Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN RESMI

PRAKTIKKUM PROSES INDUSTRI KIMIA

DISUSUN OLEH:
Nama : Augie Davin Siagian
NIM : 012100003
Kelompok :B
Rekan Kerja : 1. Desalsa Anggoro Diani
2. Nasywa Hasna Aisyi
Program Studi : D-IV Teknokimia Nuklir
Acara : Pengolahan Pasir Besi
Dosen : Harum Azizah Darojati, M.T.
Tanggal Pelaksanaan Praktikkum : 16 Oktober 2023
Tanggal Pengumpulan Laporan : 21 Oktober 2023

POLITEKNIK TEKNOLOGI NUKLIR INDONESIA


BADAN RISET DAN INOVASI NASIONAL
2023
I. ACARA
Pengolahan Pasir Besi

II. TUJUAN
a. Mengetahui teknik pengolahan pasir besi
b. Mengetahui zat yang dihasilkan dari proses pengolahan pasir besi
c. Mengetahui metode analisis produk hasil pengolahan pasir besi

III. DASAR TEORI


Indonesia merupakan negara yang memiliki sumber daya alam yang melimpah.
Salah satu sumber daya alam yang dimiliki Indonesia adalah pasir besi. Pasir besi
terbentuk karena proses penghancuran oleh cuaca, air permukaan dan gelombang terhadap
batuan asal yang mengandung mineral besi, kemudian terakumulasi serta tercuci oleh
gelombang air laut. Pasir besi merupakan mineral yang banyak mengandung senyawa besi
oksida, misalnya magnetite (Fe3O4), ilmenite (FeTiO3), hematite (Fe2O3) dan mineral
lain dalam jumlah sedikit. Kandungan besi yang terdapat pada endapan pasir besi yang
utama adalah mineral tetanomagnetik, adapun komposisinya: Fe 60%, Al2O3 3,3%, SiO2
0,26%, P2O5 0,55%, TiO2 9,2%, MgO 0,6%. Adanya kandungan titanium dalam ilmenit
(FeTiO3) dapat memberikan nilai tambah yang signifikan pada pasir besi.
Pasir besi berwarna abu-abu kehitaman, berbutir halus, densitas 2-5 gr/cm3, berat
jenis 2,99-4,23 gr/cm3, derajat kemagnetan 6,4-27,16% (Hilman dkk., 2014). Semakin
gelap warna dari pasir tandanya mengandung mineral besi yang tinggi. Untuk menguji
kandungan besi yang terdapat pada pasir besi, dapat dilakukan dengan mudah. Contohnya
dengan menggunakan magnet, lalu dekatkan dengan pasir tersebut. Jika banyak mineral
besi yang tertarik oleh magnet tersebut, maka dapat dipastikan pasir tersebut adalah pasir
besi. Metode ini dinamakan dengan magnetic separation.
Pemisahan secara magnetik terjadi karena adanya perbedaan sifat fisik antar
mineral magnetik dan mineral nonmagnetik yang dipengaruhi oleh kuat arus, sehingga
mineral yang magnetic dan bersifat non magnetik dapat terpisah. Kedudukan magnet
permanen yang tetap pada posisinya, menyebabkan medan magnet selama proses akan
ikut tetap. Perbedaan arus dapat menyebabkan perubahan jarak medan magnet terhadap
daerah aliran muatan sehingga akan terjadi perubahan pemisahan antara mineral magnetik
(konsentrat), dan nonmagnetik (tailing).
Pemanfaatan bahan galian tambang berupa pasir besi di Indonesia cukup bervariasi.
Pada industri semen dan industri pembuatan baja, pasir besi dalam bentuk bahan mentah
atau raw material dimanfaatkan sebagai bahan campuran. Selain itu, pasir pantai dapat
diolah menjadi Pig Iron, dengan cara memurnikan kandungan Fe dalam pasir besi alam
dan menentukan kadar Fe murni dalam Pig Iron. Pig iron digunakan sebagai bahan baku
pembuatan besi baja dan industri pengecoran logam (iron foundry). Pig iron dihasilkan
melalui proses reduksi tak langsung, seperti blast furnace. Setelah bijih besi diolah
menjadi butiran-butiran besi oksida (pellet) selanjutnya akan melewati proses reduksi dan
peleburan—bersama kokas dan kapur dengan suhu dan tekanan tinggi—hingga terbentuk
logam besi cair bersuhu tinggi (hot metal) yang kemudian dicetak menjadi pig iron.
Saat ini, iron blast furnance telah dipakai untuk mengolah oksida besi ini dengan
kapasitas smelting yang tinggi dan ekonomis dibandingkan metoda leaching. Prinsip kerja
blast furnance adalah diisi dengan bijih besih, kokas, dan fluks. Guna fluks adalah untuk
membuat slag dari koposisi yang terpakai, yang biasanya slag ini memakai kapur, kadang
kala ditabahkan dolomite. Di dalam blast furnace, bijih besi atau besi oksida direduksi
oleh karbon dioksida (CO) yang terbentuk sebagai hasil perubahan karbon dalam
lingkungan reduksi (Adil Jamali, 2006). Sedangkan kokas dapat diganti dengan arang
kayu. Arang kayu akan mudah hancur tertimpa bahan baku lainnya dikarenakan
rendahnya ketangguhan dan kekerasan arang kayu. Penggunaan arang kayu lebih reaktif
daripada kokas, hasil pembakarannya menghasilkan jumlah gas karbon monoksida yang
besar dimana menggandung energi termal sebagai panas laten.
Agar bisa dimanfaatkan secara efisien dan ekonomis, maka dibutuhkan kajian
tentang mineral magnetik pasir besi. Kajian tersebut meliputi dua hal, yaitu analisis kimia
dan analisis fisika. Analisis kimia bertujuan untuk mengetahui kandungan unsur pada
mineral magnetik dan analisis fisika meliputi analisis jenis mineral, analisis ukuran
butir,analisis sifat magnetik dan analisis berat jenis. Analisis kimia dapat dilakukan
menggunakan FTIR dan XRF.
Spektroskopi FTIR (fourier transform infrared) merupakan salah satu teknik
analitik yang sangat baik dalam proses identifikasi struktur molekul suatu senyawa.
Prinsip kerja spektrofotometer inframerah adalah fotometri. Sinar dari sumber sinar
inframerah merupakan kombinasi dari panjang gelombang yang berbedabeda. Sinar yang
melalui interferometer akan difokuskan pada tempat sampel. Sinar yang ditransmisikan
oleh sampel difokuskan ke detektor. Perubahan intensitas sinar menghasilkan suatu
gelombang interferens. Gelombang ini diubah menjadi sinyal oleh detektor, diperkuat
oleh penguat, lalu diubah menjadi sinyal digital.
Floresensi sinar X (x-ray flourescence, XRF) adalah fluoresensi (emisi karakteristik
sekunder) sinar-X dari bahan yang tereksitasi karena dibombardir dengan sinar X
berenergi tinggi. Prinsip kerjanya ialah ketika sampel dibombardir dengan sinar-x
berenergi tinggi diikuti oleh emisi foton karakteristik dengan energi tertentu yang
berkaitan dengan nomor atom setiap elemen (hukum Moseley). Energi foton yang
dihasilkan dapat diinterpretasikan menjadi data kualitatif dan banyaknya foton menjadi
data kuantitatif. Kelebihan dari metode ini adalah akurat, cepat, dapat mendeteksi banyak
elemen, dan merupakan salah satu uji tak merusak sehingga sampel dapat digunakan
kembali setelah diuji.

IV. BAHAN DAN ALAT


1. Bahan
• CaCO3
• Arang
• Pasir besi
2. Alat
• Screener
• Magnet
• Baki penampung
• Gelas ukur
• FTIR
• Neraca analisis
• Furnace
• Krus
• Peralatan gelas

V. LANGKAH KERJA

Dilakukan screening awal


untuk memisahkan pasir Pasir besi dioven hingga Pasir besi dicuplik dan Pasir ditimbang sebanyak
dengan pengotor seperti kering dianalisis dengan FTIR 250 gram
batu dan kayu

Ditambahkan CaCO3 dan Dilakukan magnetic


Bagian tersebut diayak
arang dengan variasi Bagian magnetik yang separation dan dipisahkan
pada ukuran -50 +70 mesh
tertentu pada masing- diperoleh ditimbang antara yang magnetik dan
dan -70 +120 mesh
masing sampel tidak

Kedua sampel difurnace


Sampel dianalisis dengan
pada suhu 1000 C selama
FTIR
30 menit

VI. DATA PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN


Lokasi pengambilan sampel : Pantai Goa Cemara, Kab. Kulon Progo
Berat pasir : 250 gram
Berat pasir magnetik : 51,008 gram
Berat pasir besi -50 +70 mesh : 13,28 gram
Berat pasir besi -70 +120 mesh : 37,728 gram
• Neraca massa Magnetic Separation
Berat pasir = Berat pasir magnetik + berat pasir nonmagnetik
250 gram = 51,008 gram + berat pasir nonmagnetic
berat pasir nonmagnetic = 198,992 gram
• Neraca massa screening
Berat pasir magnetik = Berat pasir besi -50 +70 mesh + Berat pasir besi -70 +120
mesh
51,008 gram = 13,28 gram + 37,728 gram
51,008 gram = 51,008 gram

Gambar 1 FTIR pasir sebelum diolah

Gambar 2 FTIR pasir -50 +70 mesh


Gambar 3 FTIR pasir -70 +120 mesh

Gambar 4 XRF pasir yang belum diolah


Gambar 5 XRF pasir -50 +70 mesh

Gambar 6 XRF pasir -70 +120 mesh

VII. PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikkum kali ini adalah mengetahui teknik pengolahan pasir besi,
mengetahui zat yang dihasilkan dari proses pengolahan pasir besi, dan mengetahui metode
analisis produk hasil pengolahan pasir besi. Pengolahan pasir besi kali ini menggunakan
metode yang mirip dengan blast furnace dimana menggunakan 3 komponen inti, yaitu bijih
besi, kokas atau arang, dan flux. Bijih besi sendiri berfungsi bahan yang ingin diolah dimana
selanjutnya berupa pig iron sebagai hasil akhir. Kokas atau arang berfungsi sebagai sumber
CO yang digunakan untuk mereduksi bijih besi. Yang terakhir, flux, berfungsi untuk
mengikat bahan-bahan yang ikut tercampur dalam besi untuk dijadikan terak sehingga
dengan adanya terak, permukaan besi akan terlapisi dan menghidari oksidasi oleh udara.
Proses pengolahan pasir besi dalam industri sendiri terbagi menjadi beberapa
proses, dimulai dengan proses grinding untuk menghaluskan bijih besi dan memisahkan
dengan kotoran yang tidak diinginkan. Kemudian, terdapat proses pencucian menggunakan
asam dimana terbukti efektif untuk menghilangkan oksida pengotor. Selanjutnya, dilakukan
screening sehingga kotoran-kotoran yang masih belum tersingkirkan dapat tersingkirkan
pada proses ini. Selain itu, fungsi screening juga untuk menyeragamkan ukuran partikel.
Lalu, dilakukan magnetic separation yang berfungsi untuk mengambil bagian-bagian
magnetik dimana berisikan logam-logam yang juga terdapat besi di dalamnya. Hal ini
dilakukan untuk mengurangi massa bahan yang akan diproses sehingga material-material
yang lanjut ke tahap berikutnya mengandung besi dengan kadar yang lebih tinggi dibanding
sebelumnya.
Kemudian, dilakukan roasting untuk mereduksi bijih besi. Saat ini terdapat 2
metode yang umumnya dipakai, yaitu metode Blast Furnace dan Cupola Furnace.
Perbedaan keduanya terdapat pada bahan yang dipakai. Pada blast furnace, material yang
digunakan adalah material primer dimana belum sama sekali mendapatkan pengolahan
sedangkan pada cupola furnace materialnya ialah material sekunder yang sudah melewati
proses pengolahan sehingga hasil keluaran berupa campuran Fe2O3 dan FeO. Kedua
metode ini sama-sama melakukan reduksi besi dengan gas CO yang terbentuk pada suhu
sekitar > 1000oC. Kemudian, terdapat proses pencetakan dimana besi yang keluar berupa
cairan dan selanjutnya dicetak menjadi pig iron.
Pada praktikkum kali ini, proses pengolahan pasir besi melewati beberapa tahap,
seperti drying, magnetic separation, screening, reduksi besi, dan analisis kimia bahan.
Drying dilakukan untuk menghilangkan kadar air dalam pasir dengan memasukkan pasir
pada oven di suhu 120oC. Kemudian, dilakukan magnetic separation untuk mengambil
logam-logam yang bersifat magnetic, termasuk besi sehingga kandungan besi dalam pasir
dapat meningkat. Pada tahap ini dihasilkan 51,008 gram pasir magnetik dari total 250 gram
pasir yang dijadikan sampel. Tidak lupa, pasir awal yang belum diolah yaitu sebanyak 250
gram dilakukan analisis kandungan kimianya menggunakan FTIR dan XRF. FTIR
digunakan untuk mengetahui senyawa yang terkandung, sedangkan XRF digunakan untuk
mengetahui unsur yang terkandung.
Hasil FTIR menunjukkan beberapa senyawa yang terkandung, seperti silika,
BiVO4, TiO2, (TiMnSb)O4, CoO-AlO3, Cr2O3, SbO5, Na4P2O7, dan NiO. Sedangkan pada
XRF unsur yang terkandung adalah Ti, V, Cr, Mn, Fe, Ni, Cu, Nb, dan Mo. Terdapat
beberapa perbedaan dan persamaan dari kedua uji tersebut. Persamaannya, yaitu sebagian
besar unsur dari satu uji terdapat pada uji lainnya. Perbedaan yang dihasilkan adalah ada
unsur yang tidak terkandung di suatu uji pada uji lainnya. Selain itu, kandungan Fe yang
dihasilkan cukup tinggi, yaitu 91,67% padahal secara analisis FTIR yang paling tinggi
adalah silika. Hal ini dapat disebabkan karena XRF tidak dapat mendeteksi no. atom rendah
seperti silicon sehingga unsur tersebut tidak akan tampil dalam analisis. Apabila dilihat
kandungan pasir ini mengandung logam-logam lain yang berharga, seperti Ti, V, Cr, Ni, dll.
Hal ini disebabkan karena pasir diambil dari pantai selatan jawa yang banyak mengandung
logam tersebut.
Hal yang paling mengejutkan adalah dalam uji analisis FTIR tidak terdapat
kandungan besi sedangkan uji XRF ada. Hal ini dapat disebabkan pada uji FTIR, posisi
sampel tidak pas sehingga bagian sampel yang terdapat besinya tidak terkena oleh tip FTIR
dan tidak terdeteksi. Hal ini juga menyatakan bahwa kandungan besi dalam pasir tidaklah
homogen. Pada screening, digunakan 2 ukuran, yaitu -50 +70 mesh dan -70 +120 mesh.
Berat pasir yang terdapat pada -50 +70 mesh screen adalah 13,28 gram dan pada -70 +20
mesh screen adalah 37,728 gram. Pada proses reduksi bijih besi, sampel telah dicampurkan
dengan CaCO3 yang berfungsi sebagai flux dan arang kayu sebagai kokas dengan
perbandingan 1 : 0,5 : 0,1 (sampel : arang kayu : CaCO3). Proses ini memakan waktu 30
menit pada suhu 1000oC.
Terdapat beberapa daerah atau zona pada proses reduksi bijih menurut
temperaturnya. Zona pertama adalah zona pengeringan pada saat furnace mencapai
temperature 105oC untuk menguapkan air. Kemudian, masuk ke zona reduksi pada saat
pemanasan furnace di sekitar suhu 400oC, arang telah teroksidasi menjadi CO yang akan
mereduksi bijih besi dari Fe2O3 menjadi Fe3O4 menurut persamaan reaksi :
3 Fe3O4 + CO => 2 Fe3O4 + CO2
Kemudian, Fe3O4 akan direduksi lagi oleh CO menjadi FeO melalui reaksi :
Fe3O4 + CO => 3 FeO + CO2
o
Pada suhu sekitar 900 C, kalsium karbonat mulai mengalami dekomposisi menurut reaksi
berikut :
CaCO3 => CaO + CO2
Karbon dioksida yang dihasilkan akan bereaksi dengan arang dan menghasilkan karbon
monooksida dengan reaksi :
CO2 + 2 C => 2 CO
Karbon monooksida ini akan kembali mereduksi besi menjadi bentuk murninya dengan
reaksi berikut :
FeO + CO => Fe + CO2
Perlu diperhatikan bahwa kalsium karbonat juga ikut bereaksi dan menambah
kandungan CO sehingga meningkatkan konversi reduksi besi. Namun, karena fungsinya
juga digunakan untuk mengangkut kotoran, maka perlu dilakukan optimalisasi sehingga
peningkatan konversi dapat tercapai dengan tidak mengganggu proses pengikatan kotoran.
Uji kandungan kimia kembali dilakukan dengan XRF dan FTIR pada pasir yang telah
tereduksi. Uji FTIR pada pasir -50 +70 mesh menghasilkan kandungan CaCO3, ZnSO4,
Tanah diatomik, CuSO4, MgSO4, Na2HPO4, dan K2HPO4. Tidak terdapat senyawa Fe yang
terdeteksi dalam uji ini. Namun, dalam tanah diatomik, Fe mempunyai komposisi sekitar
2% sehingga dapat disimpulkan sampel tersebut masih mengandung Fe. Senyawa CaCO3
berasal dari flux yang masih tersisa sedangkan logam lain dihasilkan dari garam-garam air
laut.
Sementara itu, uji XRF menunjukkan unsur yang terkandung adalah Ti, V, Cr, Mn,
Ni, Cu, Nb, Mo, dan Fe dengan kandungan 95,34%. Terdapat perbedaan signifikan
kandungan Fe pada uji XRF dan FTIR. Hal tersebut dapat disebabkan karena tidak ada
standar pembanding yang digunakan pada kedua uji dan menyebabkan nilainya berbeda.
Selain itu, kandungan utama pada pasir adalah silika sedangkan pada uji XRF silika tidak
akan terdeteksi sehingga menyebabkan pembacaan menjadi tidak akurat. Pada pasir -70
+120 mesh, uji FTIR menghasilkan kandungan senyawa CaCO3 (terbanyak), K2CO3,
Fe(OH)3, BiVO4, Silika, TiO2, (TiMnSb)O4, NiO, dan Sb2O5. Sama seperti sebelumnya,
CaCO3 yang terdeteksi berasal dari flux yang belum bereaksi. Fe(OH)3 terdeteksi namun
masih dalam bentuk Fe(III) sehingga diprediksi berasal dari Fe yang belum tereduksi.
K2CO3 berasal dari air laut sedangkan oksida logam lain merupakan kandungan pasir pantai
selatan Jawa.
Uji XRF menghasilkan kandungan Ti, V, Cr, Mn, Cu, Nb, Mo, dan Fe dengan
kandungan 96,14%. Sama seperti sebelumnya hasil uji ini tidak akurat karena pada uji FTIR
senyawa terbanyak yang mungkin ada adalah CaCO3 sedangkan pada uji ini adalah besi.
Hal tersebut disebabkan karena XRF tidak dapat menganalisis unsur Ca akibat no. atomnya
yang kecil. Produk hasil pengolahan pasir besi ini belumlah menjadi pig iron karena rata-
rata pig iron memiliki kandungan besi > 60% dan wujudya sudah berbentuk logam besi.
Sementara itu, produk yang dihasilkan dari praktikkum masih dalam bentuk campuran pasir
berwarna kekuningan, bukan dalam bentuk lelehan logam sehingga tidak dapat dicetak.
Kandungan besi yang dihasilkan juga masih rendah dan belum layak untuk dikatakan
sebagai pig iron. Banyaknya pengotor yang masih terdapat di dalam sampel dapat
diakibatkan karena tidak dilakukannya proses pencucian menggunakan asam dimana
pencucian dengan asam terbukti efektif melarutkan logam pengotor bijih besi.

VIII. KESIMPULAN
a. Di dunia industri, proses pengolahan bijih besi terdiri atas proses grinding,
pencucian, screening, magnetic separation, reduksi bijih besi, pencetakan. Pada
praktikkum ini dilakukan beberapa tahap seperti drying, magnetic separation,
screening, reduksi besi, dan analisis kimia bahan. Drying digunakan untuk
mengurangi kadar air, magnetic separation untuk meningkatkan kandungan besi
dalam pasir, screening untuk menyeragamkan ukuran partikel, reduksi besi untuk
mereduksi Fe dari senyawa oksida menjadi unsur murninya, dan analisis kimia
bahan untuk mengetahui kandungan senyawa atau unsur dari bahan yang diolah.
b. Zat yang dihasilkan dari pengolahan pasir besi secara teoritik adalah Fe, CaCO3,
CO, CO2, dan pengotor-pengotor seperti oksida logam ataupun garam yang berasal
dari air laut.
c. Uji produk hasil pengolahan pasir besi menggunakan FTIR untuk mengetahui
kandungan senyawa dan XRF untuk mengetahui unsur yang terkandung. Pada pasir
pantai sebelum diolah, hasil FTIR menunjukkan beberapa senyawa yang
terkandung, seperti silika, BiVO4, TiO2, (TiMnSb)O4, CoO-AlO3, Cr2O3, SbO5,
Na4P2O7, dan NiO sedangkan pada XRF unsur yang terkandung adalah Ti, V, Cr,
Mn, Fe, Ni, Cu, Nb, dan Mo. Uji FTIR pada pasir -50 +70 mesh menghasilkan
kandungan CaCO3, ZnSO4, Tanah diatomik, CuSO4, MgSO4, Na2HPO4, dan
K2HPO4 sedangkan uji XRF menunjukkan unsur yang terkandung adalah Ti, V, Cr,
Mn, Ni, Cu, Nb, Mo, dan Fe dengan kandungan 95,34%. Pada pasir -70 +120 mesh,
uji FTIR menghasilkan kandungan senyawa CaCO3 (terbanyak), K2CO3, Fe(OH)3,
BiVO4, Silika, TiO2, (TiMnSb)O4, NiO, dan Sb2O5 sedangkan uji XRF
menghasilkan kandungan Ti, V, Cr, Mn, Cu, Nb, Mo, dan Fe dengan kandungan
96,14%.

IX. DAFTAR PUSTAKA


1. Bahfie, F. dkk. 2022. Pengolahan Pasir Besi Untuk Meningkatkan Kadar Titanium
(Ti) Dengan Metode Pemisahan Magnetik Secara Basah. Lampung.
2. Christina S. dkk. 1999. X-Ray Fluorescence Spectroscopy, Applications. Academic
Press: Austria.
3. Hayati. 2007. Dasar-dasar Analisis Spektroskopi.
4. Hilman, P. M. dkk. 2014. Pasir besi Indonesia, geologi, eksplorasi dan
pemanfaatannya. Bandung: Pusat Sumber Daya Geologi.
5. Jamali Adil dan Amin M. 2006. Pengolahan Pellet Bijih Besi Halus Menjadi Hot
Metal di dalam Kupola. Jurnal Kimia Indonesia Vol.1(2) h.87-92.
6. Kusno Isnugroho dan David C. Birawidha. Pemanfaatan Limbah Crushing Plant
Untuk Pembuatan Pig Iron Menggunakan Hot Blast Cupola Yang
Diinjeksikan Serbuk Arang Kayu. Lampung: LIPI.
7. Nurjaman, Fajar dkk. 2015. Pembuatan Spiegel Pig Iron menggunakan Hot Blast
Cupola. LIPI.
8. Puspitarum, D.L. dkk. 2019. Karakterisasi Dan Sifat Kemagnetan Pasir Besi Di
Wilayah Lampung Tengah. Lampung: Universitas Muhammadiyah Metro.
9. Setiady, Deny dkk. 2020. Kandungan Mineral Pada Pasir Besi Dipantai Loji Dan
Ciletuh, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat Berdasarkan Data Bor Dan
Georadar. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Vol. 16 (3) h. 125-138.

Yogyakarta, 21 Oktober 2023


Pembimbing Praktikkan,

Harum Azizah Darojati, M.T. Augie Davin Siagian


LAMPIRAN

Gambar 7 Penimbangan pasir -70 +120 mesh

Gambar 8 Penimbangan pasir -50 +70 mesh

Anda mungkin juga menyukai