Oksigenisasi Difteri
Di susun oleh
Kelompok 2
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak
sehingga dapat memperlancara pembuatan makalah ini. Untuk kami menyampaikan banyak
terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini
Terlepas dari semua itu kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah
ini.
Akhiri kata kami berharap semoga makalah tentang Difteri dapat memberikan manfaat maupun
inspirasi terhadap pembaca.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Umum dan Khusus
BAB II ISI
A. Pengertian Difteri
B. Etiologi
C. Patofisiologi
D. Manifestasi Klinis
E. Komplikasi
F. Penatalaksanaan
G. Cara penularan
H. Asuhan Keperawatan Difteri
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Difteri merupakan salah satu penyakit yang sangat menular (contagious disease). Penyakit
ini disebabkan oleh infeksi bakteri corynebacterium diphtheria yaitu kuman yang
menginfeksi saluran pernafasan, terutama bagian tonsil, Nasofaring (bagian antara hidung
dan faring atau tenggorokan) dan laring. Penularan difteri dapat melalui hubungan dekat,
udara yang tercemar oleh carier atau penderita yang akan sembuh, juga melalui batuk dan
bersin penderita.
Penderita difteri umumnya anak-anak, usia dibawah 15 tahun. Dilaporkan 10% kasus
difteri dapat berakibat fatal, yaitu sampai menimbulkan kematian. Selama permulaan
pertama dari abad ke-20, difteri merupakan penyebab umum dari kematian bayi dan anak-
anak muda. Penyakit ini juga dijumpai pada daerah padat penduduk tingkat sanitasi rendah.
Oleh karena itu, menjaga kebersihan diri sangatlah penting, karena berperan dalam
menunjang kesehatan kita. Lingkungan buruk merupakan sumber dan penularan penyakit.
Sejak diperkenalkan vaksin DPT (Dyptheria, Pertusis, Tetanus), penyakit difteri jarang
dijumpai. Vaksi imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan system
kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan
vaksi difteri akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian difteria ?
2. Apa etiologi difteria ?
3. Bagaimana patofisiologi difteria ?
4. Apa manifestasi klinis difteria ?
5. Apa komplikasi difteria ?
6. Bagaimana penatalaksanaan difteria ?
7. Bagaimana cara penularan difteria ?
8. Bagaimana ASKEP difteria ?
C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
a. Untuk memenuhi tugas Mata Ajar Oksigenasi dengan Difteri
b. Membuat Asuhan Keperawatan Anak dengan Difteri
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian difteria
b. Untuk megetahui etiologi difteria
c. Untuk memahami patofisiologi difteria
d. Untuk mengetahui manifestasi klinis difteria
e. Untuk mengetahui komplikasi difteria
f. Untuk memahami penatalaksanaan difteria
g. Untuk memahami cara penularan difteria
h. Untuk memahami ASKEP difteria
BAB II
ISI
A. Pengertian Difteria
Difteri adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh corynebacterium diptheriae yang
berasal dari membrane mukosa hidung dan nasofaring, kulit dan lesi lain dari orang yang
terinfeksi. (Suriadi dan Rita Yuliani, 2001).
Difteri adalah infeksi akut yang disebabkan oleh corynebacterium diptheriae. (Rampengan
dan Laurent, 1997).
Difteria adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh corynebacterium diptheriae
yang berasal dari membrane mukosa hidung dan nasofarung, kulit, dan lesi lainnya dari
orang-orang yang terinfeksi bersifat toksikoinfeksi
B. Etiologi
C. Patofisiologi
1. Kuman berkembang biak pada saluran nafas atas, dan dapat juga pada vulva, kulit,
mata walaupun jarang terjadi.
2. Kuman membentuk pseudomembran dan melepaskan eksotoksin. Pseudo membrane
timbul lokal dan menjalar dari faring, laring, dan saluran nafas atas. Kelenjar getah
bening akan tampak membengkak dan mengandung toksin.
3. Eksotoksin bila mengenai otot jantung akan mengakibatkan terjadinya miokarditis dan
timbul mralisis otot-otot pernafasan bila mengenai jaringan saraf.
4. Sumbatan pada jalan nafas sering terjadi akibat dari pseudo membrane pada laring dan
trakea clan dapat menyebabkan kondisi yang fatal.
D. Manifestasi Klinis
1. Menurut lokasi anatomi pseudomembran bervariasi.
2. Hidung: mirip dengan common cold, pelepasan serosan guenious mukopurulen hidung
tanpa sifat dasar gejala-gejala mungkin langsung epistaksis.
3. Tonsilar/faringeal: malaise, anoreksia, sakit tenggorokan, demam dengan derajat
rendah, nadi meningkat diatas suhu yang diperkirakan dalam 24 jam, diikuti membrane
putih atau abu-abu, limfadenitis mungkin berat (bull’s neck) dalam kasus yang berat,
toksemia, syok septik dan kematian 6-10 hari.
4. Laringeal: demam, serak, batuk, mungkin obstruksi jalan napas, ketakutan, retraksi,
dyspnea, sianosisi.
5. Infeksi di tempat lain: telinga (otitis eksterna), mata (konjungtivitis purulenta, dan
ulseratif), dan saluran genital (vulvovaginitis purulenta dan ulseratif).
E. Komplikasi
1. Miokarditis
Biasanya timbul akhir minggu ke-2 atau awal minggu ke-3 perjalanan penyakit.
Pemeriksaan fisik: irama derap, bunyi jantung melemah atau meredup,
2. Neuritis (kelumpuhan saraf)
Menyebabkan gerakan menjadi tidak terkoordinasi dan gejala lainnya (timbul dalam
waktu 3-7 minggu)
3. Nefritis (kerusakan ginjal)
4. Bronkopneumonia
5. Paralisis
F. Penataklasanaan
1. Isolasi.
2. Antitoksin 5000-30000 unti (biasanya melalui intravena) didahului dengan tes kulit
atau tes konjungtival hingga menghindari kemungkinan akan sensitivitas.
Pemberian antitoksin pengobatan difteri.
G. Cara Penularan
Cara transmisi dengan kontak langsung orang yang terinfeksi, carier atau benda yang
terkontaminasi. Periode inkubasi difteria biasanya 2-5 hari, mungkin lebih lama. Masa
penularan penyakit dapat bervariasi hingga basilus virulent tidak ada lebih lama yang
diidentifikasi dengan 3 kultur yang negatif, biasanya selama 2-4 minggu.
H. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
a. Riwayat keperawatan: status imunisasi, riwayat penyakit infeksi
b. Kaji tanda-tanda yang muncul
2. Diagnose keperawatan
a. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan organisme virulen
b. Tidak efektifnya bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan napas
c. Kurangnya volume cairan berhubungan dengan intake cairan yang menurun,
peningkatan metabolisme
d. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
suhu tubuh
3. Perencanaan
a. Resiko penyebarluasan infeksi berhubungan dengan organisme virulen
Tujuan : Penyebarluasan infeksi tidak terjadi.
Kriteria hasil :
1) Tanda-tanda infeksi tidak ada.
2) Temperatur tubuh dalam batas normal
Intervensi Rasional
Intervensi Keperawatan Mandiri Pemisahan anak atau perawatan yang
Tempatkan anak pada ruangan terpisah dari kontak dengan orang
khusus lain agar mencegah penyebaran
organisme pathogen antara anak,
perawat, dan pengunjung
Intervensi Rasional
Intervensi keperawatan mandiri: Rasional : perubahan status
Kaji status pernapasan, pernapasan, irama, dan bunyi
observasi irama dan bunyi pernapasan karena adanya batuk dan
pernapasan. obstrukdi jalan napas sehingga dapat
muncul tacipneu.
Intervensi Rasional
Intervensi Keperawatan Mandiri :
Kaji tanda tanda dehidrasi Identifikasi sejauh mana kehilangan
seperti : membran mukosa cairan dari tubuh anak sehingga dapan
kering, turgor kulit terang , menentukan langkah selanjut nya
produksi urine menurun , dalam memenuhi kebutuhan cairan
frekuensi denyut jantung dan tersebut .
pernapasan meningkat , tekanan
darah menurun dan fontanel
cekung.
PENUTUP
A. Kesimpulan
Difteri adalah suatu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri penghasil racun
corynebacterium diphtheria, dan lebih sering menyerang anak-anak. Bakteri ini biasanya
menyerang saluran pernafasan, terutama laring, tonsil, dan faring. Tetapi tidak jarang racun
juga menyerang kulit dan bahkan menyebabkan kerusakaan saraf dan juga jantung.
Pada serangan difteri berat akan ditemukan psudomembran, yaitu lapisan selaput yang
terdiri dari sel darah putih yang mati, bakteri, dan bahan lainnya, didekat tonsil dan bagian
faring yang lain. Membrane ini tidak mudah robek dan bewarna keabu-abuan. Jika
membran ini dilepaskan secara paksa maka lapisan lendir dibawahnya akan berdarah.
Membran inilah penyebab penyempitan saluran udara secara tiba-tiba bisa terlepas dan
menyumbat saluran udara sehingga anak mengalami kesulitan bernafas.
Berdasarkan gejala dan ditemukanya membran inilah diagnosis ditegakkan. Tidak jarang
dilakukan pemeriksaan terhadap lendir di faring dan dibuatkan biakan dilaboratorium.
Sedangkan untuk melihat kelainan jantung yang terjadi akibat penyakit ini dilakukan
pemeriksaan dengan EKG. Penularan difteri dapat melalui kontak langsung seperti
berbicara dengan penderita, melalui udara yang tercemar oleh carier atau penderita yang
akan sembuh, juga melalui batuk dan bersin penderita.
Tetapi sejak diperkenalkan vaksin DPT (Difteri, Pertusis, Tetanus), penyakit difteri jarang
dijumpai. Vaksin imunisasi difteri diberikan pada anak-anak untuk meningkatkan system
kekebalan tubuh agar tidak terserang penyakit tersebut. Anak-anak yang tidak mendapatkan
vaksin akan lebih rentan terhadap penyakit yang menyerang saluran pernafasan ini.
B. Saran
Karena difteri adalah penyebab kematian pada anak-anak, maka disarankan untuk anak-
anak wajib diberikan imunisasi yaitu vaksin DPT yang merupakan wajib pada anak, tetapi
kekebalan yang diperoleh hanya selama 10 tahun setelah imunisasi. Sehingga orang dewasa
sebaiknya menjalani vaksinasi booster (DT) setiap 10 tahun sekali, dan harus dilakukan
pencarian dan kemudian mengobati carier difteri dan dilkaukan uji schick.
Selain itu juga kita dapat menyarankan untuk mengurangi minum es karena minum
minuman yang terlalu dingin secara berlebihan dapat mengiritasi tenggorokan dan
menyebabkan tenggorokan tersa sakit. Juga menjaga kebersihan badan, pakaian, dan
lingkungan karena difteri mudah menular dalam lingkungan yang buruk dengan tingkat
sanitasi rendah. Dan makanan yang dikonsumsi harus bersih yaitu makan makanan 4 sehat
5 sempurna.
Sedangkan untuk perawat, penderita dengan difteri harus diberikan isolasi dan baru dapat
dipulangkan setelah pemeriksaan sediaan langsung menunjukkan tidak terdapat lagi
diphtheria 2x berturut-turut. Gunakan prosedur terlindungi infeksi jika melakukan kontak
langsung dengan anak (APD)
DAFTAR PUSTAKA