PENDAHULUAN
1
1.5 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian meliputi pengambilan sampel batuan pada daerah
penelitian dan data untuk estimasi sumberdaya bijih besi yaitu data sekunder hasil
pemboran eksplorasi bijih besi, berupa data titik koordinat pemboran, elevasi titik
pemboran, kode titik pemboran, kandungan kadar bijih besi, ketebalan endapan
bijih besi dan kandungan unsur lain yang terdapat pada hasil pemboran
eksplorasi. Selain kedua data tersebut, juga dilakukan pemetaan geologi pada
daerah penelitian, untuk pembuatan peta geologi dan peta morfologi daerah
penelitian. Sampel batuan dianalisis laboratorium untuk mengetahui jenis batuan
dasar dan kandungan mineral yang ada dibatuan dasar. Untuk perhitungan
estimasi sumberdaya menggunakan 2 metode, yaitu dengan metode kriging dan
IDW menggunakan peranti lunak GS+.
2
BAB II
TINJAUAN UMUM
Secara astronomis lokasi ini terletak pada koordinat antara 119o54’ –120o5’
Bujur Timur dan 0o20’ –0o27’ Lintang Utara. Secara geografis lokasi ini
terletak di lereng sebelah Barat dari Pegunungan Sojol. Untuk mencapai
lokasi ini, dari Kota Paluberjarak sekitar 213 km yang dapat ditempuh
dengan kendaraan roda empat dengankondisi jalan beraspal. Dari base
campuntuk menuju lokasi menggunakan sepeda motor sampai jalan
setapak yang tidak dapat dilewati, diteruskan dengan berjalan kaki.
Gambar 2.1.
Peta Lokasi Kecamatan Sojol
3
2.2 Endapan Biji Besi
Bijih besi merupakan bahan baku utama industri baja. Bijih besi adalah
bahan galian yang mengandung unsur besi (Fe) yang dapat dimanfaatkan secara
ekonomis pada tempat dan waktu tertentu, pada kondisi biaya dan harga pasar
saat itu. [Wahyudi Utomo, 2005]. Proses terjadinya deposit bijih besi
berhubungan erat dengan adanya peristiwa tektonik pra-mineralisasi. Akibat
peristiwa tektonik, terbentuklah struktur sesar, struktur sesar di lokasi
penelitian mengarah Utara –Selatan dan Timur Laut –Barat Daya, ini
merupakan zona lemah yang memungkinkan terjadinya magmatisme,
yaitu intrusi magma menerobos batuan tua. Batuan Terobosan, terjadi dalam
beberapa kala, yaitu Andesit, Diorit dan Sienit, umumnya terdapat
sebagai saluran gunungapi. Akibat adanya kontak magmatik ini,
terjadilah proses rekristalisasi, alterasi, mineralisasi, dan penggantian
(replacement) pada bagian kontak magma dengan batuan yang diterobosnya
yaitu Formasi Tinombo yang tersusun berupa filit, batusabak,
batupasir kwarsa, batulanau, pualam, batu tanduk, serpih merah dan
rijang merah serta batuan gunung api.Perubahan ini disebabkan karena
adanya panas dan bahan cair (fluida) yang berasal dari aktivitas magma
tersebut. Proses penerobosan magma pada zona lemah ini hingga membeku
umumnya disertai dengan kontak metamorfosa. Kontak metamorfosa juga
melibatkan batuan samping Formasi Tinombo sehingga menimbulkan bahan
cair (fluida) seperti cairan magmatik dan metamorfik yang banyak
mengandung bijih.
2.3 Geologi
Fisiografi lokasi kegiatan,merupakan perbukitan sedang sampai terjal,
dengan kemiringan 20o sampai 70o. Elevasi terendah berada pada 126 mpal
dan elevasi tertingginya 456 mpal. Sungai besar yang melalui lokasi ini
adalah sungai Bangkalang Taipa dan pola alirannya adalah dendritik.
Stratigrafi lokasi ini terdiri dari satuan litologi sebagai berikut:
Qal Aluvium dan Endapan Pantai, kerikil, pasir dan lumpur.
Terbentuk dalam lingkungan sungai, delta dan pantai.
Qts Molasa Celebes Sarasin dan Sarasin (1901), konglomerat,
batupasir kwarsa, grewak, batulempung, serpih, napal dan
batugamping koral. Mengeras lemah dengan kemiringan 0o–10o.
Tts Formasi Tinombo Ahlburg (1913), filit, batusabak, batupasir
kwarsa, batulanau, pualam, batu tanduk, serpih merah dan rijang
4
merah serta batuan gunung api. Aliran lava bersifat andesiti
sampai basal.grBatuan Terobosan, terjadi dalam beberapa kala.
Dari yang tertua berturut-turut Andesit, Diorit, Sienit dan Lamprofir.
Umumnya terdapat sebagai saluran gunungapi di dalam Formasi
Tinombo.
5
BAB III
LANDASAN TEORI
Pola distribusi spasial secara umum terbagi menjadi tiga (Briggs, 2007):
6
•Mengelompok (Clustered) yaitu beberapa titik terkonsentrasi berdekatan satu
sama lain dan ada area besar yang berisi sedikit titik yang sepertinya ada jarak
yang tidak bermakna.
•Menyebar (Dispersed) yaitu setiap titik berjauhan satu sama lain atau secara
jarak tidak dekat secara bermakna
•Acak (Random) yaitu titik-titik muncul pada lokasi yang acak dan posisi satu
titik dengan titik lainnya tidak saling terkait.
Apa yang terlihat secara visual pada peta tidak dapat dengan mudah dijelaskan
secara kualitatif seperti bagaimana pola distribusinya?, Apa yang mempengaruhi
distribusi tersebut?, Bagaimana trend distribusi tersebut dimasa datang?. Statistik
Spasial dapat menggambarkan hal tersebut secara kuantitatif. Spasial statistik
membantu kita dalam menilai pola, hubungan dan trend dari suatu distribusi.
Kelebihan lain dari statistik spasial menurut Scott & Warmerdam (2006) yaitu;
a) Diperolehnya pemahaman yang lebih baik mengenai fenomena goegrafis dari
suatu kejadian;
b) Diketahuinya dengan tepat penyebab suatu kejadian berdasarkan pola geografis
yang spesifik;
c) Disimpulkannya distribusi kejadian berdasarkan satuan data;
7
d) Diperolehnya keputusan yang lebih baik dengan tingkat kepercayaan yang
lebih tinggi.
Dalam peta tersebut di atas terlihat pola distribusi kasus TB yang terbentuk
bersifat implisit. Kita tidak bisa mengatakan bahwa ada kelompok-kelompok
kasus TB berdasarkan faktor risiko lingkungan dengan hanya melihat peta kasus
TB di Kabupaten Bantul tersebut. Dibutuhkan analisa spasial, baik kualitatif
maupun kuantitatif untuk mengetahui keterkaitan distribusi kasus TB dengan
kondisi geografis di Kabupaten Bantul.
8
-Mean center merupakan pusat gravitasi sebaran kasus TB yaitu pada koordinat
X: 430539.07 dan Y: 9137709.98. Sedangkan Median center pada koordinat X:
430511.56 dan Y: 9137708.27.
-Pada gambar diatas ditunjukkan bahwa titik median center, mean center dan
center of minimum distance terletak cukup berdekatan, ini dapat diartikan kasus
TB adalah sebaran yang merata dan mengikuti kurva normal dengan skewness
yang tidak terlalu besar
-Sudut rotasi standard deviasi elips sebesar 46.810 searah jarum jam dan luas
elips sebesar 14.379.611,17m2. Convex hull menggambarkan luasan sebaran
kasus TB yaitu seluas 32.299.432.93m2. -Standard deviational elips sebagai
gambaran dari standar deviasi sebaran TB menunjukkan bahwa panjang sumbu X
adalah 4855,24m dan sumbu Y adalah 3770,92, dengan ratio antara sumbu X dan
sumbu Y adalah sebesar 1,2875.
-Arah sumbu standar deviasi elips yang muncul yaitu sebaran yang miring kearah
tenggara - barat laut, mungkin dipengaruhi oleh bentuk administrasi Kota
Yogyakarta
9
Analisis Statistik Spasial Menengah
Salah satu fungsi Analisis Statistik Spasial Menengah yaitu Spatial relationship
yang digunakan untuk mencari hubungan dua distribusi secara kuantitatif.
Caranya dengan menguji kesamaan (similarity) antara dua sebaran. Jika dua
distribusi menunjukkan persamaan pola, dapat diduga bahwa dua distribusi
tersebut saling berhubungan, baik secara langsung atau tidak.
Adanya kesamaan diantara dua distribusi dapat mengindikasikan:
1) Sebuah distribusi menjadi penyebab distibusi lainnya;
2) Kedua distribusi memiliki penyebab yang sama
10
Gambar 3.1
Rumus Rumus
11
3.2.2 Metode Ordinary Kriging (OK)
Istilah kriging diambil dari nama seorang ahli, yaitu D.G. Krige, yang pertama
kali menggunakan korelasi spasial dan estimator yang tidak bias. Istilah kriging
diperkenalkan oleh G. Matheron untuk menonjolkan metode khusus dalam moving
average terbobot (weighted moving average) yang meminimalkan varians dari hasil
estimasi.
kriging adalah suatu metode geostatistika yang memanfaatkan nilai spasial
pada lokasi tersampel dan variogram untuk memprediksi nilai pada lokasi lain yang
belum dan/atau tidak tersampel dimana nilai prediksi tersebut tergantung pada
kedekatannya terhadap lokasi tersampel [1]. Pada penerapannya, kriging dibawah
asumsi kestasioneran dalam ratarata (μ) dan varians (σ2), sehingga jika asumsi
kestasioneran tersebut dilanggar maka kriging menghasilkan nilai prediksi yang
kurang presisif. Selain itu, sebagaimana pada semua metode analisis data nonspatial
(crosssectional, time series, panel, dll.), kriging juga dapat menghasilkan nilai
prediksi kurang presisif jika di antara data yang ada terdapat pencilan (outlier).
Outlier didefinisikan sebagai nilai yang ekstrim dari nilai amatan lainnya yang
kemungkinan dapat disebabkan oleh kesalahan pencatatan, kalibrasi alat yang tidak
tepat atau kemungkinan lainnya. Kriging sebagai interpolasi spasial optimum dapat
menghasilkan nilai prediksi kurang presisif jika di antara data yang ada terdapat
pencilan (outlier). Outlierdidefinisikan sebagai nilai yang ekstrim dari nilai amatan
lainnya yang kemungkinan dapat disebabkan oleh kesalahan pencatatan, kalibrasi alat
yang tidak tepat atau kemungkinan lainnya. Pengembangan ordinary kriging (kriging
klasik) adalah robust kriging yang mentransformasi bobot variogram pada variogram
klasik sehingga menjadi variogram yangrobust terhadap outlier.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data spasial yang
mengandung outlier dan memenuhi asumsi kriging klasik. Hasil analisis
menunjukkan bahwa robust kriging jauh lebih presisif dibandingkan dengan ordinary
kriging dalam mengestimasi nilai dari titik-titik spasial untuk data yang mengandung
pencilan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilaicross validation (MAE dan RMSE)
dari robust kriging jauh lebih kecil dibandingkan dengan ordinary kriging.
Ada beberapa model kriging yang umum digunakan di antaranya
adalah ordinary kriging dan universal krigingyang notabenenya tidak mengakomodir
adanya outlier. Lebih lanjut, pengembangan ordinary kriging adalah robust kriging
yang mentransformasi bobot variogram pada variogram klasik sehingga menjadi
variogram yang robust terhadap outlier.
a. Variogram, Semivariogram, Kovariogram dan Korelogram
12
Pada pemodelan variogram dan kriging, data spasial diasumsikan sebagai
proses stokastik {Z(S):S E D} dengan D adalah himpunan bagian dalam ruang
berdimensi Rd, d > 0. Kovarian nilai antara dua titik sembarang si dan sj
didefinisikan sebagai,
Suatu proses dikatakan stasioner pada ratarata dan varians jika dan
hanya jika μ(Si) = μ dan μ2(Si)=μ2, akibatnya:
C(Si,Sj) = C(Si –Sj) = C(h)
ρ(Si,Sj) = ρ(Si –Sj) = ρ(h)
di mana h adalah vektor jarak antara titik i dan j, C(h) disebut
kovariogram dan ρ(h) disebut korelogram.
Varians nilai antara dua lokasi dengan jarak tertentu ditentukan sebagai
Var [Z(S + h) -Z(S)] = 2ϒ(h), 2ϒ(h)disebut variogram dan ϒ (h) disebut
semivariogram.
Hubungan antara kovariogram, korelogram dan semivariogram
berdasarkan kestasioneran dinyatakan dengan [2]
b. Semivariogram Empirik
ϒij=0,5[Z(Si)-Z(Sj)]2
13
untuk semua pasangan jarak yang mungkin {(Si,Sj); i,j = 1,2,3,…,n}
dan diplotkan sebagai fungsi jarak, yang dihitung dengan:
|h| = lSi -Sjl = [(Xi –Xj)2 + (yi –yj)2]1/2 Perhitungan ini melibatkan ribuan titik
pada plot semivariogram sehingga mengakibatkan sulitnya melihat pola
tertentu.
Untuk mengatasi hal tersebut maka yij dikelompokkan (binning)
berdasarkan kesamaan jarak. Berikut rumusan semivariogram yang
dikelompokkan (semivariogram empirik):
ϒ(h) =
di mana
N(h) : himpunan pasangan data pada Si dan Sj yang mempunyai selisih
jarak yang sama, h E T(h), sedangkan T(h) merupakan daerah toleransi di
sekitar h. |N(h)| : banyak pasangan jarak di dalam himpunan N(h).
c. Spatial Outlier
Spatial Outlier (pencilan spasial) didefinisikan sebagai nilai lokasi
observasi yang tidak konsisten (ekstrim) terhadap nilai lokasi observasi yang
lainnya. Munculnya pencilan dapat disebabkan oleh mekanisme pengambilan
nilai observasi yang berbeda dengan yang lainnya, Ada banyak metode yang
digunakan untuk mendeteksi adanya pencilan salah satunya adalah dengan
spatial statistics Z test. Untuk spatial statistics Z test, didefinisikan sebagai:
Jika Zs(x) > θ, maka dideteksi sebagai pencilan (outlier), untuk tingkat
signifikansi 5%, nilai θ = 2.
d. Robust Kriging
Model yang mendasari robust kriging adalah
14
Robust kriging mengakomodir adanya outlier sehingga semivariogram
yang digunakan adalah semivariogram empirik terboboti. Adapun paket
program ArcGIS 9.2 yang digunakan untuk membuat peta kontur prediksi pada
ordinary kriging masih belum menyediakan fasilitas penghitungan nilai dan
pembuatan peta kontur prediksi untuk robust kriging, demikian pula untuk
semua paket program geostatistika. Oleh karena itu, diperlukan pembuatan
program yang sesuai untuk algoritma robust kriging.
15
2. Kapan dilakukan Evaluasi dan Pemodelan Cadangan
Dilakukan mulai dari awal proses eksplorasi sampai dengan selama proses
penambangan. Selama proses eksplorasi:
a. Sebagai data awal untuk studi kelayakan dan analisis keekonomian.
b. Sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
3. Kapan dilakukan Evaluasi dan Pemodelan Cadangan Sepanjang proses
penambangan:
a. Membuat revisi dan mendukung perencanaan tambang.
b. Untuk analisis cost dan efesiensi dlm penambangan.
c. Sebagai kontrol kualitas.
d. Untuk melakukan improvisasi metoda ekstraksi dan pengolahan. Kapan
dilakukan Evaluasi dan Pemodelan Cadangan (3)
e. Proses evaluasi dan pemodelan cadangan dapat dilakukan sepanjang
adanya penambahan data dan/atau informasi.
f. Sedangkan tahap yang sangat vital adalah pada saat updating sumberdaya
(resources) menjadi cadangan (reserve) dan cadangan tertambang
(mineable reserve) setelah memperhatikan faktor ekonomi, geologi dan
teknologi.
4. Bagaimana Melakukan Evaluasi dan Pemodelan Cadangan Penekanan utama:
a. Faktor-faktor apa saja yang perlu menjadi perhatian.
b. Metoda-metoda yang digunakan serta tingkat kepercayaannya.
Bagaimana Melakukan Evaluasi dan Pemodelan Cadangan (2) Faktor
Penentu utama adalah Sampel.
c. Pemodelan dan perhitungan cadangan pada umumnya dihitung
berdasarkan susunan data kadar 2D atau 3D yang berasal dari sampel.
d. Di dalam aplikasinya, volume total dari suatu daerah mineralisasi
(endapan) akan jauh lebih besar (beberapa puluh atau ratus kali) daripada
total volume sampel yang digunakan sebagai dasar perhitungan.
e. Akibatnya, suatu nilai error (kesalahan) dapat dilihat (diperkirakan) dari
bias (perbedaan) antara kondisi aktual cadangan terhadap estimasi
berdasarkan sampel.
5. Persyaratan utama dalam Evaluasi dan Permodelan Cadangan
a. Dapat mencerminkan secra tepat kondisi geologi, karakteristik, dan sifat
endapan.
b. Dilaksanakan sesuai dengan tujuan evaluasi,
c. Harus didasarkan pada data faktual yang diolah secara objektif,
d. Harus memberikan hasil yang dapat diuji ulang (diverifikasi)
16
e. Harus menghasilkan tingkat kepercayaan hasil perhitungan
f. Kebenaran dan pengetahuan dalam interpretasi badan bijih
g. Kepadatan data (grid density) yang cukup
h. Asumsi dan pendekatan variabel dalam interpretasi dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan teknis
i. Pendekatan rumus perhitungan tidak melanggar kaidah matematika yang
ada
3.4 Perhitungan Kadar Komposit
Metode penaksiran cadangan pada penelitian ini adalah OK (ordinary
kriging). Sebelum dilakukan penaksirancadangan terlebih dahulu dilakukan studi
variografi. Studi variografi dilakukan mengunakan basis data assay dengan
tujuanuntuk mengetahui korelasi spasial antar contoh. Berdasarkan koreksi spasial
tersebut dapat diketahui arah dan jarakpenyebaran kadar nikel di daerah
penelitian. Hasil studi variografi dengan bantuan program GeoEast Versi 1.2.1
dapat dilihat pada Tabel
Tabel 3.1
Hasil variogram nikel
Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui arah mayor penyebaran kadar nikel adalah N
350 E dengan jarak pengaruh sebesar103,8m (Gambar 5), arah minor adalah
N1250E dengan jarak pengaruh sekitar 60m. Jarak pengaruh ini berbentuk
segiempatyang merupakan pola pengeboran yang diusulkan untuk diterapkan
pada cebakan nikel di Pomalaa tersebut.
17
3.5 Penaksiran Sumberdaya
Untuk menghitung tonase pada suatu ba-dan bijih atau endapan diperlukan:
a. Luas Blok (A)
b. Ketebalan Blok (t)
c. Berat Jenis (d)
d. Kadar (g)
Tonase = A x t x d x g
18
BAB IV
PENGOLAHAN DATA DAN HASIL
Gambar 4.1.
Basis Data Assay
19
Gambar 4.2.
Validasi Data
Gambar 4.3.1
Basis Data Komposit data kadar
20
b. Data Tebal
Gambar 4.3.2
Basis Data Komposit data kadar
Gambar 4.4.1
Anasilis Statistika data kadar
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa hasil skewness iyalah 0,47 yang
menyebabkan arah condong kekiri dalam grafik batang
21
b. Data Tebal
Gambar 4.4.2
Anasilis Statistika data Tebal
Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa hasil skewness iyalah 1,33
yang menyebabkan arah condong kekiri dalam grafik batang
Gambar 4.5
Studi Variogram
22
a. Model Spherical
Gambar 4.5.1.
Model Spherical
b. Eksponencial
Gambar 4.5.2.
Eksponencial
23
c. Gaussian
Gambar 4.5.3
Anasilis Statistika data Tebal
Gambar 4.7.
Penaksiran Motode IDW 2D
24
Gambar 4.7.1.
Penaksiran Motode IDW 3D
Gambar 4.8..
Penaksiran Motode OK 2D
25
Gambar 4.8.1.
Penaksiran Motode OK 3D
Gambar 4.9
Penaksiran Sumber daya
26
BAB V
PEMBAHASAN
5.1.Validasi Data
Validasi data dilakukan terhadap data assay atau data bor yang dimiliki ,
pembatasan data ini berupa ketebalan dan kadar yang dimiliki oleh SiO2 itu sendiri.
Validasi bertujuan untuk membatasi data agar lebih mudah dalam pengerjaan
27
BAB VI
6.1 Kesimpulan
Di dapatkan hasil penaksiran data nilai mean 19.696, Std deviation 6.702,
Sampel variansi 44.92134, Minimum value 7.02, Dan maksimum value 43.53,
serta skeweness 0.47 (0.14) dan kurtosis 0.07 (0.29) .
6.2 Saran
Semoga Makalah geostatistik yang telah kami susun ini bisa bermanfaat bagi
kawan kawan yang membaca. Jika ada kesalahan dalam penyusunan makalah ini
saya mohon di berikan kritik untuk membangun supaya untuk kedepannya bisa
lebih baik lagi dalam menyusun makalah.
28
DAFTAR PUSTAKA
Darijanto.T., (2000). Geostatistik. Rekayasa Pertambangan. ITB arton, P.B., Jr. and
Skinner, B.J. 1979. Sulfide mineral stabilities, in
Barnes, H.L., ed., Geochemistry of Hydrothermal Ore Deposits. New York: Wiley
Interscience, p.278-403.
Craigh, J.R & Vaughan. 1981. Ore Microscopy and Ore Petrography. John Wiley and
Sons. USA.
Einaudi, M.T., Meinert, L.D., Newberry, R.J. 1981. Skarn deposits. Economic
geology. Vol 77: 745-
754.https://www.google.com/search?q=penaksiran+sumber+daya+nikel+laterit&oq=
penaksiran+sumber+daya+nikel+laterit&sourceid=chrome&ie=UTF-8
https://www.google.com/search?q=emdapan+bijih+besi&oq=emdapan+bijih+besi&s
ourceid=chrome&ie=UTF-8
https://www.researchgate.net/publication/332909081_ESTIMASI_SUMBERDAYA_
NIKEL_LATERIT_DENGAN_MEMBANDINGKAN_METODE
https://docplayer.info/51263616-Metode-point-kriging-untuk-estimasi-sumberdaya-
bijih-besi-fe-menggunakan-data-assay-3d-pada-daer
https://docplayer.info/38007440-Perbandingan-metode-inverse-distance-
weighted-idw-dengan-metode-ordinary-kriging-untuk-estimasi-sebaran-polusi-
udara-di-bandung.html
29