dengan tenda oksigen.
Rasional : dingin atau lembab dapat melembabkan jalan nafas dan membantu
mengurangi sekresi dan edema bronchial
d. Atur posisi anak setiap 1-2 jam
Rasional : posisi yang diubah membantu mobilisasi sekresi
e. Berikan anak beramsumsi untuk merasakan posisi yang aman baginya
Rasional : anak beramsumsi untuk merasakan posisi yang aman seperti semi fowler
f. Lakukan fisioterapi dada setiap 4 jam

13
Rasional : fisoterapi dada termasuk perkusi manual
g. Anjurkan pemberian intake cairan oral jika tidak ada kontraindikasi
Rasional : pemberian cairan dapat mengencerkan sekresi

Intervensi keperawatan kolaborasi :


a. Berikan oksigen melalui masker ,kanul, maupun tanda oksigen sesuai order
Rasional : oksigen membantu menurunkan kegelisahan yang berhubungan dengan
distress pernapasan dan hipoksemia

2. Hipertemi berhubungan dengan infeksi


Tujuan : temperature anak kembali normal
Kriteria evaluasi : Temperature tubuh anak kurang dari 37’c
Intervensi keperawatan mandiri :
a. Monitor temperature tubuh anak setiap 1-2 jam terhadap perubahan temperature tubuh
yang tiba-tiba
Rasional : perubahan temperature yang tiba-tiba mengkin menyebabkan kejang
b. Pelihara lingkungan yang dingin
Rasional : lingkungan yang dingin membantu mengurangi temperature melalui
kehilangan panas
c. Berikan seka air hangat untuk mengurangi demam
Rasional mandi seka air hangat mendinginkan permukaan tubuh melalui konduksi

Intervensi keperawatan kolabiorasi :


a. Berikan antipiretik golongan acetaminophen bukan aspirin sesuai order
Rasional : antipiretik biasanya mengurangi demam dengan efektif
b. Berikan antimikobrial sesuai order
Rasional : antimikobrial menyerang organism penyebab
c. Ambil sampel specimen sputum untuk pemeriksaan kultur
Rasional : sampel specimen sputum membantu mengidentifikasi agen penyebab.

3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan


berlebih, penurunan masukan oral.

14
Tujuan : kekurangan volume cairan tidak terjadi pada anak.
Kriteria evaluasi :
a. Output urin 1-2 ml/kg/jam
b. Turgor kulit membaik
c. Waktu pengisian kapiler 3-5 detik
Intervensi keperawatan mandiri :
a. Kaji anak untuk peningkatan kecepatan respirasi dan demam setiap 1-2 jam
Rasional : peningkatan kecepatan respirasi dan temperature tubuh terjadi karena
adanya peningkatn kehilangan cairan
b. Monitor intake dan output cairan anak dengan teliti
Rasional : teliti monitoring mendeteksi penurunan output urine yang mengindetifikasi
dehidrasi
c. Kaji anak tanda-tanda dehidrasi pada anak termasuk turgor kulit jelek, mukosa bibir
kering
Rasional : tanda-tanda seperti ini mengindetifikasi peningktan intake cairan
d. Anjurkan intake cairan oral yang tepat jika tidak ada kontraindikasi
Rasional : peningkatan intake cairan membantu mencengah dehidrasi

Intervensi keperawatan kolaborasi :


a. berikan cairan intra vena sesuai order
Rasional : cairan intra vena perlu untuk menjaga hidrasi anak yang adekuat

4. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi


Tujuan: jalan napas kembali efektif

Kriteria evaluasi:

a. Pernapasan dan denyut jantung sesuai usia


b. Anak dapat bernapas dengan mudah

Intervensi keperawatan mandiri:

a. Monitor status pernapasan anak dan tanda-tanda vital secara terus menerus hingga
jalan napas pasien. Tempatkan alat intubasi emergensi disebelah tempat tidur.

15
Rasional: monitoring yang terus menerus adalah mendatori sebab peningkatan edema
dapat menyebabkan obstruksi lengkap pada beberapa waktu memerlukan intubasi
emergensi.
b. Auskultasi bunyi paru-paru anak untuk tanda-tanda peningkatan pembengkakan jalan
napas dan obstruksi lanjut termasuk dyspnea, takipnea, dan wheezing.
Rasional: keluhan segera terhadap tanda-tanda ini penting karena peningkatan
bengkak dengan cepat dapat menjadi fatal.
c. Biarkan anak mengasumsikan posisi yang nyaman kecuali posisi horizontal.
Rasional : posisi horizontal mungkin menyebabkan jaringan dalam jalan nafas
menjadi buruk yang mungkin mengarah ke abstroksi.
d. Hindrai rangsangan pada jalan nafas dengan depresor lidah, kultur apusan, kateter
suction, atau laringoskop.
Rasional : beberapa manipulasi jaringan jalan nafas mungkin menyebabkan spasme
laring dan pembengkakan yang mungkin mengarah pada membengkakan lenkap.

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder
terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri
bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas.
Tujuan : status nutrisi anak adekuat

Kriteria evaluasi :

a. Anak megosumsi makanan sedikitnya 80% setiap kali makan


b. Berat badan dapat di pertahankan atau ditingkatkan

Intervensi keperawatan mandiri :

a. Berikan makan sedikit dengan frekuensi makan yang sering, dan makanan yag disukai
anak
Rasional : makan sedikit, dan frekuensi makan yang sering menurunkan usaha
respirasi. Pemberian makanan yang disukai anak membantu anak makan banyak setiap
kali makan.
b. Berikan makanan pada anak dengan tinggi protein,diet tinggi kalori.
Rasional : anak memerlukan diet tinggi protein dan kalori untuk meningkatkan
kebutuhan energi.
c. Berikan susu formula pada anak yang tepat
Rasional: pemberian susu formula yang tidak tepat dapat menebalkan sekresi
16
d. Lakukan penilaian pada status nutrisi anak seperti berat badan, tinggi badan, lingkar
engan, konjungtiva, indeks massa tubuh, laboraturiom darah
Rasional: status nutrisi ditentukan dari pemeriksaan fisik dan laboraturium darah
sehingga kebutuhan kalori dapat ditentukan dan mengevaluasi keadekuatan rencana
pemenuhan nutrisi

6. ansietas pada orang tua berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang kondisi anak

Tujuan: ansietas orang tua menurun

Kriteria evaluasi:

a. Orang tua mendukung perawatan anak


b. Orang tua mampu menjelaskan kondisi anaknya

Intervensi keperawatan mandiri:

a. Kaji pemahaman orang tua tentang kondisi anak dan pemberian pengobatan
Rasional: pengkajian memberikan dasar untuk memulai pengajaran pada anak dan
orang tua
b. Jelaskan tentang semua prosedur tindakan yang dilakukan kepada anak dan orang tua
Rasional: memberikan penjelasan sebelum tindakan yang dilakukan dirumah sakit
memperbaiki pengetahuan dan ketidk pahaman yang dapat menurunkan kecemasan
pada anak dan orang tua
c. Ijinkan orang tua untuk tinggal dengan anak
Rasional: membolehkan orang tua tinggal bersama anak memberikan dukungan yang
adekuat pada anak
d. Berikan dukungan emosional pada orang tua selama tinggal dirumah sakit.
Rasional: mendengarkan dengan empati tentang perasaan yang diungkapkan orang
tua dan membantu mereka sepakat dengan kondisi krisis anak selama dirawat dirumah
sakit.

7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas hidup


sehari-hari.
Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.
Kriteria hasil :
a Menunjukkan peningkatan toleransi terhadap aktifitas

17
b Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi :
a. Evaluasi respon pasien terhadap aktivitas.
Rasional: Menetapkan kemampuan atau kebutuhan pasien dan memudahkan
pilihan intervensi
b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
Rasional: Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat
c. Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya
keseimbamgan aktivitas ‘dan istirahat.
Rasional: Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan metabolik
d. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.
Rasional: Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan
kebutuhan oksigen(Marilyn E. Doenges, 2000).

D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Adalah mengolah dan mewujudkan rencana perawatan meliputi tindakan yang


direncanakan oleh perawat melaksanakan anjuran dokter dan ketentuan RS.

E. EVALUASI

Merupakan tahap akhir dari proses keperawatan yang menyediakan nilai informasi
mengenai pengaruh intervensi yang telah direncanakan dan merupakan perbandingan dari
hasil yang diamati dengan kriteria hasil yang telah dibuat pada tahap perencanaan.

18
BAB IV
PENUTUP

A. KESIMPULAN
Bronchopneomonia adalah salah satu jenis pneumonia tepatnya pneumononia lobaris yang
penyebaran daerah infeksinya berupa penyebaran bercak dan dapat meluas ke parenkim
paru yang ada disekitarnya.

Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada


parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai
alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan orang dewasa, yang
disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
Kebanyakan kasus pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme, tetapi ada juga sejumlah
penyebab non infeksi yang perlu dipertimbangkan.

Bronchopnemonia dapat menyebabkan beberapa komplikasi serius seperti atelektasis,


empisema, abses,iInfeksi sistemik, endokarditis, meningitis

B. SARAN
Ada beberapa saran yang dapat dijadikan sebagai masukan dalam keperawatan agar
menjadi lebih baik:
1. Memperbanyak waktu pengkajian sampai evaluasi tentang perawatan
bronkopneumonia pada anak.
2. Melanjutkan intervensi keperawatan pada prioritas masalah perawatan
bronkopneumonia pada anak.

19
DAFTAR PUSTAKA

Martin tucker, Susan. 2000. Standar Perawatan Pasien: Proses Keperawatan, Diagnosis, Dan
Evaluasi halaman 247.EGC: Jakarta.
Brunner & Suddrath. 2002. Keperawatan Medikel Bedah. EGC: jakarta.
Sylvia A. Price & Lorraine M.W. 2006.Patofisiologi konsep klinis dan proses-proses
penyakit. EGC: Jakarta.
Sandra M Nettina.2001. Lippincott “Manual Praktik Keperawatan”. EGC: Jakarta.
Angga & Harwina. 2010. Asuhan Keperawatan Anak dengan Gangguan Sistem Pernapasan.
Trans Info Media: Jakarta

20

Anda mungkin juga menyukai