Anda di halaman 1dari 6

128 Prosiding Pertemuan Ilmiah XXIV HFI Jateng & DIY, Semarang 10 April 2010

hal. 128-133

FABRIKASI MnZn-FERIT DARI BAHAN ALAM PASIR BESI SERTA


APLIKASINYA UNTUK CORE INDUKTOR

Agus Yulianto, Mahardika Prasetya Aji


Jurusan Fisika FMIPA UNNES, Jl. Sekaran Gunungpati Semarang,
yulianto311@yahoo.com
Novri Idayanti
Pusat Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi, LIPI Bandung.

INTISARI
Pengolahan bahan alam pasir besi menjadi magnet MnZn Ferit telah berhasil diperoleh dengan metode metalurgi serbuk.
Proses sintesis dilakukan dengan mencampurkan MnO2, ZnO2 dengan Fe3O4 dari pasir besi. Pembentukan fase kristal dengan
struktur MnZn-Ferit dilakukan melalui proses kalsinasi dan sintering pada temperature 1200oC. Respon terhadap medan magnet
luar ditunjukkan oleh MnZn-Ferit hasil sintesis yang mengandung Mn: 0,5 sampai dengan 1 mol. Komposisi dengan Mn sebesar
0,5 memiliki kurva hysteresis berupa garis lurus, hal ini mengindikasikan respon magnetik yang masih rendah. Sedangkan
komposisi dengan Mn sebesar 0,7 atau lebih menunjukkan respon magnetik yang cukup tinggi, hal tersebut juga didukung oleh
bentuk kurva histeresisnya. Dengan sifat magnetik yang baik, MnZn-Ferit hasil sintesis dari bahan alam pasir besi ini berpotensi
untuk difungsikan sebagai core induktor.

Kata kunci: Pasir Besi, Ferit, Induktor

I. PENDAHULUAN
Mineral pasir besi di Indonesia tersebar luas di sepanjang tepian Samudera Hindia, dari wilayah
paling barat Pulau Sumatera hingga Pulau Bali, Lombok dan sekitarnya (Ratman dkk., 1998). Hal ini
tidak lepas dari kedudukan kepulauan Indonesia yang dilewati oleh jalur sabuk vulkanik (Abidin,
2003), serta Indonesia merupakan negara yang memiliki gunung api paling banyak di dunia dan masih
aktif (Tjetjep dan Wirakusumah, 2003). Berdasarkan keadaan ini dapat diduga bahwa pasir besi
Indonesia memiliki variasi dan ciri yang khas. Para ahli geologi menggolongkan pasir besi sebagai
endapan besi sekunder produk gunung api. Secara faktual beberapa gunung api di Indonesia masih
terus memuntahkan material vulkaniknya, sebagai contoh adalah letusan Gunung Merapi di Jawa
Tengah dan Gunung Kelud di Jawa Timur. Dengan demikian pasir besi di Indonesia merupakan produk
lokal yang dihasilkan secara berkesinambungan.
Pasir besi sampai saat ini hanya dimanfaatkan untuk beberapa keperluan yang bernilai ekonomi
rendah, misalnya untuk bahan campuran semen atau bahan bangunan. Pemanfaatan seperti itu kurang
optimal, sebab mineral oksida besi yang terkandung dalam pasir besi sebenarnya sangat potensial untuk
diolah menjadi berbagai produk industri yang bernilai tinggi. Di antara produk industri yang dapat
dihasilkan dengan menggunakan bahan dasar oksida besi adalah besi baja (Muta’alim dkk., 1995),
pewarna (Ozel et al., 2006; Elias et al., 2006), katalis (Smit et al., 2006), tinta (Anderson et al., 2003),
toner (Brezoi dan Ion, 2005), media rekam magnetik (Peng et al., 2003; Aso et al., 1999; Yamamoto et
al., 2001), magnet ferit (Parkin et al., 2001; Yulianto, 2005). Dari berbagai produk tersebut, magnet
ferit termasuk produk yang bernilai ekonomi tinggi.
Selain digunakan dalam berbagai peralatan elektronika, saat ini magnet ferit juga dikembangkan
menjadi film tipis (Liang et al., 2005; Shams et al., 2005; Capraro et al., 2004; Yulianto et al., 2007),
serta berbagai piranti elektronik yang berbasis teknologi nano (Pramanik et al., 2005). Pengembangan
bahan ferit dalam bentuk film tipis sebagian diorientasikan pada pembuatan media rekam dan sebagai
alat sensor (Sandu et al., 2006; Yamamoto et al., 2001). Meskipun pengembangan teknologi magnet
ferit telah demikian maju, namun hingga kini metode dasar pembuatan ferit juga masih terus
dikembangkan. Berbagai cara untuk mendapatkan magnet ferit secara lebih efisien masih terus dicoba,
misalnya dengan melakukan sintesis pada temperatur lebih rendah (Papazoglou et al., 2006), atau
memprosesnya lebih lanjut menjadi magnet komposit (Zaitsev et al., 2005; Gomes et al., 2005).
Berbagai publikasi mengenai magnet ferit dan besi oksida hingga saat ini masih terus dilakukan
para peneliti di seluruh dunia. Registrasi paten berkenaan dengan produk maupun metode juga masih
terus berlangsung. Sebagai contoh, toner magnetit dipatenkan oleh Sano dan Matsumoto (2004). Tidak
lama berselang Tdk. Corporation mematenkan produk material ferit dan proses sinteringnya (2005).
Satu tahun berikutnya, di tahun 2006 perusahaan tersebut juga mematenkan metode produksi material
magnetik ferit yang didoping dengan bahan lanthanum dan cobalt untuk menghasilkan sifat magnetik
yang lebih baik. Untuk produk selain ferit, produk paten yang disintesis dari besi oksida antara lain
adalah tisu magnetik yang ditemukan oleh Anderson dkk.(2005), serta medium rekam dari magnetit
yang dipatenkan oleh Sato dan Namura melalui Sony Corporation (2004).

ISSN 0853 - 0823


Agus Yulianto, dkk / Fabrikasi MnZn-Ferit Dari Bahan Alam Pasir Besi Serta Aplikasinya Untuk Core 129
Induktor

Penelusuran peneliti dari berbagai sumber pustaka dan elektronik web-site berkenaan dengan
magnet MnZn-Ferit menunjukkan bahwa telah banyak produk bahan jenis ini yang dipatenkan, namun
sejauh ini produk yang telah dipatenkan tersebut belum ada yang diproduksi dari bahan pasir besi. Besi
oksida yang digunakan untuk mensitesis MnZn-ferit pada umumnya adalah hematit (α-Fe2O3),
sedangkan besi oksida yang terdapat pada pasir besi adalah magnetit (Fe3O4). Berbagai produk bahan
magnet yang dihasilkan dari pasir besi dapat dipandang sebagai produk baru (yang bersifat unik) yang
layak untuk dipatenkan. Selain itu sintesis MnZn-ferit dengan menggunakan magnetit secara langsung
tanpa mengubahnya menjadi hematit terlebih dahulu akan menghasilkan proses yang sangat efisien.
Dibarengi dengan optimasi komposisi bahan dan parameter proses, proses sintesis langsung ini juga
sangat berpeluang diajukan sebagai paten dalam bidang pengembangan metode proses.

II. METODE PENELITIAN


Berdasar hasil penelitian sebelumnya (Yulianto, 2003), magnetit pasir besi dapat diubah menjadi
maghemit (γ-Fe2O3) atau hematit (α-Fe2O3) melalui proses oksidasi. Maghemit memiliki struktur
kubus, sedangkan hematit berstruktur heksagonal. Bahan hasil oksidasi ini dapat diproses lebih lanjut
menjadi soft magnet lain melalui pencampuran dengan bahan lain yang memiliki valensi 2+, misalnya
Mn++, Zn++, Co++ atau bahan lainnya, dan akan menghasilkan sifat magnetik yang berbeda dan lebih
baik dari bahan asalnya. Pada umumnya proses pembuatan ferit selalu dimulai dengan fasa heksagonal,
tetapi dalam penelitian ini proses sintesis dilakukan dengan menggunakan magnetit (berfasa kubus)
secara langsung tanpa diubah dahulu menjadi hematit.
Dalam penelitian ini bahan-bahan yang digunakan untuk membuat MnZn Ferit adalah: (a)
Magnetit (Fe3O4) yang diperoleh dari pengolahan pasir besi, (b) Mangan oksida (MnO) bermutu teknis
dan (c) Seng oksida (ZnO) bermutu teknis. Perhitungan stoikiometeri campuran dilakukan dengan
memperhitungkan tingkat kemurnian masing-masing bahan. Dalam hal ini magnetit hasil pengolahan
pasir besi memiliki tingkat kemurnian sekitar 99% (Yulianto, 2003). Sedangkan bahan bermutu teknis
MnO dan ZnO yang dipakai tidak diketahui tingkat kemurniannya secara eksak. Oleh karena itu,
berdasar perkiraan, kedua bahan teknis tersebut dianggap memiliki tingkat kemurnian 90%. Campuran
bahan dilakukan dalam beberapa komposisi, masing-masing dalam hitungan mol bahan. Penggilingan
bahan dilakukan dalam keadaan kering dengan menggunakan Ball Milling selama 5 jam. Selanjutnya
bahan disaring ulang dengan menggunakan saringan berukuran 400 mesh.
Proses kalsinasi dilakukan dengan memanaskan campuran bahan pada temperatur 1200ºC selama
180 menit (Goldman, 1990). Proses kalsinasi dilakukan dengan menggunakan High Temperature
Furnace tipe 46100 produk Thermolyne, yang tersedia di Laboratorium Komponen Magnet Pusat
Penelitian Elektronika dan Telekomunikasi LIPI Bandung. Bahan hasil proses kalsinasi berupa
gumpalan (kristal) keras. Dengan demikian, hasil kalsinasi ini harus digiling ulang hingga ukurannya
berorde mikron lagi. Proses penggilingan ulang telah dilakukan selama 16 jam dengan metode
penggilingan basah , yaitu menggunakan alkohol dengan porsi 50 % berat padatan. Pada penggilingan
tahap kedua ini, telah ditambahkan bahan-bahan aditif berupa CaO dan SiO2, masing-masing dengan
porsi 0,75% dari berat bahan hasil kalsinasi. Ditambahkannya bahan aditif ini dimaksudkan untuk
mempengaruhi pertumbuhan kristal lebih lanjut saat dilakukan sintering. Secara praktis penambahan
bahan aditif ini sangat mempengaruhi sifat magnetik MnZn Ferit yang dibuat. Setelah proses
pencetakan, proses sintering dilakukan pada temperature 1250ºC selama 60 menit.
Karakterisasi telah dilakukan untuk dua tahapan proses, yaitu serbuk MnZn-Ferit hasil kalsinasi
dan sampel-sampel hasil pencetakan serta sintering. Serbuk hasil kalsinasi diperiksa dengan
menggunakan metode difraksi sinar X. Pemeriksaan ini dilakukan untuk mengetahui apakah fasa /
struktur bahan hasil kalsinasi telah mencapai fasa kristal MnZn Ferit, sebab setiap bahan memiliki jejak
difraksi yang khas. Karakterisasi ini dilakukan di Laboratorium Difraksi sinar X, Laboratorium Pusat
MIPA, UNS Surakarta. Pemeriksaan untuk sampel-sampel hasil sintering adalah karakterisasi sifat
magnetiknya. Pengukuran kurva histeresis magnetik dilakukan dengan menggunakan alat Permagraph
yang tersedia di Laboratorium Komponen Bahan Magnet LIPI. Untuk keperluan ini perlu dilakukan
juga pengukuran sifat mekanik sampel, yang meliputi ukuran bentuk (dimensi spasial) dan kerapatan.
Oleh karena itu telah dilakukan pengukuran pada sampel, yang meliputi: diameter luar, diameter dalam
serta tebal dari sampel dengan menggunakan jangka sorong digital. Selain itu juga telah dilakukan
penimbangan dengan menggunakan neraca digital dengan skala terkecil sebesar 0,0001 gram.

ISSN 0853 - 0823


130 Agus Yulianto, dkk / Fabrikasi MnZn-Ferit Dari Bahan Alam Pasir Besi Serta Aplikasinya Untuk Core
Induktor

III. HASIL DAN PEMBAHASAN


III.1. Hasil Proses Kalsinasi
Karakterisasi pertama terhadap hasil kalsinasi untuk masing-masing komposisi adalah memeriksa
responnya terhadap medan magnet luar. Caranya adalah mendekatkan cuplikan padat hasil kalsinasi
pada sebuah magnet permanen. Ternyata ada sebagian beberapa komposisi MnZn Ferit ditarik oleh
magnet, sedangkan beberapa lainnya tidak. Hal ini memberi gambaran tentang sifat magnetiknya.
Seperti dapat dilihat pada tabel 1, Komposisi dengan porsi Mn kurang dari 0,5 mol menghasilkan
respon medan magnet yang kurang baik. Oleh karena itu, pada langkah selanjutnya proses pencetakan
dan sintering dilakukan pada hasil kalsinasi dengan komposisi yang mengandung Mn: 0,5 sampai
dengan 1 mol.
Tabel 1. Respon terhadap medan magnet luar hasil kalsinasi untuk beberapa komposisi campuran
MnZn ferit.

Respon
Berat Berat
No. Jenis komposisi Berat ZnO Medan
(Fe3O4) MnO
Magnet

1 Komposisi 1 1 mol 1 mol 0 mol Kurang


2 Komposisi 2 1 mol 0,9 mol 0,1 mol Kurang
3 Komposisi 3 1 mol 0,8 mol 0,2 mol Kurang
4 Komposisi 4 1 mol 0,7 mol 0,3 mol Kurang
5 Komposisi 5 1 mol 0,6 mol 0,4 mol Kurang
6 Komposisi 6 1 mol 0,5 mol 0,5 mol Baik
7 Komposisi 7 1 mol 0,4 mol 0,6 mol Baik
8 Komposisi 8 1 mol 0,3 mol 0,7 mol Baik
9 Komposisi 9 1 mol 0,2 mol 0,8 mol Baik
10 Komposisi 10 1 mol 0,1 mol 0,9 mol Baik
11 Komposisi 11 1 mol 0 mol 1 mol Baik

Mengenai sifat mekanik bahan hasil kalsinasi, yaitu kekerasan, secara kasar dapat diketahui bahwa
komposisi yang mengandung Mn dengan porsi lebih besar cenderung lebih keras. Hal ini terbukti,
dengan waktu penggilingan yang sama (16 jam) pada komposisi dengan Mn lebih besar masih
ditemukan butiran-butiran yang tidak lolos saring 400 mesh.
Pemeriksaan berikutnya yang juga telah dilakukan pada bahan hasil kalsinasi MnZn Ferit dari pasir
besi adalah karakterisasi strukturnya dengan menggunakan metode difraksi sinar X. Difraktogram hasil
pemeriksaan dengan metode XRD tersebut dapat dilihat pada gambar 1.
Difraktogram di atas adalah hasil karakterisasi XRD untuk MnZn Ferit dengan komoposisi Mn:
0,7 mol dan Zn: 0,3 mol (Mn0,7Zn0,3Fe2O4). Berdasar difraktogram di atas dapat diketahui bahwa
struktur kristal bahan tersebut cenderung berbentuk kubus spinel, sebagaimana struktur bahan asal pasir
besi, yaitu magnetit (Fe3O4).

ISSN 0853 - 0823


Agus Yulianto, dkk / Fabrikasi MnZn-Ferit Dari Bahan Alam Pasir Besi Serta Aplikasinya Untuk Core 131
Induktor

Difraktogram Sinar X untuk MnZn Ferit dan Fe2O3 Pasir Besi

1,8

1,6
α-Fe2O3
1,4

1,2 MnZn Ferit


Intensitas

1
Fe3O4
0,8

0,6 α-Fe2O3 Fe3O4


Fe3O4 Fe3O4
0,4 Fe3O4

0,2 Fe3O4 Pasir Besi

0
0,00 10,00 20,00 30,00 40,00 50,00 60,00 70,00 80,00 90,00

Gambar 1. Difraktogram sinar X untuk sampel MnZn Ferit yang dibuat dari pasir besi.
Pada gambar dapat terlihat bahwa struktur MnZn Ferit cenderung berupa kubus spinel
sebagaimana bahan aslinya (Fe3O4).

III.2. Karakter Magnetik MnZn Ferit dari Pasir Besi


Karakterisasi sifat magnetik MnZn Ferit dilakukan dengan menggunakan permagraph tipe MPS.
Meskipun alat ini sebenarnya lebih cocok untuk memeriksa bahan hard ferit, tetapi kurva histeresis
yang dihasilkan juga dapat digunakan untuk memberikan gambaran sederhana mengenai sifat-sifat
magnetik soft ferit seperti halnya MnZn Ferit.
Sampel-sampel hasil pencetakan dan sintering ini memiliki kerapatan rata-rata sekitar 4,3
gram/cm3. Nilai ini lebih besar daripada kerapatan sampel-sampel komposit Fe3O4 yang diperoleh
melalui pencetakan tanpa pemanasan. Hal ini dapat dipahami karena proses sintering memberi
kesempatan kepada kristal-kritas MnZn Ferit untuk saling berdeposisi dan berefek pada mengecilnya
volume. Gambar 2 menunjukkan kurva histeresis untuk sampel MnZn Ferit dengan komposisi Mn: 0,7
mol.
J(kG) J(kG)
B(kG) B(kG)

H(kA/m)
H(kA/m)

H(kOe)
H(kOe)

(a) (b)
Gambar 2. Kurva histeresis magnetik MnZn Ferit Hasil proses dari pasir besi (a)
Mn0,5Zn0,5Fe2O4, (b) Mn0,7Zn0,3Fe2O4

Pada Gambar 2 ditunjukkan kurva histeresis untuk dua sampel dengan komposisi yang berbeda.
Keduanya berbentuk kurus, yang merupakan ciri dari bahan-bahan magnet lunak (soft magnet). Untuk
komposisi dengan porsi Mn: 0,5 mol, kurva yang dihasilkan berbentuk mendekati garis lurus. Hal ini
menunjukkan bahwa sampel tersebut mempunyai respon magnetik yang sangat rendah. Meskipun
bahan tersebut ditarik oleh magnet permanen, tetapi permeabilitasnya sangat kecil. Lain halnya dengan

ISSN 0853 - 0823


132 Agus Yulianto, dkk / Fabrikasi MnZn-Ferit Dari Bahan Alam Pasir Besi Serta Aplikasinya Untuk Core
Induktor

kurva untuk Mn: 0,7 mol. Kurva ini menunjukkan bahwa nilai permeabilitas sampel tersebut cukup
tinggi, paling tidak permeabilitas awalnya. Namun demikian bahan ini memiliki respon magnetik yang
hanya pada nilai medan magnetik eksternal yang relatif rendah. Data yang diperoleh melalui
pengukuran dengan permagraph menunjukkan bahwa medan eksternal yang masih efektif
mempengaruhi bahan, sebelum mencapai saturasi, adalah Hknee: 0,075 kOe. Bahan ini cukup peka
terhadap perubahan medan luar, tetapi memiliki rentang respon medan yang sangat sempit.

III.3. Peran Bahan Aditif


Perlu ditekankan di sini, bahwa keberadaan bahan aditif memiliki peran yang sangat penting dalam
menentukan sifat-sifat magnetik MnZn Ferit yang dihasilkan. Bahan aditif yang telah digunakan untuk
sampel-sampel diaatas adalah CaO dan SiO2, masing-masing dengan porsi 0,75 % dari bahan hasil
kalsinasi yang digiling. Peneliti pernah melakukan pencetakan dan sintering MnZn ferit untuk semua
komposisi tanpa menggunakan bahan aditif. Hasilnya adalah, semua sampel memiliki kuva histeresis
magnetik yang mendekati garis lurus. Hal ini menunjukkan bahwa produksi MnZnFerit dengan metode
serbuk tanpa menggunakan bahan aditif akan menghasilkan bahan dengan respon magnetik yang
rendah.
Tentu saja komposisi bahan aditif yang telah digunakan peneliti belum dapat dianggap sebagai
porsi terbaik, sebab sesungguhnya kajian mengenai peran berbagai bahan aditif dan proses sintering
merupakan lahan yang sangat luas untuk dijelajahi. Sebenarnya proses yang harus dilakukan untuk
memproduksi MnZn Ferit, dengan sifat magnetik terbaik, harus disesuaikan dengan bidang aplikasinya.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN


Data-data pengukuran serta hasil analisisnya mendorong pada kesimpulan bahwa bahan alam pasir
besi telah dapat diolah secara efektif menjadi MnZn-Ferit dengan metode sintesis metalurgi serbuk.
Serbuk magnet ferit MnZn hasil sintesis dapat diolah menjadi magnet yang difungsikan sebagai
komponen beberapa alat elektronik. Magnet hasil sintesis ini akan dapat digunakan sebagai subtitusi
produk impor dengan produk lokal.

V. UCAPAN TERIMA KASIH


Kegiatan Riset ini didukung oleh dana Hibah Bersaing DP2M Dikti tahun 2009. Kami
mengucapkan terima kasih kepada Kepala Pusat Penelitian Elektronika dan Komunikasi LIPI atas ijin
kerja sama dan fasilitas yang kami pakai. Terima kasih juga kami sampaikan pada Sdr. Didik dan Rinto
Agustino dari Laboratorium Kemagnetan Bahan Jurusan Fisika UNNES, yang telah membantu
menyiapkan bahan dan mengoperasikan alat oksidasi.

VI. DAFTAR PUSTAKA


Abidin, H.Z. (2003): GPS Survey for Natural Hazard Mitigation in Indonesia, Country Report of
International Union of Geophysics and Geodesy (Indonesian Committee), Sapporo, Japan,
June 30 –July 11, 22-27.
Anderson, R.R., Khan, M.H., dan Fasse, J.P. (2005): Magnetic Ink Tissue, U.S. Patent Document: WO
2005/046576, PCT/US2004/025585, http://cxp.pattera.com
Brezoi, D.V. dan Ion, R.M. (2005): Phase evolution induced by polypyrrole in iron oxide–polypyrrole
nanocomposite, Sensors and Actuators B: Chemical, 109 (1), 171-175.
Capraro, S., Berre, M.L., Chatelon, J.P., Bayard, B., Joisten, H., Canut, C., Barbier, D., dan Rousseau,
J.J. (2004): Crystallographic properties of magnetron sputtered barium ferrite films,
Materials Science and Engineering B, 112 (1), 19-24.
Elias, M., Chartier, C., Prévot, G., Garay, H., dan Vignaud, C. (2006): The colour of ochres explained
by their composition, Materials Science and Engineering: B, 127 (1), 70-80.
Goldman, A. (1990): Modern Ferrite Technology, Van Nostrand Reinhold, New York.
Gómez, E., Pané, S., dan Vallés, E. (2005): Magnetic composites CoNi–barium ferrite prepared by
electrodeposition, Electrochemistry Communications, 7 (12), 1225-1231.
Liang, C., Yang, D., Yang, Z., Hou, F., dan Xu, M. (2005): The preparation and oxygen sensitivity of
strontium ferrite thin films, Surface and Coatings Technology, 200 (7), 2515-2517.

ISSN 0853 - 0823


Agus Yulianto, dkk / Fabrikasi MnZn-Ferit Dari Bahan Alam Pasir Besi Serta Aplikasinya Untuk Core 133
Induktor

Muta’alim, Tahlili, L., Purwanto, H., dan Subiantoro (1995): Pembuatan Prereduced Pellet Pasir Besi,
Laporan Penelitian (in house research), PPTM, Bandung.
Ozel, E., Unluturk, G., dan Turan, S. (2006): Production of brown pigments for porcelain insulator
applications, Journal of the European Ceramic Society, 26, 735-740.
Papazoglou, P., Eleftheriou, E., dan Zaspalis, V.T. (2006): Low sintering temperature MnZn-ferrites
for power applications in the frequency region of 400 kHz, Journal of Magnetism and
Magnetic Materials, 296 (1), 25-31.
Parkin, I.P., Elwin, G., Kuznetsov, M.V., Pankhurst, Q.A., Bui, Q.T., Forster, G.D., Barquín, L.F.,
Komarov, A.V., dan Morozov, Y.G. (2001): Self-propagating high temperature synthesis of
MFe12O19 (M=Sr,Ba) from the reactions of metal superoxides and iron metal, Journal of
Materials Processing Technology, 110 (2), 239-243.
Peng, Y., Park, C., dan Laughlin, D.E. (2003): Fe3O4 thin film sputter deposited from iron oxide
targets, Journal of Applied Physics, 93 (10), 7957-7959.
Pramanik, N.C., Fujii, T., Nakanishi, M., dan Takada, J. (2005): Development of nanograined
hexagonal barium ferrite thin films by sol–gel technique, Materials Letters, 59 (4), 468-
472.
Ratman, N., Suwarti, T., dan Samodra, H. (1988): Peta Geologi Indonesia Lembar Surabaya (edisi
ke2), Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Bandung.
Sandu, I., Presmanes, L., Alphonse, P., dan Tailhades, P. (2006): Nanostructured cobalt manganese
ferrite thin films for gas sensor application, Thin Solid Films, 495 (1-2), 130-133.
Sano, Takayuki, Matsumoto, dan Tatsuru (2001): Toner for MICR, U.S. Patent Documents, Current
U.S. Class: 430/106.2; 430/108.23; 430/108.7; 430/108.8, http:/www.freepatentsonline.com
Shams, N.N., Liu, X., Matsumoto, M., dan Morisako, A. (2005): Manipulation of crystal orientation
and microstructure of barium ferrite thin film, Journal of Magnetism and Magnetic
Materials, 290, 138-140.
Smit, G., Zrnčević, S., dan Lázár, K. (2006): Adsorption and low-temperature oxidation of CO over
iron oxides, Journal of Molecular Catalysis A: Chemical, 252, 103-106.
Tjetjep, W.S. dan Wirakusumah, D.A. (2003), Activities related with IAVCEI in Indonesia: a country
report from Indonesia, International Union of Geophysics and Geodesy (Indonesian
Committee), Sapporo, Japan, June 30 –July 11, 52-70.
Yamamoto, S., Hirata, K., Kurisu, H., Matsuura, M., Doi, T., dan Tamari, K. (2001): High coercivity
ferrite thin-film tape media for perpendicular recording, Journal of Magnetism and
Magnetic Materials, 235, 342-346.
Yulianto, A., Bijaksana, S., Loeksmanto, W., dan Kurnia, D. (2003c): Extraction and purification of
magnetit (Fe3O4) from iron sand, Proceedings of the Annual Physics Seminar, ISBN: 979-
98010-0-1, 102.
Yulianto, A., Bijaksana, S., Loeksmanto, W., Kurnia, D., 2005, The Synthesis of Magnetic Material of
Barium and Stronsium Hexaferrite Made of Iron Sand Proceedings of The 3rd Kentingan
Physics Forum, UNS Surakarta
Zaitsev, D.D., Kazin, P.E., Tretyakov, Y.D., dan Jansen, M. (2005): Synthesis and magnetic properties
of glass-ceramic composites SrFe12O19–SrSiO3, Journal of Magnetism and Magnetic
Materials, Vol. 292, 59-64.

ISSN 0853 - 0823

Anda mungkin juga menyukai