Anda di halaman 1dari 8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Batubara

Batubara adalah substansi heterogen yang dapat terbakar dan terbentuk dari
banyak komponen yang mempunyai sifat saling berbeda. Batubara dapat
didefinisikan sebagai satuan sedimen yang terbentuk dari dekomposisi tumpukan
tanaman selama kira-kira 300 juta tahun. Dekomposisi tanaman ini terjadi karena
proses biologi dengan mikroba dimana banyak oksigen dalam selulosa diubah
menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Kemudian perubahan yang terjadi
dalam kandungan bahan tersebut disebabkan oleh adanya tekanan, pemanasan
yang kemudian membentuk lapisan tebal sebagai akibat pengaruh panas bumi
dalam jangka waktu berjuta-juta tahun, sehingga lapisan tersebut akhirnya memadat
dan mengeras. (Yunita 2000).
Dengan melimpahnya cadangan dari batubara tkhususnya di daerah sumatera
selatan, menjadikan opsi yang baik jika digunakan sebagai bahan bakar langsung,
meskipun memiliki peringkat yang rendah dengan ditandai adanya kandungan air
yang tinggi. Namun dengan penanganan khusus seperti dilakukan pengeringan
(dijemur) akan membantu dalam penyalaan awal batubara dan selanjutnya dalam
proses pembakaran. Batubara merupakan salah satu jenis bahan bakar untuk
pembangkit energi, disamping gas alam dan minyak bumi. Berdasarkan atas cara
penggunaanya sebagai penghasil energi diklasifikasikan sebagai berikut
(Sukandarrumidi,1995):
a. Penghasil energi primer dimana batubara yang langsung dipergunakan untuk
industri misalnya pemakaian batubara sebagai bahan bakar burner (dalam industri
semen dan pembangkit listrik tenaga uap), pembakaran kapur, bata, genting; bahan
bakar lokomotif, pereduksi proses metalurgi, kokas konvensional, bahan bakar tidak
berasap (smokeless fuels)
b. Penghasil energi sekunder dimana batubara yang tidak langsung dipergunakan
untuk industri misalnya pemakaian batubara sebagai bahan bakar padat (briket),
bahan bakar cair (konversi menjadi bakar cair) dan gas (konversi menjadi bahan
bakar gas), bahan bakar dalam industri penuangan logam (dalam bentuk kokas).
2.2 Genesa Batubara
Komposisi kimia batu bara hampir sama dengan komposisi kimia jaringan
tumbuhan, keduanya terdiri dari unsur C, H, O, N, S, P. Hal ini disebabkan batu bara
terbentuk dari jaringan tumbuhan yang mengalami proses pembatubaraan. Teori
pembentukan batu bara dikenal dengan dua istilah : Teori insitu dan Teori drift
(Krevelen, 1993 dalam Sukandarrumidi, 2005).
Teori insitu menjelaskan tempat dimana batu bara terbentuksama dengan
tempat terjadinya proses coalification dan sama pula tempat dimana tumbuhan
asalnya berkembang. Beberapa ciri yg digunakan dalam memberlakukan teori insitu
pada daerah tambang batu bara: · Terdapatnya Harz atau geteh tumbuhan yang telah
membatu. Warna harz kuning tua sampai kuning kehitaman, relative lunak jika
dibandingkan dengan kuku manusia dan mudah digerus menjadi butir-butir halus,
jika dibakar berbau kemenyan · Terdapatnya imprint : tikas tulang daun tumbuhan
yg tumbang dan tertutup oleh batuan sedimen, umumnya sedimen berbutir
halus/jenis batu lempung Kedua kenampakan diatas banyak didapatkan didaerah
tambang batu bara Samarinda dan Tenggarong (sukandarrumidi, 2005).
Teori drift menjelaskan bahwa endapan batu bara yg berada pada cekungan
sedimen berasal dari tempat lain, dengan kata lain tempat terbentuknya batu bara
berbeda dengan tempat semula tumbuhan asal batu bara. Oleh kerena itu bahan
pembentuk batu bara telah mengalami proses transportasi, sortasi dan terakumulasi
pd suatu cekungan sedimen, dimana keberadaan herz dan imprint tidak didapatkan,
selain itu lapisan batu bara dengan lapisan statigrafi yg diatasnya berbeda.
Faktor yang Berpengaruh dalam Pembentukan Batu bara Dikenal serangkaian
faktor yg akan berpengaruh dan akan menentukan terbentuknya batu bara (Hutton
dan Jones, 1995 dalam Sukandarrumidi, 2005) diantaranya : · Posisi Geoteknik .letak
suatu tempat yg merupakan cekungan sedimentasi yg keberadaannya dipengaruhi
oleh tektonik lempeng. Makin dekat cekungan sedimentasi batu bara
terbentuk/terakumulasi, terhadap posisi kegiatan tektonik lempeng, kualitas batu bara
yg dihasilkan akan semakin baik · Keadaan topografi daerah : Daerah tempat
tumbuhan berkembang baik, merupakan daerah yg relative tersedia air,yaitu daerah
dengan topografi yg relative rendah.
2.3. Kualitas Batubara
Batubara yang diperoleh dari hasil penambangan pasti mengandung bahan
pengotor (impurities). Pada saat terbentuknya batubara bercampur dengan mineral
penyusun batuan yang selalu terdapat bersama selama proses sedimentasi, baik
sebgai mineral organik ataupun sebagai bahan organik. Disamping itu, selama
berlangsung proses coalification terbentuk unsur S yang tidak dapat dihilangkan.
Keberadaan pengotor dalam batubara hasil penambangan diperparah lagi, dengan
adanya kenyataan bahwa tidak mungkin membersihkan/memilih/mengambil
batubara yang bebas dari mineral. Hal tersebut disebabkan antara lain, penambangan
batubara dalam jumlah besar selalu mempergunakan alat-alat berat antara lain
bulldoser, backhoe, tracktor, truck, belt conveyor, ponton, yang selalu bergeling
dengan tanah. dikenal ada dua impurities yaitu:
i. Inherent Impuriitis
Merupakan pengotor bawaan yang terdapat dalam batubara. Batubara yang
saudah dicuci (washing) sehingga dihasilkan ukuran tertentu, ketika dibakar habisa
masih memberikan sisa abu. Pengotor bawaan ini terjadi bersam-sama pada waktu
proses pembentukan batubara (ketika masih berupa gelly). Pengotor tersebut dapat
berupa gipsum (CaSO42H2O). Anhidrit (CaSO4), Pirit (FeS2), Silika (SiO2), dan juga
dapat berbentuk tulang-tulang binatang (diketahui adanya senyawa fosfor) dari
analisis abu) selain mineral lainnya. Pengotor bawaan ini tidak mungkin dihasilkan
sama sekali, tetapi dapat dikurangi dengan melakukan pembersihan. Proses ini
dikenal sebagai teknologi batubara bersih.
ii. External Impuriitis
Merupakan pengotor yang berasal dari luar, timbul pada saat proses
penambangan antara lain terbawanya tanah yang berasal dari lapisan penutup
(overburden) kejadian ini sangat umum dan tidak dapat dihindari, khususnya pada
penambangan batubara dengan model tambang terbuka (open pit).
Batubara merupakan endapan organik yang mutunya sangt ditentukan oleh
bebrapa faktor, antara lain tempat terdapatnya cekungan batubara, umur, banyaknya
pengotor/kontaminasi. Sebagai bahan baku pembangkit energi yang dimanfaatkan
dalam industri, mutu batubara mempunya peranan sangat penting dalam memilih
peralatan yang akan dipergunakan dan pemeliharaan alat (Sukanrrumidi, 2017).
2.4. Analisis Batubara

Banyak cara untuk mengetahui kualitas/mutu batubara berkaitan dengan


pemanfaatannya. Pada prinsipnya dikenal 2 jenis pengujian/analisis yaitu Analisis
Proksimat (Proximate Analysis) dan Analisis Untimat (Untimate Analysis/Elemental
Analysis)
2.4.1 Analisi Proksimat
Yang perlu diketahui antara lain:
1. Moiter Content
2. Ash Content
3. Volatile Matter
4. Fixed Carbon
5. Total Sulfur
6. Groos Carorific Value

2.5 Analisis XRD (X-Ray Diffraction)

X-ray Diffraction (XRD) adalah metode yang telah banyak digunakan


secara luas dalam mengidentifikasi mineral pada batubara ( Finkelman et al, 1981).
Untuk memperoleh hasil yang optimum, contoh batubara dipreparasi sampel kurang
halus. Kompopnen organik (maseral) dan untuk anorganik (mineral) dapat
dipisahkan dengan cara dipanasakan pada kondisi suhu rendah (low temperature
ashing) . komponen organik akan teroksidasi sehingga tinggal komponen
mineralnya. Residu ini selanjutnya dianalisis dengan menggunakan tabel hanawalt
dan X-Ray powder data file (PDF) . mineral – mineral dalam batubara adalah
kuarsa, mineral – mineral clay (khususnya kaolinit, illite, dan smetic), feldspar,
karbonat seperti siderit, kalsit, dolomit dan mineral sulfida seperti pirit
BAB III
TAHAPAN DAN METODE PENELITIAN

3.1 Tahap Awal Penelitian

Metode penelitian yang akan dilakukan di Desa Patappa Kecamatan


Pujananting Kabupaten Barru Provinsi Sulawesi Selatan.
1. Studi literatur dijadikan sebagai pedoman dasar pada kegiatan penelitian dan
penentuan langkah-langkah yang bersumber pada referensi-referensi dan juga
sejumlah informasi yang terdapat di lokasi penelitian yang sesuai dengan pokok
permasalahan.
2. Orientasi lapangan melakukan pengamatan keseluruhan mengenai lokasi daerah
penelitian di Desa Patappa Kecamatan Pujananting Kabupaten Barru Provinsi
Sulawesi Selatan.
3. Observasi lapangan melakukan pengamatan secara langsung lokasi kegiatan pada
daerah penelitian.

3.2 Tahap Pengambilan Data

Data yang diambil pada lokasi penelitian berupa data primer dan data
sekunder yaitu:
1. Pengambilan data primer di lokasi penelitian berupa data kedudukan batubara,
titik koordinat, dokumentasi yaitu foto.
2. Data sekunder diambil dari literasi atau jurnal mengena yang berkaitan langsung
dengan daerah penelitian.

3.3 Tahap Pengolahan Data

Kegiatan pengolahan data yang diperoleh dari observasi di lapangan dan data
yang diolah yaitu data XRD dari sampel batubara sesuai titik koordinat daerah
penelitian.
3.4 Tahap Penyusunan Laporan

Penyusunan laporan penyusunan laporan hasil penelitian sebagai hasil yang


dicapai pada penelitian yang dilaksanakan. Untuk melihat secara detail metode
penelitian lihat pada gambar 3.1 (Diagram Alir Metode Penelitian).
Diagram Alir Metode Penelitian

Mulai

Studi Literatur

Orientasi Lapangan

Observasi Lapangan

Pengambilan Data

Data Primer
1. Dokumentasi Berupa
Foto
2. Titik Koordinat
3. Kedudukan Batubara
4. Ketebalan Batubara
5. Data Litologi

Pengolahan Data: Analisis X-RD Batubara Desa Patappa

Hasil:
1. Penentuan Kualitas Batubara
2. Interpretasi Lingkungan Pengendapan

Penyusunan laporan

Selesai
Gambar 3.1 Diagram Alir Metode Penelitian

Anda mungkin juga menyukai