Anda di halaman 1dari 15

i-ISSN: 2597-4033

Vol. 4, No. 2, April 2020

Kondisi Lingkungan Pengendapan, Kematangan, Dan


Klasifikasi Batubara Berdasarkan Data Petrografi Dan
Geokimia Organik, Lapangan Rokan Hulu
Muhammad Firman Pratama1*, Ildrem Sjafri1, Reza Mohammad Ganjar Gani1,
Yusi Firmansyah1, Nana Suwarna2
1
Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran, Bandung
2
Pusat Survei Geologi, Jl Diponegoro 57 Bandung
*Korespondensi: firman.pratama63@gmail.com

ABSTRAK
Daerah penelitian, secara administratif terletak di Kecamatan Tambusi, Rambah Samo, Tandun,
dan IV Rokan Koto, Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau. Berdasarkan analisis petrografi
organik, batubara di lokasi penelitian didominasi oleh litotipe Bright dan Bright Banded dengan
kandungan maseral vitrinit berkisar dari 45,2 – 92 %, inertinit 0,6 – 10,7 %, liptinit 0 – 5,6 %,
dan bahan mineral 3,2 – 50,6 %. Peringkat batubara daerah penelitian berkisar dari lignit hingga
bituminus volatil rendah. Selanjutnya, analisis fasies melalui diagram V+L-I-MM menunjukkan
batubara yang diteliti berasal dari fasies F, yang berarti bahwa proses pengendapan batubara
berada pada kondisi basah (anoksik), mengalami banjir dengan tingkatannya moderat hingga
tinggi (besar) secara periodik, sebentar ataupun non periodik (oksik). Kemudian, berdasarkan
analisis hasil ploting pada diagram TFD, menunjukkan batubara terendapkan pada fasies limnic,
limno-telmatic, dan telmatic. Sementara itu, hasil analisis diagram TPI versus GI pun
menunjukkan fasies limnic, limno-telmatic dan telmatic. Terakhir, berdasarkan indeks muka air
tanah dengan menggunakan analisis GWI versus GI menunjukkan bahwa rezim hidrologi
batubara didominasi oleh mesotrophic yang mengarah ke rheotrophic dengan jenis vegetasinya
berupa wet forest swamp dan sisanya dikontrol oleh rezim ombrotrophic dengan jenis vegetasi
berupa bog.

Kata Kunci: batubara, fasies, maseral, petrografi, Rokan Hulu


ABSTRACT
The research area, administratively is located in Tambusi, Rambah Samo, Tandun, and IV
Rokan Koto Sub-Regency, Riau Province, Sumatra. Based on organic petrographic analysis, the
coal is dominated by Bright and Bright Banded lithotypes. Vitrinite maceral content ranges
from 45,2 – 92 %, inertinite 0,6 – 10,7 %, liptinite 0 – 5,6 %, and mineral matter 3,2 – 50,6 %.
Coal rank of the research area ranges from lignite to low volatile bituminous. The analysis
V+L-I-MM diagram the coal studied falls on F Facies area; which means that the environment
of deposition of coal was wet (anoxic) which suddenly flooded with a moderate to high level
flooding periodically or non periodic (oxic). Then, according to analysis of TFD diagram the
coal facies are limnic, limno-telmatic and telmatic. Similar to the TFD diagram, a TPI versus
GI diagram also shows limnic, limno-telmatic, and telmatic facies. Meanwhile, the result of
GWI versus VI diagram indicates the hydrological coal regime is dominated by mesotrophic to
rheotrophic ecosystem with the vegetation type being wet forest swamp and the rest controlled
by the ombrotrophic regime with the vegetation type in the form of bog.
Keywords: coal, facies, maceral, petrography, Rokan Hulu

92
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 4, No. 1, April 2020: 92-106

1. PENDAHULUAN 2. TINJAUAN PUSTAKA


Geologi Regional
Jenis batubara di Indonesia memiliki
karakteristik yang beragam. Karakteristik
Secara fisiografi, daerah penelitian terdiri
tersebut dapat diketahui dengan cara atas dua fisiografi utama yaitu Lajur
meneliti parameter-parameter pada Barisan bagian Timur dan Kaki Barisan
batubara seperti: kondisi geologi, ciri bagian Timur, berada di tepi paling barat
fisik, dan identifikasi kandungan kimia Cekungan Sumatra Tengah dan
yang khas pada daerah tersebut. kemungkinan sub-cekungan tersendiri
Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa (Gambar 1). Stratigrafi regional daerah
sampel batubara yang berasal dari daerah penelitian ini diurutkan mulai dari tua ke
Rokan Hulu, Provinsi Riau telah diteliti. mudanya adalah sebagai berikut: Batuan
Sampel-sampel yang dipakai dalam Dasar, Formasi Teluk Kido, Formasi
penelitian ini berasal dari eksplorasi yang Sihapas, Formasi Telisa, Formasi Petani,
pernah dilakukan di daerah ini pada tahun serta endapan paling atas yaitu Formasi
2002 oleh Pusat Survei Geologi. Data Minas (yang ekivalen dengan endapan
aluvium) (Gambar 2a) (Rock dkk., 1983).
yang diperoleh dari hasil eksplorasi
Persebaran wilayah yang mengandung
tersebut berupa hasil analisis petrografi
batubara terlihat dengan simbol C pada
organik berupa reflektansi vitrinit, hasil
Peta Geologi Lembar Lubuksikaping
analisis proksimat, ultimat, ketebalan, dan (Gambar 2b).
litotipe.

Studi batubara terbaru dari daerah


penelitian ini pernah dilakukan oleh
Wisesa (2018) berupa “Analisis
Lingkungan Pengendapan dan Distribusi
Secara Stratigrafi Batubara Formasi
Sihapas, Cekungan Sumatra Tengah”.
Dalam hal ini penulis tersebut tidak
membahas kondisi lingkungan
pengendapan berdasarkan maseral. Oleh
karena itu, maka dalam penelitian ini
lingkungan pengendapan berdasarkan
maseral yang merupakan hal utama yang
dibahas.

Lokasi penelitian berada di Kabupaten


Rokan Hulu, Provinsi Riau yang meliputi
Kecamatan Tambusi, Rambah Samo,
Tandun, Rokan IV Koto. Lokasi Penelitian

93
Gambar 1. Fisiografi daerah penelitian.
Kondisi lingkungan pengendapan, kematangan, dan klasifikasi batubara berdasarkan
data petrografi dan geokimia organik, Lapangan Rokan Hulu (M. Firman Pratama)

(a)

(b)

Gambar 2. (a) Stratigrafi regional, (b) Peta geologi regional (Rock dkk., 1983).
Landasan Teori diidentifikasi pada batubara, yaitu berupa
maseral. Maseral merupakan bahan-bahan
Batubara merupakan bahan-bahan mikroskopik sisa yang berasal dari bahan-
organik, batuan sedimen yang mudah bahan organik (kebanyakan dibawa dari
terbakar secara komposisi tersusun atas tumbuh-tumbuhan), yang membentuk
karbon sebagai bahan utamanya, terbentuk batubara. Sisa-sisa tumbuhan ini yang
dari kompaksi dan pengerasan dari telah melewati modifikasi baik sebelum,
tumbuhan sisa (Schopf, 1960). Untuk sedang dan setelah terendapkan dan bisa
mengidentifikasi batubara lebih jauh lagi, digunakan tidak hanya untuk melacak
tidak cukup dengan kenampakkan asal-usulnya tetapi juga, untuk mengetahui
makroskopis maka perlu diidentifikasi jalan pembentukannya batubara tersebut
secara mikroskopis. Sehingga, studi ini (Grady dkk., 1993). Secara umum maseral
dapat mengetahui kondisi lingkungan dibagi dalam tiga kelompok yaitu vitrinit,
pengendapan batubara pada dahulunya. liptinit (exinit), dan inertinit.
Adapun bahan mikroskopis yang
94
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 4, No. 1, April 2020: 92-106

Seiring proses pembatubaraan analisis GWI (Groundwater Index)


ketersediaan maseral dan bahan mineral terhadap VI (Vegetation Index) (Calder
dipengaruhi oleh kondisi geologi, iklim, dkk., 1993) yang dirumuskan sebagai
vegetasi, dan rezim hidrologi (Diessel, berikut:
1992, Bustin dkk., 1983; Calder dkk.,
1993).

Lingkungan pengendapan batubara dapat


dianalisis dengan melakukan identifikasi
keterdapatan komposisi maseral di dalam
batubara. Menurut Diessel (1982), untuk Selain itu, dari kondisi lingkungan
mengetahui lingkungan pengendapan pengendapan batubara dapat diketahui
batubara dengan berdasarkan maseral keadaan oksik dan anoksiknya dengan
dapat menggunakan diagram TFD (T = menggunakan anilisis diagram V+L-I-MM
Telinit + Telokolinit), kemudian F (F = (Smyth, 1984).
Fusinit + Semifusinit), dan D
(Inertodetrinit + Sporinit + Alginit +
Penentuan peringkat batubara mengacu
Vitrinit B).
terhadap ASTM (1981), yang
menggunakan empat parameter, di
Setelah itu, Diessel (1986) antaranya: nilai reflektansi vitrinit, nilai
mengembangkan lingkungan pengendapan kalori, zat terbang, dan kelembaban.
berdasarkan batubara di Australia yang
berumur Permian. Model dalam 3. METODE
lingkungan pengendapan ini berupa TPI
(Tissue Preservation Index) versus GI
Metode penelitian ini berupa penyelidikan
(Gelification Index) dibagi menjadi empat
dan pengamatan geologi di lapangan
kuadran. Adapun Perhitungan untuk
berupa deskripsi singkapan batubara yang
menentukan zonasi dari lingkungan
mengacu pada Diessel (1965) dengan
pengendapan ini sebagai data kuantitatif
pengambilan sampelnya berupa ply-by-ply
maseral untuk batubara bituminus atau
dan channelling serta melakukan
batubara hitam, rumusnya sebagai berikut:
pengukuran penampang stratigrafi terukur.
Sampel yang diambil dari lapangan dipilih
dalam keadaan segar, supaya ketika
pengujian di laboratorium menghasilkan
data yang baik.

Sebanyak 18 sampel dipilih untuk diuji,


baik secara petrografi maupun geokimia.
Sampel percontoh tadi dihancurkan
Sementara itu, untuk mengetahui kondisi kemudian dipreparasi menjadi briket poles
muka air tanah dan jenis vegetasi selama dengan campuran epoxy resin. Setelah itu,
proses pembatubaraan menggunakan sampel dapat dianalisis untuk

95
Kondisi lingkungan pengendapan, kematangan, dan klasifikasi batubara berdasarkan
data petrografi dan geokimia organik, Lapangan Rokan Hulu (M. Firman Pratama)

mengidentifikasi maseral di bawah persentase jumlah vitrinit A dan vitrinit B.


mikroskop dengan pengamatan 300 titik Namun, untuk litotipe dengan jenis Dull
spasi 0,1 mm. Adapun terminologi dan (D) sampai Dull-Banded (DB)
identifikasi deskripsi mikroskopis bahan mengindikasikan adanya peristiwa
organik batubara mengikuti panduan ICCP oksidasi, dengan kandungan maseralnya
(International Committee for Coal and berupa inertinit (Diessel, 1986).
Organic Petrology, 1971) dan Diessel
(1986). Selain itu, dilakukan perhitungan Data Hasil Analisis Petrografi Organik
terhadap nilai reflektansi vitrinit yang Batubara
berguna untuk menganalisis peringkat.
Pengamatan identifikasi petrografi organik Pengamatan maseral batubara diamati
batubara dilakukan di Laboratorium PSG dengan menggunakan mikroskop dalam
Bandung. briket poles yang sebelumnya telah dibuat
dari sampel seam batubara daerah
Sementara itu, pengujian geokimia penelitian. Berdasarkan hasil analisis
dilakukan di laboratorium TEKMIRA petrografi batubara daerah penelitian
Bandung berupa analisis proksimat, yang (Tabel 1) terdiri atas; maseral vitrinit yang
bertujuan untuk mengetahui nilai kalori, nilai persentasenya berkisar dari 45,2 – 92
zat terbang, dan kelembaban. %, maseral inertinit 0,6 – 10,7 %, maseral
liptinit 0 – 5,6 %, bahan mineral (MM) 3,2
– 50,6 %, dan nilai reflektansi vitrinit
4. HASIL DAN PEMBAHASAN yang berkisar dari 0,34 – 0,74 %.
Selanjutnya, dalam maseral vitrinit
Litotipe dan Karakteristik Batubara mengandung sub-maseral seperti
Daerah Penelitian telokolinit (18 – 82 %) (Gambar 3a),
korpokolinit (0 – 3,5 %) (Gambar 3f),
desmokolinit (3,5 – 32,2 %) (Gambar 3c),
Dominasi secara umum litotipe daerah
penelitian berupa Bright (B) dan Bright- dan detrovitrinit (4 – 28,4 %) (Gambar
Banded (BB) (Tabel 2) serta ketebalan 3g). Lalu dalam inertinit terdapat sub-
batubara berkisar dari 1,0 – 9,0 m. maseral funginit ( 0,1 – 3 %) (Gambar 4l),
Penentuan lapisan atau seam pada fusinit ( 0 – 4,6 %) (Gambar 3g),
batubara ditentukan berdasarkan semifusinit (0,2 – 4,9 %) (Gambar 3d),
keterdapatan floor dan roof pada batubara. dan inertodetrinit (0,2 – 6,7 %) (Gambar
Selain itu, Litotipe batubara didominasi 4i). Adapun dalam sub-maseral liptinit
Bright sampai Bright-Banded berupa kutinit yang berkisar dari 0,2 – 3,4
menunjukkan bahwa banyak mengandung % (Gambar 3b), lam-alginit (0 – 1 %)
vitrinit di dalam batubara tersebut. Untuk (Gambar 4j), tel-alginit (0 – 0,6 %)
menentukan jenis tumbuhan berasal yang (Gambar 3e), sporinit (0 – 1,4 %)
mengendapkan batubara di daerah tersebut
(Gambar 3h), suberinit (0 – 0,5 %)
berasal dari jenis perdu, herba, ataupun
(Gambar 4m), dan resinit (0 – 1,3 %)
jaringan kayu dapat diketahui dari
(Gambar 3d). Dan sisanya berupa bahan

96
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 4, No. 1, April 2020: 92-106

pirit non-framboidal (0 – 3,9 %) (Gambar


mineral (MM) yang mengandung lempung
4i), dan pirit framboidal (0,2 – 9,3 %)
berkisar dari (3 – 45,5 %) (Gambar 3f),
(Gambar 4k).

a b

c d e

f g h

Gambar 3. Fotomikrograf maseral di bawah mikroskop; (a) Telokolinit dan kutinit (cahaya
putih), (b) kutinit (cahaya fluoresens), (c) Desmokolinit (Dc) (cahaya putih), (d) Semifusinit
(Sf) dan resinit (Re) (cahaya putih), (e) Tel-Alginit (Tel-A) (cahaya putih), (f) Korpokolinit
(korpo) dan lempung (lemp) (cahaya putih), (g) Detrovitrinit (detro) dan fusinit (Fus) (cahaya
putih), (h) Sporinit (Spor) (cahaya putih).

97
Kondisi lingkungan pengendapan, kematangan, dan klasifikasi batubara berdasarkan
data petrografi dan geokimia organik, Lapangan Rokan Hulu (M. Firman Pratama)

i j k

l m

Gambar 4. (i) Inertodetrinit (inerto) dan pirit non-framboidal (Py-non) (cahaya putih), (j) Lam-
Alginit (Lam-A) (cahaya putih), (k) pirit framboidal (Py-Fr) (cahaya putih), (l) Fung (funginit)
(cahaya putih), (m) Suberinit (Sube) (cahaya putih).

Tabel 1. Data petrografi organik batubara daerah


penelitian

98
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 4, No. 1, April 2020: 92-106

Data Hasil Laboratorium Uji Geokimia 1989), dan juga untuk mengetahui
Batubara kematangan batubara (Ward, 2002 dalam
Thomas, 2013). Berikut ditampilkan data
Analisis proksimat diperlukan untuk hasil uji geokimia batubara daerah
menentukan peringkat batubara, yang penelitian (Tabel 2).
berguna untuk keperluan industri (ASTM,
Tabel 2. Data hasil analisis proksimat batubara daerah penelitian (Suwarna dkk., 2002)

mineral lebih daripada 50%. Selain itu,


Analisis Fasies diagram V+L-I-MM untuk mengetahui tingkat oksidasi batubara
dapat ditentukan dari kandungan inertinit
Hasil dari data yang dimasukkan ke dalam (Shabrina, 2018). Apabila sampel berada di
diagram segitiga menunjukkan bahwa bawah atau kurang dari 10% maka berada
semua sampel batubara berada di daerah F pada lingkungan sub-oksik, sedangkan jika
(Gambar 5). Ini, dapat diinterpretasikan lebih dari 10% maka lingkungannya
bahwa proses pengendapan batubara berada mengarah ke oksik. Kondisi tingkat
pada kondisi basah (anoksik) mengalami oksidasi pada daerah penelitian, berada
banjir dengan tingkatannya moderat hingga pada lingkungan sub-oksik kecuali dua
tinggi (besar) secara periodik, sebentar sampel yaitu nomor 13 dan 15 yang
ataupun non periodik (oksik). Dengan kandungan inertinitnya lebih dari 10%, ini
kondisi seperti ini, suplai sedimen yang dapat diinterpretasikan lingkungannya
berupa bahan mineral dapat masuk, karena berupa sub-oksik menuju ke oksik karena
daerah yang terkena banjir ini bisa nilai inertinitnya pun, tidak menunjukkan
mendapatkan material sedimen dari nilai yang signifikan tinggi.
manapun akibat dari proses transportasi
selama sedimentasi. Hal itu terbukti pada
sampel nomor 17 yang mengandung bahan

99
Kondisi lingkungan pengendapan, kematangan, dan klasifikasi batubara berdasarkan
data petrografi dan geokimia organik, Lapangan Rokan Hulu (M. Firman Pratama)

frambodal 9,2 % cukup signifikan


dibandingkan dengan sampel lainnya.
Sementara itu, lingkungan limnic
merupakan lingkungan rawa air tawar tidak
terpengaruh sama sekali oleh air laut. Jika
terletak di dekat laut, maka biasanya
terpisahkan oleh perbedaan ketinggian, atau
penghalang (barrier) yang bersifat
impermeable. Vegetasi yang menyusun
rawa ini yaitu tumbuhan rerumputan dan
semak (Diessel, 1992).

Gambar 5. Hasil ploting data daerah


penelitian pada diagram segitiga (Smyth,
1984) yang menunjukkan kondisi
lingkungan pengendapan batubara daerah
penelitian.

Analisis Diagram TFD

Diagram ini menunjukkan, bahwa sampel


batubara secara dominan berada pada
lingkungan limnic lebih spesifiknya ke arah Gambar 6. Hasil plot data pada diagram
limno-telmatic (Gambar 6). Empat sampel fasies TFD (Diessel, 1982).
berada pada lingkungan limno-telmatic di
antaranya sampel nomor 9, 13, 15, dan 16. Analisis Diagram TPI (Tissue
Sisanya, berada pada lingkungan limnic Preservation Index) versus GI
yaitu sampel nomor 1, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 12, (Gelification Index)
17, dan 18. Sementara itu, sampel nomor 2,
3, 4, dan 14 terendapkan dalam lingkungan Sampel yang diplot pada diagram TPI-GI,
telmatic, zona wet forest swamp. ke arah nomor 2, 3, dan 4 mengalami
kenaikan tingkat kerapatan pepohonan
Lingkungan telmatic merupakan lahan yang karena nilai TPI nya lebih dari tiga (>3).
terus-menerus digenangi oleh air tawar Sampel yang lainnya (nomor 8, 17, 10, 14,
maupun air garam. Adapun, sifat dari rawa dan 4) berada pada zona limno-telmatic dan
ini yaitu eutrofik-mesotrofik dominannya telmatic dalam lingkungan lower delta
tumbuhan berkayu, sedangkan variasi plain, yang secara spesifik berada pada
vegetasinya berupa rerumputan, daun, dan rawa marsh dan fen (nomer 1,5,6,7,9,11,12,
semak. Sementara itu, lingkungan limno- dan 18) (Gambar 6). Sisanya yakni sampel
telmatic merupakan rawa yang selalu nomor 13 dan 15 terendapkan pada
digenangi air, baik saat musim pasang surut lingkungan upper delta plain yang secara
ataupun dalam kondisi biasa. Sifat dari spesifik berupa wet forest swamp dan satu
rawa ini berupa mesotrofik mengandung sampel lagi (nomor 16) terletak pada back
percampuran antara air garam dengan air barrier yang mengalami transgresi
tawar. Sampel nomer 16 yang berada pada (Gambar 7). Ketika proses batubara
lingkungan ini memperlihatkan pirit terendapkan di zona lower delta plain

100
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 4, No. 1, April 2020: 92-106

terjadi proses biokimia (microbial attack) tinggi akan berpengaruh pada kenampakkan
yaitu pengaruh bakteri terhadap fisik batubara seperti litotipe batubara akan
pembentukan batubara. terlihat BD (Banded Dull) (clarodurain)
jaringan kayu telo-inertinit (Diessel, 1986).
Nilai GI yang tinggi (>5)
mengindikasikan hadirnya dominasi
maseral yang sangat ter-gelifikasi (vitrinit),
terhadap maseral yang kurang tergelifikasi
(Rahim, 2018). Selain itu, nilai GI yang

Nomor Sampel pada abel 1

Gambar 7. Plot data hasil analisis maseral pada diagram TPI-GI (Diessel, 1986).
nomer 16 dan 18 yang berada pada
Analisis Diagram GWI (Groundwater lingkungan limnic dengan ekosistem
Index) versus VI (Vegetation Index) hidrologi ombrotrophic, sedangkan nomor
sampel 4 dan 14 terendapkan di dalam
Data yang diplot pada diagram tersebut, kondisi ekosistem hidrologi ombrotrophic,
menunjukkan dominasi kondisi atau dengan lingkungan pengendapan bog forest
ekosistem hidrologi mesotrophic mengarah (Gambar 8). Kedua sampel batubara
ke rheotrophic (sampel nomor 1, 5, 7, 8, tersebut terakumulasi pada zona basah yang
11, 12, 13, 15, dan 17), dalam lingkungan hanya mengandalkan air hujan, sehingga
pengendapan swamp, yang selalu tergenang kandungan bahan mineral kecil sekali
oleh air permukaan tanah dan seringkali (Tabel 1).
mengalami banjir. Sementara itu, sampel
(nomor 7, 10, 13, 6, dan 9) berada dalam
Nilai GWI berkisar dari 0,09 – 3,6
ekosistem hidrologi mesotrophic yang
berkaitan dengan maseral yang tergelifikasi
mengarah ke ombrotrophic, yang
kuat dan kandungan bahan mineral yang
berselang-seling antara air hujan dengan air
rendah atau kandungan telokolinit
permukaan tanah. Sisanya, yakni sampel
menengah, sedangkan nilai GWI yang
101
Kondisi lingkungan pengendapan, kematangan, dan klasifikasi batubara berdasarkan
data petrografi dan geokimia organik, Lapangan Rokan Hulu (M. Firman Pratama)

tinggi > 5,0 menunjukkan karakteristik suplai mineral yang berasal dari muka air
bahan mineral yang tinggi, namun tanah. Sebaliknya, pada kondisi lingkungan
kandungan telokolinit rendah. Nilai VI pengendapan fen terjadi pemasukan yang
lebih dari 1,0 menunjukkan zona berlebih dari bahan-bahan mineral yang
pepohonan tinggi yang mengindikasikan masuk selama pembentukan batubara
sebagai bahan pembentuk asal batubara, dengan jenis vegetasinya berupa kelompok
dengan sedikitnya vegetasi herbaceous. pepohonan, perdu, alang-alang, rumput, dan
semak belukar, setidaknya kurang lebih
Interpretasi secara menyuluruh pada 25% menutupi total permukaan (Diessel,
diagram tersebut menunjukkan bahwa 1986).
batubara daerah penelitian terbentuk pada
fasies limnic dengan kondisi hidrologi Sementara itu, sampel nomer 14 berada
berasal dari muka air tanah. Adapun pada lingkungan pengendapan bog forest
vegetasi yang terbentuk berupa dominasi yang kondisi rezim hidrologinya berasal
tumbuhan non-kayu (herbaceous). dari air hujan. Disamping itu, sampel nomer
Kemudian sebagian sampel berada pada 4 yang memiliki nilai VI lebih dari 10 dan
ekosistem hidrologi mesotrofik, dan dalam GWI kurang dari 1,0 mengindikasikan
kondisi ini terjadi keseimbangan antara bahwa vegetasinya berupa pepohonan
suplai nutrisi baik dari air ataupun dari tinggi yang hanya mendapat suplai air
akar-akar yang masuk ke subtrat, dengan diduga berasal dari air hujan.

Nomer sampel dalam Tabel 1

Gambar 8. Diagram GWI versus VI untuk mengetahui kondisi rezim hidrologi dan jenis
vegetasi yang tumbuh selama proses pembentukan batubara (Calder dkk., 1993).

Analisis Peringkat Batubara


(Gambar 9). Dari keempat parameter
Empat parameter untuk menentukan
tersebut, secara umum peringkat batubara
peringkat batubara (Tabel 1 dan Tabel 2)
berkisar dari level lignit B sampai
mengacu kepada ASTM (1981) yaitu;
bituminus volatil rendah. Adapun, setiap
reflektansi vitrinit, zat terbang (volatile
parameter menghasilkan peringkat yang
matter), nilai kalori, dan kelembaban
102
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 4, No. 1, April 2020: 92-106

berbeda-beda, kecuali parameter oleh batubara bituminus C volatil tinggi.


kelembaban yang tidak dapat digunakan Lalu, berdasarkan zat terbang (volatil
untuk menentukan peringkat dikarenakan matter) peringkat batubara berkisar dari
nilai kelembabannya < 0 < 10 (%) untuk bituminus B volatil tinggi sampai bituminus
semua peringkat termasuk lignit. Ini dapat volatil rendah dan didominasi oleh
terjadi kemungkinan selama di lapangan bituminus volatil menengah. Dari parameter
pada saat pengambilan sampel hingga nilai kalori peringkatnya berkisar dari lignit
proses pengemasan dan pengujian di B sampai bituminus B volatil tinggi dengan
laboratorium kurang teliti. Berdasarkan dominan sub-bituminus C.
parameter reflektansi vitrinit terdapat tiga
sampel batubara berperingkat lignit, tiga Kematangan batubara dapat meningkat
sampel berperingkat sub-bituminus B, satu seiring dengan kenaikan peringkat. Hal itu
sampel sub-bituminus C, tujuh sampel terbukti dari data reflektansi vitrinit (Rv)
bituminus C volatil tinggi, dan empat yang menunjukkan semakin naik nilai Rv
sampel peringkat bituminus B volatil tinggi, maka peringkatnya semakin naik pula.
sehingga secara keseluruhan didominasi

Gambar 9. Data kuantitatif yang ditempatkan pada kolom parameter klasifikasi


menurut ASTM (1981).
oleh Bright sampai Bright-Banded tersebut
5. KESIMPULAN menunjukkan bahwa banyak mengandung
Litotipe daerah penelitian didominasi oleh vitrinit. Untuk menentukan jenis tumbuhan
batubara berupa Bright (B) dan Bright- asal batubara di daerah tersebut berasal dari
Banded (BB). Litotipe yang didominasi jenis perdu, herba, ataupun jaringan kayu,

103
Kondisi lingkungan pengendapan, kematangan, dan klasifikasi batubara berdasarkan
data petrografi dan geokimia organik, Lapangan Rokan Hulu (M. Firman Pratama)

dapat diketahui dari persentase jumlah memperlihatkan lingkungan dari limnic


vitrinit A dan vitrinit B. Namun, untuk sampai limno-telmatic, yang secara
litotipe dengan jenis Dull (D) sampai Dull- dominan kondisi hidrologinya rheotrophic
Banded (DB) mengindikasikan adanya ke mesotrophic, dengan sedikit bog forest
peristiwa oksidasi, dengan kandungan dalam kondisi ekosistem hidrologi
maseralnya berupa inertinit. ombrotrophic.

Analisis lingkungan pengendapan daerah Berdasarkan reflektansi vitrinit


penelitian secara umum berkisar dari peringkat batubara berkisar dari lignit B
limnic, limno-telmatic sampai telmatic, sampai bituminus B volatil tinggi, yang
dengan dominasi limno-telmatic. Hal ini, secara keseluruhan didominasi oleh
pertama berdasarkan diagram V+L-I-MM
peringkat bituminus C volatil tinggi.
kondisi lingkungan pengendapan batubara
Lalu, berdasarkan zat terbang (volatil
berada pada kondisi basah yang mengalami
banjir dengan tingkatan moderat hingga matter) peringkat batubara berkisar dari
tinggi (besar) secara periodik, sebentar bituminus B volatil tinggi sampai
ataupun non-periodik. Selanjutnya, dari bituminus volatil rendah dan didominasi
diagram T-F-D lingkungan pengendapan oleh bituminus volatil menengah. Dari
berada di lingkungan limnic hingga parameter nilai kalori peringkatnya
telmatic. Lebih lanjut, diagram TPI versus berkisar dari lignit B sampai bituminus
GI menunjukkan lingkungan pengendapan B volatil tinggi dengan dominan sub-
batubara pada zona limnic sampai telmatic. bituminus C.
Terakhir, diagram GWI versus VI

Kematangan batubara dapat meningkat


seiring dengan kenaikan peringkat.

UCAPAN TERIMAKASIH
dan hasil uji geokimia batubara, dan
Ucapan terima kasih penulis sampaikan sekaligus membimbing penulis utama
kepada Pimpinan Pusat Survei Geologi cq dalam penyusunan penelitian ini.
tim eksplorasi batubara di Rokan Hulu yang
telah bersedia memberikan data lapangan

Analysis of Coal and Coke.


DAFTAR PUSTAKA Annual Book of ASTM
Standards. v 05 (05).
American Society for Testing and Materials
(ASTM)., 1981. Annual Bustin, R.M., Cameron, A.R., Grieve, D.A.,
Book of ASTM Standard. dan Kalkreuth, W.D., 1983.
American Society for Coal petrology, Its Principles,
Testing and Materials, Methods and Applications. Short
Philadelphia, Pennsylvania. Course Notes (3), Geological
Association of Canada, 273 h.
American Society for Testing and Material
(ASTM D3176)., 1989. Calder, J.H., 1993. The Evolution of
Standard Practice for Ultimate Groundwater-Influenced Peat-
104
Padjadjaran Geoscience Journal. Vol. 4, No. 1, April 2020: 92-106

Forming Ecosystem In Appalachian bituminous coal


Piedmont setting: The No. 3 beds, in Modern and Ancient
Seam, Springhill Coalfield, Coal-forming Environments.
Cumberland Basin, Nova (eds.), Cobb, C. J., dan Cecil,
Scotia. Dalam: Cobb, J.C dan C. B. Geological Society of
Cecil, C.B (eds.), Modern and America Special Paper, 286,
Ancient Coal Forming h.63 – 82.
Environment, Geological
Society of America Bulletin, ICCP (International Committee for Coal
83, h.129-142. Petrology)., 1971.
International and book of Coal
Diessel , C.F.K., 1965. Correlation of Petrology, 1st supplement to
macro-and micropetrography 2nd edition; Centre National
of some New South Wales de la Recherce Scientifique,
Coal. Dalam: Woodcook, J.T., Paris, France.
Madigan, R.T., dan Thomas,
R.G. (eds.), Proceedings- Rahim, A.F., Sjafri, I., Gani, G.M.R., dan
General, 8th Commonwealth Suwarna, N., 2018.
Mineral and Metallurgy Karakteristik dan Lingkungan
Congress, 6, h.669-667. Pengendapan Batubara
Formasi Purukcahu
Diessel, C.F.K., 1982. An Appraisal of Berdasarkan Analisis
coal facies based on maceral Petrografi, Di Daerah Murung
characteristics. Australian Raya, Kalimantan Tengah.
Coal Geology, 4(2), h.474-484. Padjadjaran Geoscience Jurnal,
2 (4).
Diessel, C.F.K., 1986. On the correlation
between coal facies and Rock, N.M.S., Aldis, D. T., Aspden, J.
depositional environments. A., Clarke, M. C. G.,
Proceeding of 20th Djunuddin, A., Kartawa, W.,
Symposium of Department of Miswar, Thompson, S. J., dan
Geology, University Whandoyo, R., 1983. Peta
Newcastle, NSW, h.19-22. Geologi Lembar
Lubuksikaping, Sumatra, Skala
Diessel, C. F. K., 1992. Coal Bearing 1:250000. Pusat Survey
Depositional Systems. Geologi, Bandung.
Springer-Verlag, Berlin, 721 h.
Schopf, J. M., 1960. Field description
Grady, W. C., Eble, C. F., dan Neuzil, S. and sampling of coal beds. US
G., 1993. Brown coal maceral Geological Survey Bulletin,
distributions in a modern 1111-B, 70 h (Plates 6–27).
domed tropical Indonesia peat,
and a comparison with Shabrina, H.N., Sjafri, I., Gani, G.M.R.,
maceral distributions in Suwarna, N., 2018. Komposisi
Middle Pennsylvanian-age Maseral dan Mineral Matter

105
Kondisi lingkungan pengendapan, kematangan, dan klasifikasi batubara berdasarkan
data petrografi dan geokimia organik, Lapangan Rokan Hulu (M. Firman Pratama)

Untuk Interpretasi Fasies dan di daerah Rokan Hulu, Riau.


Lingkungan Pengendapan Laporan internal, PSG, tidak
Batubara Di Daerah dipublikasikan.
Muaraenim, Sumatra Selatan.
Padjadjaran Geoscience Jurnal, Thomas, L., 2013. Coal Geology, Second
2 (4). Edition. Wiley-Blackwell A
John Wiley & Sons, Ltd,
Smyth, M., 1984. Coal Microlithotypes Publication : UK. 431 h.
related to sedimentary
environment in the Cooper Wisesa, K. D., 2018. Analisis Lingkungan
Basin, Australia. Dalam: Pengendapan Dan Distribusi
Rahmani, R. A. dan Flores, R. Secara Stratigrafi Batubara
M. (eds.), ‘Sedimentology of Formasi Sihapas, Cekungan
Coal and Coal Bearing Sumatra Tengah. Skripsi S1
Sequences’. Soc. Min. Fakultas Teknik Geologi,
EnggAMIE, Illinois, h.11-39. Unpad : Jatinangor. Tidak
dipublikasikan.
Suwarna, N., Susanto, E., dan Hermanto,
B., 2002. Penelitian batubara

106

Anda mungkin juga menyukai