Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pemodelan geologi endapan mineral dan perhitungan cadangan merupakan
hal yang tidak dapat dipisahkan dalam proses penambangan sumber daya mineral.
Perhitungan cadangan dijadikan dasar evaluasi keekonomisanmsuatu endapan
mineral. Perhitungan sumber daya dan cadangan ini dibagi menjadi dua elemen
yaitu volume dan kadar. Hubungan kadar suatu conto pemboran dengan kadar
blok akan diperoleh suatu pencaran sistematis. Berarti bahwa conto bor tersebut
bukanlah suatu harga estimasi yang paling baik untuk menaksir blok, sehingga
diperlukan suatu koreksi, (Darijanto 2000). Kriging adalah estimator geostatistik
yang dirancang untuk melakukan penaksiran kadar blok sebagai kombinasi linear
dari con-toh-contoh yang ada di dalam/ sekitar blok atau dengan kata lain
melakukan prediksi di lokasi-lokasi yang tidak tersampel. Berdasarkan data
lokasi-lokasi yang tersampel disekitarnya. Proses kriging memberikan harga-
harga pengestimasi kadar-kadar blok terbaik berdasarkan kadar-kadar conto yang
sudah dikoreksi (Royle etal 1972)

1.2 Perumusan Masalah


Sebagai salah satu usaha untuk memperhitungan cadangan keterdapatan bijih
besi di daerah Pakke Kecamatan Bontocani, dengan menggunakan metode
kriging dan IDW

1.3 Maksud dan Tujuan


Mengetahui kondisi geologi endapan biji besi daerah penelitian.
Mengestimasi sumberdaya bijih besi dengan menggunakan metode IDW (Inverse
Distance Weight) dan Kriging. Mengetahui daerah mana yang prospek baik
secara kuantitas dan kualitas pada daerah Pakke Kecamatan Bontocani
Kabupaten Bone Provinsi Sulawesi Selatan. Mengetahui jumlah tonase dan kadar
yang ekonomis di daerah penelitian. Merekomendasi daerah mana yang prospek
baik secara kuantitas dan kualitas pada daerah penelitian

1.4 Batasan Masalah


Dalam penelitian ada beberapa batasan masalah yang dilakukan, antara lain:
Penelitian dilakukan pada daerah Pakke Kecamatan Bontocani Kabupaten Bone
Provinsi Sulawesi Selatan sebagai dasar pembuatan peta geologi dan kondisi
geologi daerah penelitian. Sumberdaya yang dihitung berdasarkan data pemboran
eksplorasi

1
1.5 Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian meliputi pengambilan sampel batuan pada daerah
penelitian dan data untuk estimasi sumberdaya bijih besi yaitu data sekunder hasil
pemboran eksplorasi bijih besi, berupa data titik koordinat pemboran, elevasi titik
pemboran, kode titik pemboran, kandungan kadar bijih besi, ketebalan endapan
bijih besi dan kandungan unsur lain yang terdapat pada hasil pemboran
eksplorasi. Selain kedua data tersebut, juga dilakukan pemetaan geologi pada
daerah penelitian, untuk pembuatan peta geologi dan peta morfologi daerah
penelitian. Sampel batuan dianalisis laboratorium untuk mengetahui jenis batuan
dasar dan kandungan mineral yang ada dibatuan dasar. Untuk perhitungan
estimasi sumberdaya menggunakan 2 metode, yaitu dengan metode kriging dan
IDW menggunakan peranti lunak GS+.

2
BAB II
TINJAUAN UMUM

2.1 Lokasi Penelitian

Lokasi kegiatan prospeksi deposit bijih besi secara administratif terletak


di Kecamatan Sojol, Kabupaten Donggala, Provinsi Sulawesi Tengah.
Kecamatan Sojol berbatasan langsung dengan laut dan kecamatan lainnya
di Kabupaten Donggala, yaitu :
 Disebelah Utara : Kecamatan Tomini
 Disebelah Timur : Kecamatan Tinombo
 Disebelah Selatan : Damplas
 Disebelah Barat : Selat Makassar

Secara astronomis lokasi ini terletak pada koordinat antara 119o54’ –120o5’
Bujur Timur dan 0o20’ –0o27’ Lintang Utara. Secara geografis lokasi ini
terletak di lereng sebelah Barat dari Pegunungan Sojol. Untuk mencapai
lokasi ini, dari Kota Paluberjarak sekitar 213 km yang dapat ditempuh
dengan kendaraan roda empat dengankondisi jalan beraspal. Dari base
campuntuk menuju lokasi menggunakan sepeda motor sampai jalan
setapak yang tidak dapat dilewati, diteruskan dengan berjalan kaki.

Gambar 2.1.
Peta Lokasi Kecamatan Sojol

3
2.2 Endapan Biji Besi
Bijih besi merupakan bahan baku utama industri baja. Bijih besi adalah
bahan galian yang mengandung unsur besi (Fe) yang dapat dimanfaatkan secara
ekonomis pada tempat dan waktu tertentu, pada kondisi biaya dan harga pasar
saat itu. [Wahyudi Utomo, 2005]. Proses terjadinya deposit bijih besi
berhubungan erat dengan adanya peristiwa tektonik pra-mineralisasi. Akibat
peristiwa tektonik, terbentuklah struktur sesar, struktur sesar di lokasi
penelitian mengarah Utara –Selatan dan Timur Laut –Barat Daya, ini
merupakan zona lemah yang memungkinkan terjadinya magmatisme,
yaitu intrusi magma menerobos batuan tua. Batuan Terobosan, terjadi dalam
beberapa kala, yaitu Andesit, Diorit dan Sienit, umumnya terdapat
sebagai saluran gunungapi. Akibat adanya kontak magmatik ini,
terjadilah proses rekristalisasi, alterasi, mineralisasi, dan penggantian
(replacement) pada bagian kontak magma dengan batuan yang diterobosnya
yaitu Formasi Tinombo yang tersusun berupa filit, batusabak,
batupasir kwarsa, batulanau, pualam, batu tanduk, serpih merah dan
rijang merah serta batuan gunung api.Perubahan ini disebabkan karena
adanya panas dan bahan cair (fluida) yang berasal dari aktivitas magma
tersebut. Proses penerobosan magma pada zona lemah ini hingga membeku
umumnya disertai dengan kontak metamorfosa. Kontak metamorfosa juga
melibatkan batuan samping Formasi Tinombo sehingga menimbulkan bahan
cair (fluida) seperti cairan magmatik dan metamorfik yang banyak
mengandung bijih.

2.3 Geologi
Fisiografi lokasi kegiatan,merupakan perbukitan sedang sampai terjal,
dengan kemiringan 20o sampai 70o. Elevasi terendah berada pada 126 mpal
dan elevasi tertingginya 456 mpal. Sungai besar yang melalui lokasi ini
adalah sungai Bangkalang Taipa dan pola alirannya adalah dendritik.
Stratigrafi lokasi ini terdiri dari satuan litologi sebagai berikut:
 Qal Aluvium dan Endapan Pantai, kerikil, pasir dan lumpur.
Terbentuk dalam lingkungan sungai, delta dan pantai.
 Qts Molasa Celebes Sarasin dan Sarasin (1901), konglomerat,
batupasir kwarsa, grewak, batulempung, serpih, napal dan
batugamping koral. Mengeras lemah dengan kemiringan 0o–10o.
 Tts Formasi Tinombo Ahlburg (1913), filit, batusabak, batupasir
kwarsa, batulanau, pualam, batu tanduk, serpih merah dan rijang

4
merah serta batuan gunung api. Aliran lava bersifat andesiti
sampai basal.grBatuan Terobosan, terjadi dalam beberapa kala.
Dari yang tertua berturut-turut Andesit, Diorit, Sienit dan Lamprofir.
Umumnya terdapat sebagai saluran gunungapi di dalam Formasi
Tinombo.

Struktur Geologi di lokasi ini adalah sesar dengan arah yang


berfariasi, di bagian Utara lokasi ini ber arah Barat Laut -Tenggara dan
Timur Laut –Barat Daya. Sedangkan di lokasi penelitian mengarah Utara –
Selatan dan Timur Laut –Barat Daya

5
BAB III
LANDASAN TEORI

3.1 Statika Dasar


Cabang ilmu matematika terapan yang terdiri dari teori dan metoda
mengenai bagaimana cara mengumpulkan, mengukur, mengklasifikasi,
menghitung, menjelaskan, mensintesis, menganalisi dan menafsirkan data yang di
peroleh secara sistematis. Dengan demikian, didalamnya terdiri dari sekumpulan
prosedur mengenai bagaimana cara:
 Mengumpulkan data
 Meringkas data
 Mengolah data
 Menyajikan data
 Menarik kesimpulan dan interpretasi data berdasarkan kumpulan data
dan hasil analisisnya

Statistika merupakan salah satu komponen utama dalam tahapan metode


penelitian, menentukan ukuran sampel, mengumpulkan, menyajikan, dan
menganalisis data serta untuk melihat derajat ilmiahnya. Tujuan dari statistik pada
dasarnya adalah melakukan deskripsi terhadap data sampel, kemudian melakukan
inferensi terhadap populasi data berdasar pada informasi (hasil statistik deskriptif)
yang terkandung dalam sampel. Dengan demikian, dalam prakteknya kedua bagian
statistik tersebut digunakan bersama-sama, umumnya dimulai dengan statistik
deskriptif lalu dilanjutkan dengan berbagai analisis statistik untuk inferensi.

3.2 Statistika Spasial (Geostatika)


Statistik Spasial adalah segala teknik analisis untuk mengukur distribusi suatu
kejadian berdasarkan keruangan (Scott & Warmerdam, 2006). Keruangan yang
dimaksud disini adalah variabel yang ada di permukaan bumi seperti kondisi
topografi, vegetasi, perairan, dll. Berbeda dengan statistik non-spasial yang tidak
memasukkan unsur keruangan dalam analisisnya.

Dalam pengukuran distribusi suatu kejadian berdasarkan keruangan dibedakan


berdasarkan dua kategori yaitu (Scott & Warmerdam, 2006):
•Identifikasi karakteristik dari suatu distribusi
•Kuantifikasi pola geografi dari suatu distribusi.

Pola distribusi spasial secara umum terbagi menjadi tiga (Briggs, 2007):

6
•Mengelompok (Clustered) yaitu beberapa titik terkonsentrasi berdekatan satu
sama lain dan ada area besar yang berisi sedikit titik yang sepertinya ada jarak
yang tidak bermakna.
•Menyebar (Dispersed) yaitu setiap titik berjauhan satu sama lain atau secara
jarak tidak dekat secara bermakna
•Acak (Random) yaitu titik-titik muncul pada lokasi yang acak dan posisi satu
titik dengan titik lainnya tidak saling terkait.

MENGAPA MENGGUNAKAN STATISTIK SPASIAL?


Dari sudut pandang geografi suatu penyakit cenderung dibatasi secara
geografis. Variasi spasial terbangun dari variasi fisik atau biologis yang
mendukung pathogen, reservoir dan vector. Jika kondisi biotik dan abiotik ini
dapat di delineasi pada peta dan keduanya dapat dipadukan secara bersamaan,
maka dapat digunakan untuk mengetahui penyebab faktor resiko suatu penyakit
dan memprediksi penyebarannya di masa yang akan datang (Pavlovsky, 1930).
Sebagaimana First Law of Geography (Waldo R.Tobler, 1970) yang menyatakan
bahwa "Everything is related to everything else, but near things are more related
to each other” atau dapat diterjemahkan sebagai “segala sesuatu terkait satu sama
lain, tetapi sesuatu yang berdekatan mempunyai keterkaitan yang lebih”.
Sehingga dapat dijelaskan bahwa kejadian suatu penyakit terkait dengan
kedekatannya terhadap kondisi geografis tertentu dari suatu wilayah misalnya
keterkaitan penyakit dengan sungai, danau, kondisi vegetasi, perumahan, dll.

Apa yang terlihat secara visual pada peta tidak dapat dengan mudah dijelaskan
secara kualitatif seperti bagaimana pola distribusinya?, Apa yang mempengaruhi
distribusi tersebut?, Bagaimana trend distribusi tersebut dimasa datang?. Statistik
Spasial dapat menggambarkan hal tersebut secara kuantitatif. Spasial statistik
membantu kita dalam menilai pola, hubungan dan trend dari suatu distribusi.

Kelebihan lain dari statistik spasial menurut Scott & Warmerdam (2006) yaitu;
a) Diperolehnya pemahaman yang lebih baik mengenai fenomena goegrafis dari
suatu kejadian;
b) Diketahuinya dengan tepat penyebab suatu kejadian berdasarkan pola geografis
yang spesifik;
c) Disimpulkannya distribusi kejadian berdasarkan satuan data;

7
d) Diperolehnya keputusan yang lebih baik dengan tingkat kepercayaan yang
lebih tinggi.

Dalam peta tersebut di atas terlihat pola distribusi kasus TB yang terbentuk
bersifat implisit. Kita tidak bisa mengatakan bahwa ada kelompok-kelompok
kasus TB berdasarkan faktor risiko lingkungan dengan hanya melihat peta kasus
TB di Kabupaten Bantul tersebut. Dibutuhkan analisa spasial, baik kualitatif
maupun kuantitatif untuk mengetahui keterkaitan distribusi kasus TB dengan
kondisi geografis di Kabupaten Bantul.

APA SAJA KEGUNAAN DAN METODE SPASIAL STATISTIK?


Scott (2008) mengatakan analisis statistik spasial memiliki tiga kegunaan yaitu:
1)A measure of what’s going on spatially (Pengukuran terhadap suatu distribusi
secara keruangan)
2)Identifying characteristics of a distribution (Identifikasi karakteristik dari suatu
distribusi)
3)Quantifying geographic pattern (Kuantifikasi pola geografis).

Hubungan spasial antara dua distribusi dapat digambarkan secara kuantitatif


dengan penghitungan kedekatan jarak antar dua sebaran dengan beberapa metode
sebagai berikut:
-Quadrant Count method -Kernel Density Estimation (Clustering)
-Nearest neighbor distance

TERDIRI DARI APA SAJA ANALISIS STATISTIK SPASIAL?


Analisis statistik spasial berdasarkan tingkatannya dapat dibedakan menjadi tiga
yaitu:
1.General Spatial Statistics Analysis (Analisis Statistik Spasial Umum)
2.Intermediate Spatial Statistics Analysis (Analisis Statistik Spasial Menengah)
3.Expert Spatial Statistics Analysis (Analisis Statistik Spasial Ahli)

Analisis Statistik Spasial Umum


Analisis Statistik Spasial Umum, sebagaimana halnya statistik non-spasial,
memiliki fungsi deskripsi dasar seperti rerata (mean), median, mode dan standar
deviasi untuk mendeskripsikan distribusi sebaran di permukaan bumi.

8
-Mean center merupakan pusat gravitasi sebaran kasus TB yaitu pada koordinat
X: 430539.07 dan Y: 9137709.98. Sedangkan Median center pada koordinat X:
430511.56 dan Y: 9137708.27.
-Pada gambar diatas ditunjukkan bahwa titik median center, mean center dan
center of minimum distance terletak cukup berdekatan, ini dapat diartikan kasus
TB adalah sebaran yang merata dan mengikuti kurva normal dengan skewness
yang tidak terlalu besar
-Sudut rotasi standard deviasi elips sebesar 46.810 searah jarum jam dan luas
elips sebesar 14.379.611,17m2. Convex hull menggambarkan luasan sebaran
kasus TB yaitu seluas 32.299.432.93m2. -Standard deviational elips sebagai
gambaran dari standar deviasi sebaran TB menunjukkan bahwa panjang sumbu X
adalah 4855,24m dan sumbu Y adalah 3770,92, dengan ratio antara sumbu X dan
sumbu Y adalah sebesar 1,2875.
-Arah sumbu standar deviasi elips yang muncul yaitu sebaran yang miring kearah
tenggara - barat laut, mungkin dipengaruhi oleh bentuk administrasi Kota
Yogyakarta

Fungsi Analisis Statistik Spasial Umum yang lainnya adalah:


-Density Estimation atau yang lebih tepat diistilahkan sebagai estimasi probability
surface yaitu Estimasi Kerapatan pada tipologi titik, dengan menggunakan
metode kernel. Setiap kernel mengestimasi tiap titik dalam sebuah grid yang
ditumpangsusunkan pada pola persebaran titik
-Hot Spot Detection Analisis, metode yang digunakan adalah quadrant count,
untuk mempresentasikan sebuah pengelompokan dengan membandingkan jumlah
kejadian (ponit) dengan sebuah wilayah secara acak. Point dianalisis dengan
dibagi menjadi beberapa kelompok sesuai hirarki kepadatannya dengan
menggunakan lebih dari sebuah lingkaran elips. Sebagai contoh berikut ini hot
spot kasus TB di Kabupaten bantul
-Uji independensi atau Spatial autocorrelation, berguna untuk mengetahui apakah
sebuah sebaran kasus memiliki pola tertentu atau sebaran yang acak. Uji
independensi dilakukan untuk sebaran titik yaitu dengan membandingkan jarak
tetangga antara sebaran (dNN) terdekat dengan jarak yang diharapkan (dran).

9
Analisis Statistik Spasial Menengah
Salah satu fungsi Analisis Statistik Spasial Menengah yaitu Spatial relationship
yang digunakan untuk mencari hubungan dua distribusi secara kuantitatif.
Caranya dengan menguji kesamaan (similarity) antara dua sebaran. Jika dua
distribusi menunjukkan persamaan pola, dapat diduga bahwa dua distribusi
tersebut saling berhubungan, baik secara langsung atau tidak.
Adanya kesamaan diantara dua distribusi dapat mengindikasikan:
1) Sebuah distribusi menjadi penyebab distibusi lainnya;
2) Kedua distribusi memiliki penyebab yang sama

Analisis Statistik Spasial Ahli


Yaitu Statistik Spasial untuk Aplikasi Pemodelan Spasial:
•Pada pemodelan spasial Indeks : berfungsi sebagai tools penentu batas kelas
sebuah dan besar bobot pada sebuah parameter yang akan digunakan dalam model
Indeks
•Pada pemodelan Regresi spasial : berfungsi sebagai alat proses pemodelan
berdasarkan hubungan input dan output, seperti : Y = a+bx
•Keuntungan model regresi adalah memiliki kemampuan prediksi secara langsung
(dien)

3.2.1 Metode IDW


Metode ini merupakan suatu cara penak-siran yang telah
memperhitungkan adanya hubungan letak ruang (jarak), merupakan kombi-
linear atau harga rata-rata tertimbang (weighting average) dari titik-titik data
yang ada di sekitarnya. Metode seperjarak ini mempunyai batasan pada jarak
saja dan belum memperhatikan efek pengelompokan data, sehingga data
dengan jarak yang sama, namun mempunyai pola s-baran yang berbeda masih
akan memberikan hasil yang sama atau dengan kata lain metode ini belum
memberikan korelasi ruang antara titik data dengan titik data yang lain (Haris,
2005). Rumus yang digunakan untuk metode inverse distance weight adalah
sebagai berikut:

10
Gambar 3.1
Rumus Rumus

 Interpolasi IDW secara eksplisit mengimplementasikan asumsi bahwa


sesuatu yang saling berdekatan akan lebih serupa dibandingkan yang
saling terpisah jauh.
 Untuk memprediksi sebuah nilai di setiap lokasi yang tidak diukur,
IDW akan menggunakan nilai-nilai ukuran yang mengitari lokasi
prediksi. Nilai-nilai ukuran yang paling dekat ke lokasi prediksi akan
mempunyai pengaruh lebih besar terhadap nilai prediksi dibanding
yang terletak jauh.
 IDW mengasumsikan bahwa setiap titik ukuran mempunyai pengaruh
lokal yang berkurang dengan jarak. Titik-titik yang lebih dekat ke
lokasi prediksi akan diberi bobot yang lebih besar dibandingkan yang
terletak lebih jauh; oleh sebab itu dinamakan inverse distance
weighted (pembobotan inversi jarak).
 Semakin besar jarak d, bobot berkurang dengan faktor k
 Jumlah bobot yang digunakan dalam prediksi adalah sama dengan satu
 Parameter power k dari setiap nilai lokasi yang diukur terhadap nilai
lokasi yang di prediksi, sehingga jika lokasi jarak semakin besar maka
bobot titik ukuran terhadap prediksi akan berkurang secara
eksponensial.

11
3.2.2 Metode Ordinary Kriging (OK)
Istilah kriging diambil dari nama seorang ahli, yaitu D.G. Krige, yang pertama
kali menggunakan korelasi spasial dan estimator yang tidak bias. Istilah kriging
diperkenalkan oleh G. Matheron untuk menonjolkan metode khusus dalam moving
average terbobot (weighted moving average) yang meminimalkan varians dari hasil
estimasi.
kriging adalah suatu metode geostatistika yang memanfaatkan nilai spasial
pada lokasi tersampel dan variogram untuk memprediksi nilai pada lokasi lain yang
belum dan/atau tidak tersampel dimana nilai prediksi tersebut tergantung pada
kedekatannya terhadap lokasi tersampel [1]. Pada penerapannya, kriging dibawah
asumsi kestasioneran dalam ratarata (μ) dan varians (σ2), sehingga jika asumsi
kestasioneran tersebut dilanggar maka kriging menghasilkan nilai prediksi yang
kurang presisif. Selain itu, sebagaimana pada semua metode analisis data nonspatial
(crosssectional, time series, panel, dll.), kriging juga dapat menghasilkan nilai
prediksi kurang presisif jika di antara data yang ada terdapat pencilan (outlier).
Outlier didefinisikan sebagai nilai yang ekstrim dari nilai amatan lainnya yang
kemungkinan dapat disebabkan oleh kesalahan pencatatan, kalibrasi alat yang tidak
tepat atau kemungkinan lainnya. Kriging sebagai interpolasi spasial optimum dapat
menghasilkan nilai prediksi kurang presisif jika di antara data yang ada terdapat
pencilan (outlier). Outlierdidefinisikan sebagai nilai yang ekstrim dari nilai amatan
lainnya yang kemungkinan dapat disebabkan oleh kesalahan pencatatan, kalibrasi alat
yang tidak tepat atau kemungkinan lainnya. Pengembangan ordinary kriging (kriging
klasik) adalah robust kriging yang mentransformasi bobot variogram pada variogram
klasik sehingga menjadi variogram yangrobust terhadap outlier.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data spasial yang
mengandung outlier dan memenuhi asumsi kriging klasik. Hasil analisis
menunjukkan bahwa robust kriging jauh lebih presisif dibandingkan dengan ordinary
kriging dalam mengestimasi nilai dari titik-titik spasial untuk data yang mengandung
pencilan. Hal tersebut ditunjukkan dengan nilaicross validation (MAE dan RMSE)
dari robust kriging jauh lebih kecil dibandingkan dengan ordinary kriging.
Ada beberapa model kriging yang umum digunakan di antaranya
adalah ordinary kriging dan universal krigingyang notabenenya tidak mengakomodir
adanya outlier. Lebih lanjut, pengembangan ordinary kriging adalah robust kriging
yang mentransformasi bobot variogram pada variogram klasik sehingga menjadi
variogram yang robust terhadap outlier.
a. Variogram, Semivariogram, Kovariogram dan Korelogram

12
Pada pemodelan variogram dan kriging, data spasial diasumsikan sebagai
proses stokastik {Z(S):S E D} dengan D adalah himpunan bagian dalam ruang
berdimensi Rd, d > 0. Kovarian nilai antara dua titik sembarang si dan sj
didefinisikan sebagai,

dengan nilai korelasi adalah

Suatu proses dikatakan stasioner pada ratarata dan varians jika dan
hanya jika μ(Si) = μ dan μ2(Si)=μ2, akibatnya:
C(Si,Sj) = C(Si –Sj) = C(h)
ρ(Si,Sj) = ρ(Si –Sj) = ρ(h)
di mana h adalah vektor jarak antara titik i dan j, C(h) disebut
kovariogram dan ρ(h) disebut korelogram.
Varians nilai antara dua lokasi dengan jarak tertentu ditentukan sebagai
Var [Z(S + h) -Z(S)] = 2ϒ(h), 2ϒ(h)disebut variogram dan ϒ (h) disebut
semivariogram.
Hubungan antara kovariogram, korelogram dan semivariogram
berdasarkan kestasioneran dinyatakan dengan [2]

b. Semivariogram Empirik

Semivariogram empirik dihitung dari data sampel yang kemudian


diplotkan sebagai fungsi dari jarak. MisalZ(Si) adalah nilai hasil pengukuran
pada lokasi i, sedangkan Si = (Xi,yi) adalah vektor yang mengandung koordinat
spasial x, y, semivariogram cloud didefinisikan sebagai

ϒij=0,5[Z(Si)-Z(Sj)]2

13
untuk semua pasangan jarak yang mungkin {(Si,Sj); i,j = 1,2,3,…,n}
dan diplotkan sebagai fungsi jarak, yang dihitung dengan:
|h| = lSi -Sjl = [(Xi –Xj)2 + (yi –yj)2]1/2 Perhitungan ini melibatkan ribuan titik
pada plot semivariogram sehingga mengakibatkan sulitnya melihat pola
tertentu.
Untuk mengatasi hal tersebut maka yij dikelompokkan (binning)
berdasarkan kesamaan jarak. Berikut rumusan semivariogram yang
dikelompokkan (semivariogram empirik):

ϒ(h) =

di mana
N(h) : himpunan pasangan data pada Si dan Sj yang mempunyai selisih
jarak yang sama, h E T(h), sedangkan T(h) merupakan daerah toleransi di
sekitar h. |N(h)| : banyak pasangan jarak di dalam himpunan N(h).

c. Spatial Outlier
Spatial Outlier (pencilan spasial) didefinisikan sebagai nilai lokasi
observasi yang tidak konsisten (ekstrim) terhadap nilai lokasi observasi yang
lainnya. Munculnya pencilan dapat disebabkan oleh mekanisme pengambilan
nilai observasi yang berbeda dengan yang lainnya, Ada banyak metode yang
digunakan untuk mendeteksi adanya pencilan salah satunya adalah dengan
spatial statistics Z test. Untuk spatial statistics Z test, didefinisikan sebagai:

Jika Zs(x) > θ, maka dideteksi sebagai pencilan (outlier), untuk tingkat
signifikansi 5%, nilai θ = 2.

d. Robust Kriging
Model yang mendasari robust kriging adalah

Dengan W(·) stasioner intrinsik dan gaussian dan ɳ(·)+ϵ(·) = ε(·)


. Berbeda dengan kriging klasik (simple, ordinary), untuk mengakomodir
adanya outlier, variogram empirik untuk robust kriging dirumuskan sebagai :

14
Robust kriging mengakomodir adanya outlier sehingga semivariogram
yang digunakan adalah semivariogram empirik terboboti. Adapun paket
program ArcGIS 9.2 yang digunakan untuk membuat peta kontur prediksi pada
ordinary kriging masih belum menyediakan fasilitas penghitungan nilai dan
pembuatan peta kontur prediksi untuk robust kriging, demikian pula untuk
semua paket program geostatistika. Oleh karena itu, diperlukan pembuatan
program yang sesuai untuk algoritma robust kriging.

3.3 Evaluasi Metode Estimasi

Evaluasi (menilai, menaksir dan memperkirakan) yaitu suatu kajian teknis


ekonomis untuk menilai dan memperkirakan sesuatu (endapan bahan galian)
berdasarkan tujuan dan keperluan pada saat itu. Cadangan yaitu sebagian dari
sumberdaya yang memiliki minimum sifat fisika dan kimia yang berhubungan
dengan ciri tambang dan produksi terutama kadar, kualitas, ketebalan, kedalaman,
dan secara ekonomis dapat di ekstrak dan diproduksi pada jangka terbatas.
Evaluasi cadangan adalah bagian penting dalam perencanaan tambang karena
merupakan tahap untuk menilai dan memperkirakan kuantitas dan nilai ekonomis
cadangan.

Ada beberapa yang perlu diperhatikan dalam permodelan evaluasi cadangan

1. Mengapa perlu dilakukan Evaluasi dan Pemodelan Cadangan


a. Sistem penambangan dan pengolahan yg digunakan untuk mengekstrak
endapan insitu harus dapat menghasilkan pendapatan.
b. Aset utama adalah berupa endapan, akibatnya; lokasi/jumlah keterdapatan
endapan insitu (kuantitas) serta perkiraan kadar (kualitas) harus memiliki
derajat kepercayaan yang dapat diterima dan dipertanggungjawabkan.
c. Perbedaan antara rencana (perkiraan) dengan kondisi aktual (bias) pada
saat diproduksi atau perubahan dalam harga logam (endapan) dapat
menyebabkan penyimpangan yang cukup besar pada keuntungan
tambang.

15
2. Kapan dilakukan Evaluasi dan Pemodelan Cadangan
Dilakukan mulai dari awal proses eksplorasi sampai dengan selama proses
penambangan. Selama proses eksplorasi:
a. Sebagai data awal untuk studi kelayakan dan analisis keekonomian.
b. Sebagai dasar untuk pengambilan keputusan.
3. Kapan dilakukan Evaluasi dan Pemodelan Cadangan Sepanjang proses
penambangan:
a. Membuat revisi dan mendukung perencanaan tambang.
b. Untuk analisis cost dan efesiensi dlm penambangan.
c. Sebagai kontrol kualitas.
d. Untuk melakukan improvisasi metoda ekstraksi dan pengolahan. Kapan
dilakukan Evaluasi dan Pemodelan Cadangan (3)
e. Proses evaluasi dan pemodelan cadangan dapat dilakukan sepanjang
adanya penambahan data dan/atau informasi.
f. Sedangkan tahap yang sangat vital adalah pada saat updating sumberdaya
(resources) menjadi cadangan (reserve) dan cadangan tertambang
(mineable reserve) setelah memperhatikan faktor ekonomi, geologi dan
teknologi.
4. Bagaimana Melakukan Evaluasi dan Pemodelan Cadangan Penekanan utama:
a. Faktor-faktor apa saja yang perlu menjadi perhatian.
b. Metoda-metoda yang digunakan serta tingkat kepercayaannya.
Bagaimana Melakukan Evaluasi dan Pemodelan Cadangan (2) Faktor
Penentu utama adalah Sampel.
c. Pemodelan dan perhitungan cadangan pada umumnya dihitung
berdasarkan susunan data kadar 2D atau 3D yang berasal dari sampel.
d. Di dalam aplikasinya, volume total dari suatu daerah mineralisasi
(endapan) akan jauh lebih besar (beberapa puluh atau ratus kali) daripada
total volume sampel yang digunakan sebagai dasar perhitungan.
e. Akibatnya, suatu nilai error (kesalahan) dapat dilihat (diperkirakan) dari
bias (perbedaan) antara kondisi aktual cadangan terhadap estimasi
berdasarkan sampel.
5. Persyaratan utama dalam Evaluasi dan Permodelan Cadangan
a. Dapat mencerminkan secra tepat kondisi geologi, karakteristik, dan sifat
endapan.
b. Dilaksanakan sesuai dengan tujuan evaluasi,
c. Harus didasarkan pada data faktual yang diolah secara objektif,
d. Harus memberikan hasil yang dapat diuji ulang (diverifikasi)

16
e. Harus menghasilkan tingkat kepercayaan hasil perhitungan
f. Kebenaran dan pengetahuan dalam interpretasi badan bijih
g. Kepadatan data (grid density) yang cukup
h. Asumsi dan pendekatan variabel dalam interpretasi dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah dan teknis
i. Pendekatan rumus perhitungan tidak melanggar kaidah matematika yang
ada
3.4 Perhitungan Kadar Komposit
Metode penaksiran cadangan pada penelitian ini adalah OK (ordinary
kriging). Sebelum dilakukan penaksirancadangan terlebih dahulu dilakukan studi
variografi. Studi variografi dilakukan mengunakan basis data assay dengan
tujuanuntuk mengetahui korelasi spasial antar contoh. Berdasarkan koreksi spasial
tersebut dapat diketahui arah dan jarakpenyebaran kadar nikel di daerah
penelitian. Hasil studi variografi dengan bantuan program GeoEast Versi 1.2.1
dapat dilihat pada Tabel

Tabel 3.1
Hasil variogram nikel

Berdasarkan Tabel 2 dapat diketahui arah mayor penyebaran kadar nikel adalah N
350 E dengan jarak pengaruh sebesar103,8m (Gambar 5), arah minor adalah
N1250E dengan jarak pengaruh sekitar 60m. Jarak pengaruh ini berbentuk
segiempatyang merupakan pola pengeboran yang diusulkan untuk diterapkan
pada cebakan nikel di Pomalaa tersebut.

17
3.5 Penaksiran Sumberdaya
Untuk menghitung tonase pada suatu ba-dan bijih atau endapan diperlukan:
a. Luas Blok (A)
b. Ketebalan Blok (t)
c. Berat Jenis (d)
d. Kadar (g)
Tonase = A x t x d x g

18
BAB IV
PENGOLAHAN DATA DAN HASIL

4.1 Basis Data Assay


Data yang di terima berupa data bor dengan tiap lubang bor di ketahui
kedalaman pemboran berikut dengan zona litologinya mulai dari limonit, saprolit,
hingga bedrock dan unsur-unsur yang terkandung didalamnya, mulai dari Ni, Co,
Fe dan SiO2, CAO dan MgO.

Gambar 4.1.
Basis Data Assay

4.2 Validasi Data


Validasi data adalah langkah pemeriksaan untuk memastikan bahwa data
tersebut telah sesuai kriteria yang ditetapkan dengan tujuan untuk memastikan
bahwa data yang akan dimasukkan ke dalam basis data telah diketahui dan dapat
dijelaskan sumber dan kebenaran datanya.
Dari data yang sudah didapat kemudian dikelompokan berdasarkan zona dan
unsurnya sesuai tugas yang diberikan (penulis diberikan tugas di zona Limonit
untuk unsur SiO2). Selanjutnya dilakukan perhitungan terhadap ketebalan
keseluruhan pemboran pada zona limonit kemudian dihitung kadar rata-rata
tertimbang di setiap titik bor. Beberapa titik bor yang tidak memiliki zona limonit
maupun unsur SiO2 tetap ada koordinatnya, namun data nya di kosongkan.

19
Gambar 4.2.
Validasi Data

4.3 Basis Data Komposit


Basis data komposit yang digunakan adalah nilai koordinat x,y (easting dan
northing) dan juga variable z (dapat berupa kadar dan ketebalan) hasil dari
eliminasi data sebelumnya, dimana perhitungan hanya di lakukan di Zona limonit
dengan unsur SiO2.
a. Data Kadar

Gambar 4.3.1
Basis Data Komposit data kadar

20
b. Data Tebal

Gambar 4.3.2
Basis Data Komposit data kadar

4.4 Analisis Statistik


a. Data Kadar

Gambar 4.4.1
Anasilis Statistika data kadar

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa hasil skewness iyalah 0,47 yang
menyebabkan arah condong kekiri dalam grafik batang

21
b. Data Tebal

Gambar 4.4.2
Anasilis Statistika data Tebal

Berdasarkan gambar diatas dapat dilihat bahwa hasil skewness iyalah 1,33
yang menyebabkan arah condong kekiri dalam grafik batang

4.5 Studi Variogram

Studi variogram yang digunakan pada pengolahan data ini adalah


spherical,exponensial, dan gaussian . Berdasarkan data yang telah divalidasi dan
dilakukan ploting.

Gambar 4.5
Studi Variogram

22
a. Model Spherical

Gambar 4.5.1.
Model Spherical

b. Eksponencial

Gambar 4.5.2.
Eksponencial

23
c. Gaussian

Gambar 4.5.3
Anasilis Statistika data Tebal

4.6 Pemilihan Parameter Penaksiran


Pemilihan metode berdasarkan parameter ss, r2, proportion (C/(Co+C))
maka metode yang digunakan yaitu metode spherical

4.7 Penaksiran Metode IDW

Gambar 4.7.
Penaksiran Motode IDW 2D

24
Gambar 4.7.1.
Penaksiran Motode IDW 3D

4.8 Penaksiran Metode OK

Gambar 4.8..
Penaksiran Motode OK 2D

25
Gambar 4.8.1.
Penaksiran Motode OK 3D

4.9 Penaksiran Sumberdaya

Gambar 4.9
Penaksiran Sumber daya

26
BAB V
PEMBAHASAN

5.1.Validasi Data
Validasi data dilakukan terhadap data assay atau data bor yang dimiliki ,
pembatasan data ini berupa ketebalan dan kadar yang dimiliki oleh SiO2 itu sendiri.
Validasi bertujuan untuk membatasi data agar lebih mudah dalam pengerjaan

5.2. Analisi Variogram


Berdasarkan hasil Tabel diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa metode
Sphrical ialah metode yang paling baik digunakan, Kesimpulan tersebut berdasarkan
parameter yang ada antara lain RSS, R, dan proporsi. RSS pada variogram Sphrical
mendekati angka 0

5.3. Analisis Penaksiran IDW dan Kriging


Penkasiran IDW dan Kriging berdasarkan jarak antar lag dan jarak uniform
dari lubang bor atau hole, Jarak hole terjauh didapat 992m dan uniform yaitu 25 maka
setelah melakukan calculate di Gs+ maka diperoleh data penyebaran dari ore dan
waste berdasarkan kedua metode yaitu IDW dan Krigging.

5.4. Analisis Ditribusi Kadar


Persebaran kadar pada data hole yang dimiliki tidak merata , karena terdapat
di beberapa lubang bor yang memiliki kadar tinggi dan beberapa yang sangat rendah

5.5. Analaisi Penaksiran Sumberdaya


Paramater yang digunakan dalam analaisi ini diantaranya luas, volume ,
densitas , tebal , dan kadar. Kadar yang digunakan pada analisis penkasiran ini
digunakan dengan waste <44.8 dan Ore <37.5

27
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan
Di dapatkan hasil penaksiran data nilai mean 19.696, Std deviation 6.702,
Sampel variansi 44.92134, Minimum value 7.02, Dan maksimum value 43.53,
serta skeweness 0.47 (0.14) dan kurtosis 0.07 (0.29) .

6.2 Saran
Semoga Makalah geostatistik yang telah kami susun ini bisa bermanfaat bagi
kawan kawan yang membaca. Jika ada kesalahan dalam penyusunan makalah ini
saya mohon di berikan kritik untuk membangun supaya untuk kedepannya bisa
lebih baik lagi dalam menyusun makalah.

28
DAFTAR PUSTAKA

Armstrong,M, (1998). Basic Linear Geosta-tistics. Springer-Verlag Berlin


Heidelberg.New York

Darijanto.T., (2000). Geostatistik. Rekayasa Pertambangan. ITB arton, P.B., Jr. and
Skinner, B.J. 1979. Sulfide mineral stabilities, in

Barnes, H.L., ed., Geochemistry of Hydrothermal Ore Deposits. New York: Wiley
Interscience, p.278-403.

Craigh, J.R & Vaughan. 1981. Ore Microscopy and Ore Petrography. John Wiley and
Sons. USA.

Einaudi, M.T., Meinert, L.D., Newberry, R.J. 1981. Skarn deposits. Economic
geology. Vol 77: 745-
754.https://www.google.com/search?q=penaksiran+sumber+daya+nikel+laterit&oq=
penaksiran+sumber+daya+nikel+laterit&sourceid=chrome&ie=UTF-8

https://www.google.com/search?q=emdapan+bijih+besi&oq=emdapan+bijih+besi&s
ourceid=chrome&ie=UTF-8

https://www.researchgate.net/publication/332909081_ESTIMASI_SUMBERDAYA_
NIKEL_LATERIT_DENGAN_MEMBANDINGKAN_METODE

https://docplayer.info/51263616-Metode-point-kriging-untuk-estimasi-sumberdaya-
bijih-besi-fe-menggunakan-data-assay-3d-pada-daer

https://docplayer.info/38007440-Perbandingan-metode-inverse-distance-
weighted-idw-dengan-metode-ordinary-kriging-untuk-estimasi-sebaran-polusi-
udara-di-bandung.html

29

Anda mungkin juga menyukai