DISUSUN OLEH:
Nama : Augie Davin Siagian
NIM : 012100003
Kelompok :B
Rekan Kerja : 1. Desalsa Anggoro Diani
2. Nasywa Hasna Aisyi
Program Studi : D-IV Teknokimia Nuklir
Acara : Pengolahan Pasir Besi
Dosen : Harum Azizah Darojati, M.T.
Tanggal Pelaksanaan Praktikkum : 16 Oktober 2023
Tanggal Pengumpulan Laporan : 21 Oktober 2023
II. TUJUAN
a. Mengetahui teknik pengolahan pasir besi
b. Mengetahui zat yang dihasilkan dari proses pengolahan pasir besi
c. Mengetahui metode analisis produk hasil pengolahan pasir besi
V. LANGKAH KERJA
VII. PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikkum kali ini adalah mengetahui teknik pengolahan pasir besi,
mengetahui zat yang dihasilkan dari proses pengolahan pasir besi, dan mengetahui metode
analisis produk hasil pengolahan pasir besi. Pengolahan pasir besi kali ini menggunakan
metode yang mirip dengan blast furnace dimana menggunakan 3 komponen inti, yaitu bijih
besi, kokas atau arang, dan flux. Bijih besi sendiri berfungsi bahan yang ingin diolah dimana
selanjutnya berupa pig iron sebagai hasil akhir. Kokas atau arang berfungsi sebagai sumber
CO yang digunakan untuk mereduksi bijih besi. Yang terakhir, flux, berfungsi untuk
mengikat bahan-bahan yang ikut tercampur dalam besi untuk dijadikan terak sehingga
dengan adanya terak, permukaan besi akan terlapisi dan menghidari oksidasi oleh udara.
Proses pengolahan pasir besi dalam industri sendiri terbagi menjadi beberapa
proses, dimulai dengan proses grinding untuk menghaluskan bijih besi dan memisahkan
dengan kotoran yang tidak diinginkan. Kemudian, terdapat proses pencucian menggunakan
asam dimana terbukti efektif untuk menghilangkan oksida pengotor. Selanjutnya, dilakukan
screening sehingga kotoran-kotoran yang masih belum tersingkirkan dapat tersingkirkan
pada proses ini. Selain itu, fungsi screening juga untuk menyeragamkan ukuran partikel.
Lalu, dilakukan magnetic separation yang berfungsi untuk mengambil bagian-bagian
magnetik dimana berisikan logam-logam yang juga terdapat besi di dalamnya. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi massa bahan yang akan diproses sehingga material-material
yang lanjut ke tahap berikutnya mengandung besi dengan kadar yang lebih tinggi dibanding
sebelumnya.
Kemudian, dilakukan roasting untuk mereduksi bijih besi. Saat ini terdapat 2
metode yang umumnya dipakai, yaitu metode Blast Furnace dan Cupola Furnace.
Perbedaan keduanya terdapat pada bahan yang dipakai. Pada blast furnace, material yang
digunakan adalah material primer dimana belum sama sekali mendapatkan pengolahan
sedangkan pada cupola furnace materialnya ialah material sekunder yang sudah melewati
proses pengolahan sehingga hasil keluaran berupa campuran Fe2O3 dan FeO. Kedua
metode ini sama-sama melakukan reduksi besi dengan gas CO yang terbentuk pada suhu
sekitar > 1000oC. Kemudian, terdapat proses pencetakan dimana besi yang keluar berupa
cairan dan selanjutnya dicetak menjadi pig iron.
Pada praktikkum kali ini, proses pengolahan pasir besi melewati beberapa tahap,
seperti drying, magnetic separation, screening, reduksi besi, dan analisis kimia bahan.
Drying dilakukan untuk menghilangkan kadar air dalam pasir dengan memasukkan pasir
pada oven di suhu 120oC. Kemudian, dilakukan magnetic separation untuk mengambil
logam-logam yang bersifat magnetic, termasuk besi sehingga kandungan besi dalam pasir
dapat meningkat. Pada tahap ini dihasilkan 51,008 gram pasir magnetik dari total 250 gram
pasir yang dijadikan sampel. Tidak lupa, pasir awal yang belum diolah yaitu sebanyak 250
gram dilakukan analisis kandungan kimianya menggunakan FTIR dan XRF. FTIR
digunakan untuk mengetahui senyawa yang terkandung, sedangkan XRF digunakan untuk
mengetahui unsur yang terkandung.
Hasil FTIR menunjukkan beberapa senyawa yang terkandung, seperti silika,
BiVO4, TiO2, (TiMnSb)O4, CoO-AlO3, Cr2O3, SbO5, Na4P2O7, dan NiO. Sedangkan pada
XRF unsur yang terkandung adalah Ti, V, Cr, Mn, Fe, Ni, Cu, Nb, dan Mo. Terdapat
beberapa perbedaan dan persamaan dari kedua uji tersebut. Persamaannya, yaitu sebagian
besar unsur dari satu uji terdapat pada uji lainnya. Perbedaan yang dihasilkan adalah ada
unsur yang tidak terkandung di suatu uji pada uji lainnya. Selain itu, kandungan Fe yang
dihasilkan cukup tinggi, yaitu 91,67% padahal secara analisis FTIR yang paling tinggi
adalah silika. Hal ini dapat disebabkan karena XRF tidak dapat mendeteksi no. atom rendah
seperti silicon sehingga unsur tersebut tidak akan tampil dalam analisis. Apabila dilihat
kandungan pasir ini mengandung logam-logam lain yang berharga, seperti Ti, V, Cr, Ni, dll.
Hal ini disebabkan karena pasir diambil dari pantai selatan jawa yang banyak mengandung
logam tersebut.
Hal yang paling mengejutkan adalah dalam uji analisis FTIR tidak terdapat
kandungan besi sedangkan uji XRF ada. Hal ini dapat disebabkan pada uji FTIR, posisi
sampel tidak pas sehingga bagian sampel yang terdapat besinya tidak terkena oleh tip FTIR
dan tidak terdeteksi. Hal ini juga menyatakan bahwa kandungan besi dalam pasir tidaklah
homogen. Pada screening, digunakan 2 ukuran, yaitu -50 +70 mesh dan -70 +120 mesh.
Berat pasir yang terdapat pada -50 +70 mesh screen adalah 13,28 gram dan pada -70 +20
mesh screen adalah 37,728 gram. Pada proses reduksi bijih besi, sampel telah dicampurkan
dengan CaCO3 yang berfungsi sebagai flux dan arang kayu sebagai kokas dengan
perbandingan 1 : 0,5 : 0,1 (sampel : arang kayu : CaCO3). Proses ini memakan waktu 30
menit pada suhu 1000oC.
Terdapat beberapa daerah atau zona pada proses reduksi bijih menurut
temperaturnya. Zona pertama adalah zona pengeringan pada saat furnace mencapai
temperature 105oC untuk menguapkan air. Kemudian, masuk ke zona reduksi pada saat
pemanasan furnace di sekitar suhu 400oC, arang telah teroksidasi menjadi CO yang akan
mereduksi bijih besi dari Fe2O3 menjadi Fe3O4 menurut persamaan reaksi :
3 Fe3O4 + CO => 2 Fe3O4 + CO2
Kemudian, Fe3O4 akan direduksi lagi oleh CO menjadi FeO melalui reaksi :
Fe3O4 + CO => 3 FeO + CO2
o
Pada suhu sekitar 900 C, kalsium karbonat mulai mengalami dekomposisi menurut reaksi
berikut :
CaCO3 => CaO + CO2
Karbon dioksida yang dihasilkan akan bereaksi dengan arang dan menghasilkan karbon
monooksida dengan reaksi :
CO2 + 2 C => 2 CO
Karbon monooksida ini akan kembali mereduksi besi menjadi bentuk murninya dengan
reaksi berikut :
FeO + CO => Fe + CO2
Perlu diperhatikan bahwa kalsium karbonat juga ikut bereaksi dan menambah
kandungan CO sehingga meningkatkan konversi reduksi besi. Namun, karena fungsinya
juga digunakan untuk mengangkut kotoran, maka perlu dilakukan optimalisasi sehingga
peningkatan konversi dapat tercapai dengan tidak mengganggu proses pengikatan kotoran.
Uji kandungan kimia kembali dilakukan dengan XRF dan FTIR pada pasir yang telah
tereduksi. Uji FTIR pada pasir -50 +70 mesh menghasilkan kandungan CaCO3, ZnSO4,
Tanah diatomik, CuSO4, MgSO4, Na2HPO4, dan K2HPO4. Tidak terdapat senyawa Fe yang
terdeteksi dalam uji ini. Namun, dalam tanah diatomik, Fe mempunyai komposisi sekitar
2% sehingga dapat disimpulkan sampel tersebut masih mengandung Fe. Senyawa CaCO3
berasal dari flux yang masih tersisa sedangkan logam lain dihasilkan dari garam-garam air
laut.
Sementara itu, uji XRF menunjukkan unsur yang terkandung adalah Ti, V, Cr, Mn,
Ni, Cu, Nb, Mo, dan Fe dengan kandungan 95,34%. Terdapat perbedaan signifikan
kandungan Fe pada uji XRF dan FTIR. Hal tersebut dapat disebabkan karena tidak ada
standar pembanding yang digunakan pada kedua uji dan menyebabkan nilainya berbeda.
Selain itu, kandungan utama pada pasir adalah silika sedangkan pada uji XRF silika tidak
akan terdeteksi sehingga menyebabkan pembacaan menjadi tidak akurat. Pada pasir -70
+120 mesh, uji FTIR menghasilkan kandungan senyawa CaCO3 (terbanyak), K2CO3,
Fe(OH)3, BiVO4, Silika, TiO2, (TiMnSb)O4, NiO, dan Sb2O5. Sama seperti sebelumnya,
CaCO3 yang terdeteksi berasal dari flux yang belum bereaksi. Fe(OH)3 terdeteksi namun
masih dalam bentuk Fe(III) sehingga diprediksi berasal dari Fe yang belum tereduksi.
K2CO3 berasal dari air laut sedangkan oksida logam lain merupakan kandungan pasir pantai
selatan Jawa.
Uji XRF menghasilkan kandungan Ti, V, Cr, Mn, Cu, Nb, Mo, dan Fe dengan
kandungan 96,14%. Sama seperti sebelumnya hasil uji ini tidak akurat karena pada uji FTIR
senyawa terbanyak yang mungkin ada adalah CaCO3 sedangkan pada uji ini adalah besi.
Hal tersebut disebabkan karena XRF tidak dapat menganalisis unsur Ca akibat no. atomnya
yang kecil. Produk hasil pengolahan pasir besi ini belumlah menjadi pig iron karena rata-
rata pig iron memiliki kandungan besi > 60% dan wujudya sudah berbentuk logam besi.
Sementara itu, produk yang dihasilkan dari praktikkum masih dalam bentuk campuran pasir
berwarna kekuningan, bukan dalam bentuk lelehan logam sehingga tidak dapat dicetak.
Kandungan besi yang dihasilkan juga masih rendah dan belum layak untuk dikatakan
sebagai pig iron. Banyaknya pengotor yang masih terdapat di dalam sampel dapat
diakibatkan karena tidak dilakukannya proses pencucian menggunakan asam dimana
pencucian dengan asam terbukti efektif melarutkan logam pengotor bijih besi.
VIII. KESIMPULAN
a. Di dunia industri, proses pengolahan bijih besi terdiri atas proses grinding,
pencucian, screening, magnetic separation, reduksi bijih besi, pencetakan. Pada
praktikkum ini dilakukan beberapa tahap seperti drying, magnetic separation,
screening, reduksi besi, dan analisis kimia bahan. Drying digunakan untuk
mengurangi kadar air, magnetic separation untuk meningkatkan kandungan besi
dalam pasir, screening untuk menyeragamkan ukuran partikel, reduksi besi untuk
mereduksi Fe dari senyawa oksida menjadi unsur murninya, dan analisis kimia
bahan untuk mengetahui kandungan senyawa atau unsur dari bahan yang diolah.
b. Zat yang dihasilkan dari pengolahan pasir besi secara teoritik adalah Fe, CaCO3,
CO, CO2, dan pengotor-pengotor seperti oksida logam ataupun garam yang berasal
dari air laut.
c. Uji produk hasil pengolahan pasir besi menggunakan FTIR untuk mengetahui
kandungan senyawa dan XRF untuk mengetahui unsur yang terkandung. Pada pasir
pantai sebelum diolah, hasil FTIR menunjukkan beberapa senyawa yang
terkandung, seperti silika, BiVO4, TiO2, (TiMnSb)O4, CoO-AlO3, Cr2O3, SbO5,
Na4P2O7, dan NiO sedangkan pada XRF unsur yang terkandung adalah Ti, V, Cr,
Mn, Fe, Ni, Cu, Nb, dan Mo. Uji FTIR pada pasir -50 +70 mesh menghasilkan
kandungan CaCO3, ZnSO4, Tanah diatomik, CuSO4, MgSO4, Na2HPO4, dan
K2HPO4 sedangkan uji XRF menunjukkan unsur yang terkandung adalah Ti, V, Cr,
Mn, Ni, Cu, Nb, Mo, dan Fe dengan kandungan 95,34%. Pada pasir -70 +120 mesh,
uji FTIR menghasilkan kandungan senyawa CaCO3 (terbanyak), K2CO3, Fe(OH)3,
BiVO4, Silika, TiO2, (TiMnSb)O4, NiO, dan Sb2O5 sedangkan uji XRF
menghasilkan kandungan Ti, V, Cr, Mn, Cu, Nb, Mo, dan Fe dengan kandungan
96,14%.