Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tanah adalah produk transformasi mineral dan bahan organik yang
terletak dipermukaan sampai kedalaman tertentu yang dipengaruhi oleh faktor-
faktor genetis dan lingkungan, yakni bahan induk, iklim, organisme hidup (mikro
dan makro), topografi, dan waktu yang berjalan selama kurun waktu yang sangat
panjang, yang dapat dibedakan dari cirri-ciri bahan induk asalnya baik secara fisik
kimia, biologi, maupun morfologinya (Winarso, 2005).
Tanah merupakan elemen dasar yang tidak terpisahkan dalam dunia
pertanian. Tanpa adanya tanah mustahil kita bisa menanam padi, palawija,
sayuran, buah-buahan maupun kehutanan meskipun saat ini telah banyak
dikembangkan sistim bercocok tanam tanpa tanah, misalnya Hidroponik,
Airoponik dan lain-lain, tetapi apabila usaha budidaya tanaman dalam skala luas
masih lebih ekonomis dan efisien menggunakan media tanah. Mengingat
pentingnya peranan tanah dalam usahatani, maka pengelolaan tanah untuk
usahatani haruslah dilakukan sebaik mungkin guna menjaga kesuburan tanahnya.
Tanah yang memenuhi syarat agar pertumbuhan tanaman bisa optimal tentulah
harus memiliki kandungan unsur hara yang cukup,mengandung banyak bahan
organik yang menguntungkan.

B. Tujuan
Adapun tujuan  mengenai kalambaban udara adalah sebagai berikut:
1.  Agar bisa mengetahui bahan pembentukan  mineral tanah.
2. Dapat mengetahui definisi dan peranan mineral tanah

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Mineral Tanah


Mineral tanah adalah mineral yang terkandung di dalam tanah dan merupakan
salah satu bahan utama penyusun tanah. Mineral dalam tanah berasal dari
pelapukan fisik dan kimia dari batuan yang merupakan bahan induk tanah,
rekristalisasi dari senyawa-senyawa hasil pelapukan lainnya atau pelapukan
(alterasi) dari mineral primer dan sekunder yang ada.
Mineral mempunyai peran yang sangat penting dalam suatu tanah, antara lain
sebagai indikator cadangan sumber hara dalam tanah dan indikator muatan tanah
beserta lingkungan pembentukannya. Jenis mineral tanah secara garis besar dapat
dibedakan atas mineral primer dan mineral sekunder. 

B. Klasifikasi Mineral Tanah.

A. Mineral Primer
  Mineral primer adalah mineral tanah yang umumnya mempunyai ukuran
butir fraksi pasir (2 – 0,05 mm). Contoh dari mineral primer yang banyak
terdapat di Indonesia beserta sumbernya disajikan dalam Tabel 1.
Analisis jenis dan jumlah mineral primer dilakukan di laboratorium mineral
dengan bantuan alat mikroskop polarisasi. Pekerjaan analisis mineral primer
dilaksanakan dalam dua tahapan, yaitu pemisahan fraksi pasir dan identifikasi
jenis mineral.

2
a.    Pemisahan Fraksi Pasir 
Prinsip dasar pemisahan fraksi pasir adalah menghilangkan material
penyemen yang menyelimuti atau menyemen butir-butir pasir dan
memisahkan butir mineral berukuran fraksi pasir dari fraksi debu dan liat.
Material yang menyeliputi butir pasir dalam tanah umumnya berupa bahan
organik. Namun pada beberapa jenis tanah, material penyeliput tersebut
selain oleh bahan organik, juga oleh besi (pada tanah merah) dan oleh
karbonat (pada tanah kapur). Bahan organik dihilangkan dengan hidrogen
peroksida (H2O2) besi dengan sodium dithionit (Na2S2O4) dan karbonat
dengan Chlorida (HCl). 

Setelah butir mineral terlepas dilakukan pemisahan fraksi pasir dengan


menggunakan ayakan yang berukuran 1-0,05 mm. Jenis analisis mineral
primer yang biasa dilaksanakan adalah fraksi berat, fraksi ringan, dan
fraksi total. Untuk analisis mineral pasir fraksi berat, terlebih dahulu
harus dipisahkan antara pasir fraksi berat dengan fraksi ringan. Yang
tergolong dalam mineral pasir fraksi berat adalah mineral pasir yang
tenggelam dalam larutan bromoform dengan BJ 2,87. Untuk analisis
mineral pasir fraksi total, hasil pengayakan bisa langsung
diperiksa. Indentifikasi mineral pasir Untuk keperluan identifikasi jenis
mineral pasir, diperlukan lempeng kaca berukuran 2,5 cm x 5 cm, cairan
nitro bensol, dan mikroskop polarisasi. Butir pasir ditebarkan di atas
lempeng kaca hingga merata kemudian ditetesi nitro bensol dan diaduk
sampai tidak ada pasir yang mengambang. Lempeng kaca di taruh di
mikroskop dan mulai diamati. Dengan mikroskop polarisasi Pengamatan
dilakukan mengikuti metode ”line counting” artinya hanya mineral pasir
yang terletak pada garis horizontal pada bidang pandang mikroskop yang
dihitung. Untuk analisis rutin penghitungan dilakukan hingga 100 butir,
tapi untuk keperluan penelitian yang lebih detail, penghitungan dapat
dilakukan hingga 300 butir.

3
B. Mineral Sekunder
 Mineral sekunder adalah mineral yang terbentuk dari hasil pelarutan
mineral primer yang telah mengkristal kembali. Dan juga berasal dari pelarutan
sisa – sisa organisme seperti kerangka binatang kapur,bangkai dan kotoran burung
layang layang yang kemudian mengkristal kembali bersama unsur unsur lainnya.

a.         Pemisahan Fraksi Liat 


Prinsip dasar pemisahan fraksi liat adalah menghilangkan bahan
penyeliput dan penyemen, serta memisahkan fraksi liat dari fraksi debu dan
pasir. Dalam proses pemisahan fraksi ini dapat digunakan contoh yang sama
dengan contoh yang digunakan untuk analisis fraksi pasir, sehingga proses
destruksi bahan organik, besi, dan karbonat bisa dilakukan
sekaligus.Pemisahan fraksi liat dilakukan dengan cara yang sama seperti
pemisahan fraksi untuk tekstur yaitu dengan cara pengendapan yang
didasarkan pada hukum Stoke. 

b.        Identifikasi Mineral Liat 


Identifikasi mineral liat dilakukan dengan bantuan alat difraktometer
sinar X (XRD). Terlebih dahulu dibuat preparatnya dengan mengendapkan
fraksi liat pada lempeng kramik, setelah siap, preparat tersebut dijenuhkan
dengan Mg2+, Mg2+ + glycerol, K+ dan K+ dipanaskan pada suhu 550oC
selama 1 jam. Prinsip analisis dengan XRD adalah merekam dan
memvisualisasikan pantulan sinar X dari kisikisi kristal dalam bentuk grafik.
Grafik tersebut kemudian dianalisis, terdiri atas mineral liat apa saja dan
relatif komposisinya.Analisis mineral liat juga dapat dilakukan dengan
contoh berupa serbuk halus (powder). Analisis ini biasanya dilakukan untuk
menganalisis pupuk, mineral standar, atau mineral primer yang sulit
diidentifikasi dengan mikroskop. 

4
c.         Klasifikasi Endapan Mineral
Endapan Mineral biasanya diperkenalkan klasifikasi endapan mineral
menurut Lindgren (1933), yang terdiri atas epitermal, mesotermal, dan
hipotermal. Pembagian ini didasarkan atas kontras suhu dan kedalaman
pembentukan endapan ini. Namun, pada perkembangan selanjutnya dua dari
tiga istilah tersebut sangat jarang digunakan, bahkan istilah hipotermal yang
dulu diperuntukkan pada endapan yang terbentuk pada lingkungan yang
dalam (3-15 km) dengan suhu ~300-600oC tidak pernah lagi digunakan.
Orang lebih mudah memahami istilah sistem porfiri dibandingkan
hipotermal. Hal ini didasarkan atas karakteristik tekstur dan proses
pembentukannya. Bagimana dengan istilah mesotermal? Apakah begitu suhu
pembentukan mineral mencapai/melebihi 300oC suatu endapan bisa
dikelompokkan ke dalam mesotermal, seperti pada presentasi di IAGI
November 2007 yang lalu? Menurut Lindgren (1933), endapan mesotermal
terbentuk pada kedalaman sedang (1,2-4,5 km) dengan kisaran suhu 200-
300oC. Namun, pada perkembangan modern, istilah mesotermal lebih
difokuskan pada mineralisasi yang berhubungan dengan proses orogenesa
(orogenic gold), seperti zear zone, metamorphic lode, orogenic, atau
greenstone belt. Jadi, endapan mesotermal difokuskan pada endapan logam
(emas) yang berasosiasi dengan proses pembentukan batuan metamorfik.

Jadi kalau dilihat dari suhu pembentukannya, memang endapan mesotermal


pasti di antara 200-300oC bahkan lebih dari 300oC. Meskipun demikian,
mineralisasi yang masih berhubungan dengan sistem porfiri, mendekati 300-
an deg masih dianggap sebagai endapan epitermal, jadi bukan termasuk
mesotermal. Sebenarnya, faktor suhu ini akan berhubungan dengan logam
apa yang akan terdeposisi dan ligan apa yang akan mengantarkan logam pada
tempat pengendapannya. Penelitian terhadap suhu pembentukan saat ini tidak
menjadi pusat perhatian dalam endapan logam, tetapi lebih ditekankan
kepada mekanisme pengangkutan (jenis larutan dan ligan) dan sumber larutan
pembentuk endapan itu sendiri (isotop stabil). Bagaimana ciri-ciri endapan

5
mesotermal atau yang lebih dikenal dengan istilah shear zone, lode atau
orogenic? Endapan mesotermal terbentuk oleh hasil ekstraksi logam dari
batuan pembawanya, misalnya batuan pelitik (lempung, lanau) atau basalt
pada proses pembentukan pegunungan (orogenesa). Ekstraksi logam
khususnya emas dikontrol oleh penyangga karbon dioksida (diistilahkan
sebagai sekresi metamorfik). Jadi, kalau kita mendapatkan conto urat kuarsa
dan dianalisis inklusi fluidanya akan diperoleh inklusi yang kaya akan CO2. 

d. Mineral Liat Tanah


 Mineral liat tanah merupakan mineral sekunder yang sangat berperan dalam
membentuk kesubuan tanah.tipe dan struktur Kristal mineral liat tersebut sangat
menentukan sifatnya dalam mempengaruhi sifat da ciri tanah.
a.    Tipe Mineral Liat
Pada dasarnya mineral liat dapat di bedakan atas dua kelompok
senyawa,yaitu liat selikat dan liat bukan selikat.liat selikat kemudian di
bedakan dengan tiga tipe, 1 : 1, 2 : 1 dan tipe 2 : 2 . tipe dalam hal ini
menunjukan perbandingan antara Si-tetraeder Al-oktaeder. Dengan
mengetahui tipe mineral liat dan juga  dapat menentukan tingkat kehancuran
suatu tanah. Tanah  yang mengandung liat 1 : 1 menunjukan suatu tanah yang
lebih tua dari pada tanah yang bertipe  2 : 1 karena Si telah habis tercuci.
b.    Struktur Kimia dan Kristal Mineral Liat
Melalui analisa kuantitatif ahli kimia telah dapat menentukan rumus
kimia dari berbagai mineral.melihat rumus kimia yang terkandung di dalam
mineral liat,ternyata liat hanya mengandung K,Mg, dan Na.sedangkan kita
mengetahui bahwa didalam liat tersimpan sejumlah besar hara yang di
butuhkan tanaman. Akan tetapi dengan mengingat sifat mineral liat
bermuatan negative pada umumnya bermuatan positif, maka pengadaan hara
dari mineral liat lebih mudah di pahami. Adanya kation-kation dan anion-
anion yang dapat di jerap dan di pertukarkan oleh mineral liat adalah faktor
penentu penyediaan hara bagi tanaman.

6
c.    Sumber Muatan Negatif
Sumber muatan negative liat yang utama adalah subsitusi isomorfik.di
samping itu juga akibat patahnya pinggiran lempeng Kristal liat, Dan juga
berasal  dari permukaan koloid  liat yang mempunyai gugus oksigen dan
hidroksil yang tersembul,sehingga menimbulkan titik – titik bermuatan
negative.

C. Peranan Mineral Tanah

  Mineral kalsit dan dolomit dapat di jadikan pupuk kapur atau bahan pengapuran
untuk memperbaikikesuburan tanah ber pH rendah.
  Sebagai penyangga dalam tanah,karenanya reaksi tanah tidak berubah secara
melonjak.
  Sebagai penyerap dan mempertukarkan ion, sehingga unsur hara yang tersedia
bagi tanaman dan terhindar dari bahaya pencucian.
  Dan juga berkemampuan besar dalam menahan air ,sehingga tanah tidak mudah
kehilangan air.

7
BAB III
PENUTUP

E. Kesimpulan
Mineral merupakan bahan anorganik tanah yang tersusun dari berbagai unsur
kimia baik yang di perlukan tanaman maupun yang tidak diperlukan.
Mineral merupakan  sumber hara tanaman yang di peroleh melalui pelapukan dan
pelarutan ,atau sumber hara setelah di jadikan pupuk .khusus untuk mineral
liat ,berperan dalam mengatur penyediaan har bagi tanaman, lempeng Kristal liat.
Juga berasal dari permukaan koloid lat yang mempunyai gugus oksigen dan
hidroksil yang tera dan air.

8
DAFTAR PUSTAKA

Buchman, Harry O. and Nyle C.Brady, 1969. Terjemahan Prof .Dr. Soegiman
1982. Ilmu Tanah . Penerbit Bhratara Karya Aksara – jakarta.
Soeparti, Coeswono 1983. Sifat dan ciri Tanah. Bogor.
Berry , L.G and B.mason. 1959. Mineralogy. Concepta, Discription, Ditermination. W.
H. Freeman andco.san Francisco.
Grim , R. E, 1953.  Clay Mineralogy, Mcgraw Hill Book co Inc. N. Y.

Anda mungkin juga menyukai